JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

dokumen-dokumen yang mirip
KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAH HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA SERTIFIKAT GANDA HAK ATAS TANAH

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

KEPASTIAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI BUKTI KEPEMILIKAN BIDANG TANAH

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

ANALISIS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MATARAM NOMOR 52/G/2010/PTUN.MTR TERHADAP PEMBATALAN SERTIFIKAT PENGGANTI HAK MILIK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

NONI WULANDARI LUBIS ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah,

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PROSES JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB II PRINSIP PRINSIP DASAR UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN TANAH. A. Gambaran Umum Pendaftaran Tanah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSISTAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keywords: Legal Protection, Good Faith Buyers, Suspension and Confiscation Certificate

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

Transkripsi:

JURNAL KARYA ILMIAH KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover Oleh: I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM KOTA MATARAM 2016

Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Oleh: I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 Menyetujui, Pembimbing Pertama, Dr. H. Arba, S.H., M.Hum. NIP. 19621231 198903 1 018

KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hukum dan menganalisa hukum sertifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dalam putusan pengadilan No. 31/PDT.G/2011/PN.MTR, dan dirancang dengan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertipikat bukan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang mutlak. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1). Sertipikat Hak Milik atas tanah merupakan alat bukti pemilikan yang kuat selama data fisik maupun data yuridisnya benar; (2). Kekuatan hukum sertipikat dilihat dari dua hal, yaitu: a). Syarat materiil menyangkut: subyeknya, obyeknya dan alas haknya; serta b). Syarat formil menyangkut: kewenangan pejabat yang menetapkan, prosedur pembuatannya, serta substansinya. Kata kunci : kekuatan hukum, sertipikat hak milik. LEGAL STRENGTH OF LAND CERTIFICATE AS THE PROOF OF LAND-OWNERSHIP (A LAND CASE STUDY AT COUNTY COURT OF MATARAM) ABSTRACT This research is aimed to understand the legal strength and to make legal analysis of land certificate as the evidence of land-ownership in verdict No. 31/PDT.G/2011/PN.MTR, which arranged in normative method of legal research. The result of this research shows that land certificate is not a prima facie evidence of land-ownership. Contclution of the study are: (1). Land certificate is a strong evidence of land-ownership as long as the phisical and juristical data it contained are true; (2). Legal strength of the land certificate can be observed by two, which are: a). Material proviso which are about: its subject, object and title of rights, and b). Formal proviso which are about: the competence of the authorized official, its procedure and its subtances. Keywords : legal strength, certificate of land-ownership.

i I. PENDAHULUAN Tanah memiliki peran sangat penting karena sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tanah, baik sebagai sebagai tempat tinggal maupun sebagai faktor produksi. Lajunya pembangunan yang disertai dengan pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat, akan tetapi hal itu tidak sebanding dengan persediaan tanah yang relatif tetap yang menyebabkan munculnya berbagai permasalahan pertanahan. Dalam rangka kepastian mengenai status hukum suatu bidang tanahyang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat pemegang hak atas tanah, terhadap hak-hak atas tanah dilaksanakan melalui pendaftaran hak atas tanah. Dasar pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah tersebut adalah UUPA (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria) dengan PP Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961 yang diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah) sebagai aturan pelaksananya. Adanya sertipikat hak atas tanah belumlah menjamin kepastian hukum bagi pemegangnya karena dalam peraturannya sendiri memberi peluang bagi pihak lain yang merasa memiliki tanah untuk dapat menggugat pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat secara keperdataan ke Peradilan Umum, atau menggugat Kepala BPN/Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ke PTUN. Dengan memperhatikan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah mengenai: (1) Bagaimana kekuatan hukum sertipikat hak milik atas tanah sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas tanah? (2). Bagaimana

ii pertimbangan hukum hakim dalam putusan pembatalan atau pencabutan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan terhadap perkara perdata No. 31/PDT.G/2011/PN.MTR.? Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum sertipikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan untuk mengetahui analisis hukum putusan pengadilan terhadap perkara perdata No. 31/PDT.G/2011/PN.MTR. Karya tulis ini dirancang dengan tipe penelitian hukum normatif dengan menggunakan 3 (tiga) metode pendekatan, yaitu: (1). Pendekatan undang-undang (Statute Approach; (2). Pendekatan konseptual (Conceptual Approach); (3). Pendekatan kasus (case approach). 1 1 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Edisi I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 57.

