BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 Determinasi Tanaman Serbuk rimpang lempuyang wangi yang didapatkan dari PT.Merapi Farma dideterminasi untuk menetapkan kebenaran sampel yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1. 4.1.2 Hasil Ekstraksi Serbuk rimpang lempuyang wangi diayak dengan ayakan 4/18 hingga didapatkan derajat halus yang sesuai dimana semua serbuk harus lolos pada ayakan no.4 dan tidak lebih dari 40% serbuk yang lolos pada ayakan no.18. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan cara direndam dengan pelarut pada suhu kamar. Pada proses maserasi, zat aktif dalam simplisia berdifusi keluar sel dan terlarut dalam cairan pelarut melalui rongga antar sel hingga terbentuknya suatu keseimbangan. Hal tersebut terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan pelarut (Voight, 1995). Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan, selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung dalam rimpang lempuyang wangi merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas. 24
25 Rimpang lempuyang wangi mengandung senyawa minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan tannin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Berdasarkan penelitian terdahulu, senyawa tanin, saponin dan flavonoid memiliki kelarutan yang lebih baik dalam senyawa polar (Pambayun,2007). Alasan pemilihan etanol 96% sebagai pelarut adalah diharapkan etanol 96% dapat mengekstraksi senyawa tersebut secara optimal karena etanol 96% dapat melarutkan senyawa organik dalam tanaman baik yang bersifat polar maupun non polar. Selain itu etanol lebih aman, tidak beracun, mudah didapatkan, tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme dan membutuhkan waktu pemekatan yang lebih singkat karena titik didihnya rendah (78,4 C) (Riawan,1990). Serbuk rimpang lempuyang wangi yang telah dimaserasi selama 24 jam kemudian disaring untuk dipisahkan bagian filtrat dan ampasnya. Kemudian dilakukan re-maserasi pada ampas serbuk rimpang lempuyang wangi dengan etanol 96% sebanyak ½ bagian dari pelarut awal. Tujuan re-maserasi adalah untuk mengoptimalkan pengambilan senyawa yang masih tertinggal pada ampas. Filtrat yang didapatkan berwarna coklat tua dan dipekatkan hingga terbentuk ekstrak kental. Dari 667 gram serbuk rimpang lempuyang wangi yang dimaserasi dengan etanol 96%, didapat ekstrak kental sebanyak 25,9 gram dengan rendemen sebesar 4,3% (Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 6). Ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan dengan suhu 50 C hingga didapat ekstrak kering (Endrasari dkk, 2011). Karakteristik ekstrak dapat dilihat pada tabel 2.
26 Tabel II. Hasil Karakteristik Ekstrak Karakteristik Bentuk Warna Bau Hasil Serbuk Coklat muda Khas 4.1.3 Uji Analgetik Uji analgetik ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi dilakukan dengan metode writhing test. Metode ini dipilih karena sensitif dan sederhana untuk analgesik non-opiod. Prinsipnya yaitu mengamati penurunan jumlah geliat yang ditimbulkan dari pemberian zat uji pada mencit yang telah diinduksi asam asetat. Asam asetat merupakan suatu iritan yang merusak jaringan secara lokal yang menyebabkan nyeri pada rongga perut. Hal ini disebabkan oleh kenaikan ion H+ akibat turunnya ph dibawah 6 yang menyebabkan membran luka. Selain asam asetat, senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai penginduksi nyeri antara lain: fenil p-benzokuinon, asetilkolin dan adrenalin (Le Bars dkk, 2001). Manifestasi nyeri akibat pemberian asam asetat intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen (retraksi) dan kejang dengan membengkokkan kepala dan kaki belakang (Wuryaningsih,1996). Respon geliat yang dihasilkan tidak selalu sama karena sifat nyeri merupakan gejala yang subyektif. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi dari ketahanan mencit terhadap rangsang nyeri yang berbeda-beda. Pengamatan dilakukan selama 60 menit dengan interval 5 menit. Tujuan pemberian asam asetat secara
