HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. PADA PADAT PENEBARAN 35, 40, 45 DAN 50 EKOR/LITER DENGAN KETINGGIAN MEDIA 30 CM

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DA PEMBAHASA

III. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PERGANTIAN AIR 50%, 100%, DAN 150% PER HARI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

II. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

PRODUKSI BENIH GURAMI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

BAB I PENDAHULUAN. komoditas unggulan, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

Eko Harianto Dosen Program Studi Budidaya Perairan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN

Lampiran 1. Pola Aliran Air Sistem Resirkulasi 3 m. Inlet. t= 0,75 m Kolam Kangkung. 3,25 m. Outlet. Inlet. Kolam Nila. Outlet. Inlet.

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 2009, bertempat di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE KERJA. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di. Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

BAB III BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi. 3.1.1 Parameter Biologi 3.1.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Derajat kelangsungan hidup pada perlakuan yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 78,50±3,47%, 81,28±2,68%, 82,57±3,66% dan 65,81±3,36% (Gambar 1). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat kelangsungan hidup (Lampiran 4d). Derajat kelangsungan hidup (%) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Gambar 1. Grafik derajat kelangsungan hidup lele Clarias sp. 3.1.1.2 Laju Pertumbuhan Harian 78,50 ± 3,47 81,28 ± 2,68 82,57 ± 3,66 65,81 ± 3,36 a a a b Pertumbuhan bobot harian yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 0,0068±0,0017 gram/hari, 0,0066±0,0006 gram/hari, 0,0062±0,0015 gram/hari, 0,0039±0,0009 gram/hari (Gambar 2); sedangkan laju pertumbuhan spesifik secara berturut-turut adalah sebesar 21,84±1,16%, 20,35±1,46%, 21,33±1,15% dan 19,31±2,82% (Gambar 3). Pertumbuhan bobot harian benih ikan lele sangkuriang tidak mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan peningkatan padat penebaran. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar tidak berpengaruh

10 nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot harian maupun laju pertumbuhan spesifik (Lampiran 1c). Namun, perlakuan padat penebaran tersebut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan biomassa harian (yield). Hal tersebut terlihat pada laju pertumbuhan biomassa yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut, yakni 9,40 ± 2,59 gram/hari, 10,69 ± 1,27 gram/hari, 11,55 ± 2,22 gram/hari dan 6,27 ± 1,52 gram/hari (Gambar 4). 0.80 0,0068 ± 0,0017 0,0066 ± 0,0006 0,0062 ± 0,0015 0.70 Growth Rate (gram/hari) 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 a a a 0,0039 ± 0,0009 a Gambar 2. Grafik pertumbuhan bobot harian lele Clarias sp. Spesific G rowth Rate (%) 3 27.00 24.00 21.00 18.00 15.00 12.00 9.00 6.00 3.00 21,84 ±1,16 21,33 ± 1,15 20,35±1,46 19,31 ± 2,82 a a a a Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan spesifik lele Clarias sp.

11 Yield (gram/hari) 14.00 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 11,55 ± 2,22 10,69 ± 1,27 9,40 ± 2,59 6,27 ± 1,52 ab ab a b Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan biomassa harian lele Clarias sp. 3.1.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak Laju pertumbuhan panjang mutlak yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter, dan 50 ekor/liter secara berturut-turut, yakni sebesar 1,39±0,16 cm, 1,35±0,08 cm, 1,33±0,25 cm dan 1,17±0,06 cm (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian air tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan mutlak (Lampiran 3c). Panjang Mutlak (cm) 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 1,39 ± 0,16 1,35 ± 0,08 1,33 ± 0,25 1,17 ±0,06 a a a a Gambar 5. Grafik panjang mutlak lele Clarias sp. 3.1.1.4 Koefisien Keragaman Panjang Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 13,57±0,97%, 12,88±2,72%, 9,30±1,05% dan 15,08±2,19% (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan padat penebaran

12 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju koefisien keragaman (Lampiran 5b). Perbedaan tersebut terlihat antara perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter dengan padat penebaran 50 ekor/liter. Koefisien Keragaman Panjang (%) 13,57 ± 0,97 Gambar 6. Grafik koefisien keragaman panjang lele Clarias sp. 3.1.1.5 Feed Conversion Ratio (FCR) 12,88 ± 2,72 Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 1,90±0,45, 2,06±0,22, 2,37±0,43 dan 2,52±0,08 (Gambar 7). Nilai FCR yang diperoleh tidak meningkat secara signifikan seiring kenaikan perlakuan padat penebaran sehingga hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) (Lampiran 6b). Feed Convertion Ratio (FCR) 18.00 16.00 14.00 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 3.00 2.70 2.40 2.10 1.80 1.50 1.20 0.90 0.60 0.30 9,30 ± 1,05 15,08 ± 2,19 ab ab a b 1,90 ± 0,45 2,06 ± 0,22 2,37 ± 0,43 2,52 ± 0,08 a a a a Gambar 7. Grafik Feed convertion ratio (FCR) pada lele Clarias sp.

