Indikator Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

Pelaksanaan Ujicoba Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan. Oleh: Kartika Widyastuti Kepala Unit MPKP

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN TAHUN 2016 NI LUH INTEN LESTARI

Keywords: Promotive and Preventive Services, GPs (General Practitioners), JKN (National Health Insurance), BPJS (National Health Care Security)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 62 TAHUN 2018 TENTANG

APOTEKER, FKTP DAN ERA JKN. Oleh Helen Widaya, S.Farm, Apt

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) BPJS KESEHATAN PADA DOKTER KELUARGA DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BERPRESTASI

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2004

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

GAMBARAN PELAKSANAAN RUJUKAN RAWAT JALAN PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PUSKESMAS SE-KABUPATEN TABANAN TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Komponen input pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era JKN

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB 1 : PENDAHULUAN. health coverage di tahun Universal health coverage berarti setiap warga di

Dewi, et al., Identifikasi Pelayanan Promotif pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. Rekam medis menurut Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008. tentang Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang Undang Republik

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014

Hasil. Riset Implementasi JKN pada Pelayanan Primer Siklus 1. Konas IAKMI, 3-5 November 2016

Yuliansyah, et al, Analisis Stakeholder dalam Kebijakan Pemenuhan Fasilitas Kesehatan Tingkat...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis)

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah. satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan


BAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER. Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, fasilitas kesehatan telah mengalami pergeseran paradigma, dari

Analisis Kesiapan Obat Dalam Penegakan Diagnosa Wajib BPJS di Puskesmas Busalangga, Kabupaten Rote Ndao-Nusa Tenggara Timur

: RJTP Referral, BPJS Kesehatan, Puskesmas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN. Pembukaan Majenas II SPN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

panduan praktis Skrining Kesehatan

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OPTIMALISASI FUNGSI UTAMA PELAYANAN PRIMER BPJS KESEHATAN DAFTAR ISI

2.1.2 URAIAN TUGAS BERDASARKAN JABATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit

Transkripsi:

Indikator Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Surabaya Capitation Payment Indicators Based on Fulfillment of Service Commitment at FKTP in Surabaya Delvia Widaty Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Kabupaten Sidoarjo Email: dlvwidaty@gmail.com ABSTRACT Lack of patient visits to FKTP causes capitation not being optimally utilized. The purpose of this research is to analyze the causes of the unfullfilled capitation payment indicators based on fulfillment of service commitment at FKTP. The type of research used is observational with cross sectional design. Approach in the research is quantitative and qualitative. The research used total sampling, where population is secondary data covering result of indicator achievement from 62 Puskesmas, 31 DPP, and 97 Klinik Pratama in Surabaya. This research concluded that indicator of AK and RPPB at FKTP still not fulfill target of safe zone. AK can be caused by the lack of participants knowledge of FKTP services, limited resources, and BPJS Kesehatan online application that sometimes have interruptions. FKTP needs to provide promotions and education to participants, add resources and provide training to staff, advocate with health offices, and cooperation with other parties to help provide facilities. Whereas the target indicator of RPPB has not been achieved due to lack of socialization of Prolanic. FKTP expected to be able to run activities that are promotive and preventive in groups. Keywords: capitation, capitation payment indicators based on fulfillment of service commitment, FKTP ABSTRAK Kurangnya kunjungan pasien ke FKTP menyebabkan kapitasi tidak dimanfaatkan secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penyebab indikator pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan yang tidak terpenuhi pada FKTP. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancang bangun cross sectional. Pendekatan dalam penelitian yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menggunakan total sampling, dimana populasi adalah data sekunder hasil capaian indikator dari 62 Puskesmas, 31 DPP, dan 97 Klinik Pratama di Surabaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa indikator AK dan RPPB pada FKTP masih belum memenuhi. AK dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peserta tentang pelayanan di FKTP, keterbatasan sumber daya, serta aplikasi online BPJS Kesehatan yang terkadang mengalami gangguan. FKTP perlu memberikan promosi dan edukasi kepada peserta, melakukan penambahan sumber daya dan memberikan diklat kepada tenaga di FKTP, melakukan advokasi dengan Dinas Kesehatan, serta kerjasama dengan pihak lain untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana. Sedangkan target indikator RPPB belum tercapai karena kurangnya sosialisasi terkait Prolanis. FKTP diharapkan lebih mampu menjalankan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif secara berkelompok. Kata Kunci: FKTP, indikator pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan, kapitasi PENDAHULUAN Kapitasi merupakan besaran pembayaran perbulan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kapitasi yang diterima oleh setiap FKTP berbeda. Perbedaan jumlah kapitasi yang diterima oleh FKTP tidak hanya disebabkan oleh perbedaan jumlah pada peserta yang terdaftar dalam FKTP tersebut, tetapi juga karena hasil kredensialing maupun rekredensialing yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan. FKTP terdiri dari Puskesmas, praktik dokter, praktik dokter gigi, Klinik Pratama, Rumah Sakit Kelas D Pratama, dan seluruh fasilitas kesehatan yang setara. Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan adalah penyesuaian besaran tarif kapitasi berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakati bersama (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015). Hal ini berarti bahwa FKTP dapat menerima kapitasi secara maksimal ketika berhasil memenuhi indikator pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan. Indikator Pembayaran Kapitasi... 111 Widaty

