ANALISIS PERBANDINGAN QoS PROTOCOL EIGRP, OSPF, DAN RIPv2 PADA LINK ANTARA ROUTER PROVIDER EDGE (PE) DENGAN ROUTER CUSTOMER EDGE (CE) PADA KASUS JARINGAN MPLS-VPN Satria Limbong Arung, [1] Rendy Munadi [2], Leanna Vidya Yovita [3] 1,2,3 Fakultas Elektro dan Komunikasi, Institut Teknologi Telkom 1 satria_limbong@yahoo.com, 2 rnd@ittelkom.ac.id, 3 lvy@ittelkom.ac.id Abstrak Untuk meningkatkan kinerja jaringan yang dapat dilakukan antara lain dengan differential service, resource reservation protocol (RSVP), multi-protocol label switching (MPLS), dan penggunaan manajemen routing. Dalam penelitian kali ini akan mengimplementasikan protocol routing RIPv2, OSPF, dan EIGRP pada jaringan MPLS-VPN, dimana tiga protocol tersebut akan diimplementasikan di GNS3 sebagai MPLS router. Hasil dari implementasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam pemilihan protocol routing yang tepat pada jaringan MPLS-VPN. Dari hasil test-bed yang dilakukan di laboratorium didapatkan hasil bahwa penggunaan protocol routing OSPF dan EIGRP memiliki QoS yang lebih baik dibandingkan RIP. Dilihat dari hasil throughput, delay, packet loss, dan jitter yang didapat dari jaringan yang menggunakan teknologi MPLS- VPN. Kata kunci: MPLS, OSPF, RIPv2, QoS, MPLS-VPN Abstract To increase performance of a network, some solutions can be used, such as differential service, resource reservation protocol (RSVP), multi-protocol label switching (MPLS), and the use of routing management. This paper will implement RIPv2, OSPF, and EIGRP routing protocol, on a MPLS-VPN. Where those three protocol will be implemented on GNS3 as MPLS router. The result of this implementation is expected to give a picture on choosing the appropriate routing protocol on MPLS-VPN network. From the testbed result done on laboratorium, the use of OSPF and EIGRP routing protocol results in a better QoS value than using RIP. Viewed from the value of throughput, delay, packet loss, and jitter gotten from the network using MPLS-VPN technology. Keywords: MPLS, OSPF, RIPv2, QoS, MPLS-VPN. 1. Pendahuluan Teknologi Multi-Protocol Label Switching (MPLS) digunakan untuk meningkatkan performansi jaringan dengan mempersingkat waktu forwarding. MPLS bekerja dengan cara menambahkan header/label pada paket sebagai identifikasi yang akan digunakan pada proses switching. MPLS telah mendapat banyak perhatian yang cukup besar dalam beberapa tahun belakangan ini. MPLS tidak hanya sukses digunakan di dalam network yang besar, tetapi juga menawarkan baik internet dan layanan Virtual Private Network (VPN) di dalam jaringan di seluruh dunia. Kebanyakan pembicaraan mengenai MPLS berkisar pada VPN sebab MPLS-VPN merupakan pelayanan yang dapat dijual kepada konsumen. Akan tetapi ada permasalahan yang sering ditemukan pada jaringan MPLS yaitu memilih protokol perutingan antara Router Provider Edge (PE) ke Router Customer Edge (CE) untuk proses pemilihan jalur routing. Penelitian ini akan mencoba membandingkan protocol OSPF, RIPv2, EIGRP untuk menentukan protocol terbaik antara link PE- CE. 2. Dasar Teori 2.1 Evolusi MPLS Multi-Protocol Label Switching (MPLS) adalah suatu metode forwarding (meneruskan data melalui suatu jaringan dengan menggunakan informasi dalam label yang dilekatkan pada IP), sehingga memungkinkan router untuk meneruskan paket dengan hanya melihat label dari paket itu, tidak perlu melihat IP alamat tujuannya. Teknik pelabelan yang dipakai bukanlah teknik yang baru. Frame Relay dan ATM menggunakan teknik ini untuk memindahkan frame atau sel pada suatu jaringan, dimana pada Frame Relay panjang Frame disesuaikan dengan besarnya paket dan pada ATM panjangnya Frame tetap, yaitu 5 byte untuk leader dan 48 byte sebagai payload. Selain itu Frame Relay dan ATM memiliki kesamaan yaitu penggantian label pada setiap hop di jaringan. Proses seperti ini tidak terjadi pada proses penerusan paket di jaringan IP, dimana pada jaringan IP tidak terjadi penggantian alamat tujuan, tetapi melihat alamat dari tujuan paket itu sendiri kemudian dicocokkan dengan tabel routing untuk kemudian diteruskan ke hop selanjutnya, dengan proses seperti itu maka waktu yang dibutuhkan dalam proses 88 IT Telkom Journal on ICT Volume 1 Nomor 1 Maret Tahhun 2012