13 3.1.2 Parameter Kualitas Air Kondisi kualitas air selama penelitian berlangsung masih dalam kisaran optimal bagi pertumbuhan ikan lele. Nilai-nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama masa pemeliharaan percobaan berlangsung tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Kisaran kualitas air selama pemeliharaan Parameter Kualitas Air Nilai parameter pada perlakuan perbedaan padat penebaran 35 ekor/liter 40 ekor/liter 45 ekor/liter 50 ekor/liter Pustaka* Suhu (ᴼC) 28-30 28-30 28-30 28-30 22-32 (BBAT, 2005) DO (ppm) 1,45-2,87 1,76-2,55 1,42-2,93 1,52-2,99 >1,0 (BBAT, 2005) ph 6,51-7,04 6,81-7,10 6,77-7,11 6,69-7,09 6-9 (Wedemeyer, 2001) TAN (mg/l) 0,73-1,32 0,63-1,30 0,68-1,42 0,64-1,55 1,37-2,2 (WHO, 1992 dalam Effendi, 2003) Alkalinitas (mg/l CaCO3) 24-76 28-80 24-76 20-84 50-500 (Wedemeyer, 2001) *kisaran nilai yang baik menurut pustaka 3.1.3 Parameter Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis usaha pada tiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berkut : a. Satu tahun dapat dilakukan 14 siklus produksi, dengan waktu 25 hari pada setiap siklus produksi (5 hari untuk persiapan, 20 hari untuk produksi). b. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi. c. Pendederan menggunakan 12 akuarium dengan pertimbangan mencukupi untuk produksi di tingkat masyarakat, dimana akuarium perlakuan memiliki ketinggian air 30 cm dengan volume 50,4 liter dengan perbedaan padat penebaran sebagai berikut: 1. Kepadatan 35 ekor/liter dengan jumlah 1764 ekor/akuarium 2. Kepadatan 40 ekor/liter dengan jumlah 2016 ekor/akuarium 3. Kepadatan 45 ekor/liter dengan jumlah 2268 ekor/akuarium 4. Kepadatan 50 ekor/liter dengan jumlah 2520 ekor/akuarium d. Kelangsungan hidup pada perlakuan perbedaan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 78,50±3,47%, 81,28±2,68%, 82,57±3,66% dan 65,81±3,36% (Lampiran 4c). e. Nilai FCR perlakuan padat penebaran 30 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 1,90±0,45, 2,06±0,22, 2,37±0,43 dan 2,52±0,08 (Lampiran 6a).

14 f. Persentase penyusutan perlengkapan produksi sesuai Lampiran 8a. g. Biaya tenaga kerja sebesar Rp 300,00/siklus h. Biaya listrik Rp. 826,45/KWH. i. Harga benih ikan lele ukuran 0,77±0,03 cm sebesar Rp.7/ekor. j. Harga jual benih ikan lele ukuran 2-3 cm sebesar Rp.50/ekor. k. Setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp.2000 l. Setiap 1000 ekor dikemas dalam satu kantong plastik, setiap kantong plastik memerlukan biaya kantong plastik dan karet sebesar Rp.500 dan gas sebesar Rp.500. m. Persentase ukuran 2-3 cm pada semua perlakuan adalah 100% dari nilai SR. n. Harga pakan alami cacing sutra sebesar Rp.8.000/takar (±1000 gram). Tabel 2. Analisis usaha pada tiap perlakuan Parameter Perlakuan 35 ekor/liter 40 ekor/liter 45 ekor/liter 50 ekor/liter Investasi Rp 7.527.000 Rp 7.527.000 Rp 7.527.000 Rp 7.527.000 Biaya tetap Rp 10.331.636 Rp 10.331.636 Rp 10.331.636 Rp 10.331.636 Biaya tidak tetap Rp 3.592.736 Rp 4.151.504 Rp 4.700.192 Rp 5.022.920 Total biaya Rp 13.924.372 Rp 14.483.140 Rp 15.031.828 Rp 15.354.556 Penerimaan Rp 12.720.800 Rp 15.731.200 Rp 17.977.600 Rp 15.920 Keuntungan Rp (1.203.572) Rp 1.248.060 Rp 2.945.772 Rp 565.444 R/C 0,91 1,09 1,20 1,04 BEPp Rp 13.924.372 Rp 14.483.140 Rp 15.031.828 Rp 15.354.556 BEPu (Ekor) 207705 207824 207933 207994 Payback Periode (Bulan) 72 31 160 HPP Rp 59,86 Rp 52,61 Rp 47,78 Rp 55,11 3.2 Pembahasan Peningkatan kepadatan yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan peningkatan kebutuhan pakan. Peningkatan kebutuhan pakan tersebut terlihat dari parameter FCR yang meningkat sejalan dengan peningkatan kepadatan ikan (Gambar 7). Dengan demikian, sejalan dengan peningkatan kepadatan juga akan menghasilkan metabolit yang tinggi di media pemeliharaan ikan lele, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Peningkatan metabolit tersebut berdampak pada menurunnya kualitas air dalam media pemeliharaan dan penurunan pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Suresh dan Lin (1992) bahwa kualitas air akan menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Namun dalam penelitian ini berdasarkan Gambar 2, 3 dan 4 di atas menunjukkan bahwa hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata (p>0,05) perlakuan

