BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22TAHUN 2008 TENTANG PENDANAANDANPENGELOLAAN BANTUANBENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Persatuan Bangsa-bangsa (PBB melalui United Nations International Strategy

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB IV VISI, MISI,TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERENCANAAN KINERJA BAB II VISI : Masyarakat Gorontalo yang Siaga dan Terlindung dari Ancaman Bencana. 2.1 RENCANA STRATEGIS 2.1.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Powered by TCPDF (

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 1 TAHUN22014 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

BUPATI BANDUNG BARAT

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BIREUEN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

2012, No.76 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran

BAB III LANDASAN TEORI

PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana. Bencana yang terjadi di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping bencana, Indonesia juga rawan terhadap bencana akibat ulah manusia. Hal ini disebabkan karena faktor letak geografis dan geologi serta demografi. Bencana mengakibatkan dampak terhadap kehilangan jiwa manusia, harta benda, dan kerusakan prasarana dan sarana. Kerugian harta benda dan prasarana dapat mencapai jumlah yang sangat besar dan diperlukan dana yang cukup besar pula untuk pemulihannya. Penanggulangan bencana merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat preventif, penyelamatan, dan rehabilitatif yang harus diselenggarakan secara koordinatif, komprehensif, serentak, cepat, tepat dan akurat melibatkan lintas sektor dan lintas wilayah sehingga memerlukan koordinasi berbagai intansi terkait dengan penekanan pada kepedulian publik dan mobilisasi masyarakat. Seluruh sistem, pengaturan, organisasi, rencana dan program yang berkaitan dengan hal-hal inilah yang disebut dengan penanggulangan bencana. Agar menjadi efektif, penanggulangan bencana harus melibatkan semua sektor, termasuk sektor non-pemerintah, sektor swasta dan masyarakat, melibatkan semua tingkatan masyarakat dari tinggat nasional sampai ke desa terpencil. Guna menghindari dan

mengurangi kerugian yang sangat besar, maka diperlukan upaya penaggulangan sejak dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, dibutuhkan dana penanggulangan bencana. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana Pasal 63 dan 69 ayat (4) mengamanatkan perlunya menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur tentang mekanisme pengelolaan dana dan tata cara pemberian dan besarnya bantuan penanggulangan bencana. Untuk melaksanakan kedua ketentuan tersebut, Peraturan Pemerintah tentang Anggaran dan Pengelolaan Bantuan Bencana ini mengatur beberapa hal penting antara lain sumber dana, alokasi dana, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Menurut Sutaat dalam Syaukani (2003), hubungan eksekutif dan legislatif mengandung implikasi positif dan negatif. Implikasi positif hubungan eksekutif dan legislatif, terutama peran legislatif yang diharapkan dapat lebih aktif dalam menangkap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama dengan eksekutif. Implikasi negatif kemungkinan terjadi komplik berkepanjangan antara eksekutif (Kepala Daerah) dan legislatif (DPRD). Hal tersebut dapat terjadi karena 1) gaya kepemimpinan Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD; 2) latar belakang kepentingan; 3) latar belakang pengalaman dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan.

Kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat akan bisa terwujud bila legislatif kurang mempunyai kemauan dan kemampuan yang memadai sebagai wakil rakyat. Diperkirakan tidak semua wakil rakyat mampu menangkap aspirasi arus bawah dan memahami secara utuh kondisi masyarakatnya, keinginan, harapan dan keutuhannya. Bila ini terjadi maka kemungkinan akan muncul kebijakan daerah yang justru tidak memihak kepada rakyat. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada dasarnya mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah satu kesatuan dalam sistem perencanaan nasional dengan tujuan untuk menjamin adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pegawasan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menetukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya tersedia. Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Salim (2007), langkah-langkah perencanaan dilakukan sebagai berikut: (1) Menentukan tujuan dan sasaran yang menyertakan seluruh warga; (2) Mengetahui fakta-fakta tentang kondisi yang ada serta memperkirakan apa yang terjadi; (3) Mengkaji pilihan pilihan tindakan yang dapat dilakukan dengan mengingat potensi dan hambatan yang ada; (4) Menentukan pilihan-pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbangan normatif maupun teknis; (5) Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil; (6) Melakukan sosialisasi,