penerusan paket menjadi lama. Atas dasar itulah maka teknologi MPLS ini dibuat. Gambar 1. Format MPLS Header [1] Gambar 1 merupakan gambar format MPLS header dengan rincian sebagai berikut: a. Label Value (LABEL) Merupakan field yang terdiri dari 20 bit yang merupakan nilai dari label tersebut. b. Experimental Use (EXP) Secara teknis field ini digunakan untuk keperluan eksperimen. Field ini dapat digunakan untuk menangani indikator QoS atau dapat juga merupakan hasil salinan dari bit-bit IP precedence pada paket IP. c. Bottom of Stack (BoS) Pada sebuah paket memungkinan menggunakan lebih dari satu label. Field ini digunakan untuk mengetahui label stack yang paling bawah. Label yang paling bawah dalam stack memiliki nilai 1 bit sedangkan yang lain diberi nilai 0. Hal ini sangat diperlukan pada proses label stacking. 2.3 Arsitektur MPLS-VPN VPN yang dibangun dengan teknologi jaringan MPLS sangat berbeda dengan VPN yang dibangun dengan teknologi IP (IP-VPN). Pada IP VPN, security yang didapat kebanyakan menggunakan sistem enkripsi data. Ini terlihat dari pemakaian protocol IPSec (IP Security) yang banyak digunakan sebagai sebuah protokol untuk membangun VPN dengan teknologi IP. Ini berbeda dengan VPN yang dibangun diatas jaringan MPLS, dimana trafik yang ada pada jaringan MPLS-VPN tersebut benar-benar terisolasi sehingga trafik tidak dapat dibocorkan sama sekali. Mekanisme VPN yang dibangun pada jaringan MPLS mirip dengan teknologi virtual circuit dari jaringan ATM dan Frame Relay, bahkan tanpa tingkat security dari jaringan MPLS-VPN ini dapat disamakan security dari jaringan Frame-Relay. Gambar 3. Contoh Topologi MPLS-VPN Pada gambar diatas dapat diilustrasikan koneksi site to site dengan menggunakan teknologi VPN pada suatu jaringan MPLS. Koneksi antar dua site tersebut dapat terbentuk melalui satu atau lebih PE router (Provider Edge Router), koneksi dapat dilakukan melalui CE router (Customer Edge Router) ke PE Router, atau langsung terkoneksi ke PE router tanpa menggunakan router pada sisi client. Gambar 2. Label Stacking [1] d. Time to Live (TTL) Field ini merupakan hasil salinan dari IP TTL header. Nilai bit TTL akan berkurang 1 setiap paket melalui hop untuk menghindari terjadinya paket storms 2.2 MPLS VPN Salah satu feature yang dapat digunakan pada jaringan MPLS adalah VPN (Virtual Private Network) yang sering disebut sebagai MPLS-VPN. VPN dapat terbentuk dengan adanya fasilitas tunnel yang dapat melintasi jaringan MPLS. Fasilitas tunnel tersebut bisa membangun sebuah jalur sebuah site ke site yang lain secara virtual dan mempunyai tingkat keamanan yang cukup baik karena site to site connection tersebut hanya dapat diakses oleh user yang berada pada salah satu site (private connection). Secara umum dapat digambarkan bahwa provider menyediakan suatu core network yang berbasis MPLS, core network ini nantinya akan menghubungkan beberapa site (sesuai dengan layanan koneksi yang diinginkan) dari satu site ke site lain secara private. Misal pada layanan VPN customer A atau disebut sebagai VPN A, akan mengkoneksikan 3 site yang terhubung di core network MPLS, 3 site ini akan terkoneksi melalui CE router milik customer (jika ada) ke PE router milik provider. Dengan terbangunnya koneksi VPN A antara 3 site ini, maka masing-masing site (1,2, dan 3) dapat terkoneksi secara private tanpa tercampur oleh trafik dari VPN lainnya. MPLS-VPN menawarkan kelebihan yaitu: a. Scalability b. Security c. Traffic Engineering d. Support for SLAs 2.4 Routing Information Protocol (RIPv2). RIP adalah routing vektor jarak-protokol, yang mempekerjakan hop sebagai metrik routing. Palka down time adalah 180 detik. RIP mencegah Analisis Perbandingan QoS Protocol EIGRP, OSPF, dan RIPv2 pada Link antara Router Provider EDGE (PE) Dengan Router Customer Edge (CE) pada Kasus Jaringan MPLS-VPN [Satria Limbong Arung] 89