15 padat penebaran terhadap laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan bobot harian dan pertumbuhan panjang mutlak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan masih dapat terjadi dikarenakan lingkungan ikan masih berada dalam kisaran yang baik untuk tumbuh (Tabel 1). Lingkungan masih berada dalam kisaran baik dikarenakan adanya pergantian air 100%. Pergantian air tersebut berpengaruh terhadap kualitas air media pemeliharaan, terutama oksigen dan akumulasi racun sisa metabolisme. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Goddard (1996) bahwa oksigen yang semakin berkurang dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi. Berdasarkan keterkaitan tersebut diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot dan panjang adalah kepadatan ikan, pakan dan kondisi lingkungan. Selama masa pemeliharaan ikan diberikan pakan secara at satiation sehingga kebutuhan pakan untuk setiap ikan dapat terpenuhi. Demikian pula dengan kondisi lingkungan pada masa pemeliharaan masih berada dalam kisaran yang baik untuk mendukung pertumbuhan benih lele (Tabel 1). Menurut Hepher (1978), pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan ikan akan menghasilkan pertumbuhan yang stabil. Perlakuan padat penebaran ini berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan biomassa (yield) benih lele. Nilai yield berbeda nyata antara perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter dengan 50 ekor/liter. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan 45 ekor/liter telah mencapai titik maksimal hasil yang ditandai dengan penurunan hasil pada kepadatan 50 ekor/liter. Penurunan ini sesuai dengan data pertumbuhan bobot harian yang menurun pada padat penebaran 50 ekor/liter meski berdasarkan analisis ragam tidak berbeda nyata (p>0,05). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), parameter pemeliharaan ikan pada kepadatan tinggi adalah hasil (yield) yang maksimal. Pada pemeliharaan ikan secara intensif peningkatan padat penebaran biasa dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat dicapai. Jika hasil yang didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun pertumbuhan ikan cenderung lambat. Pada penelitian ini telah terlihat titik maksimal terdapat pada padat penebaran 45 ekor/liter.

16 Nilai kelangsungan hidup yang didapat dalam penelitian ini cenderung menurun sejalan dengan peningkatan padat penebaran benih. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang meningkat adalah kualitas air yang telah menurun (Suresh dan Lin, 1992). Namun selama masa pemeliharaan kualitas air masih dalam kisaran yang memungkinkan ikan lele hidup dengan baik. Oleh karena itu, penurunan nilai kelangsungan hidup diduga terjadi dikarenakan faktor lain, diantaranya perkembangan benih ikan lele antara satu yang lainnya berbeda akibat selama masa pemeliharaan tidak dilakukan pemisahan ukuran (grading) sehingga terjadi kompetisi dan kanibalisme oleh benih ikan yang berukuran lebih besar, khususnya pada perlakuan padat penebaran tertinggi. Hal tersebut didukung dengan data kematian harian yang berbeda dengan jumlah panen yang dilakukan di akhir pemeliharaan (Lampiran 4a). Data koefisien keragaman yang menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran yang dilakukan berpengaruh secara nyata (p<0,05) terhadap nilai koefisien keragaman, sehingga benih yang dihasilkan selama percobaan cenderung beragam, terutama pada padat penebaran 50 ekor/liter sedangkan benih yang lebih seragam dihasilkan pada padat penebaran 45 ekor/liter. Pada perlakuan 45 ekor/liter diketahui bahwa nilai koefisien keragaman panjangnya lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya meskipun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 35 dan 40 ekor/liter. Hal tersebut diduga karena pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, pakan dapat dimanfaatkan secara merata, sehingga menghasilkan pertumbuhan benih yang hampir seragam sedangkan pada perlakuan 35, 40 dan 50 ekor/liter, pakan yang diberikan tidak termanfaatkan karena terlalu berlebihan. Data koefisien keragaman ini juga mendukung dari data kelangsungan hidup benih lele yang cenderung menurun pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter yang diduga disebabkan ukuran benih yang beragam. Seperti yang dikemukakan oleh Lovell (1989) dalam Hartini (2002), jika ukuran benih beragam, menyebabkan kesempatan mendapatkan makanan akan berbeda, dimana benih yang berukuran besar mendapatkan kesempatan menguasai makanan daripada ikan kecil karena ditunjang ukuran tubuhnya.

