BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PROSPEK TANAMAN PANGAN

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. A. Kontribusi Pangan Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

SISTEM INFORMASI PASAR DAN MONITORING HARGA BERAS DI INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai rencana pengembangan bisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya disamping merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga aspek penyediaan menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pengenalan komoditi beras kepada masyarakat bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan permintaan beras mengalami peningkatan sepanjang tahun. Masyarakat Papua yang sebelumnya adalah pengkonsumsi sagu sebagai makanan utama, saat ini telah terbiasa dengan konsumsi nasi dalam keseharian mereka, begitu juga dengan masyarakat Maluku, Sulawesi Utara, Madura dan sebagainya (Widakda, 2009). Dalam penelitian Van (2001) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50 persen total konsumsi nasional. Pada saat ini, 96 persen penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya. Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh

manusia dimasa mendatang akan semakin besar, oleh karena itu sejak REPELITA III pemerintah memberikan prioritas pada kebijakan pangan yang mengutamakan makanan pokok berpati lainnya untuk mengisi kekurangan beras. Mengingat pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia akan mengakibatkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak stabil pada harga-harga serta dapat menimbulkan reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki yang cenderung menghambat kegiatan pembanguan ekonomi secara keseluruhan (Widakda, 2009). Menurut Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia; (2) Pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya 4-5 persen dari total produksi, berbeda dengan komoditi tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari total produksi; (3) Harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya; (4) 80 persen perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) Struktur pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan Negara net importir sejak tahun 1998; dan (7) Sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam pemenuhan kebutuhan pangan sangat besar.

Bagi para produsen beras, kenaikan pendapatan mereka berasal dari kenaikan harga beras. Apabila harga barang-barang lain tidak naik, akan memungkinkan mereka untuk membeli kebutuhan non beras dengan menjual beras yang lebih sedikit daripada sebelumnya, sehingga lebih banyak beras yang disisihkan untuk konsumsi keluarga mereka. Bagi golongan non produsen, jika pendapatannya tidak mengalami kenaikan, penurunan pendapatan riil karena kenaikan harga beras menyebabkan mereka mengurangi konsumsi berasnya untuk membatasi pengurangan kebutuhan non beras (Mubyarto dalam Widakda, 2009). Elastisitas harga terhadap permintaan beras menunjukkan persentase perubahan banyaknya beras yang akan dibeli oleh para konsumen sebagai responnya terhadap perubahan harga relatif beras terhadap barang-barang subtitusinya. Elastisitas harga terhadap permintaan mencakup subtitusi dan pendapatan yang sulit dibedakan. Pengaruh dari yang pertama, menerangkan penurunan konsumsi apabila harga beras naik, akan terjadi pensubtitusian untuk mempertahankan tingkat konsumsi kalori tertentu, misalnya ke beras yang harganya lebih murah atau ke bahan makanan lain yang lebih murah. Pengaruh dari yang kedua berbeda antara produsen beras dengan konsumennya. Perkembangan Harga beras di Kota Medan cenderung mengalami fluktuasi selama tahun 1997-2012. Lebih lanjut mengenai perkembangan harga beras di Kota Medan dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini :

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Gambar 1.1 : Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997-2012 Berdasarkan gambar 1.1 di atas diketahui bahwa pada tahun 1998 pertumbuhan harga beras meningkat 2 kali lipat dari tahun 1997, hal ini disebabkan Indonesia mengalami krisis beras yang paling parah. Harga beras di pasar semakin meningkat di satu pihak, sedangkan di pihak lain pendapatan riil masyarakat semakin berkurang dan jumlah orang miskin terus bertambah karena krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997, sehingga sebagian besar masyarakat sulit menjangkau beras yang tersedia di pasar dan harganya tidak stabil. Kenaikan harga beras sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Namun, kenaikan harga yang ekstrem dalam waktu relatif singkat menjadi tanda tanya besar. Tidak hanya faktor alam, faktor perlakuan pasca panen juga turut berpotensi mempengaruhi masalah ini. Setidaknya ada empat hal yang diduga menjadi penyebab sulitnya mengontrol kenaikan harga beras saat ini. Pertama, musim hujan yang datang terlambat pada 2014, seharusnya datang mulai Oktober, justru turun akhir November. Akibatnya, masa tanam padi

