BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV EFEKTIVITAS PANITIA PENGAWAS PEMILU 2009 BERDASARKAN KINERJA PANITIA PENGAWAS PEMILU 2004

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II DISKRIPSI ORGANISASI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

Badan Pengawas Pemilihan Umum Selasa, 30 Mei 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

- 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I KETENTUAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA PENYELENGGARA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KPU KABUPATEN TABANAN Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tabanan sebagai suatu sub sistem dari Komisi Pemilihan Umum,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 perlu menambah struktur organisasi baru Pengawas Tempat Pemungutan Suara; b. bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemunguta

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Penegakan Hukum Pemilu

Paragraf 2 KPU Provinsi. Pasal 9

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB II PENGAWAS PEMILU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2003 SERTA RUANG LINGKUP DAN MEKANISME PENGAWASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

2 Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pen

Lampiran pertanyaan. Panwaslu Bantul. berapa jumlah yang sudah ditindaklanjuti?

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

72 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pengawas pemilu adalah Panitia Pengawas dengan tingkatan yang berbeda yang melakukan pengawasan terhadap seluruh proses penyelenggaraan pemilu. Pengawas pemilu adalah lembaga independen. Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat ikut campur. Walaupun pada akhirnya Pengawas pemilu bertanggung jawan kepada KPU dan mendapatkan sumber dana melalui KPU. Dalam hal ini indepedensi dari Panitia Pengawas Pemilu tidak lah berjalan dengan baik, di karena kan bagimana mungkin panitia pengawas pemilu dapat bertindak sebagai lembaga yang independen jika laporan pertanggung jawaban yang di buat nya, diberikan kepada KPU, yang dimana salah satu laporan pertanggung jawaban itu adalah mengenai hasil kerja dari KPU selaku Lembaga Penyelenggara pemilu sebagai mana yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Undang-undang nomor 12 tahun 2003 menetapkan tiga tugas dan wewenang pengawas pemilu: pertama, mengawasi pelaksanaan setiap tahapan pemilu; kedua, menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi pemilu dan tindak pidana pemilu; dan ketiga, menyelesaikan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu atau sengketa nonhasil pemilu. Dalam menjalankan tugas dan wewenang mengawasi setiap tahapan pemilu, apa yang dilakukan pengawas pemilu sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pemantau pemilu atau pengamat pemilu, yakni sama-sama mengkritik, mengimbau, dan memprotes apabila terdapat hal-hal yang menyimpang dari undang-undang. Karena dalam undang-undang ini tidak ada satu pun yang mengatur tentang apa yang harus dilakukan dari hasil pengawasannya terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu tersebut. Dalam menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu, pengawas pemilu menerima laporan pelanggaran atau menemukan adanya pelanggaran, lalu memastikan ada-tidaknya pelanggaran. Bila terjadi pelanggaran administrasi, pengawas merekomendasikan kepada KPU/KPUD agar diselesaikan; sedang bila ada pelanggaran pidana maka