Indikator yang menjadi penilaian dalam pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan antara lain Angka Kontak (AK), Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS), Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung (RPPB), dan Rasio Kunjungan Rumah (RKR) ke FKTP (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2016). Pada bulan Februari 2017 ditemukan 32 dari 62 Puskesmas, 26 dari 31 DPP, dan 59 dari 97 Klinik Pratama yang tidak memenuhi dalam indikator AK; 3 dari 31 DPP dan 19 dari 97 Klinik Pratama yang tidak memenuhi dalam indikator RRNS; serta 22 dari 62 Puskesmas, 21 dari 31 DPP, dan 56 dari 97 Klinik Pratama yang tidak memenuhi dalam indikator RPPB (Unit MPKP BPJS Surabaya, 2017). Tidak tercapainya indikator tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah pembayaran kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP sehingga akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penyebab dari tidak tercapainya indikator pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada FKTP untuk meningkatkan kinerjanya. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional, dimana peneliti tidak melakukan intervensi selama mengumpulkan data maupun informasi. Rancang bangun dari penelitian ini adalah cross sectional, dimana penelitian dilakukan pada satu saat atau periode. Pendekatan dalam penelitian ini yaitu secara kuantitatif menggunakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Surabaya sejak tanggal 6 Februari hingga 8 Maret 2017 dan secara kualitatif menggunakan wawancara bersama Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya untuk mendapatkan data yang menunjang. Populasi dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi hasil capaian indikator dari 62 Puskesmas, 31 Dokter Praktik Perorangan (DPP), dan 97 Klinik Pratama di Surabaya. Tidak ada sampel dalam penelitian ini karena semua populasi diteliti, sehingga metode dalam penelitian ini adalah total sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan memisahkan masingmasing jenis FKTP, kemudian dikelompokkan berdasarkan setiap indikator sesuai hasil capaian. Setelah itu, dihitung setiap rata-rata capaian indikator tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan acuan Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP yang telah diubah menjadi Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP. Hal ini dikarenakan data yang didapatkan adalah data bulan Februari 2017. Berdasarkan data BPJS Kesehatan Surabaya, terdapat 62 Puskesmas, 31 DPP, dan 97 Klinik Pratama yang terdiri dari 71 Klinik Pratama Swasta, 21 Klinik Pratama TNI, dan 5 Klinik Pratama POLRI di Surabaya menjalin hubungan kerja sama dengan BPJS Kesehatan per- Februari 2017. Tabel 1. Jumlah FKTP di Surabaya Berdasarkan Capaian Indikator Indikator AK RRNS RPPB Capaian FKTP Tidak Total Zona Aman Zona Prestasi Target n % N % n % n % Puskesmas 32 51,61 28 45,16 2 3,23 62 100,00 DPP 26 83,87 4 12,90 1 3,23 31 100,00 Klinik Pratama 59 60,82 31 31,96 7 7,22 97 100,00 Puskesmas 0 0,00 0 0,00 62 100,00 62 100,00 DPP 3 9,68 1 3,23 27 87,09 31 100,00 Klinik Pratama 19 19,59 8 8,25 70 72,16 97 100,00 Puskesmas 22 35,48 16 25,81 24 38,71 62 100,00 DPP 21 67,74 8 25,81 2 6,45 31 100,00 Klinik Pratama 56 57,73 31 31,96 10 10,31 97 100,00 Sumber: Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya Februari 2017 Jika dilihat dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa masih banyak FKTP yang tidak memenuhi target, terutama pada indikator AK dan RPPB. Hasil pencapaian target indikator komitmen pelayanan FKTP menjadi dasar dalam pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan. Berikut adalah aturan penerimaan pembayaran kapitasi: (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015). Indikator Pembayaran Kapitasi... 112 Widaty

