DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA PEMBAHASAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2016 BERSAMA PEMERINTAH DAN DPD RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU TENTANG PENYIARAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA PEMBAHASAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2016 BERSAMA PEMERINTAH DAN DPD RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU TENTANG PENYIARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NO. HARI/TANGGAL/ WAKTU 1. Kamis, 18 Mei WIB selesai 2. Senin, 22 Mei WIB. JENIS RAPAT Rapat Paripurna

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

2016, No Indonesia Nomor 4012); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PA

2017, No tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Keputusan Presiden

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

-2-3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. 4. Badan Legis

Tanggal 26 Januari Disampaikan oleh: H. Firman Subagyo, SE.,MH. Wakil Ketua Badan Legislasi, A.273

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN)

JENIS RAPAT. NO. HARI/TANGGAL/ WAKTU 1. Rabu, 16 Agustus Pidato Kenegaraan Presiden dalam Rangka HUT ke 72 Republik Indonesia.

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN SEKJEN MPR RI, SEKJEN DPD RI DAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Nasional (Prolegnas). Prolegnas ini disusun bersama oleh DPR, DPD, dan Pemerintah yang dikoordinasi oleh alat Kelengkapan DPR yang khusus menangani

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RAPAT KERJA DENGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI PERTANIAN, MENTERI PERINDUSTRIAN, MENTERI PERDAGANGAN, DAN MENTERI HUKUM DAN HAM TERKAIT DENGAN RUU TENTANG PERKELAPASAWITAN Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis rapat Hari/tanggal P u k u l T e m p a t A c a r a Ketua Rapat Sekretaris Hadir TANGGAL 17 JULI 2017 ---------------------------------------------------- 2016 2017 V 12 (dua belas). Rapat Kerja Senin, 17 Juli 2017. 13.50 WIB s/d 16.10 WIB. Ruang Rapat Badan Legislasi, Gd. Nusantara I Penyamaan Persepsi antara DPR dengan Pemerintah terkait dengan Proses Pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan Firman Soebagyo, SE., M.H. Widiharto, SH., M.H. - 20 orang, izin 7 orang dari 73 orang Anggota. - Menko Perkekonomian beserta jajaran; - Menteri Pertanian beserta jajaran; - Menteri Perindustrian beserta jajaran; - Kementerian Perdagangan; - Kementerian Hukum dan HAM RI. I. PENDAHULUAN 1. Rapat Kerja Badan Legislasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan menteri-menteri terkait dalam rangka penyamaan persepsi dengan Pemerintah mengenai proses pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan. dipimpin oleh Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo, SE., M.H. 2. Rapat dibuka oleh Ketua Rapat pada pukul 13.50 WIB, selanjutnya Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan mempersilahkan 1

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri yang lainnya untuk menyampaikan pandangan/masukannya. II. POKOK PEMBAHASAN A. Pandangan/masukan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terkait dengan proses pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan, sebagai berikut 1. Pemerintah sependapat dengan DPR bahwa kelapa sawit adalah komoditas yang sangat strategis, namun berdasarkan kajian komprehensif dan konsultasi dengan pemangku kepentingan, pemerintah menyimpulkan belum dibutuhkan adanya Undang- Undang tentang Perkelapasawitan. 2. Pemerintah menilai konsep RUU yang disiapkan oleh DPR belum memenuhi aspek penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. 3. Adapun pertimbangan secara substansi bahwa Undang-Undang tentang Perkelapasawitan belum dibutuhkan adalah - Telah ditetapkannya beberapa undang-undang yang terkait dengan pengaturan kelapa sawit, antara laian UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU No. 19 Tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. - Dari 17 Bab dan 116 pasal RUU hanya terdapat 1 Bab (6%) yang berbeda secara signifikan dengan UU yang sudah ada, terdapat 2 bab (12%) yang sedikit berbeda, sementara 14 bab (82%) tidak ada perbedaan yang signifikan. Sehingga tidak ada substansi baru yang perlu dituangkan dalam bentuk ketentuan undang-undang. - Telah dibentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebagai pelaksanaan Undang-Undang tentang Perkebunan yang berfungsi untuk melakukan mendukung hilirisasi produk kelapa sawit, melakukan pembiayaan peremajaan kelapa sawit, mendukung riset dan pengembangan, dan lain-lain. - Badan Perkelapasawitan yang diusulkan di RUU tentang Perkelapasawitan berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan di berbagai instansi seperti pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup, perindustrian, perdagangan, dll. 4. Mayoritas pemangku kepentingan kelapa sawit menyampaikan masukan beberapa hal yang mendesak yang perlu diberikan payung hukum dapat difasilitasi dan diakomodasi dengan produkproduk lainnya di bawah undang-undang. 2

