PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 8/1999, PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.65/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang : Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam merealisasikan pajak-pajak Negara, Indonesia mengandalkan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.27/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.525, 2015 KEMEN-LHK. Kawasan Hutan. Perubahan Fungsi. Tata Cara. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.91/Menhut-II/2014 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 52/Menhut-II/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberian Premi. Tata Cara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 35/Menhut-II/2012

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI ALAM,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Mata Diklat TEKNIK PENGELOLAAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DEPARTEMEN KEHUTANAN PUSAT DIKLAT KEHUTANAN BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

2 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.1/Menhut-II/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.01/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

3.1 Sistem. 3.2 Data

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

situ berperan dalam rangka mengurangi laju degradasi

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.52/MENHUT-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.52/Menhut-II/2006 telah ditetapkan tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi; b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana huruf a di atas, perizinan peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi diterbitkan oleh Menteri; c. bahwa dalam rangka reformasi birokrasi maka sebagian kewenangan pemberian perizinan peragaan sebagaimana dimaksud huruf b diberikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b dan huruf c di atas, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.52/Menhut-II/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 4.Undang...

-2-4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3767), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3914); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3804); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora; 12.Keputusan...

-3-12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011; 13. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 104/Kpts-II/2003 tentang Penunjukan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam sebagai Otorita Pengelola (Management Authority) CITES di Indonesia; 14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts-II/2003 tentang Penandaan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar; 15. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar; 16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut- II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar; 17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut- II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Tahun 2010 Nomor 405) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2012 (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 779); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.52/MENHUT-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.52/Menhut-II/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi, diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) ditambahkan 1 (satu) ayat baru yaitu ayat (1a), ayat (3) diubah, ayat (5) diubah dan ayat (6) diubah, sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 (1) Permohonan Izin peragaan ke luar negeri diajukan kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, untuk jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi sebagai berikut: a. Raflesia; b. Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi); c. Babirusa (Babyrousa babyrussa); d. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus); e. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis); f. Biawak Komodo (Varanus komodoensis); g. Cendrawasih (seluruh jenis dari famili Paradiseidae); h. Elang Jawa (Spizaetus bartelsi); i. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae); j. Lutung Mentawai (Presbytis potenziani); k. Orangutan (Pongo pygmaeus); dan/atau l. Owa Jawa (Hylobates moloch ). (1a)Permohonan.

-4- (1a) Permohonan Izin peragaan ke luar negeri selain jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Teknis. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilengkapi persyaratan sebagai berikut: a. copy MoU antara kedua lembaga konservasi; b. proposal kegiatan; c. rekomendasi dilengkapi berita acara pemeriksaan mengenai asalusul tumbuhan dan satwa liar dilindungi beserta sarana/peralatan pendukungnya dari Kepala Balai KSDA; d. sertifikat atau penandaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi; e. surat keterangan kesehatan satwa dari instansi yang berwenang; f. copy izin lembaga konservasi. (3) Direktur Jenderal dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima lengkap, menyampaikan pertimbangan teknis kepada Menteri. (4) Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan. (5) Dalam hal permohonan izin peragaan luar negeri: a. disetujui, Direktur Jenderal dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal untuk dilakukan penelaahan. b. ditolak, Direktur Jenderal dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja atas nama Menteri menyampaikan surat penolakan. (6) Berdasarkan telaahan Sekretaris Jenderal dimaksud pada ayat (5) huruf a, permohonan telah memenuhi persyaratan, dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang Pemberian Izin Peragaan Luar Negeri kepada Menteri. 4. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) Pasal baru yaitu Pasal 11A sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 11A (1) Berdasarkan permohonan izin peragaan tumbuhan dan satwa liar yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1a) dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, Direktur Teknis menyampaikan pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal. (2) Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat menyetujui atau menolak permohonan. (3) Dalam hal permohonan izin peragaan luar negeri : a. disetujui, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, menyampaikan konsep Keputusan Direktur Jenderal melalui Sekretaris Direktorat Jenderal untuk dilakukan penelaahan. b. ditolak, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja menyampaikan konsep surat penolakan kepada Direktur Jenderal. (4)Berdasarkan..

-5- (4) Berdasarkan hasil telaahan Sekretaris Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, permohonan telah memenuhi persyaratan, dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Sekretaris Direktorat Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Direktur Jenderal tentang Izin Peragaan Luar Negeri kepada Direktur Jenderal. 5. Ketentuan Pasal 13 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) diubah sehingga keseluruhannya berbunyi: Pasal 13 (1) Izin peragaan Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi teknis dan administrasi oleh Direktur Jenderal. (2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berakhir izin dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. (3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi persyaratan : a. laporan kegiatan peragaan; b. laporan perkembangan pemeliharaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi beserta keadaan mutasinya; dan c. laporan hasil evaluasi. (4) Direktur Jenderal menyampaikan pertimbangan teknis kepada Menteri dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak persyaratan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima lengkap. (5) Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan perpanjangan. (6) Dalam hal permohonan perpanjangan izin peragaan luar negeri : a. disetujui, Direktur Jenderal dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja menyampaikan konsep Keputusan Menteri melalui Sekretaris Jenderal untuk dilakukan penelaahan. b. ditolak, Direktur Jenderal dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja menyampaikan konsep surat penolakan kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. (7) Berdasarkan hasil telaahan Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, permohonan telah memenuhi persyaratan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian perpanjangan izin peragaan luar negeri kepada Menteri. 6.Diantara...

-6-6. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 13A (1) Izin peragaan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (4) diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi teknis dan administrasi oleh Direktur Teknis. (2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berakhir izin dengan tembusan kepada Direktur Teknis. (3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi persyaratan : a. laporan kegiatan peragaan; b. laporan semester tentang perkembangan pemeliharaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi beserta keadaan mutasinya; dan c. laporan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Direktur Teknis menyampaikan pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak persyaratan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima lengkap. (5) Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal dapat menyetujui atau menolak permohonan perpanjangan. (6) Dalam hal permohonan perpanjangan izin peragaan luar negeri: a. disetujui, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja menyampaikan konsep Keputusan Direktur Jenderal melalui Sekretaris Direktorat Jenderal untuk dilakukan penelaahan. b. ditolak, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja menyampaikan konsep surat penolakan kepada Direktur Jenderal. (7) Berdasarkan hasil telaahan Sekretaris Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a permohonan telah memenuhi persyaratan, dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Sekretaris Direktorat Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Direktur Jenderal tentang pemberian perpanjangan izin peragaan luar negeri kepada Direktur Jenderal. 7. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga keseluruhannya berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1) Pemegang izin perpanjangan peragaan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) dan Pasal 13A ayat (7), wajib melakukan kerjasama konservasi jenis. (2)Kerjasama..

-7- (2) Kerjasama konservasi jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi: a. peningkatan kapasitas pengelolaan jenis di ex-situ; b. peningkatan sumber daya manusia; c. alih ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. keterhubungan program konservasi ex-situ dan in-situ (ex-situ link to in-situ). Pasal II Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Kehutanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2012 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ZULKIFLI HASAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 998 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA