BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN NAMA NAMA JALAN DI WILAYAH KOTA SERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENAMAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MEHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN GEDUNG PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Walikota Tasikmalaya

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DAM PESISIR DALAM WILAYAH KABUPATEN SELAYAR DENG AN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG ZONA NILAI TANAH

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PEDAGANG KAKI LIMA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

BUPATI SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TRANSMIGRASI UMUM TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh yang belum berkembang agar menjadi penggerak bagi wilayah tertinggal di sekitarnya dan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan daerah, maka perlu menyelenggarakan transmigrasi umum terpadu di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar; b. bahwa untuk mendapatkan wilayah potensial di Kabupaten Kepulauan Selayar yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan wilayah baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang, perlu dibentuk kawasan Permukiman Transmigrasi Umum Terpadu; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Transmigrasi Umum Terpadu; 1

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5050); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3800); 2

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4889); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5497); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR dan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TRANSMIGRASI UMUM TERPADU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar. 3

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar yang membidangi urusan Transmigrasi. 6. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Kepala SKPD adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar yang membidangi urusan Transmigrasi. 7. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi. 8. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk peningkatan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. 9. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi. 10. Kawasan Transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi Permukiman Transmigrasi. 11. Wilayah Pengembangan Transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi yang terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang salah satu di antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. 12. Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. 4

13. Satuan Kawasan Pengembangan adalah satu kawasan yang terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah satu di antaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan perkotaan baru. 14. Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran. 15. Transmigrasi Umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha. 16. Satuan Kawasan Pengembangan yang selanjutnya disingkat SKP adalah satu kawasan yang terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah satu diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan perkotaan baru. 17. Kawasan Perkotaan Baru yang selanjutnya disingkat KPB adalah bagian dari Kawasan Transmigrasi yang ditetapkan menjadi pusat pertumbuhan dan berfungsi sebagai pusat pelayanan Kawasan Transmigrasi. 18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana strategis pelaksanaan dan pemanfaataan ruang wilayah kabupaten dengan arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan penjabaran rencana tata ruang wilayah provinsi. 19. Transmigrasi Umum Terpadu adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang karja dan usaha baik di bidang pertanian, perikanan maupun di bidang lainnya. BAB II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN ARAH Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Penyelenggaraan Transmigrasi berasaskan : a. kepeloporan; b. kesukarelaan; c. kemandirian; d. kekeluargaan; e. keterpaduan; dan f. wawasan lingkungan. 5

Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Penyelenggaraan Transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan Daerah, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Bagian Ketiga Sasaran dan Arah Pasal 4 Sasaran Penyelenggaraan Transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Pasal 5 Penyelenggaraan Transmigrasi diarahkan pada pemerataan penyebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam, daya tampung lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan integrasi masyarakat. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 6 Ruang Lingkup Transmigrasi Umum Terpadu meliputi : a. jenis transmigrasi dan pola usaha pokok; b. hak dan kewajiban; c. penyelenggaraan transmigrasi; d. pembangunan wilayah pengembangan transmigrasi dan lokasi permukiman transmigrasi; e. penyediaan tanah; f. penyiapan permukiman; g. informasi, seleksi, pendidikan dan pelatihan, serta penempatan; h. peran serta masyarakat; dan i. pengawasan dan tindakan administratif. 6

BAB IV JENIS TRANSMIGRASI DAN POLA USAHA POKOK Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Jenis Transmigrasi diselenggarakan melalui pola usaha pokok. (2) Jenis Transmigrasi dikembangkan untuk memanfaatkan kesempatan kerja dan peluang usaha yang diciptakan melalui pembangunan dan pengembangan Kawasan Transmigrasi. Bagian Kedua Jenis Transmigrasi Pasal 8 Jenis Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 adalah Transmigrasi Umum Terpadu. Pasal 9 (1) Jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan pada ruang dalam Kawasan Transmigrasi yang belum layak untuk pengembangan usaha secara komersial. (2) Transmigran pada jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan kesempatan kerja dan peluang usaha. (3) Dalam menetapkan calon Transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), seleksi dilaksanakan berdasarkan prioritas penanganan masalah sosial ekonomi bagi penduduk yang bersangkutan. (4) Biaya pelaksanaan jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dan/atau anggaran pendapatan dan belanja negara. Bagian Ketiga Pola Usaha Pokok Pasal 10 (1) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi kegiatan : a. usaha primer; 7