Tabel 2. Aturan Penerimaan Pembayaran Kapitasi Tidak Mencapai Zona Aman Jumlah Indikator Zona Aman Zona Prestasi Pembayaran Kapitasi (%) 3 0 0 75,00 2 1 0 80,00 1 2 0 90,00 0 3 0 100,00 0 2 1 105,00 0 1 2 110,00 0 0 3 115,00 2 0 1 90,00 1 1 1 95,00 1 0 2 98,00 Sumber: (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2016) Dengan berpacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS tersebut, dapat diketahui bahwa semakin banyak indikator yang mencapai zona prestasi, maka akan mendapatkan pembayaran kapitasi yang lebih banyak. Begitu pula sebaliknya, semakin banyak indikator yang tidak mencapai zona, maka akan mendapatkan pembayaran kapitasi yang lebih sedikit. Sistem pembayaran kapitasi seperti ini merupakan suatu bentuk reward and punishment terhadap kinerja FKTP, sehingga FKTP akan berusaha terus untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Adanya perubahan terhadap kapitasi juga dapat berdampak terhadap peningkatan performa (PS, 2015). Rata-rata pencapaian indikator AK, RRNS, dan RPPB dari seluruh FKTP yang telah diolah oleh BPJS Kesehatan Surabaya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Rata-Rata AK, RRNS, dan RPPB FKTP Surabaya Indikator AK RRNS RPPB FKTP Rata-Rata Capaian Target Zona Aman Target Zona Prestasi Puskesmas 142,61 150 250 DPP 109,08 150 250 Klinik Pratama 141,37 150 250 Puskesmas 0,038% < 5% < 1% DPP 0,47% < 5% < 1% Klinik Pratama 1,82% < 5% < 1% Puskesmas 61,32% 50% 90% DPP 26,91% 50% 90% Klinik Pratama 34,33% 50% 90% Sumber: Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya Februari 2017 Keterangan prestasi prestasi Berdasarkan Tabel 3, maka terlihat bahwa Puskesmas memiliki 1 indikator yang tidak memenuhi, 1 indikator yang memenuhi prestasi, dan 1 indikator Indikator Pembayaran Kapitasi... 113 Widaty