routing loop dengan menerapkan batasan pada jumlah hop diperbolehkan dalam path dari sumber ke tempat tujuan. Jumlah maksimum hop diperbolehkan untuk RIP adalah 15. Batas hop ini, bagaimanapun, juga membatasi ukuran jaringan yang dapat mendukung RIP. Sebuah hop 16 adalah dianggap jarak yang tak terbatas dan digunakan untuk mencela tidak dapat diakses, bisa operasi, atau rute yang tidak diinginkan dalam proses seleksi. Awalnya setiap router RIP mentransmisikan/menyebarkan pembaruan (update) penuh setiap 30 detik. Pada awal penyebaran, tabel routing cukup kecil bahwa lalu lintas tidak signifikan. Seperti jaringan tumbuh dalam ukuran, bagaimanapun, itu menjadi nyata mungkin ada lalu lintas besar-besaran meledak setiap 30 detik, bahkan jika router sudak diinisialisasi secara acak kali. Diperkirakan sebagai akibat dari inisialisasi acak, routing update akan menyebar dalam waktu, tetapi ini tidak benar dalam praktiknya. Sally Floyd dan Van Jacobson menunjukkan pada tahun 1994 bahwa, tanpa sedikit pengacakan dari update timer, penghitung waktu disinkronkan sepanjang waktu dan mengirimkan update pada waktu yang sama. Implementasi RIP modern disengaja memperkenalkan variasi ke update timer interval dari setiap router. 2.5 Open shortest path first (OSPF) Merupakan sebuah routing protokol berjenis IGP yang hanya dapat bekerja dalam jaringan internal suatu organisasi atau perusahaan. Jaringan internal maksudnya adalah jaringan dimana anda masih memiliki hak untuk menggunakan, mengatur, dan memodifikasinya. Atau dengan kata lain, anda masih memiliki hak administrasi terhadap jaringan tersebut. Jika anda sudah tidak memiliki hak untuk menggunakan dan mengaturnya, maka jaringan tersebut dapat dikategorikan sebagai jaringan eksternal. Selain itu, OSPF juga merupakan routing protokol yang berstandar terbuka. Maksudnya adalah routing protokol ini bukan ciptaan dari vendor manapun. Dengan demikian, siapapun dapat menggunakannya, perangkat manapun dapat kompatibel dengannya, dan di manapun routing protokol ini dapat diimplementasikan. OSPF merupakan routing protokol yang menggunakan konsep hierarki routing, artinya OSPF membagi-bagi jaringan menjadi beberapa tingkatan. Tingkatantingkatan ini diwujudkan dengan menggunakan sistem pengelompokan area. 2.6 EIGRP (Enhanced Interior Gateway Routing Protocol) EIGRP adalah routing protocol yang merawat satu set metric yang kompleks untuk jarak tempuh ke jaringan lainnya. EIGRP menggabungkan juga konsep link state protocol. Broadcast-broadcast di update setiap 90 detik ke semua EIGRP router berdekatan. Setiap update hanya memasukkan perubahan jaringan. EIGRP juga sangat cocok untuk jaringan besar. EIGRP mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Menggunakan protokol routing enhanced distance vector b. Menggunakan cost load balancing yang tidak sama c. Menggunakan Diffusing Update Algorithm (DUAL) untuk menghitung jalur terpendek. Kelebihan utama yang membedakan EIGRP dari protokol routing lainnya adalah EIGRP termasuk satu-satunya protokol routing yang menawarkan fitur backup router, dimana jika terjadi perubahan pada network, EIGRP tidak harus melakukan kalkulasi ulang untuk menentukan router terbaik karena bisa langsung menggunakan backup route. Kalkulasi ulang route terbaik dilakukan jika backup route juga mengalami kegagalan. Ada sejumlah fitur yang kuat dan membuat EIGRP jauh lebih baik