di sejumlah tempat terpaksa mundur karena asupan air irigasi yang belum tersedia. Pemicu mundurnya musim hujan diprediksi terkait fenomena El Nino. Fenomena ini merupakan naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik sekitar khatulistiwa bagian timur dan tengah. Dampaknya, musim kemarau di Indonesia menjadi semakin kering dan panjang. El Nino lemah dengan kenaikan suhu 0,5-1 derajat celsius terjadi sejak bulan Juli dan mengalami puncaknya pada Agustus hingga November. Kedua, banjir yang sempat menenggelamkan lahan pertanian di sejumlah daerah yang mengakibatkan puluhan hektar lahan sawah mengalami gagal panen. Ketiga, dugaan penimbunan beras yang terjadi di beberapa area pergudangan. Temuan itu didapati ketika dilakukan inspeksi mendadak oleh sejumlah lembaga pemerintahan. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, terdapat 10.400 gudang penyimpanan yang dikelola swasta di seluruh Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan kegiatan penimbunan juga terjadi oleh mereka. Penyebab keempat, adanya mafia beras yang juga dilakukan oknum internal Perum Bulog. Ditemukan kegiatan pengoplosan antara beras Perum Bulog dan beras lain, dikemas ulang, dan dijual dengan harga lebih mahal. Selain itu, terdapat penyalahgunaan delivery order (DO), yang merupakan dokumen, sebagai surat perintah penyerahan beras. Delivery order operasi pasar dengan kemasan 15 kg tercantum nama perusahaan penerima yang tidak sesuai (Kompas, 04 Maret 2015). Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar kebutuhan Pokok, Kementrian Perdagangan (kemendag), rata-rata harga beras secara nasional mengalami

kenaikan hingga Rp. 10.000,- per kg. Harga beras secara Nasional mencapai Rp.9.895,- per kg atau naik 2,7 persen sejak 1 Februari 2015 (Medan Bisnis, 20 Februari 2015). Kota Medan merupakan kota terbesar di Sumatera Utara dan juga merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga termasuk kedalam Kota Metropolitan, dimana memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi permintaan terhadap beras. Seiring dengan itu maka besar pulalah kebutuhan beras yang dikenal sebagai bahan makanan pokok. Kota Medan sebagai daerah perkotaan juga masih memiliki lahan pertanian yang ditanami beberapa komoditas pertanian. Seiring pengembangan kota, dengan banyaknya pembangunan pemukiman berupa perumahan ataupun pertokoan di Kota Medan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian yang ada, sehingga luas lahan, luas panen maupun produksi yang dihasilkan cenderung menurun. Alih fungsi lahan pertanian yang tidak diimbangi dengan program intensifikasi yang baik mengakibatkan luas lahan pertanian di Kota Medan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak mengalami konversi adalah jenis lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan kering, dan menjadi lahan nonpertanian, seperti digunakan untuk bangunan, industri, perumahan (real estate), pusat bisnis dan sebagainya. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penyebab utama fenomena penglaju di Kota Medan dikarenakan adanya pandangan bahwa: (1) bekerja di kota lebih bergengsi; (2) lebih mudah mencari pekerjaan di kota; (3) tidak ada lagi yang dapat dikerjakan (diolah) di daerah asalnya; dan (4) upaya mencari nafkah

