BAB III PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA. A. Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TRANSFER DANA

No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT

Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Transfer Dana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN NOMOR VI.A.3 : REKENING EFEK PADA KUSTODIAN Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- /PM/1997 Tanggal : Desember

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP- 48/PM/1997 TENTANG REKENING EFEK PADA KUSTODIAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Yang dimaksud dengan multilateral netting adalah mekanisme perhitungan hak dan kewaji

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sistem Pembayaran Non Tunai


PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI


ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I KETENTUAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

BAB I. KETENTUAN UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 3 /PBI/1999 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

Sistem Pembayaran Non Tunai

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/20/PADG/2017 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENTANG

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. nama dan/atau logo Bank; dan b. pernyataan bahwa Bank terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6

Transkripsi:

BAB III PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA A. Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Pelaksanaan transaksi transfer dana melibatkan beberapa pihak, sehingga penerbitan perintah transfer dana dikembalikan kepada masing-masing pihak sebagai berikut : 63 1. Penerbitan perintah transfer dana oleh pengirim asal Perintah transfer dana harus memuat sekurang-kurangnya informasi mengenai: 64 a. Identitas pengirim asal, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor rekening atau apabila pengirim asal tidak memiliki rekening pada penyelenggara pengirim asal, identitas tersebut meliputi sekurangkurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Identitas tersebut dapat diteruskan kepada penerima jika redapat permintaan dari pengirim asal kepada penyelenggara pengirim asal untuk meneruskan informasi tersebut kepada penerima karena dalam hal perintah transfer dana pengirim asal boleh mencantumkan berita atau pesan 65 di dalamnya yang kemudian harus disampaikan oleh penyelenggara pengirim 63 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1). 64 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1). 65 Yang dimaksud dengan berita atau pesan antara lain keterangan mengenai peruntukan dana yang ditransfer. (Penjelasan Pasal 8 Ayat (6) UUTD). 53

54 asal. Apabila transfer dana dilaksanakan dari dan ke luar negeri maka pelaksanaannya tunduk pada PBI. b. Identitas penerima, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor rekening atau apabila penerima tidak memiliki rekening pada penyelenggara penerima akhir, identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Identitas penyelenggara penerima akhir yang dapat dicantumkan dalam perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh penerima. d. Jumlah dana dan jenis mata uang yang di transfer. e. Tanggal perintah transfer dana, dan f. Informasi lain yang menuntut peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana 66 wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana. Pengirim asal wajib mengisi informasi secara lengkap kecuali untuk perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh penerima. Apabila pengirim asal tidak melaksanakan kewajibannya maka penyelenggara pengirim asal berhak untuk tidak melaksanakan perintah transfer dana yang wajib pula diberitahukan kepada pengirim asal alasan pembatalannya paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal. Jangka waktu pemberitahuan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara pengirim asal dan 66 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana antara lain ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang dan prinsip mengenai nasabah. (Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) huruf (f) UUTD).

55 pengirim asal karena pengirim asal dapat mencantumkan tanggal pelaksanaan dalam perintah transfer dana berdasarkan kesepakatan dengan penyelenggara pengirim asal. Akan tetapi kesepakatan tersebut dapat terjadi hanya apabila penyelenggara pengirim asal menyediakan fasilitas perintah transfer dana titipan yang pelaksanaannya dilakukan kemudian. 67 Dalam hal tanggal pelaksanaan telah disepakati, penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana pada tanggal pelaksanaan. 68 Pengirim asal berhak mendapatkan informasi dari penyelenggara pengirim asal mengenai perkiraan jangka waktu pelaksanaan transfer dana. Jangka waktu yang diberikan sesuai dengan praktik yang umum yang berlaku di dalam kegiatan transfer dana dan perkiraan lamanya waktu tersebut tidak mengikat penyelenggara pengirim asal. 69 Pengirim asal dalam perintah transfer dana dapat mencantumkan tanggal pembayaran sepanjang tidak ditentukan lebih awal dari tanggal diterimanya perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir. Apabila hal tersebut disetujui, maka penyelenggara pengirim asal menjamin dana dapat dibayarkan kepada penerima sesuai dengan tanggal pembayaran yang tercantum dalam perintah transfer dana. Apabila tanggal pembayaran tersebut jatuh pada hari libur, maka tanggal pembayaran perintah transfer dana menjadi tanggal hari kerja 67 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 9. 68 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 10. 69 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 11.