27 intraperitonial dengan maksud agar absorbsi cepat dan konstan sehingga didapat efek yang lebih lama (Setiawati, 1995). Konsentrasi asam asetat yang digunakan adalah berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu 3% (Pudjiastuti, 2000), digunakan sebagai induktor nyeri sedangkan asetosal 1,3mg/20g BB sebagai pembanding. Pemilihan asetosal sebagai pembanding karena penggunaannya yang umum dan luas di masyarakat. Selain itu onsetnya cepat yaitu 30 menit setelah pemberian dan absorbsi cepat di lambung dan duodenum (Tjay dan Rahardja, 2008). Uji analgetik ini menggunakan 4 variasi kelompok dosis yaitu kelompok dosis 8,5 mg/20g BB, kelompok dosis 17 mg/20g BB, kelompok dosis 25,5 mg/20gbb dan kelompok dosis 34 mg/20g BB. Zat uji disuspensikan dalam Na CMC 5 % karena ekstrak dan asetosal tidak larut sempurna dalam air. Penggunaan konsentrasi Na CMC 5% agar ekstrak dapat tersuspensi dengan baik sehingga dapat disonde dan disesuaikan dengan volume pemberian maksimum pada mencit secara peroral. Perhitungan volume pemberian masing-masing mencit dapat dilihat pada lampiran 7. Mencit yang digunakan adalah mencit putih galur swiss webster kelamin jantan karena kondisi biologisnya lebih stabil dibandingkan dengan mencit betina dimana kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus. Selain keseragaman jenis dan kelamin, dilakukan juga keseragaman berat badan (20-30 gram), umur (2-3 bulan), pemberian makanan dan minuman. Tujuan dilakukan keseragaman tersebut untuk meminimalisir variabilitas biologis antar hewan uji, sehingga dapat memberikan respon yang relatif lebih seragam.
28 Sebelum perlakuan, masing-masing mencit dipuasakan selama kurang lebih 8 jam untuk menghindari kemungkinan adanya pengaruh makanan terhadap kandungan bahan yang berkhasiat pada rimpang lempuyang wangi. Zat uji diberikan secara peroral, 30 menit kemudian asam asetat 3% diinduksikan dan dihitung jumlah geliat yang ditimbulkan selama 60 menit dengan interval waktu 5 menit. Fungsi dari pemberian zat oral 30 menit sebelum injeksi asam asetat adalah memberikan waktu pada zat uji agar terabsorbsi sehingga ketika diberikan asam asetat sudah memberikan efek proteksi. Pada kelompok yang diberikan ekstrak rimpang lempuyang wangi memiliki rata-rata jumlah geliat yang lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol negatif Na CMC 5%. Data jumlah geliat mencit selama 60 menit dapat dilihat pada tabel 3. Tabel III. Data pengamatan rata-rata komulatif geliat mencit Kelompok Rata-rata komulatif geliat mencit Kontrol negatif, Na CMC 5% 13,98±1,77 Kontrol positif, asetosal 1,3 mg/kg bb 2,10±0,69 Ekstrak rimpang lempuyang wangi 8,5 mg/20g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 17 mg/20 g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 25,5 mg/20g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 34 mg/20 g BB 6,50±1,78 9,95±1,70 6,56±1,27 8,90±0,97 Berdasarkan data tersebut dibuat grafik hubungan antara waktu dan jumlah geliat. Grafik dapat dilihat pada gambar 4.
