BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. Adisapoetra, Prins-R. Kosim, 1976, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan analisis tentang pencalonan Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

KAJIAN NORMATIF EKSEKUSI ATAS PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga

SAMBUTAN DALAM ACARA SEMINAR SEHARI HUT PERATUN KE- 26 DI HOTEL MERCURE ANCOL JAKARTA TANGGAL 26 JANUARI 2017

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

DAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yaitu negara yang

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum, Indonesia meletakkan sendi-sendi hukum di atas segalagalanya.

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Hakikat Pengadilan Tata Usaha Negara. sendiri berawal dari negara Perancis, suatu negara yang

PROBLEMATIKA EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu persoalan besar yang dihadapi setelah. bergulirnya reformasi adalah mengembalikan dan

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online. kemudian disikapi KPU RI dengan

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN)

Pdengan Persetujuan Bersama

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Penelitian Aspek-Aspek Hukum Tentang. Ketentuan AMDAL Dalam Pembangunan Industri, Departemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

P U T U S A N Nomor : 222 K/TUN/2005

BAB IV ANALISIS KASUS

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

PERAN P.TUN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA. Oleh : Nike K. Rumokoy 1

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN. Pada dasarnya

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERAN PERADILAN TUN DALAM PENYELENGGARAAN GOOD GOVERNANCE PASCA UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berdiri sendiri yang bertujuan sebagai kontrol terhadap Pejabat Tata Usaha Negara atau Aparatur Pemerintah dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat, agar tidak berbuat atau bertindak melanggar hukum yang merugikan hak warga negara. 1 Peradilan Tata Usaha Negara pada hakikatnya merupakan suatu akibat atau konsekuensi logis dari asas bahwa pemerintah harus didasarkan pada undang-undang (wetmatigheid van het bestuur). Bahkan, dalam pengertian yang luas yaitu harus didasarkan pada hukum. 2 Pengawasan segi hukum yang dilakukan oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Pejabat Tata Usaha Negara atau Pemerintah baik dipusat maupun didaerah, merupakan hakikat kompetensi atau kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara yang bertujuan untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance). 3 Kompetensi utama badan Peradilan Tata Usaha Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan bertugas dan 1 R. Soegijatno Tjakranegara, 2000, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.22 2 Paulus Effendi Lotulung, 2013, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba Humanika, Jakarta, hlm.7 3 R.O.B. Siringoringo, et al, 2011, Menjawab Permasalahan Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm.1 1

2 berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara masyarakat dengan pemerintah yang ditimbulkan sebagai akibat ditetapkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang merugikan masyarakat atau badan hukum perdata sebagai pihak pencari keadilan. 4 Asas dari Hukum Tata Usaha Negara yang melandasi hukum Acara Tata Usaha Negara adalah asas praduga rechtmatig atau vermoeden van rechmatigheid atau praesumptio iustse causa artinya bahwa setiap tindakan Penguasa atau Pemerintah selalu harus dianggap rechtmatig sampai ada pembatalan. 5 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap keputusan Tata Usaha Negara selalu dianggap sah, sampai ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menerangkan bahwa keputusan Tata Usaha Negara itu dinyatakan batal atau tidak sah. Sebagai akibat dari adanya asas vermoeden van rechmatigheid, maka setiap keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara secara langsung dapat dilaksanakan, meskipun menurut pendapat orang atau badan hukum 4 Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lihat juga ketentuan pada Pasal 1 angka 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Angka 9, yaitu keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dan Angka 10, yaitu sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5 Philipus M. Hadjon dkk, 1995, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm.313

3 perdata yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan tata usaha negara tersebut terdapat cacat yuridis. 6 Asas ini kemudian dipertegas dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tantang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menjelaskan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. Pengecualian dari asas ini adalah penundaan pelaksanaan terhadap suatu keputusan tata usaha negara. 7 Perlindungan hukum kepada masyarakat pencari keadilan terhadap berlakunya Keputusan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan : penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. 8 Tujuan penundaan yang terdapat dalam pasal ini adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan jaminan bagi si Penggugat agar terhindar dari kerugian sebagai akibat dilaksanakanya Keputusan Tata Usaha Negara. Permasalahan yang mendasar dalam perjalanan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara berkaitan dengan eksekusi. Pada Peradilan Tata Usaha Negara, 6 R. Wiyono, 2013, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.228-229 7 Ketentuan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 8 Ketentuan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