56 berikutnya. 70 Kemudian perintah transfer dana dianggap telah diterbitkan oleh pengirim asal apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh pengirim asal dan diterima oleh penyelenggara pengirim asal. 71 2. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim a. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh bank pengirim asal Penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan isi perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal dengan memperhatikan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lain 72 dan wajib memperhatikan perjanjian antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim asal. 73 Dalam hal dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai, penyelenggara pengirim asal dapat meneliti kewenangan pengirim asal atas dana yang akan ditransfer, kecuali diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Penyelenggara pengirim asal dapat melakukan pengaksepan terhadap perintah transfer dana apabila memenuhi persyaratan: 1) Perintah transfer dana memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1), kecuali informasi identitas penyelenggara penerima akhir bagi transfer dana diserahkan secara tunai; 2) Tersedia dana yang cukup 75 dari pengirim asal; 74 70 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal 12 Ayat (3). 71 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal 13. 72 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lain antara lain peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (1) UUTD). 73 Yang dimaksud dengan perjanjian antara pengirim asal dengan penyelenggara pengirim asal antara lain berupa perjanjian pengiriman uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (2) UUTD). 74 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Pasal 15, Paragraf 1, Ayat (1).

57 3) Penyelenggara pengirim asal telah melakukan autentifikasi;dan 4) Perintah transfer dana telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana. 76 Penyelenggara pengirim asal hanya dapat menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana atas dasar alasan yang wajar. 77 Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan pengaksepan, pengaksepan tersebut wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal. Penyimpangan terhadap waktu pengaksepan tersebut hanya dapat dilakukan apabila terdapat : 78 1) Alasan yang wajar dan paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya perintah transfer dana; atau 2) Kesepakatan tentang waktu pengaksepan antara penyelenggara pengirim asal dan pengirim asal yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi penyelenggara pengirim asal. 75 Yang dimaksud dengan tersedia dana yang cukup adalah dana dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan perintah transfer dana yang telah disetorkan secara tunai oleh pengirim asal atau telah tersedia dalam rekening pengirim asal di penyelenggara pengirim asal, termasuk fasilitas yang cerukan atau kredit lain. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (b)). 76 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana antara lain peraturan menegenai pembatasan transaksi rupiah dan valuta asing. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (d)). 77 Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain penyelenggara pengirim asal tidak sanggup melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan tanggal pembayaran atau penyelenggara pengirim asal tidak dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus yang telah ditunjuk oleh pengirim asal. (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 15 Ayat (2)). 78 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 16.

58 Apabila persyaratan pengaksepan tersebut sudah terpenuhi, penyelenggara pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan jika melakukan kegiatan sebagai berikut : 79 1) Melakukan pendebitan rekening pengirim asal; 2) Menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal; 3) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada pengirim asal melalui media yang disepakati antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim asal. Penyelenggara pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan apabila telah menerima perintah transfer dana dan tidak memberikan penolakan dalam waktu 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal perintah transfer dana diterima. Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan lebih dari satu kegiatan, maka saat pengaksepan terhitung sejak kegiatan pengaksepan yang dilakukan lebih dahulu. Pelaksanaan pendebitan rekening wajib dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan perintah transfer dana oleh penyelengara pengirim asal. Apabila pelaksanaan pendebitan rekening pengirim asal oleh penyelenggara pengirim asal dilakukan lebih awal dari tanggal penerbitan perintah transfer dana, penyelenggara pengirim asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal terhitung sejak tanggal pendebitan rekening pengirim asal sampai dengan tanggal penerbitan perintah 79 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 17 Ayat (1).

59 transfer dana. 80 Perintah transfer dana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (1) huruf (b) telah diterbitkan apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh penyelenggara pengirim asal kepada penyelenggara penerima dan telah diterima oleh penyelenggara penerima, baik secara langsung maupun melalui sistem transfer dana. 81 Akan tetapi penyelenggara pengirim asal dapat pula menolak melakukan pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal, kecuali diperjanjikan lain. Penolakan tersebut wajib diberitahukan oleh penyelenggara pengirim asal beserta alasannya kepada pengirim asal pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan. Apabila penyelenggara pengirim asal tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah melakukanpengaksepan, penyelenggara pengirim asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal yang dihitung sejak tanggal pengaksepan sampai dengan tanggal pengembalian dana. 82 Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada pengirim asal atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir sesuai denga ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 80 Dalam ketentuan ini kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dimaksudkan untuk menegaskan hak pengirim asal yang rekeningnya telah didebit oleh penyelenggara pengirim asal, sementara penyelenggara pengirim asal belum menerbitkan perintah transfer dana kepada penyelenggara penerima. (Penjelasan Pasal 17 Ayat (5) UUTD). 81 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 18. 82 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 19.

