BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis disebut juga sebagai perilaku yang dilakukan untuk mencapai suatu maksud yang dirasa manusia ada di alam supranatural. Keberadaan mantra di masyarakat sangat bergantung pada tingkat kepercayaan masyarakat. Kepercayaan terhadap adanya jiwa yang menguasai alam sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan alam sekitar merupakan dasar adanya mantra yang digunakan masyarakat. itulah yang diungkapkan Rusyana dalam bukunya yang meneliti Pantun dan Folklor Sunda yang berjudul Bagbagan Puisi Mantra Sunda (1970, hlm. 3-5). Mantra terdiri dari Asihan, Ajian, Jangjawokan, Jampi, Singlar, dan Rajah. Asihan adalah salah satu jenis mantra yang dimiliki masyarakat Sunda. Asihan berasal dari bahasa Sunda, asih yang artinya sayang, sedangkan masyarakat Sunda biasa menyebutkan pangasih yang artinya pemberian kasih sayang. Asihan adalah puisi mantra yang digunakan untuk mempengaruhi sukma atau hati orang lain yang disukai atau dihormati. Sehingga mempunyai ikatan dengan yang menggunakan Asihan ini (Rusyana 1970, hlm. 3-11). Mantra Asihan yang termasuk puisi lisan yang merupakan tradisi lisan atau folklor lisan sebagai karakteristik atau tradisi suatu masyarakat khususnya masyarakat Sunda. Asihan memiliki unsur magis seperti dijelaskan oleh Rusyana (1970, hlm. 3-12) bahwa mantra termasuk puisi magis. Munculnya daya magis dan kekuatan puisi itu dipengaruhi oleh sugesti yang ditimbulkan oleh kata dan bunyi yang berulang kali diucapkan, juga karena dalam teks asihan terdapat kalimat-kalimat yang menunjukan pemujaan terhadap Karuhun dan Tokoh-tokoh yang dianggap Agung seperti kepada Rasul, Nabi Sulaeman, Nabi Musa, Prabu Tadji Sunan Gunung Jati, sampai Semar pun turut disebut dalam Asihan. Asihan itu sama dengan Gendam dan Pelet yang sebenarnya sama saja fungsinya untuk 1
2 mempengaruhi sukma atau hati orang lain serta biasanya digunakan oleh para lelaki terhadap perempuan yang disukai atau dicintai. Secara umum Mantra Asihan Diri tidak ada perbedaan dengan Asihan lainnya. Namun secara khusus mantra Asihan Diri ada beberapa kelebihan seperti tujuannya tidak hanya untuk mempengaruhi sukma orang yang dicintai atau dihormati, namun siapa saja yang ingin di pengaruhi sukmannya seperti orangorang yang dianggap membahayakan, mengancam, dan menguasai diri pengguna mantra Asihan Diri ini. Mantra Asihan Diri (MAD) tidak bisa sembarang dituturkan oleh sembarang orang, karena Asihan memiliki kekuatan magis dan sifatnya sakral. Maka dari itu MAD dibedakan dengan mantra lainya yaitu proses penuturan yang sebelumnya ada ritual. Ritual yang harus dijalani calon penutur yaitu adanya persyaratan seperti berpuasa, melakukan dzikir, ritual meminta izin kepada leluhur calon penutur. Karena setiap orang khususnya masyarakat sunda di kabupaten Sukabumi percaya bahwa leluhur mereka ada hubungannya dengan MAD yang akan dipergunakan. Bukan hanya ritual sebelum menggunakan MAD, namun ada pantangan yang harus dipatuhi. Ada penelitian yang sebelumnya dari Saputra tahun 2013 yang berjudul Analisis Struktur, Fungsi, dan Kontek Penuturan Asihan Diri. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tersebut MAD bertujuan untuk mempengaruhi sukma orang Asing yaitu bangsa Cina dan Belanda. MAD ini sebenarnya lahir bukan dari Sukabumi melainkan berasal dari Banten, namun MAD di atas sudah menjadi tradisi di Sukabumi. MAD ini digunakan oleh informan selama merantau di Jakarta. Informan menggunakan MAD ini bertujuan untuk melancarkan pekerjaannya sebagai pemegang proyek bangunan. Mantra ini digunakan untuk mendekati atasan informan dan keluarganya untuk melancarkan usahanya agar tetap percaya terhadap informan untuk memegang proyek-proyek lainnya. Atasan informan dan keluarganya diketahui asli keturunan Cina atau biasa masyarakat Indonesia menyebut orang Tionghoa. Penuturan MAD tersebut memiliki ritual yang harus dilakukan. Informan menjelaskan bahwa setelah calon penutur menyelesaikan ritual sebelum menggunakan MAD ini, calon penutur bisa
3 dianggap sudah menjadi penutur yang siap menggunakan MAD. Meskipun MAD ini dapat digunakan oleh semua orang, baik laki-laki atau perempuan, remaja atau dewasa, namun tetap tidak sembarang orang dapat melewati semua persyaratan dan pantangan dari MAD ini. MAD ini sangat besar kemungkinan terdapat di daerah yang masyarakat utamanya masyarakat sunda, adapun yang masih kuat tradisi mantranya seperti Sukabumi, Cianjur, Banten, Cirebon, dan Garut. Bahkan daerah-daerah perbatasan antara provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti Kota banjar, Ciamis, dan Indramayu, serta di luar daerah Sunda seperti Selawesi yang berada salah-satu penutur bekerja dan menetap di sana. Berdasarkan penjelasan di