penegakan, pemberian insentif, serta membantu pelaksanaan perencanaan anggaran secara sistematik dan teratur Komponen-komponen yang terlibat dalam perencanaan anggaran adalah pertama, input berupa data analisis situasi keadaan kedaruratan masyarakat, sumber daya manusia dalam hal ini unsur legislatif yaitu komisi C di Dewan Perkawilan Rakyat Daerah (DPRD), dan unsur eksekutif yaitu walikota, Bappeda, DPKAD, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Kesbang Pol linmas-pb. Kedua, komponen proses yaitu proses-proses perencanaan mulai dari proses pengumpulan data, sampai pada penyusunan dokumen perencanaan, dan Ketiga, komponen output (keluaran), yaitu adanya dokumen perencanaan sebagai acuan untuk pelaksanaan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan (Depkes RI, 2002). Pemerintah NAD dan Kota Banda Aceh melalui RPJM tahun 2007-2012 juga telah memasukkan sistem mitigasi bencana yang efektif dengan pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam kedalam strategi pembangunan daerah dan program pembanguna daerah diharapkan semua kecamatan memiliki sistem peringatan dini, penanggulangan bencana serta penampungan sementara korban bencana (Profil NAD, 2007). Menurut Rinto Andriono (2009), struktur anggaran kebencanaan menyebutkan lebih dari 83 % wilayah Indonesia masuk dalam kategori daerah dengan tingkat risiko bencana yang tinggi, dan 383 kabupaten dari 440 kabupaten Indonesia adalah kawasan dengan risiko bencana, serta buruknya lagi 98 % dari 220 juta penduduk Indonesia adalah penduduk yang belum memiliki kesadaran tentang

pengurangan resiko bencana (http//www.ideajogja.or.id. Diakses tanggal 6 Februari 2010). Kota Banda Aceh merupakan ibu Kota Provinsi yang juga merupakan Kota terparah pada saat terjadinya musibah Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dengan berakibat 78.417 jiwa meninggal dunia atau hilang dan untuk NAD 173.741 jiwa meninggal dunia, lebih 127.000 rumah hancur dan rusak berat (Profil NAD, 2007). Berdasarkan penelitian dan pengalaman kejadian bencana, wilayah Kota Banda Aceh termasuk kawasan yang rawan terhadap gempa bumi dan tsunami karena diapit oleh pertemuan dua lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo- Australia, serta patahan Sumatera/Semangko (Subandono dan Budiman dalam Profil Bappeda Banda Aceh, 2009). Tsunami 26 Desember 2004 telah meluluh lantakkan sebagian besar wilayah pantai di Aceh, terutama sepanjang pantai barat, dan merusak infrastruktur publik, ekonomi dan sosial, seperti sekolah, pusat layanan kesehatan dan gedung-gedung pemerintah. Tsunami telah mempengaruhi mata pencaharian dan kehidupan masyarakat karena rusaknya lahan-lahan pertanian, terganggunya usaha-usaha perikanan, hilangnya peralatan, hilangnya bukti kepemilikan tanah, menurunya kualitas air, polusi akibat limbah padat atau cair dan rusak fasilitas sanitasi dan pembuangan limbah, dan ini semua terjadi karena suatu bencana. Menurut United States Geological Survey (USGS) dan The Federal Emergency Management Agency (FEMA) menyebutkan "Setiap $1 belanja publik

untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dapat menyelamatkan $7 dari kerusakan akibat bencana." Dan "Setiap $1 dana publik yang dibelanjakan untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana akan menyelamatkan dana sebesar $2 untuk emergency response." (http//www.ideajogja.or.id. Diakses tanggal 6 Februari 2010). Menurut Qanun Kota Banda Aceh tahun 2007, 2008 dan 2009 proporsi anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan penanggulangan bencana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih sangat minim untuk beberapa SKPD yang terlibat langsung dalam penanggulangan bencana. Dibawah ini beberapa dinas yang mendapatkan alokasi dana tak terduga untuk penanggulangan bencana seperti, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Kesbang Pol Linmas-PB Kota Banda Aceh seperti Tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Jumlah Anggaran APBD yang di Alokasikan untuk Penanggulangan Bencana Kota Banda Aceh Tahun Jumlah APBD Alokasi Anggaran % Anggaran Bencana 2007 Rp. 532.046.733.984 Rp. 361.534.250 0,068 2008 Rp. 500.040.754.837 Rp. 348.719.800 0,069 2009 Rp. 527.267.525.926 Rp. 275.648.800 0,052 Rata-Rata 0,063 Sumber : DPKAD 2010 Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui dalam tiga tahun terakhir alokasi anggaran tak terduga yang bersumber dari APBD, rata-rata 0,063 %, dana tersebut digunakan untuk program-program penanggulangan bencana. Anggaran ini diperuntukkan bagi dinas-dinas yang mempunyai tupoksi menangani langsung masalah penanggulangan