60 Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara pengirim asal sehingga penyelenggara pengirim asal tidak dibebani tanggung jawab di luar ketetuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 83 Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan peritah transfer dana tetap bertanggung jawab melaksanakan perintah transfer dana walaupun terjadi keadaan sebagai berikut : 84 1) Bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang diterapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi penyelenggara pengirim asal yang sedang melaksanakan transfer dana; 2) Kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau non-elektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan perintah transfer dana yang tidak dapat dikontrol pleh penyelenggara pengirim asal; 3) Kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana; atau 4) Hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 85 Penyelenggara pengirim asal yang ridak melakukan perintah transfer dana dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas padahal telah dilakukan pengaksepan tetap berkewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada 83 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 20. 84 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 2 Ayat (1). 85 Yang dimaksud hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain keputusan BI mengenai penghentian sementara penyelenggara pengirim asal dari kegiatan kliring atau kegiatan sistem transfer dana lain. (Penjelasan Pasal 21 Ayat (1) huruf (d)).

61 pengirim asal atas dan yang seharusnya ditransfer. 86 Dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas penyelenggara pengirim asal harus memberitahukan dan melakukan tindak lanjut penanganan perintah transfer dana kepada pengirim asal. 87 Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan melalui surat atau sarana tertulis lain kepada pengirim asal atau media cetak. Dalam hal pemberitahuan tersebut dilakukan melalui media cetak yang mempunyai oplah terbesar di setiap wilayah tempat penyelenggara dan/atau kantor penyelenggara yang tidak dapat beroperasi tersebut berada. 88 Pelaksanaan perintah transfer dana tidak dilanjutkan oleh penyelenggara pengirim asal jika terdapat perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang dari Negara asal atau Negara tertuju yang melarang perintah transfer dana 89 dan dana transfer diperlakukan sesuai dengan perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang tersebut. 90 Dalam keadaan seperti ini, penyelenggara pengirim asal harus memberitahukannya kepada pengirim asal pada hari yang sama atau paling lambat pada hari kerja berikutnya. 91 86 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 21 Ayat (2). 87 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 22. 88 Penjelasan Pasal 22 UUTD. 89 Perintah, penetapan, putusan, atau keputusan, dari pihak yang berwenang dari suatu Negara yang melarang pelaksanaan perintah transfer dana antara lain dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) UUTD). 90 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 23. 91 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 24.

62 Penyelenggara pengirim asal dalam melaksanakan perintah transfer dana dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus. 92 Dalam hal penggunaan jasa penyelenggara penerus ditetapkan oleh penyelenggara pengirim asal dan penyelenggara penerus tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana karena dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, penyelenggara pengirim asal wajib menerbitkan perintah transfer dana baru atas beban penyelenggara pengirim asal tanpa menunggu pengembalian dana dari penyelenggara penerus yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit. 93 Kewajiban penerbitan perintah transfer dana baru merupakan konsekuensi dari tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum antara penyelenggara pengirim asal dan pengirim asal untuk mengirimkan dana kepada penerima sesuai dengan perintah transfer dana dari pengirim asal. 94 Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (5), Pasal 19 Ayat (3), da Pasal 21 Ayat (2) serta tata cara pemberitahuan dan penanganan perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. 95 b. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerus 92 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 25. 93 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 26. 94 Penjelasan Pasal 26 UUTD. 95 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 27.

63 Ketentuan yang diatur dalam hal pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerus seperti disebutkan pada Pasal 14 sampai Pasal 27 undangundang ini juga berlaku dalam pelaksanaan perintah oleh penyelenggara penerus dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus sebelumnya 96 kecuali ditentukan lain dalam paragraf khusus mengenai pelaksanaan ini. 97 Penyelenggara penerus melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada salah satu rekening sebagai berikut : 98 1) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara pengirim; 2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerus; 3) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara lain; 99 4) Rekening penyelenggara penerus di Bank Sentral. Apabila penyelenggara penerus menerima perintah transfer dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening seperti dimaksud diatas, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17, pengaksepan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerus tanggal yang lebih akhir di antara kedua tanggal tersebut. 100 Penggunaan tanggal yang 96 Penyesuaian penyambutan pengirim asal menjadi penyelenggara penerus sebelumnya diperlukan apabila penyelenggara pengirim asal menggunakan lebih dari satu penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 28 UUTD). 97 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 28. 98 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 29. 99 Yang dimaksud dengan Penyelenggara lain adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 29 huruf (C) UUTD). 100 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 30.