yang memenuhi. DPP memiliki 2 indikator yang tidak memenuhi dan 1 indikator yang memenuhi prestasi. Sementara Klinik Pratama memiliki 2 indikator yang tidak memenuhi zona dan 1 indikator yang memenuhi. Jika mengacu pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa Puskesmas mendapatkan pembayaran kapitasi sebesar 95%, DPP sebesar 90%, dan Klinik Pratama sebesar 80%. Hal ini berarti bahwa secara garis besar FKTP di Surabaya belum mampu memenuhi komitmen pelayanan. Jika dilihat dari Tabel 3, diketahui juga bahwa indikator AK merupakan indikator yang belum bisa terpenuhi oleh seluruh FKTP. Sementara indikator kedua yang masih belum bisa terpenuhi oleh seluruh FKTP adalah RPPB, dimana hanya Puskesmas yang sudah mampu memenuhi target zona. Indikator RRNS merupakan indikator yang telah terpenuhi oleh seluruh FKTP, bahkan Puskesmas dan DPP telah mampu mencapai zona prestasi. AK seakan menjadi indikator yang susah dicapai oleh seluruh FKTP. Menurut Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya, belum tercapainya target indikator AK dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peserta tentang pelayanan di FKTP yang lebih menekankan kegiatan promotif dan preventif. Peserta pada umumnya baru berkunjung ke FKTP jika ingin berobat. Proses pelayanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kepatuhan pada standar pelayanan, perilaku tenaga kesehatan yang melayani, serta kecukupan perbekalan kesehatan seperti suplai obat dan alat kesehatan (Utami et al., 2016). Dengan adanya pelayanan yang prima, tentu peserta menjadi loyal untuk datang ke FKTP. Oleh karena itu, FKTP perlu memberikan promosi dan edukasi kepada peserta untuk berbondong-bondong datang ke FKTP meskipun dalam keadaan sehat. FKTP harus gencar memberitahukan bahwa peserta dapat melakukan kunjungan sehat untuk mendapatkan pelayanan guna meningkatkan derajat kesehatan, seperti imunisasi, pemeriksaan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana (KB), serta senam sehat. Tidak hanya itu, pihak FKTP pun juga harus aktif untuk melakukan penyuluhan kesehatan dan home visit, sehingga mampu meningkatkan jumlah kontak (Widyastuti, 2016). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya, belum tercapainya indikator AK juga dapat disebabkan oleh keterbatasan sumber daya, baik manusia maupun sarana dan prasarana yang tersedia. Penetapan tarif kapitasi juga didasarkan pada pertimbangan sumber daya manusia dan kelengkapan sarana prasarana. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, FKTP tentu seharusnya sudah mempertimbangkan ketersediaan sumber daya. FKTP seharusnya tidak mengesampingkan ketersediaan sumber daya manusia untuk tenaga administrasi yang dapat bertugas untuk melakukan input data kontak pada aplikasi online BPJS Kesehatan. Penginputan data kontak yang tidak tertib akan mempengaruhi penilaian pada indikator AK (Widyastuti, 2016). Hal ini dikarenakan sumber data yang digunakan dalam penilaian indikator AK adalah hasil pencatatan kontak FKTP dengan kondisi di tempat dan jenis pelayanan yang diberikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya, masalah yang muncul berkaitan dengan input data kontak pada aplikasi online BPJS Kesehatan tidak hanya karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia, tetapi juga dikarenakan aplikasi online BPJS Kesehatan yang terkadang mengalami gangguan. Adanya gangguan dalam mengakses aplikasi online BPJS Kesehatan tentu akan menghambat kinerja petugas administrasi FKTP dalam melakukan input data kontak. Oleh karena itu, pihak BPJS Kesehatan sebaiknya menyediakan teknologi pencatatan real time untuk mencatat kontak peserta agar seragam dan dapat digunakan untuk semua FKTP. Tidak hanya pencatatan kontak, tetapi juga dapat menambahkan fungsi untuk pemantauan peserta mana saja yang tidak melakukan kontak dengan FKTP, sehingga FKTP dapat menjangkau peserta tersebut untuk diberikan promosi. FKTP juga harus segera melaporkan kepada BPJS Kesehatan jika ditemukan gangguan dalam penginputan data, sehingga kinerja tetap terus terjaga. Selain itu, FKTP seharusnya juga mempersiapkan ketersediaan sumber daya manusia untuk kegiatan yang lebih bersifat promotif dan preventif, seperti penyuluh kesehatan, petugas home visit, dan instruktur senam sehat. Penyuluh kesehatan dan petugas home visit sangat memiliki peran yang besar dalam meningkatkan AK antara FKTP dengan peserta terdaftar. AK tidak hanya dilakukan di FKTP, tetapi bisa dilakukan dimanapun di tempat yang telah disepakati bersama. Jika penambahan sumber daya manusia tidak memungkinkan, maka FKTP dapat memberikan pendidikan dan pelatihan kepada sumber daya manusia yang telah dimiliki guna meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan, sehingga peserta merasa ny untuk melakukan kontak dengan FKTP. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa adanya pelatihan perlu dipertimbangkan sehingga berdampak pada penguatan gatekeeper (Malik, 2015). Tidak hanya sumber daya manusia yang perlu diperhatikan, tetapi juga sarana dan prasarana, seperti mempersiapkan kendaraan keliling untuk memudahkan petugas FKTP dalam melakukan home visit, penyediaan koordinasi program, serta sistem informasi. Kelengkapan sarana dan prasarana merupakan bukti fisik dari adanya kualitas pelayanan (Sabrina, 2015). FKTP dapat melakukan advokasi dengan Dinas Kesehatan atau kerjasama dengan pihak lain untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana, dimana secara tidak langsung turut mendorong pencapaian standar komitmen pelayanan pada FKTP (Widyastuti, 2016). Sedangkan target indikator RPPB belum tercapai karena dapat disebabkan oleh kurangnya sosialisasi terkait Prolanis. Menurut hasil wawancara dengan Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Surabaya, kebanyakan masyarakat masih awam Indikator Pembayaran Kapitasi... 114 Widaty

