PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DELI SERDANG

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI KABUPATEN BANYUMAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor 5 Tahun 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR` NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 22 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 7 TAHUN 2011

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI BELITUNG, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI PADANG PARIAMAN

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA DAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI JAYAPURA BUPATI JAYPERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 2 TAHUN 2012

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 1 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT BUPATI REJANG LEBONG,

QANUN ACEH NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SERTA BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI E. 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA BUPATI KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI UNTUK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA

BUPATI REJANG LEBONG

PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012 NOMOR 3

RANCANGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2013 SERI NOMOR TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN PERATU DAERAH KABUPATEN KABUPA MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TENTA PENGELOLAAN PENGELO PERTAMBANGA PERTAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2. LANDASAN HUKUM DAN TINJAUAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI' BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 17 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG A. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Didalam undang-undang khusus (lex spesialis) dalam hal ini Undang-Undang No.4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ketentuan pidana diatur didalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165. Ketentuan pidana yang terdapat didalam undang-undang ini banyak mengatur persoalan izin yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Didalam Pasal 158 tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR,atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1). Pasal 74 ayat (!) atau ayat (5) dipidana dengan Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Unsur- unsur yang terdapat didalam pasal 158 :

c. Setiap Orang Ada dua pengertian orang /person sebagai subyek hukum : c) Natuurlijk person adalah mens person, yang disebut orang atau manusia pribadi dan, d) Rechtperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dibagi dalam : 3. Publiek rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum seperti Negara, daerah Tk. I, Tk. II Desa dan, 4. Privaat rechtspersoon/badan hukum privat, yang mempunyai sifat/adanya unsur kepentingan individual. 46 d. Melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK. Didalam hal ini unsur-unsur yang terdapat didalam pasal 158 harus dipenuhi secara komulatif untuk menerapkan ketentuan pidana didalam undang-undang ini. Pasal 37 adalah IUP diberikan oleh : a) Bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota. b) Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 46 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2006, halaman 228.

c) Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 ayat (3) adalah pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 48 adalah IUP Operasi Produksi diberikan oleh: a. Bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota; b. Gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan c. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan

bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 67 ayat (1) adalah Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) adalah Ayat (1) : IUPK diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah. Ayat (5) : Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah, dalam perkara ini menerapkan teori gabungan dalam hukum pidana, menurut teori ini tujuan pidana selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Hal tersebut dapat dilihat dari pasal 158 Undang- Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Dalam Peraturan Pemerintah tidak mengatur pidana penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan. Didalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 5 tahun 2011 ialah setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 8 ayat (1), dan setiap pemegang IUP yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, serta setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. B. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Didalam Peraturan Pemerintah tersebut telah dijelaskan ruang lingkup dalam ketentuan umum yaitu pasal 5 yang berisi : Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi pemberian IUP, IPR, dan IUPK, kewajiban pemegang IUP, IPR, dan IUPK, serta pengutamaan penggunaan mineral logam dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.

C. Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Dalam Pengaturan Pertambangan Nomor 5 Tahun 2011 Golongan Komoditas Tambang Pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang, yaitu : a. Mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya. b. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbale, seng, timah, nikel, mangan, platina, bismuth, molybdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimony, kobalt, tantalum, cadmium, gallium, indium, yitriam, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirconium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium,cesium, lanthanum, neodimyum, hafniurn, scandium, alumunium, palladium, chodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, tulleride, strontium. c. Mineral bukan logam meliputi intan, korondum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen.

d. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fuller earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, tarkhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu, terkersikan, gamet, giok, agat, diorite, topas, batu gunung, quarry besar, krikil galian dari bukit, krikil sungai, batu kali, krikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, krikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam, dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. e. Batubara, meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara dan gambut. Jenis Izin Usaha Pertambangan (1). Setiap orang pribadi atau badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan hanya dapat dilaksanakan setelah diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). (2). Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdiri dari : a. IUP Eksplorasi b. IUP Operasi Produksi

(3). IUP diterbitkan oleh Bupati setelah mendapat pertimbangan teknis dari Dinas dan dalam kondisi tertentu harus dengan melampirkan rekomendasi teknis dari instansi terkait. IUP dapat diberikan kepada : a. Perseorangan b. Badan IUP diberikan melalui tahapan : a. Pemberian WIUP ( Wilayah Izin Usaha Pertambangan) dan b. Pemberian IUP Pemberian WIUP (1). Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a terdiri atas : a. WIUP Radioaktif b. WIUP Mineral Logam c. WIUP Batubara d. WIUP Mineral bukan Logam dan/atau e. WIUP Batuan