bencana di Kota Banda Aceh. Menurut Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Perangkat Kerja Daerah. Ada beberapa dinas yang mempunyai tupoksi sebagai perencanaan anggaran dan pelaksanaan langsung dalam penanggulangan bencana di Kota Banda Aceh, seperti Bappeda, DPKAD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Kesbang Pol Linmas-PB. Hal tersebut sangatlah tidak memadai sesuai yang diamahkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bila dilihat keadaan Kota Banda Aceh merupakan ibu Kota Provinsi dan merupakan Kota terparah pada saat terjadinya bencana Gempa dan Tsunami yang memerlukan penanganan secara komprehensif dalam penanggulangan bencana seperti tahap-tahap pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Anggaran merupakan rencana tindakan manajerial untuk mencapai tujuan organisasi. Negara/daerah sebagai suatu entitas sector public juga memanfaatkan anggaran sebagai alat untuk mencapai tujuan. Anggaran pemerintah daerah kita kenal sebagai APBD. APBD sebagai anggaran sektor publik harus mencakup aspek perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas publik. Anggaran daerah pada hakikatnya merupakan perwujudan amanat rakyat kepada eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran (Bambang, 2006). Menurut Abdullah dan Asmara (2006), secara faktual peran legislatif dinilai terlalu dominan dalam perencanaan dan penganggaran khususnya dalam pengesahan anggaran. Dugaan adanya mis-alokasi anggaran mengarah kepada kepentingan pribadi melalui pemanfaatan kekuasaan sebagai legislatif. Sedangkan peran dari

eksekutif hanya dalam melaksanakan proses perencanaan, namun dalam pengambilan keputusan terhadap program-program dalam perencanaan tidak dilibatkan, meskipun dalam forum penjelasan dan pertanggung jawaban terhadap penyusunan program kegiatan dilibatkan, tetapi mengingat bahwa perencanaan tidak terlepas dari kebijakan politis, maka cenderung argumentasi dari eksekutif diabaikan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penganggaran seperti partisipasi, kesenjangan anggaran, kinerja dan hal lainnya, telah menjadi fokus banyak peneliti, khususnya dalam domain akuntansi keperilakuan. Penelitian-Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Kenis, (1979); Brownell dan McInnes, (1986); dan Indriantoro (1993). Hal ini juga berkaitan dengan hasil penelitian Bambang (2008), menunjukkan masih kurangnya pengetahuan, sikap dan persepsi eksekutif dan legislatif dalam perencanaan anggaran kesehatan pada APBD. Memperhatikan berbagai masalah diatas, tampaknya diperlukan persepsi dan kompetensi eksekutif dan legislatif. Eksekutif dan legislatif merupakan lembaga tinggi dalam kerangka realisasi perencanaan anggaran bencana pada APBD Kota Banda Aceh. Sebagai langkah awal dalam membangun komitmen eksekutif dan legislatif maka diperlukan penelitian berkaitan dengan persepsi dan kompetensi eksekutif dan legislatif tentang bencana terhadap perencanaan anggaran bencana pada APBD Kota Banda Aceh.

1.2. Permasalahan Pemerintah Kota Banda Aceh belum mengalokasikan dana khusus bencana pada APBD, saat ini anggaran bencana dimasukkan dalam anggaran tak terduga yang masih samar peruntukannya bagi penangganan penggulangan bencana karena masih dipadukan dengan kebutuhan lain, seharusnya pemerintah daerah mengalokasikan dana khusus yang memadai untuk masalah penanggulangan bencana sesuai diamanahkah dalam UU Nomor 24 Tahun 2007, Pasal 8 (d). Hal ini diduga berhubungan dengan pengalaman, proses belajar, motivasi pengetahuan, keterampilan dan sikap dari eksekutif dan legislatif dalam mengadvokasi perencanaan anggaran bencana pada saat forum pengesahan anggaran, dan program-program penanggulangan bencana yang diusulkan. Berdasarkan hal diatas peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi dan kompetensi eksekutif dan legislatif tentang bencana terhadap perencanaan anggaran pada APBD Kota Banda Aceh. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi (pengalaman, proses belajar, motivasi) dan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) eksekutif dan legislatif tentang bencana terhadap perencanaan anggaran bencana pada APBD Kota Banda Aceh 2010.

1.4. Hipotesis Ada pengaruh persepsi (pengalaman, proses belajar, motivasi) dan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) eksekutif dan legislatif tentang bencana terhadap perencanaan anggaran bencana pada APBD Kota Banda Aceh 2010. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan landasan pemikiran bagi pemerintah daerah terutama eksekutif dan legislatif dalam membuat kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan perencanaan anggaran bencana pada APBD Kota Banda Aceh. 2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan penelitian sejenis pada masa yang akan datang 3. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di bidang Manajemen Kesehatan Bencana terutama berhubungan dengan Perencanaan Anggaran Bencana.