dibandingkan IGRP dan protokol-protokol lainnya, yang utamanya adalah sebagai berikut: a. Termasuk protokol routing distance vector tingkat lanjut (Advance distance vector) b. Waktu convergence yang cepat c. Mendukung VLSM dan subnet-subnet yang discontiguous (tidak bersebelahan/berurutan) d. Partial updates, tidak seperti RIP yang selalu mengirimkan keseluruhan tabel routing dalam pesan update, EIGRP menggunakan partial updates atau triggered update yang berarti hanya mengirimkan update jika terjadi perubahan pada network (misal: ada network yang down) e. Mendukung multiple protocol network f. Multicast dan Unicast, EIGRP saling berkomunikasi dengan tetangga (neighbor) nya secara multicast (224.0.0.10) dan tidak mem-broadcastnya g. Menjamin 100% topologi routing yang bebas looping. h. Mudah dikonfigurasi untuk WAN dan LAN. i. EIGRP mengkombinasikan kelebihankelebihan yang dimiliki oleh protokol routing link-state dan distance vector. Tetapi pada dasarnya EIGRP adalah protocol distance vector karena router-router yang menjalankan EIGRP tidak mengetahui road map/topologi network secara menyeluruh seperti pada protocol link-state 3. Perancangan Sistem Gambar 4. Implementasi Jaringan untuk semua Teknologi Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian performansi jaringan dengan melakukan aplikasi video. Pengujian dilakukan dengan membandingkan 90 IT Telkom Journal on ICT Volume 1 Nomor 1 Maret Tahhun 2012
performansi yang didapat dari jaringan MPLS-VPN yang menggunakan protocol routing OSPF, EIGRP, RIP. Pengujian dilakukan dengan beberapa macam skenario, yaitu: a. Uji komunikasi Video melalui jaringan b. Uji komunikasi Video melalui jaringan c. Uji komunikasi Video melalui jaringan d. Uji komunikasi Video melalui jaringan e. Besarnya background traffic yang digunakan antara 10-80% dari bandwidth yang ada. Karena jaringan menggunakan interface Fast-Ethernet yang berkecepatan 10/100Mbps. f. Wireshark sebagai Network Analyzer digunakan untuk capture paket video pada sisi Client dengan lama waktu capture 30 detik. Proses capture dilakukan setiap kenaikan Background traffic. 4. Hasil dan Analisis Pada bagian ini akan dibahas analisis dari hasil implementasi yang telah dilakukan. Analisis yang dilakukan mempunyai tujuan untuk membandingkan performansi teknologi MPLS VPN yang menggunakan Protocol routing OSPF, EIGRP, dan RIP sebagai protocol routing antar CE-PE. Adapun parameter-parameter QoS yang diukur adalah Throughput, Packet loss, Delay, dan Jitter. Sedangkan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter QoS itu sendiri digunakan Wireshark sebagai Network Protocol Analyzer. Sebagai acuan bagus tidaknya nilai-nilai parameter QoS yang didapat, maka standar beberapa lembaga dijadikan sebagai acuan, antara lain: a. Jitter bernilai < 5ms (ITU-T G.107) dan bernilai < 30ms (Cisco) b. Delay paling baik bernilai 40ms bergantung pada aplikasi (ITU-T standard) 4.1 Throughput Throughput adalah perbandingan antar paket yang dikirim dengan waktu pengamatan. Satuan yang dipakai adalah bps (bit per second). Tujuan pengukuran throughput adalah untuk mengetahui keandalan jaringan dalam meneruskan paket yang datang hingga sampai di tujuan. Pengukuran dilakukan dengan melakukan komunikasi video melalui jaringan yang telah diskenariokan pada bab III. Selama proses tersebut, proses penangkapan paket dilakukan di sisi client, dengan lama waktu pengamatan 30 detik. Proses tersebut dilakukan dengan melibatkan Background traffic sebesar 0Mbps, 20Mbps, 40Mbps, 60Mbps, dan 80Mbps dengan pengambilan data sebanyak 30 kali di tiap bagiannya. Pada Gambar 5, dapat dilihat perbandingan nilai Throughput dari skenario a dan skenario b. Throughput pada gambar 5 merupakan rata-rata dari 30 kali percobaan untuk tiap jenis background traffic. Gambar 5. Grafik Perbandingan