4 eksekusi tidak hanya terkait dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewisjde) akan tetapi eksekusi terkait pula dengan penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara. 9 Permasalahan yang terjadi adalah ketidakpatuhan Pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam melaksanakan penetapan penundaan PTUN. Pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan fungsi pemerintahan baik dilingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya, mempunyai fungsi sebagaimana dalam Pasal (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan dan perlindungan. Pemerintah yang seharusnya memberikan pelayanan yang baik dan perlindungan hukum kepada masyarakat, sebagaimana tujuan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yaitu menciptakan kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintah, serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat. 10 Seharusnya Pemerintah atau Pejabat tata Usaha Negara patuh terhadap perintah penetapan penundaan PTUN, bukan dengan melakukan hal yang sebaliknya yang berpotensi dapat merugikan hak warga masyarakat. Sejak mulai efektif dioperasionalkannya Peradilan TUN hingga saat ini, eksistensi dan peran Peradilan TUN sebagai suatu lembaga peradilan yang 9 Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara, Perspektif Hukum, Vol. 16, No.1 Mei 2016, hlm.101-102. 10 Ketentuan dalam Pasal 1 poin 2 dan Pasal 3 huruf b, e, dan g Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administarsi Pemerintahan.

5 mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang memeriksa, memutus, dan mengadili sengketa tata usaha negara melalui Putusan atau Penetapan. Dirasakan oleh berbagai kalangan belum dapat memberikan kontribusi dan sumbangsih yang memadai dalam memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat serta dalam menciptakan perilaku Pemerintah bersih, serta sadar akan tugas dan fungsinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Hal tersebut disebabkan masih terdapat Putusan atau Penetapan penundaan PTUN yang tidak dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 11 Di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, setidaknya pada tahun 2014 2016, ada lima sengketa terkait ketidakpatuhan pada penetapan penundaan. Dua sengketa masih diproses di Pengadilan dan tiga sengketa lainnya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht). Tiga sengketa tersebut, antara lain : sengketa terkait pemilihan kepala desa Kedungrejo antara Asmunif melawan Panitia Pemilihan Kepala Desa Kedungrejo; sengketa terkait penutupan sendiri pasar Koblen antara PT.Dwi Budi Daya melawan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya; dan yang terakhir sengketa mengenai pengenaan denda administratif dan penutupan sendiri hotel cemara antara Hotel Cemara melawan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya. 12 Permasalahan ketidakpatuhan pada perintah penundaaan sebagaimana yang terjadi di PTUN Surabaya memberikan dampak buruk pada citra 11 Titik Triwulandari dan Ismu Gunadi Widodo, 2014, Hukum Tata Usaha Negara dan Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Kencana, Jakarta, hlm.567 12 Wawancara dengan Penitera Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, Nursyam B. Sudharsono dan Panitera Muda Hukum PTUN Surabaya, H. Dwi Riyadi, serta Panitera Muda Perkara PTUN Surabaya, Andry Marsanto. ( 15 Maret 2017 ).

6 Pengadilan di mata masyarakat. Ketidakpatuhan pada perintah penundaan merupakan bentuk penghinaan terhadap kekuasaan peradilan tata usaha negara. Di Australia, Pejabat yang tidak mematuhi perintah Hakim bisa dituduh melakukan contempt of court. 13 Berbeda dengan Indonesia, meskipun perintah penundaan tidak dipatuhi oleh Pejabat TUN, dari lima sengketa di PTUN Surabaya yang berujung pada ketidakpatuhan terhadap penundaan tidak ada tuduhan sebagai contempt of court. Ketidakpatuhan pada perintah penundaan tidak hanya terjadi pada akhirakhir ini, bahkan jauh sebelumnya permasalahan ini sudah ada. sebagaimana menurut Ketua PTTUN Jakarta Soebijanto dalam Media Indonesia, pada tanggal 31 juli 1996 mencapai angka 60 persen. Ketua PTUN Jakarta Siahaan menyatakan dalam surat kabar Tiras, pada tanggal 15 Februari 1996 bahwa : memang, pelaksanaan putusan final adalah masalah kecil. Tidak terlalu banyak putusan yang sudah dieksekusi karena baru sedikit yang sudah masuk Mahkamah Agung. Masalah besarnya ada diperintah penundaan. 14 Permasalahan ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan yang terjadi di PTUN sudah berlangsung sejak lama, bahkan sampai hari ini permasalah tersebut masih menjadi bahan pembicaraan dikalangan masyarakat. Problem eksekusi di Peradilan Tata Usaha Negara merupakan suatu gejala yang bersifat umum sebagaimana dikatakan oleh Paulus Effendie Lotulung, 15 bahwa masalah eksekusi diberbagai negara meskipun diatur dengan berbagai 13 Adriaan W Bedner, 2010, Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Huma, Jakarta, hlm.307 14 Ibid, hlm.305-306 15 Paulus Effendi Lotulung, 2003, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia Dibandingkan dengan Peradilan Administarsi yang Berlaku Diberbagai Negara dalam Mengkaji Kembali Pokok-Pokok Pikiran Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara, LPP-HAN, Jakarta, hlm.64