73 rekomendasi diserahkan ke penyidik kepolisian. Panwas Pemilu mencatat pada Pemilu Legislatif 2004 terdapat 1.022 vonis. Sedangkan dalam Pemilu Presiden- Wakil Presiden 2004 terdapat 79 vonis. Angka-angka tersebut merupakan pencapaian yang luar biasa, mengingat pada Pemilu 1999 hanya terdapat empat vonis kasus pelanggaran (pidana) pemilu. Fakta ini menunjukkan bahwa keterlibatan aparat kepolisian dan kejaksaan dalam Panwas Pemilu berdampak signifikan terhadap penanganan kasus-kasus pelanggaran pidana. Soal sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilu diselesaikan oleh pengawas pemilu. Inilah satu-satunya masalah hukum yang bisa diselesaikan oleh pengawas pemilu hingga tuntas. Di sini posisi pengawas pemilu dapat menerima dan menyelesaikannya sesuai yang diamanat kan oleh undang-undang ini pada pasal 129. Bagaimanakah Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu mengatur mengenai Lembaga Pengawas Pemilu. Dalam UU No. 22/2007 Panwas Pemilu ditingkatkan statatusnya menjadi Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum). Dalam hal ini kedudukan Bawaslu tidak lagi sebagai subordinat KPU, tetapi disejajarkan dengan KPU. Mekanisme rekrutmen dan pengangkatan anggotanya pun dilakukan mirip dengan rekrutmen dan pengangkatan anggota KPU. UU No. 22/2007 juga memperluas wewenang Lembaga Pengawas Pemilu yang sebelum hanya memiliki wewenang mengawasi pelaksanaan setiap tahapan pemilu, menangani pelanggaran pemilu dan menyelesaikan sengketa, ditambah satu wewenang lagi, yakni merekomendasikan pemberhentian anggota KPU/KPUD dan panitia pemilihan yang diduga melakukan pelanggaran udang-undang pemilu dan kode etik. UU No.22/2007 berusaha memerinci tugas dan wewenang pengawas pemilu (yang terdiri dari Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Lapangan dan Panwaslu Luar Negeri), sehingga semua pihak yang terlibat dalam praktek penyelenggara pemilu tidak lagi melakukan multitafsir atas pelaksanaan fungsi-fungsi pengawasan. maka UU No. 22/2007 merincinya pada setiap tingkatan pengawas pemilu. Adapun perluasan tugas dan wewenang pengawas pemilu dalam UU No. 22/2007 meliputi tiga hal, yakni (1) mengawasi pelaksanaan rekomendasi pengenaan sanksi buat anggota KPU/KPUD dan

74 petugas pemilu, (2) mengawasi pelaksanaan sosialisasi, dan (3) melaksanakan tugas lain yang diperintahkan undang-undang. Secara khusus, Bawaslu juga mendapatkan tugas dan wewenang baru, yaknimengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu UU No. 22/2007 juga membuka ruang bagi Bawaslu untuk, melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditetapkan oleh undangundang. Selain menambah, UU No. 22/2007 juga mengurangi tugas dan wewenang pengawas pemilu. Yaitu menyelesaikan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu atau pilkada, oleh UU No. 22/2007 tugas dan dan wewenang tersebut dihapus. Kewajiban pengawas pemilu di semua tingkatan untuk menyampaikan temuan dan laporan kepada pengawas pemilu di atasnya berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota KPU/KPUD atau petugas pemilu yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan pemilu di wilayah kerjanya masing-masing. Pada tingkat nasional lembaga pengawas pemilu bersifat permanen, namun pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa, pengawas pemilu bersifat adhoc. Keberadaan lembaga pengawas pemilu sendiri tergantung kepada jenis pemilunya. Untuk pemilu yang bersifat nasional, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden, maka pengawas pemilu bersifat nasional; sementara untuk pilkada yang bersifat lokal, maka pengawas pilkada hanya berada di daerah yang menyelenggarakan pilkada saja. Untuk pemilu nasional, Bawaslu membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi (Panwaslu Provinsi) dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Lalu secara berjenjang Panwaslu Provinsi membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota (Panwaslu Kabupaten/Kota), Panwaslu Kabupaten/Kota membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan (Panwaslu Kecamatan), dan Panwaslu Kecamatan menunjuk Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa/kelurahan. Selanjutnya apabila akan digelar pemilu gubernur (pilkada gubernur), Bawaslu akan membentuk kembali Panwaslu Provinsi yang selanjutnya akan membentuk pengawas pemilu di bawahnya. Sedangkan apabila akan digelar pemilu bupati/walikota (pilkada bupati walikota), Bawaslu akan membentuk Panwaslu Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan membentuk pengawas pemilu di bawahnya. Dengan mekanisme pembentukan seperti itu, maka hubungan antar organisasi pengawas tersebut bersifat hirarkis.