64 lebih akhir dimaksudkan agar penyelenggara penerus telah memiliki informasi yang cukup untuk meneruskan perintah transfer dana dan telah menerimadana untuk ditransfer penyelenggara penerus yang telah melakukan pengaksepan perinrtah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim sebelumnya atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengasepan oleh penyelenggara penerima akhir sesuai dengan ketentua dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 101 Pembatasan tanggung jawab penyelenggara penerus dimaksudkan agar peyelenggara penerus tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 102 c. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir Pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir dilakukan sesuai dengan pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim asal sesuai dengan Pasal 14 sampai Pasal 27 dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim atau penyelenggara penerus 103 kecuali ditentukan lain oleh undang-undang ini. 104 Penyelenggara penerima akhir 101 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 31. 102 Penjelasan Pasal 31 UUTD. 103 Yang dimaksud dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus adalah perubahan posisi para pihak, yaitu penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus berposisi sebagai pengirim asal. (Penjelasan Pasal 32 UUTD). 104 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 32.

65 melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada salah satu rekening sebagai berikut : 105 1) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara pengirim; 2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerima akhir; 3) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara lain; 106 atau 4) Rekening penyelenggara penerima akhir di Bank Sentral. Apabila penyelenggara penerima akhir menerima perintag transfer dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening seperti dimaksud dalam Pasal 33, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17, perintah pengaksepan transfer dana dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir pada tanggal yang lebih akhir diantara keua tanggal tersebut. Dalam hal perintah mencantumkan tanggal pembayaran dan tanggal pembayaran tersebut lebih akhir dari tanggal pengaksepan, nilai dana yang dibayarkan dihitung sesuai dengan tanggal valuta pada saat pengaksepan. 107 hal ini disebabkan kewajiban penyelenggara muncul pada saat penyelenggara melakukan pengaksepan. Penyelenggara penerima akhir yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim sebelumnya atas terlaksananya perintah transfer dana untuk kepentingan penerima 105 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 201 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 33. 106 Yang dimaksud dengan penyelenggara lain adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerima akhir. (Penjelasan Pasal 33 huruf (c) UUTD). 107 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 34.

66 sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 108 Pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya. 109 Penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan sebagai berikut : 110 1) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim sebelumnya; 2) Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada penyelenggara penerima akhir; 3) Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima; 111 4) Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan antarpenyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut telah terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari 108 Terlaksananya perintah transfer dana untuk kepentingan penerima ditandai dengan dilakukannya salah satu kegiatan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir sebagaimana diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara penerima akhir sehingga penyelenggara penerima akhir tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. (Penjelasan Pasal 35 UUTD). 109 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (1). 110 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (2). 111 Yang dimaksud dengan mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima adalah menyediakan dana pada rekening tertentu di penyelenggara penerima akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada penerima. (Penjelasan Pasal 36 Ayat (2) huruf (c) UUTD).

67 penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir; 5) Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau 6) Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai hak untuk mengambil dana hasil transfer. Apabila penyelenggara penerima akhir melakukan lebih dari satu kegiatan seperti disebutkan di atas, saat pengaksepan terhitung sejak dilakukan pengaksepan yang lebih dulu terjadi. 112 Penyelenggara penerima akhir dianggap telah melakukan pengaksepan apabila penyelenggara penerima akhir tidak melakukan salah satu kegiatan seperti disebutkan di atas pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer daa dan dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya. 113 Ketentuan ini dapat dikecualikan jika terdapat kesepakatan antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus tentang waktu pengaksepan yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi penyelenggara penerima akhir. 114 Apabila penyelenggara penerima akhir dibekukan kegiatan usahanya atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit sebelum melakukan salah satu kegiatan pengaksepan seperti yang dijelaskan sebelumya, tetapi perintah transfer dana dan dananya telah diterima oleh penyelenggara penerima akhir dan tidak terdapat 112 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (3). 113 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (4). 114 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (5).

68 kekeliruan transfer dari penyelenggara pengirim, penyelenggara penerima akhir dianggap telah melakukan pengaksepan atas perintah transfer dana. 115 Dana hasil transfer yang harus diambil secara tunai oleh penerima, tapi belum diambil dalam jangka waktu tertentu setelah pemberitahuan seperti tercantum dalam Pasal 36 Ayat (2) huruf f, penyelenggara penerima akhir memberitahukan kembali sebanyak 2 (dua) kali kepada penerima dalam jangka waku yang wajar. Setelah diberitahukan sebanyak 3 (tiga) kali tidak diambil oleh penerima, dana tersebut dikembalikan kepada penyelenggara pengirim asal untuk diserahkan kembali kepada pengirim asal. Apabila pengirim asal tidak diketahui keberadaannya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer tersebut diserahkan oleh penyelenggara pengirim asal kepada Balai Harta Peninggalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 116. Penyelenggara penerima akhir dapat menolak melakukan pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya, kecuali diperjanjikan lain. 117 Alasan yang wajar untuk menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain : 118 1) Perintah transfer dana bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 2) Penyelenggara penerima akhir tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan tanggal pembayaran; 115 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (6). 116 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 37. 117 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (1). 118 Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Tranfer Dana.