7 peraturan dan mekanisme, tetap tidak tersedia upaya paksa dari segi yurudis yang cukup efektif untuk memaksakan instansi atau pejabat yang bersangkutan agar mentaati isi putusan. Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan petunjuk jika tergugat tidak patuh terhadap perintah penundaan pelaksanaan KTUN yang disengketakan, maka ketentuan Pasal 116 ayat (4), (5), dan (6) dapat dijadikan pedoman dan dengan menyampaikan tembusannya kepada: Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Kehakiman RI, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI ( Surat Menpan Nomor B.471/4/1991 tanggal 29 Mei 1991 tentang Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara). 16 Ketentuan tersebut sebagaimana dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Pedoman Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2009 huruf r, bahwa penetapan penundaan yang tidak dipatuhi oleh tergugat, secara kasuistis dapat diterapkan Pasal 116 Undang-Undang PERATUN sebagaimana yang diterapkan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 17 16 Ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1991 Pada Angka Romawi VI, Angka 4 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yaitu : pada ayat (4), bahwa dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif; ayat (5), bahwa Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan ayat (6), bahwa Disamping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. 17 Ketentuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Pedoman Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2009 Huruf H, Angka 5, Huruf r.

8 Usaha Mahkamah Agung mengeluarkan petunjuk sebagai upaya preventif untuk mencegah ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan, nampaknya belum maksimal dalam mencegah ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan. Hal tersebut dibuktikan bahwa hingga saat ini ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan masih terjadi pada Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaaan berdampak pada ketidakpastian hukum yang dirasakan oleh masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan perlindungan hukum. Permohonan penundaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan atau Mejelis Hakim menjadi tidak berarti, karena penetapan tersebut seolah-olah hanya menjadi kertas kosong yang tidak mempunyai kekuatan dalam penyelesaian sengketa. Penundaan merupakan hal yang menimbulkan kontroversi. 18 Sejak tahun 2009, Mahkamah Agung tidak pernah lagi mengeluarkan petunjuk atau surat edaran maupun perma mengenai penundaan. Hal tersebut berakibat pada ketidak jelasan mengenai aturan penundaan ini. Ada beberapa yurisprudensi yang menjawab permasalahan atau kekurangan dalam hal penerapan penundaan, namun hal tersebut tidak efektif dalam meminimalisir terjadinya ketidakpatuhan terhadap penetapan penundaan. Lintong Oloan Siahaan, 19 mengemukakan bahwa berbicara tentang pelaksanaan putusan penundaan, berarti secara tidak langsung juga 18 Adriaan W Bedner, Op Cit, hlm.155 19 Lintong Oloan Siahaan, 2005, Prospek PTUN Sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia Studi tentang Keberadaan PTUN selama Satya Dasawarsa 1991-2001, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, hlm.235

9 membicarakan ketentuan-ketentuan hukum tentang bagaimana seharusnya putusan itu dilaksanakan. Undang-undang tidak mengatur secara khusus tentang pelaksanaan penundaan ini. Hal ini berkembang sendiri di dalam praktek dengan mempedomani segala ketentuan tentang hukum eksekusi. Seharusnya ada peraturan yang berskala nasional mengenai penundaan ini, agar dapat meminimalisir terjadinya ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan sehingga tercipta perlindungan hukum kepada masyarakat pencari keadilan sebagaimana tujuan dibentuknya Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa faktor penyebab ketidakpatuhan Pejabat Tata Usaha Negara (Tergugat) terhadap penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara? 2. Bagaimana seharusnya aturan mengenai penundaan (skorsing) pelaksanaan keputusan tata usaha negara (beschikking) ke depannya? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini, adalah : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan Pejabat Tata Usaha Negara (Tergugat) terhadap penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara. 2. Untuk memahami dan merumuskan aturan mengenai penundaan (skorsing) pelaksanaan keputusan tata usaha negara (beschikking) seharusnya ke

10 depan, agar dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat pencari keadilan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baik secara akademis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut : 1. Secara Akademis Dari penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya hukum administrasi negara atau tata usaha negara baik materill maupun formil dan lebih khusus lagi terkait penundaan (skorsing) pelaksanaan keputusan tata usaha negara (beschikking) dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Secara Praktis Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan bermanfaat dan dapat memperkaya referensi yang dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi para penegak hukum terutama hakim dan pengacara, para pencari keadilan, para mahasiswa serta masyarakat pada umumnya dalam menyelesaikan sengketa di PTUN terkait penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan Penulis yang telah melakukan penelusuran di berbagai media, termasuk di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun di perpustakaan lain serta penelusuran melalui media internet. Penulis