b. usaha sekunder; dan/atau c. usaha tersier. (2) Kegiatan usaha primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi usaha di bidang pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. (3) Kegiatan usaha sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi usaha di bidang industri pengolahan dan manufaktur. (4) Kegiatan usaha tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi usaha di bidang jasa dan perdagangan. Pasal 11 (1) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ditetapkan dalam rencana pembangunan Kawasan Transmigrasi berdasarkan kesesuaian antara potensi sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan sumber daya lainnya yang tersedia. (2) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berbasis SKP, Pusat SKP, dan KPB sesuai dengan kegiatan usaha yang dikembangkan. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 (1) Transmigran berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berupa : a. perbekalan, pengangkutan, dan penempatan di permukiman transmigrasi; b. lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik; c. sarana; dan d. catu pangan untuk jangka waktu tertentu. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian bantuan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 Setiap Transmigran berkewajiban untuk : a. bertempat tinggal menetap di permukiman transmigrasi; 8

b. memelihara kelestarian lingkungan; c. memelihara dan mengembangkan kegiatan usahanya secara berdaya guna dan berhasil guna; d. mempertahankan dan memelihara jenis usaha yang diberikan dan pemilikan tanah serta aset produksinya; e. memelihara hubungan yang serasi dengan masyarakat setempat serta menghormati dan memperhatikan adat istiadatnya; dan f. mematuhi ketentuan ketransmigrasian. BAB VI PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 14 Setiap warga Negara Republik Indonesia dapat ikut serta sebagai transmigran. Pasal 15 Keikutsertaan sebagai transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 didasarkan atas kesukarelaan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia; b. berkeluarga, dibuktikan dengan Surat Nikah dan Kartu Keluarga; c. memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; d. berusia antara 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 50 (lima puluh) tahun sesuai dengan KTP, kecuali diatur lain dalam kerja sama antar daerah; e. belum pernah bertransmigrasi yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa dimana pendaftar berdomisili; f. berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; g. memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan; h. menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan kewajiban sebagai transmigran; i. lulus seleksi yang dibuktikan dengan surat keterangan lulus dari tim yang diberikan wewenang untuk melaksanakan seleksi. 9

Pasal 16 (1) Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 terdiri atas kepala keluarga dan anggota keluarganya. (2) Kecuali untuk kepentingan tertentu, Pemerintah Daerah dapat menetapkan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diutamakan bagi penduduk yang berasal dari : a. wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi dan/atau terbatas lapangan kerja yang tersedia dan/atau merupakan lahan kritis; b. daerah yang terkena bencana alam atau gangguan keamanan; c. masyarakat pesisir nelayan; d. perambah hutan dan peladang berpindah; dan e. wilayah yang tempat tinggalnya dijadikan proyek pembangunan bagi kepentingan umum. Bagian Kedua Penyelenggaraan Pasal 18 Penyelenggaraan Transmigrasi dilakukan sebagai kegiatan penataan dan persebaran penduduk melalui perpindahan ke dan di wilayah pengembangan transmigrasi dan lokasi permukiman transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi. Pasal 19 Penyelenggaraan Transmigrasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. penyiapan permukiman; b. pengarahan; c. penempatan; d. pembinaan masyarakat transmigrasi; dan e. pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi. 10

Pasal 20 Penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang disusun berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara terpadu dengan pembangunan sektoral berbasis potensi dan keunggulan daerah untuk pembangunan daerah. Pasal 21 Pengarahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dilaksanakan melalui penyuluhan yang disampaikan kepada masyarakat, kelompok, keluarga dan perseorangan secara langsung atau tidak langsung, bersifat komunikatif, informatif, persuasif dan edukatif. Pasal 22 Penempatan Transmigran di permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah atau mendelegasikan kepada SKPD setelah ada kepastian kesempatan kerja atau usaha dan tempat tinggal dan telah melalui seleksi yang meliputi kelengkapan administrasi, telah menikah, kondisi fisik, kesehatan, mental ideologi dan keahlian atau keterampilan. Pasal 23 Pembinaan masyarakat Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, meliputi : a. bidang ekonomi, terdiri atas penyediaan sarana produksi, peningkatan produktivitas lahan dan pengembangan usaha, pembentukan kelembagaan dan pemasaran, partisipasi masyarakat dan kemitraan usaha; b. bidang sosial dan budaya, terdiri atas pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, peningkatan peranan pemuda dan peranan wanita, partisipasi masyarakat, seni budaya dan olah raga; c. bidang mental spiritual, terdiri atas ideologi, agama, sikap mental dan perilaku; dan d. bidang kelembagaan pemerintahan desa, terdiri atas penyiapan dan pembentukan prasarana dan sarana pemerintahan desa dan kelembagaan serta lembaga masyarakat desa. 11