(2). WIUP Radioaktif diperolah sesuai ketentuan peraturan perundang- Undangan. (3). WIUP Mineral Logam dan Batubara diperoleh dengan cara lelang. (4). WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah. Tata cara pemberian WIUP (1). Untuk mendapatkan WIUP Mineral bukan Logam atau Batuan, Badan Usaha, Koperasi, atau Perseorangan mengajukan permohonan Wilayah kepada Bupati. (2). Apabila WIUP yang di mohon berada dilintas wilayah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi dan/atau Wilayah laut 4 (empat) Mil sampai dengan 12 (dua belas) Mil, maka pengajuan WIUP kepada Gubernur dan harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Bupati. (3). Permohonan WIUP Mineral Bukan Logam dan/atau Batuan yang terlebih dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional, memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.

(4). Bupati dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5). Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada pemohonan disertai dengan Penyerahan Peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP dengan membayar uang pencadangan wilayah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) (6). Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan. Persyaratan Izin Usaha Pertambangan (IUP) (1). IUP terdiri dari : a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, Eksplorasi dan studi kelayakan. b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan instruksi, Penambangan, Pengolahan, dan Pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. (2). IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral.

(3). Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4).Bahan galian yang memerlukan IUP Eksplorasi sebelum dikeluarkannya Operasi Produksi adalah bahan galian sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 huruf a. b dan c antara lain : mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasid, bahan galian radioaktif lainnya, mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromid, antimony, kobalt, tantalum, catdmium, gallium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, aluminal, niobium, zirconium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, neodimyum, hafnium, scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, telluride, strontium, germanium, zenothin, mineral bahan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor. Belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, batu

gamping untuk semen, batubara, meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara dan gambut. (5). Bahan galian yang tidak memerlukan IUP Eksplorasi adalah bahan galian sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 huruf d antara lain : batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (full earth), slate, granit, granudiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, tarkhit, leusit,tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorite, topas, batu gunung, quarry besar, krikil galian dari bukit, krikil sungai, batu kali, krikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, krikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam, dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. (6). Persyaratan IUP Eksplorasi Mineral bukan Logam dan/atau Batuan adalah sebagai berikut : a. Fhoto copy akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Profil badan usaha. c. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir. d. Fhoto copy NPWP e. Susunan direksi dan data pemegang saham f. Surat keterangan domisili g. Fhoto copy Surat Tanah yang di legalisasi oleh Instansi yang berwenang. k. Fhoto copy KTP i. Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun. j. Keputusan bupati menerima keputusan WIUP dan peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional. k. Garansi Bank dengan jumlah minimal sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagai bukti/jaminan kesungguhan

pelaksanaan eksplorasi dan dapat dicairkan setelah permohonan IUP eksplorasi disetujui atau ditolak. (1). Setiap orang perseorangan atau badan yang telah mendapatkan Keputusan Bupati dan peta WIUP beserta batas dan koordinat dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan peta WIUP mineral bukan logam/batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Bupati. (2). Apabila Badan Usaha, Koperasi atau Perseorangan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah Daerah serta WIUP menjadi wilayah terbuka. (1). Permohonan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat 1 huruf b Peraturan Daerah ini, harus melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. Fhoto copy akte pendirian Badan Usaha/Koperasi yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. b. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir. c. Fhoto copy NPWP.

d. Susunan direksi dan daftar pemegang saham atau susunan pengurus koperasi. e. Surat keterangan domisili. f. Fhoto copy KTP. g. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional. h. Laporan lengkap eksplorasi. i. Laporan studi kelayakan. j. Rencana reklamasi dan Surat Pernyataan Pembayaran Jaminan Reklamasi. k. Rencana kerja dan anggaran biaya. l. Fhoto copy Surat Tanah, dilegalisasi oleh Pejabat yang berwenang. m. Surat Pernyataan Tidak Keberatan Masyarakat Sekitar. n. Rekomendasi Camat. o. Rekomendasi Dinas PU Bidang Pengairan Kabupaten Deli Serdang, apabila penambangan di sungai.