69 3) Terdapat perbedaan nomor rekening dan nama rekening penerima; 4) Perintah transfer dana diterima oleh penyelenggara penerima akhir mendekati berakhirnya jam operasional penyelenggara penerima akhir untuk melaksanakan perintah transfer dana pada hari yang sama. Penolakan beserta alasannya diberitahukan kepada pnyelenggara pengirim sebelumnya pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan. 119 Pemberitahuan pada tanggal yang sama tidak berlaku jika terdapat informasi yang cukup mengenai identitas penyelenggara pengirim sebelumnya. 120 Apabila penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah melakukan pengaksepan, penyelenggara penerima akhir wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi oleh penyelenggara pengirim sebelumnya untuk diteruskan kepada pengirim asal. 121 Kewajiban pembayaran tersebut dikecualikan jika penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana karena perintah UU. 122 Ketentuan mengenai tata cara pengaksepan dan penetapan jangka waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 serta tata cara pembayaran, perhitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi seperti disebutkan dalam Pasal 38 Ayat (4) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. 123 119 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (2). 120 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (3). 121 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (4). 122 Yang dimaksud dengan UU antara lain UU yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 38 Ayat (5) UUTD). 123 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 39.

70 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan transaksi transfer dana di dalam UUTD sudah diatur secara jelas mulai dari pengirim sampai diterimanya dana oleh penerima. B. Prosedur Transfer Dana Melalui Bank Di Indonesia Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 ini merupakan tindak lanjut dari amanat dalam undang-undang nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh pengirim asal, penyelenggara penerus, penyelenggara penerima akhir dilakukan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana dan peraturan perundang-undangan terkait. 124 Penyelenggara pengirim yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada pemberi perintah transfer dana atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir. Tanggung jawab penyelenggara pengirim atas terlaksananya perintah transfer dana dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai kegiatan transfer dana dan peraturan pelaksanaannya. tanggung jawab penyelenggara pengirim antara lain mencakup penyediaan dan penyampaian informasi kepada pengirim sebelumnya mengenai status pelaksanaan perintah transfer dana. Pada Bab III Bagian Kedua Pasal 10 Ayat (1) PBI No.14/23/PBI/2012 mengatur tentang bagaimana pelaksanaan perintah transfer dana jika dalam 124 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan terkait antara lain ketentuan yang mengatur mengenai pencegahan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

71 keadaan memaksa. Dalam pelaksanaan perintah transfer dana dalam keadaan memaksa, penyelenggara pengirim yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana walaupun terjadi keadaan sebagai berikut: a. bencana alam, keadaan bahaya 125, huru-hara 126, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana 127 ; b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim c. kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana d. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 128 130. ; 129 ; 125 Yang dimaksud dengan keadaan bahaya adalah keadaan bahaya yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah. 126 Yang dimaksud dengan huru-hara termasuk pertikaian antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional Penyelenggara. 127 Yang dimaksud dengan Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana adalah kantor Penyelenggara yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. Dalam hal Penyeleng-gara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang mengintegrasikan seluruh sistem 128 Yang dimaksud dengan kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim antara lain kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir. 129 Yang dimaksud dengan kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem kliring atau sistem transfer dana secara keseluruhan tidak dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti. 130 Yang dimaksud dengan hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain keputusan Bank Indonesia mengenai penghentian sementara penyelenggara pengirim dari kegiatan kliring atau kegiatan sistem transfer dana.

72 C. Perbandingan Prosedur Transfer Dana Di Indonesia Menurut Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana Perbandingan prosedur transfer dana antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, kedua aturan ini sama-sama mengatur tentang kegiatan transfer dana. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana. Adapun materi utama yang diatur dalam PBI ini adalah mengenai: a. Perizinan penyelenggaraan transfer dana; b. Pelaksanaan transfer dana; c. Transfer dana yang ditujukan untuk diterima secara tunai; d. Jasa, bunga, atau kompensasi; e. Biaya transfer dana; f. Pemantauan; dan g. Sanksi. Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 mengenai penyelenggaraan transfer dana, kegiatan transfer dana atau pengiriman uang terus berkembang di masyarakat. Kegiatan ini sangat beragam, dimulai dari layanan non bank, kemudian berkembang dengan layanan kedatangan pengguna jasa ke kantor bank, sampai akhirnya dilakukan sendiri kegiatan transfernya tanpa harus datang ke kantor bank atau non bank, seperti lewat ATM, internet banking atau melalui layanan mobile banking. Peruntukan transfer dananya juga terus

73 berkembang dan dimanfaatkan untuk semua kepentingan yang diinginkan oleh pengguna jasa, seperti pembayaran uang sekolah, tagihan listrik, tagihan telepon, pembayaran transaksi bisnis dan bahkan untuk kepentingan sosial. Beberapa hal lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia ini adalah mengenai penyelenggara, persyaratan untuk memperoleh izin sebagai penyelenggara ditetapkan antara lain terkait dengan keamanan sistem, permodalan, integritas pengurus, pengelolaan resiko, dan/atau kesiapan sarana prasarana. Selain itu, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Transfer Dana dalam ketentuan ini juga diatur lebih rinci mengenai pelaksanaan perintah transfer dana dalam keadaan memaksa, kekeliruan pelaksanaan transfer dana, tata cara pengembalian dana dan pengembalian dana yang ditujukan secara tunai.

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS PENGUBAHAN SISTEM TRANSFER DANA Di dalam sistem pembayaran terdapat perangkat hukum yang mencakup undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait.termasuk pula aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral, dan lain-lain.peranan perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. 131 Jika melihat kompleksitas permasalahan dan luasnya materi yang diatur, pengaturan kegiatan transfer dana tidak cukup hanya dituangkan dalam ketentuan yang lebih rendah dari undang-undang. Selain itu pengaturan tentang alat bukti dan aspek pemidanaan dalam kegiatan transfer dana menuntut kepastian agar hal tersebut dapat diterapkan secara tegas oleh seluruh pihak dan otoritas tekait, baik dalam penyelesaian perselisihan maupun tindak pidana dalam kegiatan transfer dana. Kemajuan teknologi yang semakin pesat dewasa ini membawa konsekuensi bahwa persoalan yang dihadapi nasabah juga semakin kompleks, demikian pula di Indonesia.Terlebih baru-baru ini banyak persoalan perbankan yang merugikan nasabah, bahkan hal itu dilakukan oleh pegawai bank tersebut.untuk itu, nasabah bank sebagai konsumen perbankan patut dilindungi hak dan kepentingannya.perlindungan hukum kepada nasabah perbankan pada dasarnya 131 Andri Gunawan, Erwin Natosmal, Refki Saputra, Op. cit, hlm. 16. 74

75 timbul karena kurangnya pengelolaan bank secara baik, disebabkan oleh tidak efektifnya pemberian dan pengawasan kredit, sistem manajemen yang diterapkan mendukung operasi bank, yang mengakibatkan bank tersebut sulit untuk melakukan operasinya. 132 Nasabah bank, sebagai konsumen yang menggunakan jasa bank, terkadang memang sering diabaikan haknya. Bahkan menurut Munir Fuady, bahwa dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah sebagai konsumen dibiarkan sendiri terlunta-lunta tanpa suatu perlindungan hukum yang predictable dan reasonable.padahal nasabah merupakan pihak yang penting dalam kaitannya dengan bank, namun persoalan terkait keberpihakan hukum terhadap nasabah menjadi masalah yang terus-menerus tak bertepi. 133 Namun dalam setiap permasalahan yang terjadi perlu ditentukan siapa yang bertanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabahnya.masalah tanggung jawab perdata atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi dalam bank dapat dihubungkan dengan kepengurusan bank.pengurus bank bertindak mewakili badan hukum bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan.dengan demikian tanggung jawab pengurus ada dua (2), yakni tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab pengurus.apabila pengurus bertindak di luar kewenangan yang telah ditentukan, maka tanggung jawab pribadi yang ada. Namun bila ia bertindak dalam pelaksanaan dan wewenang yang tertuang dalam anggaran dasar perusahaan maka hal itu merupakan tanggung jawab perusahaan. 134 Alas hukum mengenai transfer uang via bank, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk 132 Lukman Santoso AZ, Op. cit, hlm. 113. 133 Ibid., hlm. 112. 134 Ibid., hlm. 116.

76 kepentingan bank sendiri mempunyai alas hukum/dasar hukum dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Dasar hukum tersebut bersumber dari ketentuanketentuan sebagai berikut : 135 1. Ketentuan di Bidang Perbankan Ketentuan di bidang perbankan bersumber dari Undang-Undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kebetulan tidak mengubah Pasal 6 huruf (e ), sehingga Pasal 6 huruf (e) tersebut masih tetap berlaku. Pasal 6 huruf (e) tersebut berbunyi sebagai berikut : Usaha bank umum meliputi : memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Dari ketentuan Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas dan lugas ditentukan bahwa memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang. Kemudian, ketentuan tersebut mendapat penjabarannya dalam berbagai perundang-undangan lainnya di bidang perbankan. 136 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Sebenarnya kitab undang-undang hukum dagang tidak mengatur secara spesifik tentang transfer uang via bank ini, baik terhadap transfer dengan warkat (paper based). Hanya saja, karena transfer dana tersebut dapat dilakukan juga dengan penggunaan surat berharga sebagai sarana pemindahannya, seperti dengan 135 Munir Fuady, Op. cit, hlm. 126. 136 Ibid., hlm. 127.

77 cek atau wesel, maka ketentuan tentang surat berharga dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditarik untuk berlaku buat transfer dana seperti itu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dikenal beberapa macam surat berharga, yaitu sebagai berikut : a.) Penganturan tentang Surat Wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. b.) Pengaturan tentang Surat Sanggup, dalam Pasal 174 sampai dengan Pasal 177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. c.) Pengaturan tentang Cek dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d dari Kitab Undang-Undag Hukum Dagang. d.) Pengaturan tentang Kuitansi dan Promes atas Unjuk dalam Pasal 229 e sampai dengan Pasal 229 k dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dengan demikan, sejauh yang menyangkut dengan transfer uang via bank yang menggunakan surat-surat berharga tersebut berlaku ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, khusus mengenai aspek surat berharganya. 137 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Selain dari ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas, maka Kitab Undang- Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan transfer uang via bank, khususnya yang berkenaan dengan aspek-aspek hukum kontrak. Sebab, suatu transfer uang via bank, baik untuk kepentingan nasabah maupun transfer uang untuk kepentingan bank sendiri 137 Ibid., hlm. 126.

78 diawali dengan suatu kontrak. Dalam hubungannya dengan transfer uang via bank, perlu dipisahkan dulu antara kontrak-kontrak sebagai berikut : a.) Kontrak antara nasabah pengirim dengan nasabah penerima. b.) Kontrak antara nasabah pengirim dengan bank pengirim. c.) Kontrak antara nasabah penerima dengan bank pembayar (dalam hal credit transfer). d.) Kontrak antara bank pengirim dengan bank pembayar. e.) Kontrak antara bank pengirim dengan bank koresponden. f.) Kontrak antara bank koresponden dengan bank pembayar. 138 Sebagai upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah, tentu bank sebagai pelaku usaha harus memberikan layanan penyelesaian dan infrastruktur atas berbagai keluhan dan pengaduan nasabah.media penyelesaian ini juga harus memenuhi standar waktu dan pelayanan, artinya dapat berlaku secara efektif dan efisien. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan Indonesia dalam upaya memenuhi standar tersebut juga telah memprioritaskan program-program terkait perlindungan nasabah, termasuk penanganan pengaduan nasabah, transparansi informasi produk perbankan, dan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. A. Pengubahan Sistem Transfer Dana Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Bank Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tanggung jawab adalah mengenai kewajiban untuk menebus (mengganti) terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian. Dasar 138 Ibid., hlm. 129.

79 pertanggungjawaban adalah kewajiban membayar ganti rugi atas tindakan yang menimbulkan kerugian, dan kewajiban untuk melaksankan janji yang telah dibuat.pertanggungjawaban harus didasarkan atas suatu perbuatan, dan itu harus perbuatan kealpaan atau kelalaian.artinya, pertanggungjawaban atas gugatan hukum yang timbul dalam konteks hubungan antara nasabah dan bank dapat berupa wanprestasi (kealpaan) atau perbuatan melawan hukum. Pengubahan perintah transfer dana merupakan salah satu cara pihak bank untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengubahan transfer dana hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara pengirim jika terjadi kesalahan/kekeliruan yang diatur dalam Bab V Bagian Kedua dengan memperhatikan prinsip kehatihatian. 139 Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan perturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. 140 Perubahan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerima mempunyai waktu yang cukup 141 untuk melaksanakan perubahan dan/atau penyelenggara penerima akhir belum melakukan langkah-langkah pengaksepan. 142 Penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan sebagai berikut : 139 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Tranfer Dana, Pasal 46 Ayat (1). 140 Hermansyah, Op. cit, hlm. 135. 141 Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan situasional antara lain terkait dengan sistem transfer dana yang digunakan untuk melaksanakan perintah transfer dana.(penjelasan Pasal 46 Ayat (2)). 142 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer 46 Ayat (2).