iii II. PEMBAHASAN Kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana termuat dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA yang dijabarkan dalam PP No. 24 Tahun 1997, secara yuridis-teknis mencakup pendaftaran tanah untuk pertama kali (opzet atau initial registration) dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (bijhouding atau maintenance). 2 Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar menurut PP No. 10 Tahun 1961 atau PP No. 24 Tahun 199 3 yang dilaksanakan melalui 2 (dua) cara, yaitu: (1). Pendaftaran tanah secara sistematik, adalah pendaftaran tanah secara massal, baik atas inisiatif pemerintah maupun swadaya masyarakat (atas inisiatif pemegang hak atas tanah); (2). Pendaftaran tanah secara sporadis adalah pendaftaran tanah yang dilakukan atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan, baik secara perseorangan (individual) maupun massal. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, menurut Pasal 1 angka 12 PP No. 24 Tahun 1997 adalah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian atas tanah yang sudah terdaftar. 4 Hak milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat 2 3 4 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cet. III Edisi I, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2013 (Buku II), hlm. 340. Ibid., hlm. 341. Ibid.

iv ketentuan Pasal 6 UUPA. 5 Dalam UUPA, istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26. Dalam pasal-pasal lain disebutkan sebagai dialihkan. 6 Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Beralih berarti berpindahnya hak milik atas tanah terjadi karena suatu peristiwa hukum, misalnya karena meninggalnya pemilik hak atas tanah sehingga secara hukum berpindah kepada ahli waris. Dialihkan atau pemindahan hak artinya berpindahnya hak milik atas tanah terjadi karena adanya suatu perbuatan hukum, misalnya jual beli, tukar-menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan, lelang, dan lain-lain. 7 Jual beli tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya, yaitu: 1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3). Suatu hal tertentu; 4). Suatu sebab yang halal. 8 Pasal 5 PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan dengan tegas bahwa instansi pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah di Indonesia adalah BPNRI. Selanjutnya, dalam Pasal 6 ayat (1) menentukan bahwa: Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain. 9 5 6 7 8 9 Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Cet. III Edisi I, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2013 (Buku I), hlm. 92. Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cet. IV Edisi I, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 (Buku I), hlm.76. Urip Santoso (Buku I), op.cit., hlm. 93. Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 73. Urip Santoso (Buku II), op.cit., hlm. 315.

v Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan perundang-undangan. 10 Tugas pokok PPAT ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuatkan akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah karena suatu perbuatan hukum. 11 Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998 dan Pasal 95 PMNA No. 37 Tahun 1997 ditentukan macammacam akta yang kewenangan pembuatannya diserahkan kepada PPAT untuk dijadikan dasar perubahan data pendaftaran tanah, salah satunya adalah akta jual beli. Menurut Pasal 3 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998 jo. Pasal 3 ayat (1) Perka BPN No. 1 Tahun 2006, akta yang dibuat oleh PPAT adalah akta autentik. 12 Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana ketentuan Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 adalah untuk memberi jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang haknya yang terdaftar agar dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 13 Sebagai jaminan kekuatan hukum Sertipikat Hak Milik atas tanah, Pasal 32 ayat (1) PP No 24 Tahun 1997 menentukan bahwa: 10 11 12 13 Ibid. Ibid., hlm. 339. Ibid., hlm. 350. Ibid., hlm. 259.

vi Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum maka kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah. Sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar dinyatakan terbuka untuk umum sesuai dengan asas publisitas. 14 Beberapa ahli agraria di Indonesia menyebutkan bahwa sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia menganut sistem Torrens. 15 Dalam pelaksanaan sistem ini orang yang berhak atas suatu bidang tanah harus memohon untuk dilakukan pendaftaran atas tanahnya agar negara dapat memberikan bukti haknya. Kemudian dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah. 16 Tujuan dari ditelitinya alas hak ini akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis sehingga Panitia Ajudikasi atau Panitia Pemeriksaan Tanah dapat berkesimpulan bahwa tanah yang dimohon untuk didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk diberikan haknya sesuai yang dimohonkan, serta tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti tidak ada sengketa dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya. 17 Menurut Suardi, indikator tersebut bermakna mendukung asas 14 15 16 17 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Cet. III, Mandar Maju, Bandung, Juli 2012, hlm. 169. Ibid., hlm. 114. AP. Parlidungan dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, ibid. Ibid., hlm. 115.