75 Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan terdiri dari ketua merangkap anggota dan para anggota. Ketua bertanggungjawab atas seluruh kegiatan organisasi keluar, sementara para anggota memiliki tanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tertentu yang ditentukan dalam rapat pleno. Jumlah anggota Bawaslu 5 orang, Panwaslu Provinsi 3 orang, Panwaslu Kabupaten/Kota 3 orang, dan Panwaslu Kecamatan 3 orang. disetiap desa/kelurahan kini terdapat seorang Pengawas Pemilu Lapangan, dan di setiap kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri terdapat seorang Pengawas Pemilu Luar Negeri. keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik. Secara umum, persyaratan menjadi pengawas pemilu sama dengan persyaratan untuk menjadi anggota KPU/KPUD,. Hanya syarat kemampuan yang sedikit berbeda. Guna merekrut anggota Bawaslu, undangundang memerintahkan KPU untuk membentuk Tim Seleksi Anggota Bawaslu. Anggota Bawaslu diangkat oleh Presiden dan dilantik oleh Mahkamah Agung. Anggota Panwaslu Provinsi diangkat dan dilantik Bawaslu; anggota Panwaslu Kabupaten/Kota diangkat dan dilantik Panwaslu Provinsi; dan anggota Panwaslu Kecamatan diangkat dan dilantik Panwaslu Kabupaten/Kota. Selanjutnya Panwaslu Kecamatan mengangkat Pengawas Pemilu Lapangan dan Banwaslu mengangkat Pengawas Pemilu Luar Negeri. Tidak ada jaminan bagi anggota Panwaslu dan Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri untuk bisa mengakhiri masa kerjanya sampai tuntas. Pemberhentian pengawas pemilu dilakukan oleh lembaga yang mengangkatnya, dan penggantinya adalah mereka yang sebelumnya masuk peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh DPR, Bawaslu dan Panwaslu. UU No. 22/2007 menetapkan Bawaslu sebagai lembaga permanen bersama sekretariatnya. Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh Kepala Sekretariat Bawaslu yang merupakan jabatan struktural eselon II di lingkungan pegawai negeri sipil. Bawaslu mengajukan 3 calon Kepala Sekretariat Bawaslu kepada Menteri Dalam Negeri, selanjutnya Menteri Dalam Negeri memilih dan menetapkan salah satu di antaranya. Meskipun Kepala Sekretariat Bawaslu diangkat oleh Menteri Dalam Negeri, namun dia bekerja untuk dan bertanggungjawab kepada Bawaslu. Sejalan dengan yang di pusat,

76 Sekretariat Panwaslu di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan juga dipimpin oleh seorang kepala sekretariat. Mereka yang berasal dari pegawai negeri sipil itu memang diangkat dan diberhentikan oleh gubernur/bupati/walikota/camat, namun dalam keseharian mereka bekerja untuk dan bertanggungjawab kepada Panwaslu. Mengenai pendanaan, Sekretariat Bawaslu dibiayai oleh APBN. Untuk kepentingan pemilu legislatif dan pemilu presiden, biaya operasional Panwaslu dibebankan keada APBN, sedangkan untuk kepentingan pemilu kepala daerah, biaya operasional dibebankan kepada APBD. Mejadi tugas Kepala Sekretariat Bawaslu untuk mengkoordinasikan anggaran belanja Bawaslu, Panwaslu, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Lalu, Bagaimanakah efektivitas Bawaslu berdasarkan kinerja pengawas pemilu tahun 1999 dan 2004?. Secara administrasi negara, lembaga ad-hoc seperti pengawas pemilu pada Pemilu 2004, tidak dimungkinkan untuk memiliki suatu administrasi dan keuangan tersendiri, sebab tugasnya dibatasi waktu. Oleh karena itu, Panwas Pemilu anggaran dananya dimasukkan ke dalam APBN dan diambil dari KPU, sedangkan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota selain dari Pusat juga dibantu dari Pemerintah Daerah setempat. Pada titik inilah hubungan antara pengawas pemilu dengan KPU/KPUD sempat menimbulkan ketegangan karena, di satu pihak KPU/KPUD merasa terbebani, di lain pihak pengawas pemilu merasa tergantung kepada pihak lain. Sedangkan pada pemilu 2009 nanti lembaga pengawas pemilu tidak akan mengalami masalah yang sama lagi sehingga dalam hal ini lembaga pengawas pemilu, dalam hal ini Bawaslu, dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa kendala. Karena menurut UU nomor 22 tahun 2007, bawaslu sekarang bersifat tetap dan memiliki sekretariat yang juga bersifat tetap. Begitu pula panitia pengawas pemilu provinsi sampai dengan kecamatan memiliki sekretariat yang bertugas mengurusi pendanaan lembaga pengawas pemilu itu. Dan sumber pendanaan diambil dari APBN dan APBD. Kinerja bawaslu justru mengalami kemunduran dan melemahkan posisi dan fungsinya karena pada UU nomor 22 tahun 2007 tidak mencantumkan unsur kepolisian dan kejaksaan. Serta tidak ada pasal-pasal yang mengatur masalah penegakan hukum. Walaupun hal ini diatur pada UU nomor 10 tahun 2008. UU nomor 22 tahun 2007 tidak mengatur masalah sengketa pemilu sama sekali, yang dimana hal ini sudah dalam langkah

77 yang benar karena berdasarkan pengalaman pemilu 2009 bahwa putusan hasil sengketa yang dibuat oleh panitia pengawas pemilu mengenai sengketa yang berkenaan dengan penetapan KPU selalu diabaikan oleh penyelenggara pemilu. Sehingga nantinya dalam masalah sengketa apabila masih diatur oleh UU nomor 22 tahun 2007 hanya menambah banyak pekerjaan dan akan menjadi sia-sia karena putusan bawaslu nantinya juga tidak akan dilaksanakan, hanyalah putusan KPU yang akan dijalankan oleh penyelenggara pemilu. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mekanisme pengkoreksian keputusan KPU yang bersifat penetapan ke lembaga peradilan yang diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan pada UU nomor 12 tahun 2003 justru kinerja panitia pengawas pemilu lebih baik, dapat dilihat dari vonis kasus-kasus pelanggaran yang meningkat signifikan dibandingkan pada pemilu 1999 yang tidak mengatur tentang penegakan hukum dan tidak mencantumkan unsur kepolisian dan kejaksaan. Tapi dalam hal ini kinerja bawaslu tidak akan sama seperti kinerja Panwaslak Pemilu pada pemilu tahun 1999 karena Pengawas pemilu yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2007 dapat memberhentikan anggota KPU/KPUD yang melanggar aturan perundangundangan. Justru nantinya disinilah kekuatan lembaga pengawas pemilu meningkat jika dibandingkan dengan UU pemilu sebelumnya. Seperti yang kita ketahui pada pemilu 2004 panitia pengawas pemilu dibentuk dan bertanggung jawab kepada KPU dan juga bertugas mengawasi salah satunya kinerja dari KPU selaku penyelenggara pemilu hal ini diatur dalam UU nomor 12 tahun 2003. Jadi dapat dilihat independensi dari pengawas pemilu 2004 sangatlah lemah. Sedangkan pada UU nomor 22 tahun 2007 hal ini tidak terjadi lagi karena sekarang bawaslu bertanggung jawab kepada DPR dan Presiden. Dalam hal ini, independensi bawaslu dapat berdiri tegak dengan baik tanpa kendala yang berarti. Pada UU nomor 12 tahun 2003 maupun UU nomor 22 tahun 2007 tidak mengatur tentang keaktifan dari anggota lembaga pengawas pemilu untuk mencari laporan yang ada hanya menunggu laporan dapat dilihat dari tugas dan wewenang dari lembaga tersebut. Sehingga pada pemilu tahun 2009 nanti kinerja bawaslu akan sama dengan panwaslu pada pemilu 2004. UU nomor 22 tahun 2007 mengatur mengenai panitia pengawas lapangan yang dimana wilayah kerjanya ada di tingkat kelurahan/desa, namun dalam UU ini juga menghilangkan fungsi PPS