atas, tradisi MAD ini masih dimiliki sebagian kecil masyarakat Sunda di Sukabumi dan adanya kemungkinan maksud terciptanya untuk melawan dan memperdaya orang asing termasuk bangsa pejajah pada masa itu. Hubungannya dengan masa kini pun masih ada keberadaannya, namun sangat jarang masyarakat Sunda yang mempergunakannya. Seperti pembahasan di atas, salah satu penyebab jarangnya penggunaan puisi mantra ini adalah pergeseran pola pikir masyarakat masa kini sudah mulai modern, tidak percaya akan mantra-mantra karena teknologi yang semakin canggih dapat mengubah atau mempermudah segala aktivitas masyarakat yang haus akan kejayaan masa depan. Adapun hal-hal yang menyebab pudarnya tradisi lisan (Mantra Asihan Diri) yaitu ketika masyarakat sudah mulai meninggalkan tradisi, maka tidak dipungkiri bahwa sebenarnya masyarakat sudah meninggalkan nilai-nilai luhur yang dianutnya secara turun-temurun. Oleh karena itu, penelitian mengenai mantra menjadi penting dan bertujuan untuk menggali nilai-nilai kearifan dengan harapan supaya dapat diejawantahkan dalam kehidupan bermasyarakat saat ini dan selanjutnya. Bukan hanya untuk melestarikan budaya Sunda yang sudah jarang digunakan oleh masyarakat pemiliknya karena alasan modernisasi dan globalisasi informasi. Penelitian terhadap MAD dapat mengungkap pandangan masyarakat
4 Sunda yang berada di kota dan kabupaten Sukabumi terhadap bangsa Asing dan memperlihatkan karakteristik masyarakat Sunda di Sukabumi. Ada pun penelitian sebelumnya yang mengkaji Asihan yang dilakukan oleh Ayu Aningsih tahun 2013 yang berjudul Analisis Struktural Puisi Mantra di Désa Cengal Kecamatan Japara Kabupatén Kuningan Pikeun Bahan Pangajaran Aprésiasi Puisi di SMA. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini yaitu fokus kajiannya lebih terhadap MAD dan dari uraian di atas hanya menganalisis struktur yang ditujukan untuk pembelajaran di sekolah-sekolah. Penelitian ini lebih difokuskan untuk mendapatkan makna dalam MAD ini yaitu pandangan dunia orang Sunda terhadap bangsa Asing. Meskipun penelitian ini terfokus untuk mendapatkan makna MAD sebagai pandangan masyarakat sunda terhadap bangsa Asing, namun tetap mengkaji dengan mengumpulkan MAD yang ada di Sukabumi baik kota dan kabupaten melalui rekaman dan dianalisis secara struktur, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, makna, dan kemudian dilihat pandangan dunia orang Sunda dalam memandang MAD untuk memperjelas apa yang menjadi fokus dari penelitian ini yaitu pandangan masyarakat Sunda terhadap bangsa Asing berada di sekitarnya. Adapun penelitian mengenai pandangan dunia orang Sunda, peneliti mendapatkan satu penelitian. Penelitiannya adalah penelitian Warnaen dkk. (1987). Penelitian Warnaen berjudul Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. Penelitian ini diterbitkan oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian ini berusaha mengungkap pandangan hidup orang Sunda dalam kebudayaan lisan yang dimiliki oleh kolektif Sunda.Kemunkinan ada penelitian-penelitian lain yang kajiannya berhubungan dengan pandangan dunia orang Sunda, namun peneliti kesulitan menemukan penelitian tersebut karena kurangnya ketersediannya pustaka yang berhubungan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Pengamatan yang telah dilakukan terhadap judul-judul penelitian di atas, belum ada penelitian tentang tradisi lisan Sunda yang mengangkat Mantra Asihan Diri sebagai pandangan masyarakat sunda terhadap bangsa Asing. Maka dari itu,
5 peneliti merasa ini adalah suatu kesempatan untuk melakukan penelitian ini untuk menguak pandangan masyarakat Sunda terhadap orang Asing yang terkandung dalam MAD. Sebab penelitian ini akan dilaksanakan agar menjadi ajuan pustaka bagi masyarakat Nusantara untuk mengetahui pandangan masyarakat Sunda terhadap orang Asing, khususnya bagi masyarakat pemilik MAD. Kemudian akan menjadi salah-satu sumber pengetahuan dari dugaan adanya potret sejarah dalam MAD. B. Rumusan Masalah Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing yang tercemin dalam struktur mantra Asihan Diri di kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana konteks penuturan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi? 3. Bagaimana proses penciptaan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi? 4. Apa saja fungsi penuturan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan dunia masyarakat terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi? 5. Apa makna yang terkandung dalam mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan pada rumusan masalah, yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan: 1. Pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing yang tercemin dalam struktur mantra Asihan Diri di kabupaten Sukabumi.
