Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA BATU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

QANUN KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 7 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI GOWA RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 31 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 17 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

RETRIBUSI TERMINAL TANAH LAUT. Daerah

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN / ATAU PENYEDOTAN KAKUS

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BUPATI GOWA RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

LEMBARAN DAERAH TAHUN 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG

B U P A T I B A L A N G A N

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

-1- Bbb B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 30 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 32 TAHUN

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI TELUK WONDAMA

BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA dan BUPATI TORAJA UTARA MEMUTUSKAN :

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 5 TAHUN 2015

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2011 T E N T A N G

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 21 TAHUN 2012 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA,

Peraturan...

PEMERINTAH KABUPATEN TEBO

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH DENGAN

Transkripsi:

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

PENDAHULUAN Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD 2009) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Merupakan pengganti Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

PRINSIP PENGATURAN (1/2) Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam penyusunan UU PDRD 2009, yaitu: 1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netralterhadap fiskal nasional. 2. Jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List). 3. Pemberian kewenangan kepada daerah untukmenetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang.

PRINSIP PENGATURAN (2/2) 4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajakdan retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. 5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.

Pokok-pokok Materi PENAMBAHAN JENIS RETRIBUSI DAERAH Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu: Retribusi Tera/ Tera Ulang; Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi; Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi: retribusi jasa umum retribusi jasa usaha retribusi perizinan tertentu.

JENIS RETRIBUSI DAERAH Retribusi Jasa Usaha Retribusi Jasa Umum Retribusi Perizinan Tertentu pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau pelayanan olehpemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai olehpihak swasta Pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma. pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan Untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

JENIS RETRIBUSI DAERAH Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perizinan Tertentu 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan; 2. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan; 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; 6. Retribusi Pelayanan Pasar; 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; 9. Retribusi Biaya Penggantian Cetak Peta; 10. Retribusi Penyediaan dan/ atau Penyedotan kakus; 11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; 12. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang; 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan 14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2. Retribusi Pasar Grosirdan/ atau Pertokoan; 3. Retribusi Tempat Pelelangan; 4. Retribusi Terminal; 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir; 6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; 7. Retribusi Rumah Potong Hewan; 8. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; 9. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; 10. Retribusi Penyebrangan di Air; dan 11. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; 3. Retribusi Izin Gangguan; 4. Retribusi Izin Trayek; dan 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Hukum Pajak Pengertian Hukum Pajak (Hukum Fiskal): keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (Brotodihardjo) Hukum Pajak dibagi menjadi dua, yaitu: Hukum Pajak Material Hukum Pajak Formal

Hukum Pajak Material Hukum Pajak yang mengatur tentang ketentuan siapa-siapa saja yang dikenakan pajak, dan siapa-siapa yang dikecualikan dari pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan berapa pajak yang harus dibayar (Nurmantu 2005) i.e. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah Objek Retribusi (Pasal 108) Jenis Retribusi: JasaUmum (Pasal 110) Jasa Usaha (Pasal 127) Jasa Tertentu (Pasal 141) Subjek dan Wajib Retribusi JasaUmum (Pasal 125) Jasa Usaha (Pasal 139) Jasa Tertentu (Pasal 147)

Hukum Pajak Formal Hukum Pajak Formal memuat ketentuan tentang bagaimana mewujudkan ketentuan material. Dengan kata lain, hukum pajak formal mengatur tentang bagaimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban dan hak- haknya seperti: a. mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak b. membayar/menyetor pajak c. melaporkan pajak terutangnya

PENETAPAN JENIS RETRIBUSI MELALUI PERATURAN PEMERINTAH (Pasal 150) Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perizinan Tertentu 1. bersifat bukanpajakdanbersifat bukanretribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu 2. jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 3. jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau Badanyang diharuskan membayar retribusi, disamping untukmelayani kepentingan dan kemanfaatan umum 4. jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu 5. tidakbertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya 6. dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial 7. pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. 1. bersifat bukan pajak dan bersifat bukanretribusi Jasa Umumatau Retribusi Perizinan Tertentu 2. jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. 1. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi 2. perizinan tersebut benarbenar diperlukan guna melindungi kepentingan umum 3. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan

Penghitungan Retribusi (Pasal 151) DPRetribusi = tingkat penggunaan jasa x tarif Retribusi Tingkat Penggunaan Jasa: jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila sulit diukurmaka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksirberdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untukmenghitung besarnya Retribusi yang terutang. Bersifat proporsional atau progresive/ sesuai golongan

Tarif Retribusi (Pasal 155) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 tahun sekali. Peninjauan tarif Retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Penetapan Retribusi oleh Perda ditetapkandengan Peraturan Daerah Perda tidak berlaku surut Perda dapat mengatur mengenai: masa retribusi, keringanan/ pengurangan/ pembebasan pokok Retribusi dan sanksinya, tata cara penghapusanpiutangretribusi yang kadaluwarsa Perlu adanya sosialisasi penetapan retribusi dalamperda, khususnya yang mengatur mengenai Retribusi Perizinan Tertentu

Tata Cara Pemungutan (Pasal 160) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan: Karcis Kupon Kartu langganan Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar: Sanksi administratif (bunga) 2%/ bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak/ KB Ditagih dengan menggunakan STRD Penagihan didahului dengan Surat Teguran Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Keberatan (Pasal 162-164) Pasal 162 Pasal 163 Pasal 164 1. Diajukan kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. 2. Proses pengajuan: 1. diajukan secaratertulis 2. dalam bahasa Indonesia 3. Disertai alasan-alasan yang jelas. 3. diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jikawajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. 4. Keadaan di luar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. 5. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. 1. Dalam rangka memberikan kepastian hukum, paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, Kepala Daerah harus memberi keputusan keberatan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan: menerima seluruhnya atau sebagian/ menolak/ menambah besarnya Retribusi yang terutang. 2. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan dianggap dikabulkan. Keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya: LB Retribusi + imbalan bunga 2%/ bulan (max. s.d. 12 bulan sejak bulan pelunasan s.d. terbit SKRDLB)

Restitusi Retribusi (Pasal 165) 1. Dapat diajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah 2. Paling lama sejak 6 bulan diterimanya permohonan pengembalian Retribusi, Kepala Daerah harus memberikan keputusan. 3. Apabila jangka waktu di atas telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak atau 4. dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan paling lama 1 bulan. 5. Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut. 6. Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan paling lama 2 bulan sejak terbit SKPDLB atau SKRDLB. 7. Jika lewat 2 bulan, diberikan imbalan bunga sebesar 2%/ bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan Retribusi. 8. Ketentuan di atas diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.

Daluwarsa Penagihan (Pasal 167) (1/2) 1. Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 tahun sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. 2. Kedaluwarsa penagihan Retribusi tertangguh jika: a. diterbitkansurat Teguran: Dalamhal diterbitkan Surat Teguran, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. atau a. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baiklangsungmaupun tidaklangsung: Pengakuan utang Retribusi secara langsung adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belummelunasinya kepada Pemerintah Daerah. Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuranatau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Daluwarsa Penagihan (Pasal 168) (2/2) 1. Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan 2. Gubernur menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi provinsiyang sudah kedaluwarsa. 3. Bupati/walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi kabupaten/kota yang sudah kedaluwarsa. 4. Tata cara penghapusan piutang Pajak dan/atau Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pembukuan dan Pemeriksaan (Pasal 169) 1. Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp300.000.000/ tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 2. Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau pencatatan diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pemeriksaan (Pasal 170) 1. Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang- undangan perpajakan daerah dan Retribusi. 2. Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan: a. buku atau catatan, b. dokumen yang menjadi dasarnya, dan c. dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang b. memberikan kesempatan untukmemasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. 3. Tata cara pemeriksaan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

Ketentuan Khusus (Pasal 172) (1/2) 1. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. a. berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah b. Kecuali: a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindaksebagai saksi atau saksi ahli dalamsidang pengadilan; b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalambidang keuangan daerah. 2. Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga ahli agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

Ketentuan Khusus (Pasal 172) (2/2) 1. Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga ahli untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. 2. Permintaan hakim harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

Penyidikan (Pasal 173) (1/2) 1. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan 3. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Penyidikan (Pasal 173) (2/2) Wewenang Penyidik adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; e. melakukan penggeledahan untukmendapatkan bahan buktipembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, sertamelakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorangmeninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana (Pasal 176) (1/2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam: 1. pidana kurungan paling lama 3 bulan atau 2. pidana denda paling banyak 3 kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Ketentuan Pidana (Pasal 177) (2/2) 1. Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan ( Pasal 172 ayat (1) dan ayat (2)) dipidana dengan: a. pidana kurungan paling lama 1 tahun dan b. pidana denda paling banyak Rp 4.000.000 2. Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat (Pasal 172 ayat (1) dan ayat (2)) dipidana dengan: a. pidana kurungan paling lama 2 tahun dan b. pidana denda paling banyak Rp 10.000.000 3. Penuntutan terhadap tindak pidana di atas hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. 4. Tuntutan pidana di atas sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Retribusi, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.