yang lebih baik. Dengan demikian, besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan (Sipahutar, 2012). Umumnya ketersediaan pangan Beras Kota Medan dipasok dari luar Kota Medan. Karena diketahui Kota Medan bukanlah sebagai sentral produksi padi. sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Medan diperlukan stok yang cukup banyak mengingat jumlah penduduk yang setiap tahun meningkat. Terlebih pada saat HBKN permintaan akan pangan tentu semakin meningkat. Ketersediaan beras yang tertinggi terdapat pada Hari Raya Idul Fitri yaitu sekitar 35.293 ton dan pada puasa sebesar 31.015 ton. Lalu diikuti pada Natal dan Tahun Baru serta Idul Adha yaitu sebesar 24.946 ton dan 27.004 ton. Dimana ketersediaan beras saat bulan normal sebesar 26.737 ton (Fadillah, 2007). Seiring dengan semakin maraknya alih fungsi lahan untuk pembangunan, menyebabkan Kota Medan bukanlah merupakan daerah potensial untuk sentral produksi pertanian. Kota Medan telah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, jasa, dan industri di Sumatera Utara. Disisi lain, kemajuan tersebut juga telah mendorong Kota Medan menjadi pasar yang strategis dan potensial bagi daerah-daerah hinterlandnya dalam memasarkan berbagai komoditas bahan pangan hasil produksi pertaniannya. Sehingga secara otomatis, Kota Medan dapat memenuhi ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan pokok dan strategis masyarakatnya (Laurensius, 2010). Perkembangan kebutuhan berbagai komoditas bahan pangan pokok dan strategis di Kota Medan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, produksi beras di Kota Medan secara signifikan terus mengalami penurunan, sementara

jumlah penduduk yang berkorelasi dengan kebutuhan terhadap beras terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.120.436 jiwa dan meningkat menjadi 2.121.053 jiwa pada tahun 2009 hasil produksi beras justru mengalami penurunan yaitu dari 11.452 ton pada tahun 2008 turun menjadi 10.144 ton pada tahun 2009. Sedangkan tingkat swasembada hasil produksi beras di Kota Medan hanya mampu memenuhi 3,53 persen untuk kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, ketersediaan Beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Medan mengalami minus 274.460,54 ton (96,47 persen) pada tahun 2009. Kekurangan ketersediaan dan kebutuhan beras bagi masyarakat Kota Medan sebesar 96,47 persen tersebut dapat terpenuhi dari berbagai daerah hinterlandnya yang memiliki lahan pertanian dan sentra produksi beras di Sumatera Utara seperti Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan daerah lainnya (Laurensius, 2010). Meningkatnya kebutuhan beras di Kota Medan, menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap beras juga meningkat. Adapun harga beras yang ditetapkan adalah sesuai dengan mutu beras tersebut. Pada umumnya, penduduk yang mempunyai perekonomian yang baik menginginkan beras yang berkualitas baik sedangkan penduduk yang mempunyai perekonomian standar mengkonsumsi beras yang bermutu sedang atau standar dan penduduk yang mempunyai perekonomian lemah hanya mampu mengkonsumsi beras yang bermutu di bawah standar (rendah). Beragamnya jenis permintaan akan beras ini disebabkan beragamnya tingkat perekonomian di Kota Medan, sehingga penawaran akan beras juga beraneka ragam. Sejalan dengan itu pemerintah berupaya untuk

mengusahakan bagaimana harga beras dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mutu yang baik. Dalam Waspada online (2010), menyebutkan produksi beras Kota Medan saat ini hanya dapat mencukupi sekitar 3 persen dari besar konsumsi beras Kota Medan. Jumlah pemenuhan konsumsi beras ini mengalami penurunan seiring terus berkurangnya potensi lahan pertanian Kota Medan yang selama ini tersebar di beberapa kecamatan yakni Marelan, Labuhan, dan Medan Deli. Potensi lahan pertanian Kota Medan seluas 3.900 hektare dengan angka produktivitas lahan pertanian yang sebesar 4.569 kuintal/hektare, kemudian berkurang menjadi 2.100 hektare pada 2011. Ekstensifikasi pertanian sudah tidak mungkin di Kota Medan melihat keterbatasan lahan yang ada. sehingga saat ini, Kota Medan dalam pemenuhan konsumsi pangan beras masih bergantung kepada daerah lain yang selama ini menjadi sentra penyuplai beras seperti Deli Serdang, Simalungun, dan Serdang Bedagai. Komoditas beras memiliki peran yang sangat strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik di Indonesia. Hal ini ditunjukan dari usaha pemerintah yang selalu berusaha menjaga stok beras dalam negeri agar tetap mengalami surplus. Dengan terjaganya stok beras maka harga dipasaran akan lebih stabil. Terjadinya praktek penimbunan beras menyebabkan harga naik yang tentunya akan sangat memberatkan masyarakat. Khususnya untuk kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Kurang tegasnya kebijakan pemerintah dalam menindak pelaku penimbunan beras menyebabkan mereka tidak jera untuk