17 Perlakuan padat penebaran yang dilakukan tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) terhadap feed convertion ratio (FCR). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa nilai FCR semakin meningkat sejalan dengan peningkatan padat penebaran dengan nilai FCR tertinggi pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter, yakni sebesar 2,52±0,08 dan nilai FCR terendah pada padat penebaran 35 ekor/liter dengan nilai FCR sebesar 1,9±0,45. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan padat penebaran maka nilai konversi pakannya pun meningkat. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Suresh dan Lin (1992) yang menyatakan bahwa pada kepadatan yang meningkat, nilai konversi pakan ikan nila cenderung. Namun, menurut Zonneveld et al. (1991) kejadian yang berbeda pada ikan lele merupakan suatu pengecualian. Ikan lele memiliki organ pernapasan tambahan yang berfungsi sebagai alat pernapasan tambahan. Dengan adanya organ pernapasan tambahan tersebut memungkinkan ikan lele dapat secara langsung memanfaatkan oksigen dari udara luar jika terjadi penurunan kandungan oksigen di air. Oleh karena itu, pada ikan lele nilai konversi pakan yang didapat cenderung berbeda, yakni memungkinkan terjadinya peningkatan nilai konversi pakan sejalan peningkatan kepadatan. Hasil penelitian mengenai parameter biologi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter terhadap kinerja produksi pendederan untuk menghasilkan benih lele Sangkuriang ukuran 2-3 cm dengan ketinggian media 30 cm tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak dan feed conversion ratio (FCR), namun berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup nilai yield, dan koefisien keragaman panjang. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pada setiap parameter biologi, padat penebaran 45 ekor/liter merupakan padat tebar yang optimal karena nilai derajat kelangsungan hidupnya paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yakni mencapai 82,57%. Demikian pula dengan laju pertumbuhan biomassa (yield) yang mencapai 11,55 gram/hari. Hal tersebut juga ditunjang dengan ukuran benih yang seragam dengan nilai koefisien keragaman yang hanya sebesar 9,30% dan paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain.

18 Berdasarkan hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa lingkungan tempat ikan dipelihara masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan ikan. Hasil ini didukung oleh hasil pertumbuhan ikan yang baik (Gambar 2, 3 dan 4) dan penerapan teknologi ketinggian air 30 cm dapat menunjang kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan benih lele baik secara bioteknis maupun bioekonomis (Witjaksono, 2009). Salah satu parameter yang memberikan pengaruh besar pada perlakuan tersebut adalah kandungan oksigen terlarut. Ikan lele Sangkuriang mampu mentoleransi kandungan oksigen terlarut >3 mg/l (Rahman et al, 1992). Namun pada kisaran oksigen terlarut >2 mg/l, ikan lele dapat tumbuh meskipun lambat. Hal tersebut dapat terjadi karena ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescent organ yang memungkinkan benih ikan lele Sangkuriang untuk mengambil oksigen secara langsung di udara (Zonneveld et al., 1991). Kadar TAN selama pemeliharaan pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 0,73-1,32 gram/liter, 0,63-1,30 gram/liter, 0,68-1,42 gram/liter dan 0,64-1,55 gram/liter. Kadar TAN tersebut tergolong tinggi karena menurut Rahman et al., (1992) kadar TAN sebaiknya <1 mg/l atau berkisar antara 0,05-0,2 (Wedemeyer, 2001). Namun, menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) dalam Effendi (2003), tingkat toleransi ikan terhadap TAN pada umumnya dapat mencapai 1,37-2,2 mg/l. TAN tersebut akan menjadi toksik jika kandungan oksigen di air rendah. Maka diperlukan peningkatan oksigen di air agar mengurangi toksisitasnya. Peningkatan kadar oksigen di air dapat dilakukan salah satunya dengan dengan pergantian air dan pemberian aerasi (Goddard, 1996). Oleh karena itu, pergantian air 100% setiap hari dan pemberian aerasi pada media pemeliharaan diharapkan mampu mengurangi kandungan amonia di air sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan secara signifikan. Kisaran alkalinitas selama pemeliharaan pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 24-76 mg/l CaCO3, 28-80 mg/l CaCO3, 24-76 mg/l CaCO3 dan 20-84 mg/l CaCO3. Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan ph. Perairan yang mengandung alkalinitas