6 2. Konteks penuturan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi. 3. Proses penciptaan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan dunia masyarakat terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi. 4. Fungsi penuturan mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi. 5. Makna yang terkandung dalam mantra Asihan Diri yang berhubungan dengan pandangan masyarakat sunda terhadap orang bangsa asing di kabupaten Sukabumi. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis: a. Memberikan pemahaman bahwa mantra Asihan Diri adalah bentuk tradisi lisan yang termasuk jenis mantra Asihan. b. Menambah khazanah penelitian sastra lisan yang berkaitan dengan mantra Asihan Diri. c. Menambah kepustakaan penelitian mengenai mantra Asihan, khususnya mantra Asihan Diri. 2. Manfaat Praktis: a. Pendokumentasian tradisi lisan sebagai langkah melestraikan warisan budaya. b. Memberikan pemahaman bahwa Asihan memiliki peranan penting di masyarakat khususnya MAD. c. Memberikan pemahaman bahwa mantra Asihan Diri tidak selamanya berpengaruh negatif bagi masyarakat, khususnya masyarakat Sunda. d. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan MAD. E. Penjelasan Istilah
7 Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep maupun peristilahan. Konsep dan peristilahan tersebut akan diuraikan di bagian ini untuk mencegah terjadinya kekaburan makna. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini. 1. Asihan Diri adalah mantra sejenis dengan mantra Asihan yaitu mantra untuk mempengaruhi sukma orang bangsa asing untuk mengasihi dan menyayangi kepada pengguna mantra ini. 2. Pandangan, nilai yang menentukan sikap pemilik mantra Asihan Diri. 3. Pandangan masyarakat sunda terhadap orang asing, nilai yang menentukan sikap orang sunda terhadap orang asing yang terkandung dalam MAD. 4. Analisis struktur adalah analisis terhadap bagian-bagian pembangun MAD yaitu formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, gaya bahasa, diksi dan tema. 5. Konteks penuturan adalah gambaran situasi atau peristiwa bagaimana MAD dituturkan serta bagaimana kondisi budaya masyarakat pemilik MAD. 6. Proses penciptaan, ialah bagaimana cara penciptaan MAD ketika dituturkan. 7. Proses pewarisan, yaitu bagaimana cara penutur mewarisi MAD. 8. Fungsi, ialah fungsi MAD bagi masyarakat pemiliknya. 9. Makna, maksud yang terkandung dalam MAD. F. Struktur Organisasi Skripsi Kajian ini terdiri atas 5 bab. Bab 1 adalah pendahuluan, bab ini dipaparkan latar belakang penelitian, masalah yang dibahas dalam penelitian, rumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat masalah, uraian penjelasan mengenai istilah-istilah khusus, dan struktur organisasi skripsi yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 2 yaitu kajian pustaka. Bab ini dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam kajian. Pada Bab 2 juga dipaparkan mengenai penelitianpenelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Bab 3 ialah metode penelitian, dalam bagian tersebut dipaparkan mengenai pendekatan penelitian yang dilakukan, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, objek penelitian, prosedur penelitian yang dilakukan, teknik pengumpulan data, dan
8 instrumen penelitian. Bab 4 adalah hasil penelitian, pada bagian ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai objek penelitian. Bab 5 yakni bab penutup dalam kajian ini. Bab ini terdiri atas kesimpulan dari hasil pembahasan dan rekomendasi yang diajukan untuk penelitian selanjutnya. Bab 5 ini dipaparkan daftar bahan bacaan yang menjadi acuan dalam penulisan kajian ini, bagian tersebut terdapat pada daftar pustaka dalam kajian ini.