dengan istilah Prolanis, sehingga perlu diberikan pengetahuan dan edukasi tentang Prolanis. Banyaknya masyarakat yang belum menyadari bahwa dirinya ternyata penderita penyakit kronis juga berpengaruh terhadap pemenuhan target RPPB. Dengan demikian, tenaga kesehatan pada FKTP harus aktif untuk melakukan skrining kesehatan kepada peserta terdaftar FKTP untuk menemukan calon peserta Prolanis. Setelah itu, data peserta Prolanis harus dicatat dengan baik oleh FKTP dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan. Banyak masyarakat yang merasa takut jika terkena penyakit kronis. Pada umumnya masyarakat akan merasa bingung, terpukul, hingga dapat menyebabkan depresi (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015). Oleh karena itu, FKTP harus mampu meyakinkan peserta dan memberikan pengarahan kepada mereka bahwa pada dasarnya Prolanis tidak hanya berupa pemeriksaan secara rutin, tetapi juga ada kegiatankegiatan yang menyenangkan dan mampu memelihara kesehatan, seperti penyuluhan, senam, dan lain sebagainya. FKTP juga harus memberikan pemah kepada keluarga penderita penyakit kronis agar bersama-sama dapat menemukan solusi permasalahan. Dengan demikian, hubungan antara FKTP dan peserta Prolanis beserta keluarganya diharapkan terjalin dengan kuat dan peserta Prolanis tetap memiliki harapan hidup yang lebih lama serta semangat dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Jika hubungan antara FKTP dengan penderita penyakit kronis dan keluarganya kuat, maka kunjungan peserta Prolanis secara rutin di FKTP dapat meningkat. Ketika penderita penyakit kronis bertemu dengan penderita lain, tentu akan merasa ny karena menganggap bahwa mereka memiliki nasib yang sama. Dengan demikian mereka akan saling membantu untuk menciptakan suasana yang kondusif, kompak, dan menyenangkan sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam mengelola penyakit yang diderita (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015). Prolanis pada dasarnya sangat membutuhkan kerjasama yang komprehensif antara penderita Prolanis dan keluarganya dengan FKTP. Tujuan dari adanya kerjasama ini adalah agar penderita penyakit kronis dan keluarganya dapat mengawasi kesehatan secara mandiri sehingga keadaan penderita baik dan stabil. FKTP diharapkan lebih mampu menjalankan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif secara berkelompok (Widyastuti, 2016). Peningkatan kunjungan rutin peserta Prolanis dapat dilakukan dengan sosialisasi pentingnya Prolanis, serta pemberitahuan timeline kegiatan Prolanis. Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung (omongan) maupun tidak langsung (brosur atau penggunaan media sosial). FKTP dapat membuat rancangan desain kampanye untuk materi edukasi kesehatan yang berkaitan dengan pencegahan risiko penyakit, seperti peningkatan aktivitas fisik, pengaturan pola makan, dan program pengelolaan penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang meliputi minum obat dan konsultasi pada dokter secara teratur. Tidak hanya itu, FKTP juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti fasilitas pelayanan primer lain, instansi atau kantor dinas, dan badan usaha dalam penempatan media promosi. Kerjasama merupakan salah satu bentuk untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah dengan sosialisasi manfaat BPJS Kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan agar keinginan untuk berobat ke FKTP meningkat (Suprianto & Mutiarin, 2017). Selain menggalakkan promosi, FKTP juga harus mendorong peserta Prolanis untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin dan mengisi daftar hadir dengan benar karena merupakan salah satu bukti untuk penilaian pemenuhan komitmen. Penggalakan promosi ini tidak lepas dari peran sumber daya manusia yang bekerja di FKTP. Indikator RPPB pada Puskesmas termasuk dalam zona karena terdapat sumber daya tersendiri yang bertanggung jawab terhadap Prolanis. Sementara DPP dan Klinik Pratama memiliki sumber daya manusia yang terbatas, atau bahkan dokter yang memberikan pelayanan sendiri yang bertanggung jawab terhadap Prolanis, sehingga pemenuhan komitmen pada indikator RPPB di DPP dan Klinik Pratama tidak optimal. SIMPULAN AK dan RPPB merupakan indikator dalam pemenuhan komitmen pelayanan yang belum tercapai oleh FKTP di Surabaya. Belum tercapainya target indikator AK dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peserta tentang pelayanan di FKTP, keterbatasan sumber daya, baik manusia maupun sarana dan prasarana, serta aplikasi online BPJS Kesehatan yang terkadang mengalami gangguan. Oleh karena itu, FKTP perlu memberikan promosi dan edukasi kepada peserta, melakukan penambahan sumber daya manusia dan memberikan diklat kepada tenaga di FKTP, melakukan advokasi dengan Dinas Kesehatan, serta kerjasama dengan pihak lain untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang. Dengan demikian, Dinas Kesehatan dan stakeholder juga berperan serta dalam membantu FKTP untuk memenuhi kebutuhan sumber daya. BPJS Kesehatan juga perlu meningkatkan kinerja dari aplikasi online dan menyiapkan alternatif lain jika aplikasi online mengalami gangguan. BPJS Kesehatan sebaiknya menyediakan teknologi pencatatan real time untuk mencatat kontak peserta dan pemantauan peserta mana saja yang tidak melakukan kontak dengan FKTP agar seragam dan dapat digunakan untuk semua FKTP. Sedangkan target indikator RPPB belum tercapai karena kurangnya sosialisasi terkait Prolanis. Oleh karena itu, FKTP diharapkan lebih mampu menjalankan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif secara berkelompok, karena sesama peserta Prolanis dapat saling membantu untuk menciptakan suasana kondusif, kompak, dan menyenangkan sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam mengelola penyakit yang diderita. FKTP dapat membuat rancangan desain kampanye untuk materi edukasi kesehatan yang Indikator Pembayaran Kapitasi... 115 Widaty