78 untuk melaksanakan penghitungan kertas suara pemilu dan penghitungan suara di TPS tidak lah menjadi masalah mengingat banyak nya orang yang mengawasi. Dalam hal ini, sebenarnya kinerja dari pengawas pemilu tidak terlalu dibutuhkan sehingga adanya panitia pengawas pemilu lapangan sebenarnya sia-sia dan merupakan pemborosan keuangan Negara. Lalu masalah hierarkis antara badan pengawas pemilu dengan panitia pengawas mulai dari provinsi sampai panitia pengawas sudah diatur dengan baik sehingga nantinya masalah pertanggungjawaban antar lembaga pengawas itu akan berjalan dengan baik pada pemilu 2009 nanti. Yang mana hal yang sama sebenarnya juga diatur dalam UU nomor 12 tahun 2003, sehingga nantinya (pemilu 2009) akan dapat dilihat panwas provinsi sampai daerah panwas kecamatan kinerjanya akan sama dengan panwas berdasarkan Pada pemilu 2004 dan Pilkada 2005+ yang diatur dalam UU nomor 12 tahun 2003 itu. 5.2 Saran Unsur kepolisisan dan kejaksaan seharusnya dicantumkan dalam UU nomor 22 tahun 2007 sebagai salah satu unsur dari anggota lembaga pengawasan pemilu karena berdasarkan pemilu 1999 dan 2004 dengan adanya unsur kejaksaan dan kepolisian vonis dari pelanggaran yang diajukan kepada panitia pengawas pemilu meningkat tajam pada pemilu 2004 dibandingkan dengan pemilu 1999. Seharusnya panitia pengawas pemilu lapangan yaitu pada tingkat desa dan kelurahan tidak perlu dibentuk mengingat pembebanannya ada pada kas negara yang begitu besar nantinya karena wilayah indonesia terdiri dari begitu banyak wilayah desa dan kelurahan, dan juga dikarenakan perubahan tugas dan wewenang PPS yang tidak lagi menghitung suara. Dan sekarang penghitungan suara ada di TPS, yang mana berdasarkan pengalaman pemilu 2004 dan pilkada 2005+ tidak ada masalah dalam penghitungan karena banyaknya orang yang menyaksikan. Begitu juga dengan panitia pengawas pemilu luar negeri mengingat jumlah yang tidak signifikan dari pemilih yang berada di luar negeri dan berdasarkan pengalaman praktek Pemilu 2004, kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan di luar negeri yang signifikan, bisa ditangani dan diselesaikan petugas pemilu. Jadi

79 keberadaan pengawas pemilu luar negeri tidaklah perlu dibentuk mengingat diperlukannya tenaga dan dana yang cukup besar untuk melatih dan membentuk panitia pengawas pemilu luar negeri, yang nantinya akan dibebankan lagi ke kas negara. Nantinya jika pemilu di Indonesia tidak lagi diwarnai banyak pelanggaran dan KPU dan KPUD mampu menjalankan fungsi pengawasan secara efektif maka tidaklah perlu dibentuk Lembaga pengawas pemilu yang berdiri sendiri tapi bersatu dalam badan penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Penyelenggaraan pemilu cukup diawasi oleh para peserta pemilu dan kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam pemantau pemilu. Berikutnya, pelanggaran administrasi yang terjadi dalam tahapan penyelenggaraan pemilu ditangani oleh penyelenggara; sedangkan tindak pidana pemilu langsung ditangani aparat kepolisian, kejaksaan, dan peradilan. Lagipula tidak ada keharusan standar demokrasi internasional yang mengharuskan adanya lembaga pengawas pemilu, begitu juga dinegara-negara maju yang demokratis tidak ada lembaga pengawas pemilu. Adanya lembaga pengawas pemilu yang berdiri sendiri hanya akan menambah beban keuangan negara yang sangatlah besar dalam membentuk lembaga tersebut dan melatih anggotanya.