p. AMDAL/UKL-UPL q. Khusus pasir laut diperlukan Rekomendasi Izin Pengerukan dari Departemen Perhubungan Republik Indonesia, Rekomendasi Izin Pengerukan dari Syahbandar setempat dengan memperhatikan aspirasi masyarakat nelayan setempat. (2). Untuk IUP Operasi Produksi yang diperoleh tanpa melalui tahapan IUP Eksplorasi, maka persyaratannya adalah : a. Salinan akte pendirian Badan Usaha/Koperasi yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. b. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir. c. Salinan NPWP. d. Fhoto copy KTP. e. Surat Keterangan Domisili. f. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur.

g. Fhoto copy Surat Tanah yang dilegalisasi oleh Pejabat yang berwenang. h. Salinan AMDAL atau UKL-UPL. i. Rekomendasi Teknis dari PU Bidang Pengairan apabila Pertambangan di sungai. j. Rekomendasi Teknis dari Dinas Pertanian apabila untuk pencetakan sawah. k. Rekomendasi Camat l. Surat Keterangan Kepala Desa Tidak Silang Sengketa m. Surat Pernyataan Tidak Keberatan Masyarakat Sekitar. n. Surat Penyataan Tenaga Ahli di Bidang Pertambangan disertai salinan ijazah terakhir (Riwayat Hidup, Pengalaman Kerja dan Fhoto copy KTP). o. Surat Pernyataan Bertanggung Jawab Atas Lingkungan. p. Surat Pernyataan Bertanggungjawab Atas Jalan. q. Rencana Reklamasi dan Surat Pernyataan Pembayaran Jaminan Reklamasi.

(3). Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan pihak lain yang memiliki : a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan. b. IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan Pemurnian. (4). Persyaratan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan adalah sebagai berikut : a. Salinan Akte Pendirian Perusahaan. b. Fhoto copy NPWP c. Fhoto copy KTP. d. Salinan IUP Operasi Produksi dan/atau IUP khusus pengolahan dan pemurnian yang merupakan sumber bahan pertambangan yang diangkut/dijual. e. Rencana pengangkutan dan penjualan. (5). Persyaratan IUP Operasi Produksi khusus unuk pengolahan dan pemurnian adalah sebagai berikut : a. Salinan akte pendirian perusahaan.

b. Denah/sket lokasi pengolahan dan pemurnian yang diketahui oleh camat. c. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bagunan (PBB). d. Fhoto copy NPWP. e. Fhoto Copy KTP. f. Salinan AMDAL atau UKL-UPL. g. Perjanjian jual beli dengan pemegang IUP Operasi Produksi (bagi yang tidak memiliki IUP Operasi Produksi). h. Salinan IUP Operasi Produksi yang merupakan sumber bahan pertambangan yang akan diolah/dimurnikan. i. Rencana Teknis Pengolahan dan Pemurnian. Masa berlaku IUP dan Perpanjangan IUP (1). IUP Eksplorasi untuk pertambangan Mineral bukan Logam dan Batuan dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. (2). IUP Operasi Produksi untuk pertambangan Mineral bukan Logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(3). IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun. (4). Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Bupati paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP dengan melengkapi persyaratan : a. Peta dan batas koordinat wilayah. b. Rekomendasi dari Instansi terkait. c. Laporan akhir kegiatan Operasi Produksi. d. Laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan. (5). Bupati dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP Operasi Produksi tidak menunjukkan kinerja Operasi Produksi yang baik. (6). Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan kepada pemegang IUP Operasi Produksi paling lambat sebelum berakhirnya IUP Operasi Produksi. Penghentian Sementara Kegiatan Usaha Pertambangan

(1). Kegiatan usaha Pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara apabila terjadi : a. Keadaan Kahar b. Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan. c. Kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral. (2). Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP. (3). Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, penghentian sementara dilakukan Bupati berdasarkan permohonan dari pemegang IUP. (4). Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh Petugas Lingkungan Hidup atau dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat kepada Bupati. (5). Bupati wajib mengeluarkan keputusan tertulis diterima atau ditolak disertai alasannya atas permohonan yang dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan tersebut.

(1). Penghentian sementara karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf a harus diajukan oleh pemegang IUP dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya keadaan kahar kepada Bupati. (2). Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar dan/atau keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1 huruf a dan b diberikan paling lama 1 (satu) kali untuk 1 (satu) tahun. (3). Permohonan perpanjangan penghentian sementara diajukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum berakhirnya izin penghentian sementara. (1). Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah tidak berlaku. (2). Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena keadaan yang menghalangi kegiatan usaha pertambangan dan karena kondisi daya lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dan c, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah tetap berlaku.