29 jumlah geliat 25 20 15 10 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 waktu (menit) kontrol negatif kontrol positif Dosis I (8.5 mg/20g BB) Dosis II (17 mg/20g BB) Dosis III (25.5 mg/20g BB) Dosis IV (34 mg/20g BB) Gambar 4. Grafik rata-rata komulatif geliat mencit yang diberi ekstrak rimpang lempuyang wangi dan asam asetat selama 30 menit Dari data percobaan menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah geliat masing-masing kelompok yang mendapatkan perlakuan ekstrak dan asetosal dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi dapat mengurangi nyeri yang timbul akibat pemberian asam asetat 3%. Pada kelompok kontrol negatif memiliki jumlah geliat yang paling banyak karena pada kelompok tersebut tidak adanya aktivitas farmakologis dari suspensi NaCMC sehingga tidak ada proteksi terhadap nyeri yang ditimbulkan oleh asam asetat. Terjadi penurunan jumlah geliat sedikit demi sedikit pada menit ke-5 hingga menit ke-60. Pada kelompok kontrol positif, memberikan jumlah geliat yang paling sedikit dibanding kelompok lain. Asetosal merupakan analgetik yang memiliki mekanisme pada penghambatan enzim COX sehingga menghalangi terbentuknya prostaglandin yang merupakan mediator nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002). Penurunan jumlah geliat pada kelompok asetosal mulai
30 terlihat pada menit ke-10 hingga menit ke-60. Geliat yang ditimbulkan pada tiap menit rata-rata sama. Menurut Tjay dan Rahardja (2002), asetosal memiliki onset yaitu 30 menit setelah pemberian secara oral. Sehingga ketika diinjeksikan asam asetat, asetosal telah memberikan daya proteksi yang baik terhadap nyeri. Sedangkan pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak rimpang lempuyang wangi, terjadi penurunan jumlah geliat pada menit ke 35 hingga menit ke 60. Hal tersebut dapat disebabkan oleh efek analgetik dari rimpang lempuyang wangi. Dari data jumlah geliat komulatif masing-masing kelompok mencit, selanjutnya dapat dihitung persen daya analgetik. Daya analgetik menunjukkan kemampuan ekstrak dalam mengurangi nyeri dibandingkan kelompok kontrol negatif. Setelah didapat daya analgetik, selanjutnya dapat dihitung efektifitas analgetik. Efektifitas analgetik menggambarkan keefektifan ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi sebagai analgetik dibandingkan dengan asetosal yang telah terbukti memiliki khasiat analgetik yang baik. Perhitungan persentase daya analgetik dan persentase efektifitas analgetik dapat dilihat pada lampiran 9.
31 Tabel IV. Persentase daya analgetik dan efektifitas analgetik ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi dan asetosal No. Kelompok Perlakuan Persentase daya analgetik (%) Efektifitas analgetik (%) 1 Kontrol negatif, Na CMC 5% - - 2 3 4 5 6 Kontrol positif, asetosal 1,3 mg/kg bb Ekstrak rimpang lempuyang wangi 8,5 mg/20 g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 17 mg/20 g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 25,5 mg/20 g BB Ekstrak rimpang lempuyang wangi 34 mg/20 g BB 84,99 100 45,53 53,57 28,84 33,93 43,74 51,46 36,35 42,77 100 90 80 Persentase Efek 70 60 50 40 30 20 10 0 Kontrol negatif Asetosal Ekstrak lempuyang wangi 8,5 mg/20g BB Ekstrak lempuyang wangi 17 mg/20g BB Ekstrak lempuyang wangi 25,5 mg/20g BB Ekstrak lempuyang wangi 34 mg/20g BB Kelompok perlakuan Persentase daya analgetik (%) Efektifitas analgetik (%) Gambar 5. Grafik persentase daya analgetik dan efektifitas analgetik bahan uji Dari tabel 4, dapat diketahui bahwa baik daya analgetik maupun efektifitas analgetik terbesar adalah kelompok asetosal (84,99%) diikuti kelompok dosis 8,5 mg/20g BB (53,52%), kelompok dosis 25,5 mg/20 g BB
32 (53,04%), kelompok dosis 34 mg/20 g BB (36,35%) dan kelompok dosis 17 mg/20 g BB (28,84%). Hasil ini menunjukkan hubungan antara rata-rata jumlah geliat mencit berbanding terbalik dengan persentase daya analgetik. Artinya semakin kecil rata-rata jumlah geliat mencit maka semakin besar persentase daya analgetiknya, berlaku juga sebaliknya. Sedangkan pada perhitungan persentase efektifitas analgetik berbanding lurus dengan persentase daya analgetik. Dimana semakin besar daya analgetik, maka semakin besar pula efektifitas analgetik yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Efektifitas ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi yang paling optimal dibandingkan dengan asetosal adalah pada kelompok dosis 8,5 mg/20g BB. Sehingga pada dosis 8,5 mg/20 g BB memberikan efek analgetik yang paling baik dibandingkan kelompok dosis lainnya. Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara peningkatan konsentrasi dengan efek analgetik yang dihasilkan. Terbukti dari dosis yang memberikan efek analgetik dan efektifitas analgetik terbesar adalah dosis terkecil yaitu dosis 8,5 mg/20g BB. Sedangkan pada dosis 17mg/20g BB dan dosis 34 mg/20g BB terjadi penurunan efek analgetik dan efektifitas analgetik dari dosis sebelumnya. Hal tersebut dapat dipengaruhi dari faktor internal dan faktor eksternal mencit.