80 a. Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim sebelumnya; b. Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada penyelenggara penerima akhir; c. Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima; 143 d. Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut telah terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir; e. Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau f. Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai hak untuk mengambil dana hasil transfer. 144 B. Pertanggung Jawaban Bank Bila Terjadi kesalahan Dalam Transfer Uang Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Sebagai langkah awal untuk pemikiran kritis dalam konteks elektronik, patut dilayangkan suatu pertanyaan manakah yang lebih autentik secara teknis. Dalam pemahaman kekuatan pembuktian yang paling lemah, suatu informasi elektronik adalah bernilai secara hukum karena secara fungsional keberadaannya adalah sepadan atau setara dengan suatu informasi yang tertulis di atas kertas, sebagaimana telah diamanatkan dalam UNCITRAL tentang nilai hukum dari 143 Yang dimaksud dengan mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima adalah menyediakan dana pada rekening tertentu di penyelenggara penerima akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada penerima.(penjelasan Pasal 36 Ayat (2) huruf (c)). 144 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Pasal 36 Ayat (2) huruf (c).

81 suatu rekaman elektronik (legal value of electronic records) karena memenuhi unsur-unsur tertulis (writing), bertanda tangan (signed), dan asli (original). 145 Tanggung jawab timbul dari perikatan, baik yang berasal dari undangundang maupun dari perjanjian.dengan adanya perjanjian, timbul hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.mereka bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yang telah dibuat. Pertanggungjawaban atas gugatan hukum yang timbul dalam konteks hubungan antaara nasabah dan bank dapat berupa wanprestasi(kealpaan) atau perbuatan melawan hukum. Peristiwa resiko operasional yang dihadapi oleh perbankan tidak lepas dari dua faktor penting yaitu: 146 a. Frekuensi; seberapa penting suatu peristiwa terjadi b. Dampak; seberapa besar jumlah kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi Dalam mengkaji peristiwa resiko operasional, sedikitnya dapat dibagi menjadi lima kategori besar sebagai berikut: 147 a) Risiko proses internal (internal process risk); b) Risiko manusia (people risk); c) Risiko sistem (systems risk); d) Risiko eksternal (external risk); e) Risiko hukum (legal risk). 145 Dr. Edmon Makarim, Notaris & Transaksi Elektronik (Edisi Kedua), (Jakarta, PT. Raja Grafindo Perkasa, 2013), hlm. 23. 146 Ferry N. Idroes Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, (Yogyakarta, Graha Ilmu 2006), hlm. 133. 147 Ibid., hlm. 135.

82 Adapun penjelasan lima kategori besar peristiwa risiko operasional adalah sebagai berikut: a) Risiko proses internal (internal process risk) Risiko ini didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses Bank atau prosedur. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, karyawan mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan. Risiko proses internal termasuk: 148 (a) Kesalahan, ketidaklengkapan, dan ketidaktepatan dokumentasi; (b) Kurang pengawasan; (c) Kesalhan pemasaran; (d) Kesalahan penjualan; (e) Praktek pencucian uang; (f) Kesalahan atau ketidaktepatan pelaporan; (g) Prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi; (h) Kesalahan transaksi. b) Risiko sumber daya manusia (people risk) Risiko ini berhubungan dengan karyawan dari suatu bank atau lebih tepatnya adalah oknum karyawan bank. c) Risiko sistem (system risk) Risiko sistem adalah risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan teknologi.saat ini semua bank sangat mengandalkan pada teknologi dan 148 Ibid., hlm 136.

83 sistem untuk membantu aktivitas sehari-hari.ketergantungan ini telah menimbulkan risiko operasional. Peristiwa risiko sistem disebabkan oleh: 149 (a) Kerusakan hingga kehilangan data; (b) Kesalahan dalam proses memasukkan data; (c) Ketidakcukupan dalam pengawasan pekerjaan terkait dengan sistem; (d) Kesalahan dalam proses program; (e) Ketergantungan pada teknologi dan sangat percaya terhadap sistem internal tanpa adanya evaluasi; (f) Gangguan pelayanan akibat kegagalan sistem, baik kegagalan sebagian atau keseluruhan; (g) Masalah sistem keamanan seperti, virus computer dan hacking; (h) Ketidaksesuaian sistem; (i) Penggunaan teknologi baru yang belum teruji. Saat ini ketergantungan bank pada teknologi bisa sampai pada keadaan tahap dimana apabila komputer bank mengalami kerusakan maka bank tidak dapat melanjutkan kegiatan hingga sistem komputer kembali berjalan lancar. d) Risiko ekternal (external risk) Risiko ekternal berhubungan dengan peristiwa yang terjadi yang berada diluar kekuasaan langsung dari bank. Beberapa peristiwa eksternal yang dapat menimbulkan risiko pada bank adalah: 150 (a) Bencana alam; (b) Terorisme; 149 Ibid., hlm.138. 150 Ibid., hlm. 139.