11 dapat kemukakan bahwa belum ada Tesis maupun penelitian yang spesifik membahas mengenai Penundaan (Skorsing) Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking) dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, terdapat penelitian yang serupa yaitu Pertama, penelitian yang berjudul Pertimbangan Hakim dan Ketua Pengadilan dalam Memutus Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara Semarang ditulis oleh Junirahardjo,SH, Y. Sri Pudyatmoko,SH, W. Riawan Tjandra,SH, R. Sigit Widiarto,SH, Laporan Penelitian pada Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta. 20 Penelitian tersebut mengkaji mengenai apa dasar pertimbangan hakim dan ketua pengadilan melakukan penundaan atau tidak terhadap keputusan tata usaha negara yang disengketakan dan bagaimana proses yang terjadi dalam menetapkan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara oleh pengadilan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang penulis teliti, karena dalam penelitian ini hanya membahas tentang pertimbangan Hakim dan Ketua Pengadilan untuk melakukan penundaan atau tidak terhadap KTUN dan juga membahas mengenai proses yang terjadi dalam menetapkan penundaan. Sedangkan penelitian yang penulis teliti mengenai penyebab ketidakpatuhan Pajabat TUN terhadap penetapan penundaan dan penundaan seharusnya 20 Junirahardjo, Y Sri Pudyatmoko, W Riawan Tjandra, dan R Sigit Widiarto, 1996, Pertimbangan Hakim dan Ketua Pengadilan dalam Memutus Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara Semarang, Penelitian, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

12 kedepan. Jelas penelitian ini berbeda, namun bisa dikatakan bahwa penelitian yang penulis teliti adalah penelitian lanjutan dari penelitian ini. Kedua, penelitian Tesis, Sri Wahyu Adriani pada tahun 2015 Universitas Andalas Padang, yang berjudul Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Padang Dalam Menyelesaikan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara. 21 Penelitian tersebut mengkaji mengenai bagaimanakah proses pemeriksaan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Padang, apa pertimbangan hukum hakim PTUN Padang dalam menyelesaikan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN dan apa produk hukum yang dikeluarkan hakim PTUN Padang dalam menyelesaikan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN. Berdasarkan penelusuran tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian ini hanya membahas tentang proses pemeriksaan permohonan penundaan, pertimbangan hukum Hakim dalam menyelesaikan permohonan penundaan, dan produk hukum yang dikeluarkan oleh hakim PTUN Padang terkait permohonan penundaan. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan terkait untuk mengetahui dan mengkaji faktor penyebab ketidakpatuhan Pejabat Tata Usaha Negara (Tergugat) terhadap penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara dan untuk memahami dan merumuskan bagaimana seharusnya 21 Sri Wahyu Adriani, 2015, Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Padang Dalam Menyelesaikan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara, Tesis, Universitas Andalas Padang, Padang.

13 penundaan (skorsing) pelaksanaan keputusan tata usaha negara (beschikking) ke depannya. Ketiga, penelitian yang berjudul Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh Asmuni pada Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya. 22 Penelitian ini mengkaji tentang masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan eksekusi penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara dan mengkaji tentang konsep pengaturan eksekusi penetapan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara ke depan yang dapat melindungi kepentingan pencari keadilan. Penelitian ini berbeda dengan penelian yang penulis teliti, karena pada penelitian ini membahas tentang masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan eksekusi penetapan penundaan, sedangkan penelitian yang penulis teliti hanya terkait permasalahan ketidakpatuhan Pejabat TUN terhadap penetapan penundaan. Penelitian yang penulis juga lakukan adalah dengan mencari penyabab ketidakpatuhan Pejabat TUN, sedangkan pada penelitian ini tidak mencari penyebab masalah tetapi hanya mengemukakan saja. Pada penelitian yang penulis teliti juga terkait penundaan seharusnya kedepan, sedangkan penelitian ini hanya mengkaji pengaturan eksekusi penetapan penundaan kedepan. Penelitian yang penulis teliti, meneliti bukan hanya pengaturan eksekusi tetapi lebih dari itu. Jelas penelitian ini berbeda, namun penelitian yang penulis teliti bisa dikatakan lanjutan atau pelengkap dari penelitian yang sebelumnya. 22 Asmuni, 2016, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara, Penelitian pada Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Surabaya.

14 Diharapkan penelitian yang penulis teliti dengan tiga penelitian yang sebelumnya bisa saling melengkapi.