B. Pandangan/masukan dari Menteri Pertanian terkait dengan harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan, sebagai berikut 1. Komoditas kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis, menjadi sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja bagi petani dan masyarakat, sumber bahan pangan untuk menghasilkan minyak goreng, mentega, dan shortening, dan sebagai bahan baku energi nabati. 2. Pengembangan perkebunan kelapa sawit ini diakselerasi pemerintah dan investasi swasta serta peran serta pekebun rakyat, sehingga Indonesia telah mampu sebagai produsen sawit terbesar di dunia. 3. Namun demikian di sisi lain masih menyisakan beberapa permasalahan yang timbul dalam perkelapasawitan, antara lain persoalan lahan, terjadinya konflik sosial, produktivitas yang belum sesuai potensinya, masih rendahnya perpajakan, serta peremajaan kelapa sawit rakyat yang berjalan lambat. 4. Pada saat ini pengaturan terhadap budidaya dan usaha di bidang perkelapasawitan tidak hanya di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, namun juga sangat erat kaitannya dengan beberapa undang-undang yang substansi pengaturannya mencakup beberapa hal. 5. Substansi Undang-Undang Perkebunan telah mengatur berbagai aspek terkait dengan perencanaan, prasarana, sarana, pembiayaan, penanaman modal, cara melakukan budidaya perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil, usaha perkebunan, penelitian dan pengembangan, pengembangan SDM, sistem data dan informasi, peran serta masyarakat, dan pembinaan dan pengawasan. 6. Beberapa pasal amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 telah ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pertanian. 7. Dari berbagai peraturan tersebut, substansi peraturan perundang-undangan yang ada sudah cukup komprehensif mengatur aspek-aspek perkebunan dari hulu sampai hilir, namun memang diakui persoalannya adalah masih lemahnya dalam penegakan hukum. 8. Oleh karena itu Kementerian Pertanian berkomitmen untuk segera menyelesaikan peraturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai tindaklanjut Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2014. C. Pandangan/masukan dari Kementerian Perindustrian terkait dengan harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan, sebagai berikut 1. Kementerian Perindustrian melakukan analisis urgensi RUU tentang Perkelapasawitan berdasarkan kriteria pada UU Nomor 12 3

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan dengan pokok-pokok sebagai berikut - Pengaturan terkait perkelapasawitan dari hulu sampai hilir pada level undang-undang sudah diatur secara lengkap dan berjalan dengan baik, sehingga tidak ada lagi kekosongan hukum yang perlu diatur lagi pada level undang-undang. - RUU tentang Perkelapasawitan berpotensi tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan menambah kerumitan dalam implementasinya. - Esensi pembentukan lembaga baru yang terdapat di dalam draft RUU tentang Perkelapasawitan yaitu Badan Pengelola Perkelapasawitan Indonesia, yang saat ini tugas dari badan tersebut telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian terkait dengan perencanaan, pengaturan, dan pengembangan hulu; Kementerian Perindustrian terkait dengan perencanaan, pengaturan, dan pengembangan hilir; Kementerian Perdagangan terkait dengan pengaturan tata niaga perkelapasawitan; dan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian terkait dengan koordinasi hulu-hilir terkait perkelapasawitan. 2. Mengingat implementasi norma pengaturan di bidang perkelapasawitan saat ini sudah berjalan dengan baik, Kementerian Perindustrian memgusulkan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU tentang Perkelapasawitan. 3. Untuk meningkatkan kinerja perkelapasawitan nasional perlu dilakukan penajaman tugas dan fungsi kementerian/lembaga terkait, termasuk pada BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kalapa Sawit serta forum kerjasama CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries). D. Pandangan/masukan dari Kementerian Perdangan sejalan dengan pandangan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, untuk itu Kementerian Perdagangan meminta proses pembahasan RUU tentang Perkelapasawitan dapat ditangguhkan dengan alasan dasar/urgensi RUU tersebut masih belum cukup. E. Kementerian Hukum dan HAM RI tidak menyampaikan masukan/pandangannya terkait dengan proses harmonisasi RUU tentang Perkelapasawitan, namun demikian Kemenkumham menyampaikan pertanyaan terkait dengan kelembagaan baru yang diatur dalam draft RUU tentang Perkelapasawitan dan juga terkait dengan keberlakuan atas undang-undang yang telah ada jika RUU tentang Perkelapasawitan disetujui menjadi Undang-Undang. F. Pandangan/tanggapan Anggota Badan Legislasi terhadap masukan/pandangan dari Pemerintah yang diwakili oleh Menteri 4

Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, dan menteri lainnya, sebagai berikut 1. Pimpinan Rapat menyampaikan bahwa proses pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan yang diusulkan oleh Anggota Lintas Fraksi sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, adapun urgensi dari pengajuan RUU tentang Perkelasawitan adalah sebagai berikut - Kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia dengan sumbangan devisa tertinggi; - Industri kepala sawit merupakan industri padat karya dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 5,4 juta orang dari 120,2 juta angkatan kerja nasional (data Tahun 2014); - Kelapa sawit berperan penting sebagai bahan baku industri lain; - Pengembangan industri kelapa sawit dapat dijadikan strategi jitu dalam mengurangi ketimpangan pembangunan regional di Indonesia; - Produktivitas lahan kelapa sawit paling tinggi dan harga paling terjangkau dibandingkan minyak nabati lainnya; - Perlunya kebijakan yang mengatur tentang pengembangan lahan dan dampak terhadap lingkungan ; - Perlunya kerangka kebijakan untuk mengatasi hambatan perdagangan internasional; - Perlunya diperkuat pola kemitraan antara petani plasma dengan perusahaan perkebunan (inti) yang memberikan keuntungan bagi kedua pihak; dan - Belum adanya wujud konkret pemerintah dalam mendukung industri kelapa sawit sebagai industri strategis nasional. 2. Kiranya Rapat Kerja pada hari ini tidak untuk mengambil keputusan dan hanya untuk penyamaan pandangan atas proses pengharmonisasian RUU tentang perkelapasawitan yang diusulkan oleh Anggota Lintas Fraksi merupakan proses legal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Adanya permintaan penangguhan proses pengharmonisasian oleh Pemerintah, hal tersebut tidak dapat dibenarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini kiranya dapat menjadi perhatian bagi Pemerintah agar tetap konsisten dengan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017 yang telah disepakati. 4. Terkait dengan adanya RUU yang secara tidak langsung ditolak oleh Pemerintah, yaitu RUU tentang Pertembakauan dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjadi pertanyaan anggota mengenai arah kebijakan Pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat, mengingat kedua RUU tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga mengenai keberpihakan kepada masyarakat. 5

5. Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa terhambatnya pembahasan suatu RUU tidak hanya berada di tangan DPR, namun ada juga berada di tangan Pemerintah. 6. Mengharapkan Pemerintah dapat berkonsisten dengan Prolegnas RUU Prioritas yang telah disetujui bersama, untuk itu terhadap adanya RUU Usul DPR yang saat ini belom mendapat tindak lanjut dari Pemerintah (Pemerintah belum menyampaikan Daftar Inventaris Masalah) merupakan presedent buruk terhadap ketatanegaraan Indonesia, khususnya terkait dengan pelaksanaan Prolegnas RUU Prioritas. 7. Rapat hari ini untuk mempertegas atas kedudukan masingmasing dari lembaga negara, karena saat ini DPR menilai koordinasi antar Pemerintah belum cukup baik, hal ini terlihat dari adanya penolakan RUU dari Pemerintah terhadap daftar Prolegnas yang sudah disetujui bersama. 8. Rapat hari ini juga untuk menekankan mengenai mekanisme pengajuan dan pembahasan RUU, khususnya mengenai kedaulatan DPR dalam mengajukan RUU sesuai dengan Prolegnas yang telah disepakati oleh Pemerintah. 9. Diharapkan setiap lembaga negara dapat saling menghormati kedaulatannya masing-masing. 10. Berdasarkan masukan/pandangan dari Pemerintah terhadap proses pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan, dapat disimpulkan bahwa terdapat keberataan Pemerintah atas RUU dimaksud, untuk itu diusulkan apabila terdapat keberatan dari Pemerintah dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, mengingat pengajuan RUU tentang Perkelapasawitan telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya telah masuk dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017. 11. Proses harmonisasi, merupakan salah satu proses dalam penyusunan suatu RUU di DPR, kiranya pada tahap ini pemerintah belum dapat diikutsertakan, dan proses ini masih belum menjadikan RUU tentang Perkelapasawitan sebagai RUU usul DPR. III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Kesimpulan Rapat Kerja Badan Legislasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai berikut 1. Rapat Kerja pada hari ini bertujuan untuk mendapatkan persamaan pandangan dan untuk menginformasikan kepada Pemerintah 6

mengenai urgensi atas RUU tentang Perkelapasawitan yang telah diusulkan oleh Anggota DPR dari Lintas Fraksi. 2. Untuk menambah wawasan dan pandangan Anggota Badan Legislasi dalam proses pengharmonisasian RUU tentang Perkelapasawitan perlu mengundang pihak lain yang terkait dalam RDP/RDPU dan selain itu juga perlu dilakukan FGD. Rapat ditutup pukul 16.10 WIB. Jakarta, 17 Juli 2017 AN. KETUA RAPAT / SEKRETARIS TTD WIDIHARTO, S.H., M.H NIP.19670127 199803 1 001 7