Persetujuan penghentian sementara berakhir karena : a. Habis masa berlakunya atau b. Permohonan pencabutan dari pemegang IUP. Berakhir Izin Usaha Pertambangan Izin Usaha Pertambangan berakhir karena : a. Dikembalikan oleh pemegang IUP b. Dibatalkan atau dicabut oleh Bupati c. Habis masa berlakunya (1). Pemegang IUP dapat menyerahkan kembali IUP dengan pernyataan tertulis kepada Bupati dan disertai dengan alasan yang jelas. (2). Pengembalian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah disetujui Bupati dan setelah pemegang IUP memenuhi kewajibannya. (1). IUP dapat dibatalkan atau dicabut oleh Bupati apabila : a. Terdapat kekeliruan dalam IUP sebagai akibat kesalahan pemohon. b. Pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP.

c. Selama 3 (tiga) bulan berturut-turut setelah beroperasi tidak melaporkan kegiatannya. d. Selama 3 (tiga) bulan berturut-turut setelah IUP diterbitkan tanpa adanya kegiatan usaha. (2). Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan dalam IUP telah habis dan tidak diajukan permohonan peningkatan atau perpanjangan tahap kegiatan atau pengajuan permohonan tetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP tersebut berakhir. (3). Apabila IUP berakhir, pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi. Kewajiban Pemegang IUP (1). Pemegang IUP wajib melaksanakan pemeliharaan keselamatan kerja, pengamanan teknis dan lingkungan hidup. (2). Pemegang IUP wajib memelihara tata guna tanah dan air serta keawetan jalan-jalan umum sesuai dengan petunjuk instansi teknis yang berwenang. (3). Pemegang IUP wajib mengembalikan tanah (melaksanakan reklamasi) sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sekitarnya

dan tidak menimbulkan penyakit pada masyarakat serta tidak merugikan kepentingan umum. (4). Pemegang IUP diwajibkan atas beban dan biaya sendiri memperbaiki semua kerusakan akibat kegiatan dalam usaha pertambangan. (5). Guna kepentingan kelestarian lingkungan kepada pemegang IUP diwajibkan membayar Jaminan Reklamasi melalui Bank dan menyerahkan asli Jaminan Reklamasi kepada Kepala Dinas. (6). Besarnya Jaminan Reklamasi adalah : a. Luas areal s/d Ha sebesar Rp. 5.000.000,- b. Luas areal lebih dari 1 s/d 5 Ha sebesar Rp. 25.000.000,- c. Luas areal lebih dari 5 s/d 10 Ha sebesar Rp. 50.000.000,- d. Luas areal lebih dari 10 s/d 50 Ha sebesar Rp.100.000.000,- e. Luas areal lebih dari 50 Ha sebesar Rp. 200.000.000,- (7). Uang jaminan reklamasi harus disetorkan sebelum IUP Operasi Produksi diberikan /diserahkan kepada pemohon, kelalaian pembayarannya dapat dikenakan pembatalan/pencabutan IUP. (8). Uang jaminan reklamasi dapat dicairkan setelah berakhirnya masa berlaku IUP dan reklamasi telah dilaksanakan sesuai rencana.

(9). Apabila pemegang IUP tidak melaksanakan reklamasi, maka Dinas menghunjuk perusahaan tertentu untuk mereklamasi areal bekas penambangan atas beban biaya pemegang IUP sesuai rencana reklamasi yang telah ditetapkan. (10). Pemegang IUP wajib memberikan laporan secara tertulis atas pelaksanaan kegiatan dan produksi setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Dinas. Sanksi setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8 ayat (1), dan setiap pemegang IUP yang tidak sengaja tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, serta Setiap orang yang mempunyai IUP eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah, dalam perkara ini menerapkan teori gabungan dalam hukum pidana, menurut teori ini tujuan pidana selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat,

dengan mewujudkan ketertiban. Hal tersebut dapat dilihat dari sanksi pasal 25 Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No 5 tahun 2011 ialah Dalam Peraturan Pemerintah tidak mengatur pidana penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan. Didalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 5 tahun 2011 ialah setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 8 ayat (1), dan setiap pemegang IUP yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, serta setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.