19 20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil (Boyd, 1990). Berdasarkan data tersebut, pada padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter menunjukkan kapasitas penyangga yang relatif stabil karena kisaran alkalinitas di atas 20 mg/l CaCO 3. Analisis usaha pada Tabel 2 menunjukkan bahwa keuntungan terbesar terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu Rp 2.945.772 per tahun dan kerugian terbesar terjadi pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, yakni sebesar Rp 1.203.572. Dengan demikian peningkatan kepadatan dapat meningkatkan penerimaan dan keuntungan namun hanya mencapai kepadatan maksimal yakni pada kepadatan 45 ekor/liter. Menurut Boyd (1990), pertumbuhan dan kelangsungan hidup dipengaruhi kepadatan populasi, metabolisme ikan, pergantian air, dan suhu. Oleh karena itu, dengan adanya kepadatan populasi yang optimal dalam penerapan teknologi ketinggian air 30 cm dapat menciptakan kondisi air yang cenderung baik sehingga ikan dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Analisis R/C digunakan untuk mengetahui setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai rupiah penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar (Rahardi et al., 1998). Nilai R/C (Tabel 2) terendah terdapat pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter yaitu sebesar 0,91 yang berarti dengan pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 terjadi kerugian sebesar Rp 0,09. Nilai R/C tertinggi terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu sebesar 1,20. Sedangkan nilai R/C pada padat penebaran 40 dan 50 secara berturut-turut, yaitu 1,09 dan 1,04. Seperti halnya dengan penerimaan dan keutungan, hasil R/C juga menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan dapat meningkatkan nilai R/C namun hanya mencapai kepadatan maksimal yakni pada kepadatan 45 ekor/liter. Nilai BEPp pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, yaitu sebesar Rp 13.924.372 dan BEPu sebanyak 207.705 ekor, artinya titik impas pada perlakuan perlakuan dicapai saat penerimaan mencapai Rp 13.924.372 dengan produksi benih sebanyak 207.705 ekor. Pada perlakuan 40 ekor/liter nilai BEPp sebesar Rp 14.483.140 dan BEPu sebanyak 207.824 ekor, artinya titik impas

20 dicapai saat penerimaan mencapai Rp14.483.140 dengan produksi benih sebanyak 207.824 ekor. Pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, nilai BEPp sebesar Rp15.031.828 dan BEPu sebanyak 207.933 ekor, artinya titik impas pada perlakuan tersebut dicapai saat penerimaan mencapai Rp15.031.828 dengan produksi benih sebanyak 207.933 ekor. Sedangkan pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter dicapai BEP tertinggi yaitu BEPp sebesar Rp15.354.556 dan BEPu sebanyak 207.994 ekor, artinya titik impas pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter dicapai saat penerimaan mencapai Rp15.354.556 dengan produksi benih sebanyak 207.994 ekor. Payback periode (PP) adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui lamanya waktu pengembalian modal. Nilai PP pada perlakuan padat penebaran 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 72, 31 dan 160 bulan. Berdasarkan nilai PP tersebut diketahui bahwa pengembalian modal tercepat terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter. Namun untuk perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter nilai PP tersebut tidak dapat dihitung karena nilai keuntungan usahanya tidak ada (rugi). Berdasarkan Tabel 2 diketahui nilai harga pokok produksi (HPP) pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah Rp 59,86; Rp 52,61; Rp 47,78; dan Rp 55,51. Harga pokok produksi terendah terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu Rp 47,78 per ekor. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan tidak terdapat selisih antara harga jual benih per ekor dengan harga pokok produksi. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh tidak terlalu besar namun apabila dibandingkan dengan perlakuan lain, pada perlakuan 45 ekor/liter, harga pokok produksi cenderung lebih besar dari harga penjualan sehingga mengalami kerugian. Oleh karena itu perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter akan menghasilkan keuntungan yang terbesar. Dari hasil perhitungan analisis usaha diketahui bahwa perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter merupakan perlakuan yang ideal baik secara bioteknis maupun bioekonomis, yang dapat terlihat dari besarnya keuntungan, kecilnya harga pokok produksi, tingginya nilai R/C, dan waktu pengembalian investasi yang relatif cepat.