33 Faktor internal mencit merupakan faktor error dari dalam tubuh mencit yang meliputi: 1. Faktor fisiologis mencit : sensitivitas jaringan yang berbeda-beda, kecepatan farmakokinetik mencit, batas ambang nyeri masing-masing individu yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan respon klinis. 2. Penyakit dan gangguan : kondisi fungsi hati dan ginjal juga mempengaruhi efek terapi (Onder, 2005). Faktor eksternal mencit merupakan faktor error yang berasal dari luar mencit yang meliputi : 1. Jenis sediaan : jenis sediaan dalam bentuk suspensi lebih susah dalam pengaturan ketepatan dosis dan dalam pemberian dibandingkan dengan sediaan larutan. 2. Keterbatasan alat : dalam menjaga homogenitas sediaan dibutuhkan pengadukan yang kontinyu, namun karena keterbatasan alat hanya menggunakan pengaduk manual. 3. Human error : pemberian bahan uji ke mencit yang tidak tepat karena dimuntahkan mencit atau kurang ketelitian dalam penghitungan geliat dapat menyebabkan penyimpanngan data. 4.1.4 Uji Kandungan Kimia Uji Kandungan kimia bertujuan untuk mengidentifikasi metabolit sekunder dalam ekstrak rimpang lempuyang wangi secara kualitatif. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis. Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) selain minyak atsiri, lempuyang
34 wangi memiliki kandungan senyawa flavonoid, tannin dan saponin. Pada penelitian ini dilakukan skrining fitokimia pada senyawa flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, antrakinon dan terpenoid. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak dan fase diam yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan dideteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rfnya paling kecil. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Gritter dkk, 1991). Sebelum melakukan KLT, fase gerak dalam chamber dijenuhkan dengan cara menutup chamber dan dihindarkan dari goyangan selama 15 menit. Fungsi penjenuhan adalah agar uap eluen memenuhi seluruh ruangan chamber sehingga proses elusi berjalan baik. Apabila eluen tidak memenuhi seluruh ruangan chamber, maka distribusi fase diam akan terhambat dan pemisahan yang terjadi tidak optimal. Ekstrak etanol kering rimpang lempuyang wangi ditetesi dengan sedikit etanol 96%. Penambahan etanol bertujuan untuk melarutkan ekstrak. Cara penotolan yang benar adalah dengan menotolkan tipis dan tidak melebar agar saat dielusi tidak mengekor dan spot dapat terpisah sempurna. Plat silika yang telah ditotolkan bahan uji dimasukkan dalam chamber pada posisi tegak agar proses elusi tidak miring.