Pasal 24 (1) Pembinaan lingkungan permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilakukan melalui tahap penyesuaian, tahap pemantapan dan tahap pengembangan. (2) Tahap penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk adaptasi dengan lingkungan yang berlangsung selama 1 (satu) tahun 5 (lima) bulan. (3) Tahap pemantapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk peningkatan kemampuan dan pemenuhan kebutuhan hidup Transmigran yang berlangsung selama 1 (satu) tahun 5 (lima) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun. (4) Tahap pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pengembangan usaha produktif secara mandiri yang berlangsung paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 25 (1) Penyelenggaraan Transmigrasi diarahkan pada penataan penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan integrasi masyarakat. (2) Penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui penciptaan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. (3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui peningkatan kualitas transmigran selaku pribadi, anggota keluarga, kelompok usaha ekonomi dan anggota masyarakat. (4) Perwujudan integrasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penciptaan komunitas transmigran dan penduduk setempat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum. 12

BAB VII PEMBANGUNAN WILAYAH PENGEMBANGAN TRANSMIGRASI DAN LOKASI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI Pasal 26 Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi, dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah secara terkoordinasi dengan instansi teknis terkait. Pasal 27 (1) Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, penetapannya didasarkan pada pertimbangan potensi wilayah yang memungkinkan pengembangannya bagi upaya mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah. (2) Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pembangunan satuan kawasan pengembangan. (3) Dalam satuan kawasan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat beberapa satuan permukiman transmigrasi. Pasal 28 Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ditetapkan di : a. Kecamatan Bontosikuyu, yaitu Desa Appatanah dan Desa Laiyolo (Jammeng); dan b. Kecamatan Pasimarannu, yaitu Desa Lambego dan Desa Komba-Komba. Pasal 29 (1) Pembangunan wilayah pengembangan Transmigrasi dan lokasi permukiman Transmigrasi dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembangunan wilayah pengembangan Transmigrasi dan lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 30 (1) Dalam Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi dapat dilakukan pemugaran permukiman penduduk setempat. 13

(2) Pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi perbaikan perumahan, lahan usaha dan jaringan jalan. (3) Perencanaan maupun pelaksanaan pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau bersama penduduk setempat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan dan pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 31 (1) Kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah. (2) Selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi tersebut juga harus memenuhi syarat : a. memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan yang memenuhi skala ekonomis; b. mempunyai kemudahan hubungan dengan kota atau wilayah yang sedang berkembang; dan c. tingkat kepadatan penduduk masih rendah. Pasal 32 Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ditetapkan di Kecamatan Bontoharu, yaitu Desa Bontoborusu, Desa Kahu- Kahu dan Desa Bontolebang. Pasal 33 (1) Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikembangkan di luar wilayah pengembangan Transmigrasi. (2) Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk mendukung percepatan pengembangan wilayah dan/atau pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang. Pasal 34 Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dituangkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 14

BAB VIII PENYEDIAAN TANAH Pasal 35 (1) Pemerintah Daerah menyediakan tanah untuk lokasi penyelenggaraan/permukiman Transmigrasi. (2) Alokasi penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36 (1) Tanah yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan/permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diberikan dengan hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal tanah yang akan diberikan kepada Transmigran dikuasai oleh Badan Usaha, maka terlebih dahulu diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tanah yang diperuntukkan bagi Transmigran diberikan dengan status hak milik. Pasal 37 (1) Hak Milik atas tanah bagi Transmigran pada prinsipnya tidak dapat dipindahtangankan, kecuali : a. Transmigran meninggal dunia; b. setelah memiliki hak paling sedikit selama 20 (dua puluh) tahun; c. Transmigran Pegawai Negeri yang dialihtugaskan. (2) Pemindahtanganan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak milik menjadi hapus dan tanahnya kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan. (3) Tanah yang kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada Transmigran pengganti. 15

BAB IX PENYIAPAN PERMUKIMAN Pasal 38 (1) Penyiapan permukiman Transmigrasi diarahkan bagi terwujudnya permukiman Transmigrasi yang layak huni, layak usaha, dan layak berkembang. (2) Penyiapan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. penyiapan area; b. perencanaan permukiman; c. pembangunan perumahan, fasilitas umum, sarana dan prasarana permukiman; dan d. penyiapan lahan dan/atau ruang usaha. (3) Penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 39 Perencanaan penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) disusun berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. BAB X INFORMASI, SELEKSI, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, SERTA PENEMPATAN Bagian Kesatu Informasi Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah memberikan informasi mengenai ketersediaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, tempat tinggal, kondisi geografis, dan adat istiadat di kawasan Transmigrasi. (2) Setiap Transmigran mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk menetapkan pilihan lapangan kerja dan/atau usaha di kawasan Transmigrasi sesuai dengan kualifikasi kemampuan masing-masing. 16