melakukannya lagi. Demikian permintaan beras yang terus meningkat akan membuat harga semakin naik, namunpun demikian mau tidak mau masyarakat akan tetap membeli untuk kebutuhan hidup. Hal ini merupakan salah satu alasan pemerintah berupaya bagaimana menstabilkan harga agar tetap dapat di konsumsi masyarakat. Ketidakseimbangan antara kuantitas penawaran dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Penawaran beras yang dilakukan oleh produsen tidak terjadi sepanjang tahun karena berkaitan dengan musim tanam. Sedangkan permintaan oleh konsumen akan berlangsung sepanjang tahun karena konsumsi beras dilakukan sepanjang tahun mengingat beras merupakan kebutuhan pangan pokok masyarakat. Ketidakstabilan harga beras juga dipengaruhi oleh trend dan musiman. Harga beras mengikuti pola musiman dan pola trend yang terjadi. Harga akan jatuh pada musim panen raya dan meningkat tajam pada musim paceklik. Ketidakstabilan ini dapat merugikan petani pada saat musim panen dan memberatkan konsumen pada musim paceklik. Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema bagi masyarakat baik produsen maupun konsumen. Perubahan harga beras tiba-tiba melonjak tanpa bisa dikendalikan. Situasi ini mendorong pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Logistik (Perum Bulog) menggelar Operasi Pasar (OP) di seluruh Indonesia. Pemerintah akan melakukan Operasi Pasar untuk menstabilkan harga dan meredam inflasi. Salah satu komoditas yang akan dikendalikan adalah beras karena kenaikan harga komoditas ini berdampak sangat besar. Operasi Pasar

bertujuan untuk menurunkan harga beras umum. Dengan demikian peneliti akan mengkaji mengenai operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah agar terjadi kestabilan harga beras di pasaran. Pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat merupakan hasil pembagi antara PDRB dengan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 2000 mencapai Rp.6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita pada tahun 1993 yaitu sebesar Rp. 2.402.155,05. Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp.2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi Rp.2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu kewaktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat. Trovero dan Von (dalam Lazzorini 2012) menyebutkan perubahan cuaca dapat menyebabkan suatu bentuk potensi yaitu seperti banjir, kekeringan yang pada akhirnya merusak tanaman pangan dan menghambat bentuk pendistribusian pangan tersebut sehingga pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga beras. Dampak cuaca juga berpengaruh kepada kebijakan perekonomian makro dikarenakan cuaca merupakan faktor fundamental yang mempengaruhi signifikansi positif dan negatif terhadap hasil sektor pertanian, serta dampak perubahan iklim secara langsung berdampak negatif sangat besar terhadap kenaikan harga dan pertumbuhan produksi pangan terutama beras. Kenaikan harga beras dapat disebabkan oleh cuaca dikarenakan cuaca memberi pengaruh

kepada bentuk hasil panen, serta adanya bentuk gagal panen, selain hal tersebut cuaca juga menyebabkan terganggunya bentuk pola distribusi seperti terjadinya banjir, tanah longsor yang menyebabkan terhalangnya bentuk distribusi, sehingga terjadinya kelangkaan akan beras yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kecenderungan peningkatan harga beras (Bhanumurthy, et al 2012). Berdasarkan pernyataan dan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul yaitu: Analisis Pengaruh Permintaan dan Penawaran Beras di Kota Medan. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka didapat rumusan masalah penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap Permintaan Beras di Kota Medan. 2. Apakah Harga Beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan berpengaruh terhadap Penawaran Beras di Kota Medan. 3. Apakah PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan berpengaruh terhadap Harga Beras di Kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis pengaruh Harga beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan. 3. Untuk menganalisis pengaruh PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan terhadap Harga Beras di Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam permintaan dan penawaran beras di Kota Medan 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan, baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan non akademis 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan permintaan dan penawaran beras di Kota Medan.