berkaitan dengan pencegahan risiko penyakit dan melakukan kerjasama dengan pihak dalam penempatan media promosi. DAFTAR PUSTAKA Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015. Panduan Klinis Prolanis Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi. Jakarta. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2015. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2016. Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kemenkes RI dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP. Jakarta. BPJS Kesehatan, 2014. Penguatan Faskes Primer sebagai Ujung Tombak Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan, 2016. Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan Dorong FKTP Tingkatkan Mutu Pelayanan. Info BPJS Kesehatan Media Eksternal. Jakarta: BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Jakarta. Malik, A.H., 2015. Analisis Peran Dokter Layanan Primer sebagai Gatekeeper di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Kongres InaHEA II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Umum Indonesia. Sabrina, Q., 2015. Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan di RSU Haji Surabaya. Kebijakan dan Manajemen Publik, 3(2). Saut, B., 2015. Peran Strategis BPJS Kesehatan dalam Peningkatan Cakupan dan Kualitas Jaminan Kesehatan - BPJS Kesehatan. Rakerda Provinsi Riau. Pekanbaru: BPJS Kesehatan. Suprianto, A. & Mutiarin, D., 2017. Studi tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan, dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Governance and Public Policy, 4(1). Utami, D.S., Murti, B. & Suryani, N., 2016. Kajian Implementasi Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Surakarta. Jurnal UNS. Widyastuti, K., 2016. Pelaksanaan Ujicoba Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan. BPJS Kesehatan. Indikator Pembayaran Kapitasi... 116 Widaty