vii publisitas dan asas spesialitas dari pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Indonesia. 18 Data yang dimuat dalam sertipikat adalah data fisik dan data yuridis. Dalam Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997, data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang didaftar, serta keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain, serta pembebanannya. Data fisik dan yuridis yang tercantum dalam sertipikat diambil dari buku tanah yang adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. 19 Terkait dengan lembaga pengumuman, dalam pendaftaran tanah dikenal adanya 2 (dua) macam sistem publikasi, yaitu: sistem publikasi (stelsel) negatif dan sistem publikasi (stelsel) positif. 20 Sistem pendaftaran tanah di Indonesia dikategorikan menganut sistem campuran, yaitu sistem negatif yang bertendensi positif, 21 atau sistem publikasi negatif yang tidak murni. 22 Menurut Urip Santoso dapat dilihat dari ciri-ciri: (1). Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian yang mutlak; (2). Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of title), bukan sistem pendaftaran akta (registration 18 19 20 21 22 Suardi dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, ibid., hlm. 115. Urip Santoso (Buku II), op.cit., hlm. 260. Ibid., hlm. 263. Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, op.cit., hlm. 174. Urip Santoso (Buku II), op.cit., hlm. 270.

viii of deed); (3). Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat; (4). Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik dan data yuridis; (5). Tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan jaminan kepastian hukum; (6). Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertipikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertipikat atau mengajukan gugatan ke pengadilan agar sertipikat dinyatakan tidak sah. 23 Berdasarkan asas publisitas, sifat terbuka data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun yang berkepentingan berhak untuk mengetahui keterangan yang diperlukan dengan mengajukan permohonan kepada BPN melalui prosedur yang berlaku. 24 Sertipikat hak milik atas tanah adalah hasil dari kegiatan pendaftaran tanah, sementara pendaftaran tanah terjadi setelah adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah (hibah dan jual beli). Agar Sertipikat hak milik atas tanah mempunyai kekuatan hukum yang kuat, harus terlebih dahulu memenuhi syarat yang berlaku dalam hukum perikatan, yaitu Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Adrian Sutedi, sehubungan dengan kekuatan hukum SHM atas tanah, ada 2 (dua) macam syarat peralihan hak, yaitu: (1). Syarat materiil, adalah syarat yang bersifat esensial yang sangat menentukan keabsahan jual beli tanah tersebut, dan; (2) Syarat formil. 25 23 24 25 Ibid., hlm. 271. Lihat di http://site.bpn.go.id/o/layanan-pertanahan.aspx, diakses tanggal 19 Mei 2016 pukul 11.00. Adrian Sutedi (Buku I), op.cit., hlm. 77-78.

ix Lahirnya suatu Sertipikat Hak Milik atas tanah didahului oleh adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah yang dilaksanakan menurut hukum perikatan. Dalam hukum perikatan, menurut Salim H.S., batalnya perikatan diatur dalam Pasal 1446-1456 KUH Perdata. Ada 3 (tiga) penyebab batalnya kontrak, yaitu: (1). Perjanjian dibuat oleh orang yang belum dewasa dan di bawah pengampuan; (2). Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang diisyaratkan dalam undang-undang; (3). Adanya cacat kehendak (wilsgebreken), yang dibedakan menjadi: a). Kekhilafan (dwalling), yaitu penggambaran yang keliru mengenai orangnya (subyek) maupun obyek perjanjiannya; b). Paksaan (dwang), yaitu suatu ancaman yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau pihak ketiga sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat terhadap diri maupun harta bendanya; c). Penipuan (bedrog), adalah dengan sengaja mengajukan gambaran atau fakta yang salah dalam suatu perjanjian; d). Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden; undue influence), adalah suatu paksaan moral yang didasarkan pada penyalahgunaan keadaan ekonomis maupun psikologis salah satu pihak. 26 Dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No 24 Tahun 1997 terkandung pengertian bahwa setiap orang dapat mempermasalahkan kebenaran suatu sertifikat tanah. Dan jika mempunyai bukti ketidakbenaran hak atas tanah tersebut, maka sertifikat tersebut dapat dimintakan pembatalan atau pencabutan ke pengadilan atau badan administrasi pemerintahan yang berwenang. Dalam Pasal 26 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cet. VIII, Sinar Grafika, Jakarta, Mei 2011, hlm.172.

x 54 ayat (1) Perka BPN No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya. Menurut Pasal 18 UUPA hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan syarat tertentu yaitu pertimbangan kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan rakyat dengan cara-cara yang diatur dengan undang-undang. Kemudian Pasal 23 ayat (1) UUPA menentukan bahwa hak milik (peralihan maupun hapusnya) harus didaftarkan sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya serta sahnya peralihan tersebut. Berakhirnya keputusan administrasi pemerintahan dalam Pasal 68 ayat (1) UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan apabila: a. Habis masa berlakunya; b. Dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang; c. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan Pengadilan; atau d. Diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sertipikat Hak Milik atas tanah adalah sebagai alat bukti yang kuat atas hak milik atas tanah asal memenuhi syarat materiil maupun formilnya. Syarat materiil, adalah syarat yang terkait dengan substansi dari sertipikat tersebut mengenai subyek, obyek maupun alas haknya, yaitu: (1). Subyeknya, yaitu bahwa pemegang hak milik atas tanah harus memenuhi syarat subyektif menurut UUPA bahwa hanya WNI atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang dapat memiliki hak milik atas tanah di Indonesia, serta memenuhi unsur subyektif dalam hukum perikatan sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata. Subyek ini juga mensyaratkan bahwa hanya pemiliknya yang