Bagian Kedua Seleksi Pasal 41 Pemerintah Daerah melakukan seleksi setiap calon Transmigran melalui SKPD yang membidangi urusan Transmigrasi. Pasal 42 Calon Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diseleksi berdasarkan prioritas penanganan masalah sosial ekonomi bagi penduduk yang bersangkutan. Bagian Ketiga Pendidikan dan Pelatihan Pasal 43 (1) Calon Transmigran yang dinyatakan lulus seleksi diberikan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan. (2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Bagian Keempat Penempatan Pasal 44 (1) Penempatan Transmigran di permukiman Transmigrasi dilaksanakan setelah ada kepastian kesempatan kerja atau usaha dan tempat tinggal. (2) Penempatan Transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian informasi, seleksi, pendidikan dan pelatihan, serta penempatan diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 46 (1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Transmigrasi. 17

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha. (3) Pemerintah Daerah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Transmigrasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XII PENGAWASAN DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 47 SKPD melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Transmigrasi. Pasal 48 SKPD dapat mengambil tindakan administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan Transmigrasi. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan, bentuk dan jenis tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan Pasal 48 diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 50 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi agar keterangan dan laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; 18

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Transmigrasi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi; i. memanggil orang untuk didengarkan keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Transmigrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 51 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 19

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 52 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Ditetapkan di Benteng pada tanggal 30 Desember 2015 Pj. BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, ttd SYAMSIBAR Diundangkan di Benteng pada tanggal 30 Desember 2015 Plt. SEKRETARIS KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR, ttd MARJANI SULTAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2015 NOMOR 48 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN : 7 20

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TRANSMIGRASI UMUM TERPADU I. UMUM Penyelenggaraan transmigrasi merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional sehingga dalam pelaksanaannnya tidak terlepas dari arah, tujuan dan ruang lingkup pembangunan nasional. Sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional maka penyelenggaraan trasmigrasi perlu dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan transmigrasi perlu diarahkan pada upaya untuk meningkatkan efisiensi serta berbagai kegiatan usaha transmigrasi yang lebih berorientasi kepada pasar, serta menjamin keunggulan yang komperatif dan kompetitif yang mampu bersaing di pasar domestik mapun di pasar global. Oleh karena itu penyelenggaraan transmigrasi perlu mengarah kepada kegiatan penataan dan persebaran penduduk melalui perpindahan ke dan di wilayah pengembangan transmigrasi dan lokasi permukiman transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi. Sejalan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Daerah perlu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan transmigrasi baik secara perseorangan, kelompok masyarakat, maupun badan usaha dengan memberikan fasilitasi dan kemudahan. Pembangunan transmigarasi dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki keterkaitan dengan kawasan sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Pembangunan Kawasan Transmigrasi dirancang secara holistic dan komprehensif sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman diarahkan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru, sedangkan Lokasi Permukiman diarahkan untuk mendukung pusat pertumbuhan 21

yang telah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas kepeloporan adalah penyelenggaraan transmigrasi didasarkan pada jiwa kepeloporan dan keperintisan dan semangat juang para penyelenggara, para pelaksana dan para trasmigran, serta pihak terkait lain dalam mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya lain. Huruf b Yang dimaksud dengan asas kesukarelaan adalah penyelenggaraan transmigrasi didasarkan pada jiwa dan semangat tanpa pemaksaan dalam keikutsertaan seseorang untuk bertransmigrasi. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah para penyelenggara dan transmigran harus mengarahkan diri agar upaya pembinaan dan pengembangan kehidupan transmigran tidak menciptakan sikap ketergantungan. Huruf d Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah dalam melaksanakan kegiatan usaha dan kehidupan masyarakat, perlu ditumbuhkan semangat dan jiwa kebersamaan dan gotong royong. Huruf e Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah dalam penyelenggaraan transmigrasi selalu terkait dengan hampir seluruh sektor pembangunan. Oleh karena itu, semangat dan jiwa untuk mengadakan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar berbagai sektor pembangunan dan instansi berbagai 22

tingkatan, baik Pemerintah Daerah, swasta maupun masyarakat perlu dikembangkan. Huruf f Yang dimaksud dengan asas wawasan lingkungan adalah penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan berdasarkan wawasan lingkungan yang telah mempertimbangkan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 ayat (1) 23

ayat (2) Pada dasarnya untuk memantapkan pembinaan, setiap trasmigran harus telah berumah tangga. Akan tetapi, karena pertimbangan khusus, seperti kebutuhan tenaga ahli, guru, dan dai, yang sangat diperlukan sebagai motivator atau penyuluh, meskipun belum menikah, seseorang dapat menjadi transmigran. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 24

Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 25

Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 26