RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEPEGAWAIAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PRESIDEN REPUBL IK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

2016, No Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Logo dan Atribut Unit Deteksi K9 Badan Nakotika Nasional; Mengingat : 1. Undang-Unda

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

PRESIDEN R EPL'tILIK INDONESIA TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENASIHAT PRESIDEN

2017, No (Lembaran Negara Republik Indoinesia Tahun 2010 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5120); 5. Peraturan Pemeri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 24 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PROVINSI JAWA BARAT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.679, 2012 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Balai Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN NARKOTIKA KABUPATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100 BNNK/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan narkoba di daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang gerak yang lebih luas dan strategis bagi BNN dalam upaya peningkatan performa pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan serta peredaran gelap narkoba, dan demi tercapainya visi Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015. (http://www.bnn.go.id/). BNN sebagai lembaga yang menangani penanggulangan narkoba di tanah air, dituntut untuk semakin gigih melakukan berbagai upaya strategis untuk menggerakkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkoba (P4GN). Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah penguatan kelembagaan BNN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penguatan dimaksud yaitu dengan pembentukan BNNP di tingkat Provinsi dan BNNK/Kota di tingkat Kabupaten/Kota. Badan Narkotika Nasional telah terbentuk di 33 Provinsi dan 100 BNN Kabupaten/Kota. Sedangkan Kabupatan/Kota lain, yang belum terbentuk organisasi BNNK/Kota nya, para kepala daerah setempat sangat mengharapkan agar segera dilakukan percepatan pembentukan organisasi BNNK/Kota diwilayah kerjanya, oleh karena penanganan permasalahan narkoba harus ditangani secara serius, karena telah menimbulkan banyak korban jiwa yang kehilangan nyawa akibat terjerat narkoba. (Laporan Kinerja BNN Tahun 2014. http://www.bnn.go.id). Berdasarkan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Selanjutnya dalam Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang tersebut, ditegaskan bahwa status kelembagaan BNN merupakan Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota {Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2)}. Di provinsi dibentuk BNN Provinsi dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota {Pasal 65 ayat (3)}. Adapun BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota merupakan instansi vertikal (Pasal 66). Struktur Organisasi BNN lebih lanjut diatur dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional adalah sebagai berikut: a. Kepala BNN; b. Sekretariat Utama; c. Deputi Bidang Pencegahan;

d. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat; e. Deputi Bidang Pemberantasan; f. Deputi Bidang Rehabilitasi; g. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama; h. Inspektorat Utama; dan i. Instansi Vertikal. Dalam Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama. Selanjutnya dalam Pasal 68 ayat (1) dinyatakan Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Namun dalam Perpres tersebut terdapat dua deputi yang memiliki kemiripan dan keterkaitan tugas fungsi yang diemban dalam mendukung kepala BNN antara lain mengenai kebijakan, evaluasi, pelaporan, dan pembinaan berkenaan dengan P4GN. Oleh karena itu untuk efisiensi dan efektivitas kinerja dari BNN, perlu dipertimbangkan untuk melakukan penyempurnaan di dalam struktur organisasi BNN terkait dengan deputi. Penyempurnaan tersebut yaitu dengan menggabungkan antara Deputi Bidang Pencegahan dengan Deputi Pemberdayaan Masyarakat ke dalam satu deputi. Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Narkotika menyatakan bahwa Deputi Bidang Pemberantasan mempunyai tugas melaksanakan P4GN di bidang Pemberantasan. Dalam melaksanakan tugas Deputi Bidang Pemberantasan menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang pemberantasan; b. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan, interdiksi, penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan, penyimpanan, pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta penyitaan aset; c. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan instansi pemerintah terkait dalam pemberantasan dan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; d. pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; e. pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; f. pembinaan teknis kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan, interdiksi, penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan, penyimpanan, pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta penyitaan aset kepada instansi vertikal di lingkungan BNN; dan g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan. Dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Lebih lanjut di dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional tercantum tugas Kepala BNN yaitu memimpin BNN dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang BNN, serta mewakili pemerintah

dalam melaksanakan hubungan kerjasama dengan pemerintah luar negeri dan/atau organisasi internasional di bidang P4GN. Persyaratan untuk menjadi kepala BNN diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang berbunyi Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat: a. warga negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. berijazah paling rendah strata 1 (satu); e. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan narkotika; f. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan h. memiliki reputasi yang baik; i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; j. tidak menjadi pengurus partai politik; dan k. bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN. Ketentuan berkenaan dengan persyaratan untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN tersebut nampaknya perlu dilakukan penyempurnaan dalam rangka menghindari ketentuan persyaratan yang terlampau normatif dan sukar dalam melakukan proses pengukurannya secara empiris. Formulasi ketentuan terkait persyaratan ini, sejalan pula dengan apa yang sudah dirumuskan dalam undang-undang lainnya selama ini. Diperlukan penegasan lebih kuat dalam rangka mendapatkan calon Kepala BNN yang berkualitas, menjiwai Pancasila dan UUD 1945, dan memiliki rekam jejak (track record) yang baik yaitu dengan menambahkan persyaratan: a. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan b. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Merupakan suatu keharusan dan jaminan bagi seorang calon kepala BNN memiliki kesetiaan kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan arah dan pedoman bagi Kepala BNN dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Berdasarkan ketentuan peryaratan tidak pernah dijatuhi pidana maka siapa pun orang yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih di dalam pasal yang didakwakan, maka yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon kepala BNN. Demikian pula halnya, untuk menjaga netralitas calon Kepala BNN selain tidak menjadi pengurus partai politik, calon kepala BNN juga tidak menjadi partisipan dan anggota partai politik. BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi sebagaimana tercantum dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adapun Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Apabila melihat persyaratan yang harus dipenuhi maka Kepala BNN harus berasal dari unsur kepolisian, sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 huruf e yang menyatakan persyaratan berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2

(dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika. Kriteria seperti ini hanya dimiliki oleh anggota Polri yang secara hukum memang mendapat tugas melakukan penegakan hukum dan pemberantasan narkotika. Mengenai istilah warga Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, harus disesuaikan dengan istilah yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Repulik Indonesia yang di dalamnya menggunakan istilah Warga Negara Indonesia. Berkenaan dengan penyempurnaan mengenai persyaratan calon kepala BNN maka Pasal 69 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu dipertimbangkan untuk dilakukan perubahan sebagai berikut: Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. sehat jasmani dan rohani; e. berijazah paling rendah strata 1 (satu); f. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan narkotika; g. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; h. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik; i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; j. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; k. tidak menjadi partisipan, anggota, dan/atau pengurus partai politik; dan l. bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN. Selain itu perlu dipertimbangkan juga untuk melakukan penyempurnaan berkenaan dengan penjelasan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu dengan membuat penjelasan Pasal 69 tersebut antara lain persyaratan mengenai: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. sehat jasmani dan rohani; c. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; dan d. jabatan struktural dan/atau jabatan lain. Berdasarkan Petunjuk Nomor 176 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan dinyatakan bahwa penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. * Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Deputi

Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR-RI.