xi sah yang berhak untuk mengalihkan hak atas tanah; (2). Obyeknya, yaitu bahwa tanah hak yang bersangkutan haruslah jelas data fisiknya, boleh (tidak dilarang) untuk diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa; (3). Alas haknya, yaitu menyangkut data yuridis bagaimana proses peralihan hak atas tanah tersebut yang bebas dari unsur kecacatan secara hukum. Syarat formil, adalah syarat yang terkait dengan sisi administratif dari kegiatan pendaftaran tanah dimana syarat sahnya suatu keputusan (SHM atas tanah) dikaji menurut ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu: (1). Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu kewenangan pejabat pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh BPN dengan dibantu PPAT sebagai pelaksana administrasi hukum pertanahan; (2). Dibuat sesuai prosedur, yaitu bahwa terbitnya suatu sertipikat harus melalui suatu tata cara penetapan keputusan yang sesuai dengan persyaratan dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau prosedur operasional standar penerbitan sertipikat yang berlaku di BPN; (3). Substansi yang sesuai dengan objek keputusan, yaitu sesuai antara materi yang dikehendaki dengan rumusan dalam keputusan yang dibuat, misalnya tidak terdapat konflik kepentingan, bebas dari cacat yuridis, dibuat tidak dengan paksaan fisik atau psikis, maupun dengan tipuan. Keputusan administrasi pemerintahan (SHM atas tanah) yang batal karena putusan pengadilan, pejabat pemerintahan di BPN wajib mengeluarkan keputusan pembatalan dan kemudian wajib untuk menetapkan keputusan yang baru yang mengembalikan hak Pihak Penggugat.

xii III. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1). Sertipikat Hak Milik atas tanah bukanlah sebagai alat bukti hak pemilikan tanah yang bersifat mutlak, atau tidak dapat diganggu gugat sebagaimana anggapan masyarakat umum, tetapi adalah sebagai alat pembuktian hak atas tanah yang kuat selama data fisik maupun data yuridisnya benar. Dengan demikian, masih terdapat peluang bagi orang lain yang merasa memiliki untuk mengajukan gugatan untuk membuktikan bahwa dialah sebagai pemilik haknya yang sah. Untuk lebih menjamin kekuatan sertipikat tersebut, kebenaran data fisik dan yuridis tersebut haruslah memenuhi syarat materiil maupun formilnya. 2). Keseluruhan proses terjadinya suatu sertipikat hak milik atas tanah akan mempengaruhi penilaian Majelis Hakim terhadap kekuatan hukum sertipikat tersebut, yaitu berkaitan dengan syarat materiil maupun syarat formilnya. Syarat materiil adalah syarat yang terkait dengan substansi dari sertipikat tersebut mengenai data yuridis maupun data fisik tanahnya, yaitu mengenai: a) Subyeknya, b) Obyeknya, serta c). Alas haknya. Sedangkan syarat formil terkait dengan sisi administratif dari kegiatan pendaftaran tanah, yaitu: a). Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; b). Dibuat sesuai prosedur; c). Substansi yang sesuai dengan objek keputusan.

DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan IV Edisi I, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 (Buku I). Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 (Buku II). Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan III, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011. M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Edisi I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Cetakan III, Mandar Maju, Bandung, Juli 2012. Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cetakan VIII, Sinar Grafika, Jakarta, Mei 2011. Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Cetakan III Edisi I, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2013 (Buku I). Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan III Edisi I, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2013 (Buku II). Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, LN. No. 104 Tahun 1960, TLN. No. 2043. Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. LN No. 117 Tahun 2004 TLN No. 4432. Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. LN No. 3 Tahun 2014 TLN No. 5491. Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, LN. No. 292 Tahun 2014, TLN. No. 5601. Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. LN No. 28 Tahun 1961 TLN No. 2344. Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, LN. No. 59 Tahun 1997, TLN. No. 3696. Kementerian Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Kementerian Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2011 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

Kementerian Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. http://site.bpn.go.id/o/layanan-pertanahan.aspx, diakses tanggal 19 Mei 2016 pukul 11.00. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5142a15699512/perbuatan-melawanhukum-dalam-hukum-perdata-dan-hukum-pidana, diakses tanggal 15 Mei 2016, pukul 17.00.