Throughput Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai Throughput semakin turun dengan kenaikan background traffic. Kenaikan background traffic membuat utilisasi jaringan semakin tinggi sehingga dapat menimbulkan kemacetan di sisi interface dari router pada GNS3. Nilai perbandingan Throughput untuk protocol OSPF, EIGRP, RIP tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan data dikirimkan ketika LSP pada jaringan MPLS VPN telah terbentuk, sedangkan protocol OSPF, EIGRP, RIP yang digunakan pada jaringan MPLS VPS mempunyai kegunaan untuk membuat LSP antara router CE ke PE. Sehingga bila protocol routing antara PE-CE tersebut diganti-ganti tidak terlalu berpengaruh pada hasil QoS. 4.2 Packet loss Packet loss adalah banyaknya paket yang terbuang pada saat proses pengiriman berlangsung dibandingkan dengan banyaknya paket yang selamat. Dalam percobaan ini digunakan protokol TCP sehingga paket yang terbuang diambil dari banyaknya paket yang di retransmisikan lagi. Satuan yang dipakai adalah persen (%). Tujuan pengukuran Packet loss adalah untuk mengetahui seberapa handal teknologi yang dipakai dalam menjaga paket untuk diteruskan. Selain itu juga untuk mengetahui besaran pengaruh dari background traffic terhadap penurunan kualitasnya. Pengukuran dilakukan dengan melakukan komunikasi video melalui jaringan yang telah diskenariokan pada bab III. Selama proses tersebut proses penangkapan paket dilakukan di sisi client, dengan lama waktu pengamatan 30 detik. Proses tersebut dilakukan dengan melibatkan Background traffic sebesar 0Mbps, 20Mbps, Analisis Perbandingan QoS Protocol EIGRP, OSPF, dan RIPv2 pada Link antara Router Provider EDGE (PE) Dengan Router Customer Edge (CE) pada Kasus Jaringan MPLS-VPN [Satria Limbong Arung] 91
40Mbps, 60Mbps, dan 80Mbps dengan pengambilan data sebanyak 30 kali di tiap bagiannya. Gambar 7. Grafik Perbandingan Delay Gambar 6. Grafik Perbandingan Packet loss Pada Gambar 6 dapat dilihat perbandingan nilai Packet loss dari skenario 1 dan skenario 2. Packet loss pada Gambar 6 merupakan rata-rata dari 30 kali percobaan untuk tiap jenis background traffic, sedangkan hasil pengukuran secara keseluruhan dapat dilihat di bagian lampiran. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai Packet loss semakin naik dengan kenaikan Background traffic. Semakin banyak data persatuan waktu yang masuk pada interface suatu router membuat buffer pada router semakin penuh sehingga data yang tidak mendapat tempat pada buffer router akan dibuang. Nilai perbandingan Packet loss untuk protocol OSPF, EIGRP, RIP tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan data dikirimkan ketika LSP pada Jaringan MPLS VPN telah terbentuk, sedangkan protocol OSPF, EIGRP, RIP yang digunakan pada jaringan MPLS VPN mempunyai kegunaan untuk membuat LSP antara router CE ke PE. Sehingga bila protocol routing antara CE-PE tersebut diganti-ganti tidak berpengaruh pada hasil QoS 4.3 Delay Delay adalah waktu yang dibutuhkan suatu paket bergerak dari pengirim hingga ke penerima. Satuan yang dipakai adalah detik (s). delay diukur untuk mengetahui seberapa cepat jaringan yang dipakai dalam meneruskan paket dari pengirim ke penerima. Selain itu, juga untuk mengetahui besarnya pengaruh dari Background traffic terhadap penurunan kualitasnya. Pengukuran dilakukan dengan melakukan komunikasi Video melalui jaringan yang telah diskenariokan pada bab III. Selama proses tersebut, proses penangkapan paket dilakukan di sisi client, dengan lama waktu pengamatan 30 detik. Proses tersebut dilakukan dengan melibatkan Background traffic sebesar 0Mbps, 20Mbps, 40Mbps, 60Mbps, dan 80Mbps dengan pengambilan data sebanyak 30 kali di tiap bagiannya. Pada Gambar 7 dapat dilihat perbandingan nilai Delay dari skenario 1 dan skenario 2. Delay pada Gambar 7 merupakan rata-rata dari 30 kali percobaan untuk tiap jenis background traffic. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai Delay semakin naik dengan kenaikan background traffic. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya data persatuan waktu yang masuk pada interface suatu router membuat buffer pada router semakin penuh sehingga lama waktu antrian pada router semakin lama yang mengakibatkan delay semakin besar nilainya. Nilai perbandingan Packet loss untuk protocol OSPF, EIGRP, RIP tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan data dikirimkan ketika LSP pada Jaringan MPLS VPN telah terbentuk, sedangkan protocol OSPF, EIGRP, RIP yang digunakan pada jaringan MPLS VPN mempunyai kegunaan untuk membuat LSP antara router Ce ke PE. Sehingga bila protocol routing antara CE-PE tersebut diganti-ganti tidak terlalu berpengaruh pada hasil QoS. 4.4 Jitter Jitter adalah variasi Delay yang terjadi karena ketidakstabilan kondisi jaringan sehingga waktu penerimaan paket di penerima berbeda-beda. Jitter diukur untuk mengetahui besarnya pengaruh dari background traffic terhadap penurunan kualitasnya. Pengukuran dilakukan dengan melakukan komunikasi video melalui jaringan yang telah diskenariokan pada bab III. Selama proses tersebut, proses penangkapan paket dilakukan di sisi client, dengan lama waktu pengamatan 30 detik. Proses tersebut dilakukan dengan melibatkan Background traffic sebesar 0Mbps, 20Mbps, 40Mbp, 60Mbps, dan 80Mbps dengan pengambilan data sebanyak 30 kali di tiap bagiannya. 92 IT Telkom Journal on ICT Volume 1 Nomor 1 Maret Tahhun 2012
Gambar 8. Grafik Perbandingan Jitter Pada Gambar 8 dapat dilihat perbandingan nilai Jitter dari skenario 1 dan skenario 2. Jitter pada gambar 8 merupakan rata-rata dari 30 kali percobaan untuk tiap jenis background traffic. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai Jitter semakin baik dengan kenaikan Background traffic. Hal ini dikarenakan nilai Jitter berbanding lurus dengan nilai Delay, semakin besar nilai Delay semakin besar pula nilai Jitter. Nilai perbandingan Packet loss untuk protocol OSPF, EIGRP, RIP tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan data dikirimkan ketika LSP pada jaringan MPLS VPN telah terbentuk, sedangkan protocol OSPF, EIGRP, RIP yang digunakan pada jaringan MPLS VPN mempunyai kegunaan untuk membuat LSP antara router CE ke PE, sehingga bila protocol routing antara CE-PE tersebut diganti-ganti tidak terlalu berpengaruh pada hasil QoS. 4.5 Waktu Konvergensi Konvergensi adalah proses router untuk mengumpulkan informasi terbaru mengenai kondisi jaringan yang valid untuk mencari rute yang optimal dan meng-update routing table. Konvergensi dapat terjadi dari hasil perubahan topologi jaringan, contohnya adalah jika terjadi link failure. Perubahan terjadi setiap router melakukan algoritme routing secara independent untuk menghitung metric dan membangun routing table yang baru berdasarkan informasi terbaru. Saat routing table ter-update maka proses konvergensi telah tercapai. Waktu konvergensi diukur untuk mengetahui kecepatan tiap routing protocol dalam membentuk kembali routing table-nya atau menemukan jalur baru, jika terjadi kegagalan atau terputusnya salah satu jalur. Pengukuran dilakukan dengan melakukan pengiriman paket ICMP (ping) melalui jaringan. Selama proses tersebut proses penangkapan paket dilakukan di sisi client, dengan melihat paket ping yang di reply dan time out. Proses tersebut diulang hingga 15 kali tiap protocol routing. Dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa waktu konvergensi tiap routing protocol berbeda-beda ini disebabkan oleh berbedanya algoritme yang digunakan tiap routing protocol dan cara pemilihan jalur terbaiknya. Gambar 9. Grafik Waktu Konvergensi Pada gambar 9 dapat dilihat perbandingan nilai jitter dari skenario 1 dan skenario 2. Jitter