35 Dari proses KLT didapat hasil bahwa ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid. Hasil analisis kualitatif metabolit sekunder ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi dapat diamati pada tabel 3 dan gambar hasil KLT dapat dilihat pada lampiran 11. Tabel V. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi No. Senyawa Teori Hasil Uji Kesimpulan Terdapat Deteksi dengan UV 254, bercak warna 1. Flavonoid bercak orange-kuning, + orangekekuningan kuning-kehijauan 2. Alkaloid 3. Antrakinon 4. Saponin 5. Terpenoid 6. Tanin Deteksi dengan dragendroff, bercak orange kecoklatan dilihat secara visual Deteksi dengan brown treager, bercak merah dibawah sinar UV 366 Deteksi dengan anisaldehid asam sulfat, bercak hijau berfluoresensi di bawah sinar UV 366 Deteksi dengan vanillin asam sulfat, bercak coklat kemerahan, violet atau orange dilihat secara visual atau dibawah sinar UV 366 Bercak ungu dibawah sinar UV 366 Keterangan : + = memberikan reaksi positif - = memberikan reaksi negatif Tidak terdapat bercak kecoklatan Tidak terdapat bercak merah Terdapat bercak hijau berfluoresensi Terdapat bercak warna violet Terdapat bercak warna ungu violet Pada identifikasi flavonoid, terdapat bercak berwarna orange-kekuningan dibawah sinar UV 254. Hal tersebut menandakan zat uji positif mengandung flavonoid. Menurut Markham (1988), flavonoid merupakan senyawa polar sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol. Senyawa flavonoid yang terlarut dalam pelarut polar adalah flavonoid polimetoksi, aglikon flavonoid - - + + +
36 polihidroksi dan sebagian kecil glikosida flavonoid. Sedangkan menurut Brunetton dalam Purnama (2007), flavonoid diketahui memiliki peran sebagai analgesik, dengan mekanisme menghambat kerja enzim siklooksigenase, sehingga menurunkan produksi prostaglandin oleh asam arakidonat dan mengurangi rasa nyeri, selain itu flavonoid juga menghambat degranulasi neutrofil sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin, radikal bebas, serta enzim yang berperan dalam peradangan. Pada identifikasi saponin, setelah dideteksi dengan pereaksi semprot anisaldehid asam sulfat dan dilihat dibawah UV 366, terdapat bercak warna hijau berfluoresensi. Sehingga dikatakan zat uji positif mengandung saponin. Quang dkk (2011) mengemukakan bahwa senyawa dalam saponin dapat menurunkan jumlah COX-2 sebagai penyebab terjadinya inflamasi. Sedangkan pada identifikasi tanin, zat uji positif mengandung tanin setelah dideteksi dengan UV 366 memberikan bercak warna ungu. Pada identifikasi terpenoid, zat uji memberikan bercak warna violet setelah disemprot dengan vanillin asam sulfat dan dilihat dibawah UV 366. Lempuyang wangi memiliki kandungan minyak atsiri utama yaitu zerumbon (Usia dkk, 2005). Zerumbon merupakan golongan sesquiterpen monosiklik yang memiliki khasiat sebagai anti inflamasi yang efeknya mirip dengan piroksikam (Somchit dkk, 2012). Selain itu zerumbon juga dapat digunakan sebagai agen imunomodulator (Keong dkk, 2005). Dari uji identifikasi tersebut dimungkinkan salah satu atau kombinasi dari senyawa diatas yang memberikan efek analgetik pada lempuyang wangi.
37 4.2 Analisa Hasil Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode analisa varian satu arah (One-Way ANOVA). Tujuan metode ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan bermakna rata-rata persentase inhibisi geliat mencit antar kelompok. Sebelum analisa, dilakukan uji normalitas menggunakan metode kolmogorof- Smirnov. Data hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 12a. Dari data tersebut menunjukkan signifikansi normal (p=0,924). Data dinyatakan terdistribusi normal apabila nilai signifikasi normalnya lebih dari 0,05 (p 0,05), sehingga semua data kelompok perlakuan terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan metode Levene. Data hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 12b. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil signifikansi semua kelompok perlakuan terdistribusi homogen (p 0,05). Setelah diketahui data terdistribusi normal dan homogen, dapat dilanjutkan uji ANOVA untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan dari data inhibisi geliat mencit. Dari hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antar kelompok pelakuan yang ditunjukkan dengan p=0,000. Kemudian dilanjutkan uji Post-Hoc dengan metode Scheffe untuk melihat kelompok mana yang memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok lainnya. Hasilnya menunjukkan jumlah geliat komulatif pada kelompok dosis 8,5 mg/g BB dan 25,5 mg/g BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kontrol posittif. Sedangkan pada kelompok kontrol negatif, kelompok dosis 17 mg/g BB dan 34mg/g BB memberikan perbedaan bermakna
38 pada taraf kepercayaan 0,05 (Lampiran 12d.). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol rimpang lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.) dapat menurunkan geliat mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat 3% pada dosis 8,5 mg/g BB dan 25,5 mg/g BB serta memberikan efek analgetik yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol positifnya yaitu asetosal.