pada gambar 9 merupakan rata-rata dari 30 kali percobaan untuk tiap jenis background traffic, sedangkan hasil pengukuran secara keseluruhan dapat dilihat di bagian lampiran. Dari hasil pengukuran didapat bahwa waktu yang diperlukan tiap protocol routing untuk membentuk kembali routing table-nya, ketika terjadi link yang putus berbeda. Ini bergantung dengan algoritme yang digunakan oleh tiap protocol routing tersebut. Protocol RIP memiliki waktu konvergensi yang paling lama dikarenakan RIP melakukan update table routing tiap 30 detik sekali. Sedangkan EIGRP dalam pembentukan routing table nya memilih juga routing cadangan jika terjadi link yang putus, sehingga EIGRP memiliki waktu konvergensi yang lebih cepat. 5. Penutup 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil proses implementasi, pengujian, dan analisis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengukuran bahwa semakin besar background traffic yang dialirkan akan mengurangi kualitas dari semua parameter QoS yang diukur, tetapi hingga pengaliran sebesar 80% dari besarnya bandwidth jaringan nilai yang didapat belum melewati batas maksimal suatu parameter. 2. Delay yang didapat ketika menggunakan protocol RIP pada jaringan MPLS VPN jauh lebih besar dibanding menggunakan protocol OSPF dan EIGRP, perbedaannya lebih terlihat ketika background traffic semakin besar, sehingga Throughput yang di dapat ketika menggunakan protocol RIP menjadi lebih kecil dibandingkan ketika protocol OSPF dan EIGRP. 3. Di sisi packet loss, jaringan MPLS VPN yang menggunakan OSPF dan EIGRP memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan jaringan MPLS VPN yang menggunakan protocol RIP. Hal ini membuktikan bahwa MPLS VPN lebih handal dalam menjaga data yang dikirimkan untuk sampai ke tujuan. 4. Nilai perbandingan QoS (Quality of service) untuk protocol OSPF, EIGRP, RIP tidak Analisis Perbandingan QoS Protocol EIGRP, OSPF, dan RIPv2 pada Link antara Router Provider EDGE (PE) Dengan Router Customer Edge (CE) pada Kasus Jaringan MPLS-VPN [Satria Limbong Arung] 93
berbeda jauh, hal ini dikarenakan data dikirimkan ketika LSP pada jaringan MPLS VPN telah terbentuk, sedangkan protocol OSPF, EIGRP, RIP yang digunakan pada jaringan MPLS VPN mempunyai kegunaan untuk membuat LSP antara router Ce ke PE, sehingga bila protocol routing antara CE-PE hanya berpengaruh kecil terhadap QoS. 5. Nilai QoS dan waktu konvergensi yang didapatkan dari hasil pengukuran tidak terlalu baik. Ini disebabkan router yang digunakan bukan router sebenarnya, pengukuran menggunakan GNS3 sebagai program untuk mensimulasikan router MPLS VPN. 5.2 Saran Saran yang dapat diajukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai topik ini adalah: 1. Selain MPLS VPN, ada beberapa komponen dari MPLS yang dapat diimplementasikan, seperti: AToM, MPLS-TE, dan MPLS-QoS. 2. Perlunya dilakukan pengujian terhadap layanan data HTTP, FTP, dan Video. 3. Adanya penelitian dengan menggunakan router asli. 4. Mengatur bandwidth pada tiap link router agar link yang dipilih oleh protocol routing EIGRP dan OSPF berbeda. 5. Membuat jaringan MPLS VPN yang lebih besar, sehingga bisa terlihat fungsi VPN-nya. DAFTAR PUSTAKA [1] L. Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, Cisco Press, 2005. [2] Cisco, White Papers - Understanding delay in Packet Voice Networks, Cisco System, Inc.. [3] J. Doyle, OSPF and ISIS: choosing an IGP for large-scale networks, Cisco Press, 2006. [4] V. Fineberg, QoS Support in MPLS Network, Illinois, 2003. [5] C. Gallon, Quality of service for Next Generation Voice OverIP Networks, Japan: Fujitsu, 2003. [6] M. Lewis, Comparing, Designing, and Deploying VPNs, Cisco Press, 2006. [7] W. Parkhurst, Cisco EIGRP Command and Configuration Handbook, Cisco Press, 2002. 94 IT Telkom Journal on ICT Volume 1 Nomor 1 Maret Tahhun 2012