BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

Kemajuan Teknologi Teknik Sipil terus mengalami. perkembanqan seiring dengan kemajuan di bidang-bidang. lain. Selain itu kemajuannya juga dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH TERANG BANGSA DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) DAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM)

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta pada khususnya semakin meningkat. Populasi penduduk

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BAB I PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada bangunan, seperti: gedung, jembatan, perkerasan jalan, balok, plat lantai, ring balok, ataupun plat atap.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Perkembangan yang. perkuatan untuk elemen struktur beton bertulang bangunan.

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERENCANAAN ULANG GEDUNG POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN BETON PRACETAK

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat menuntut adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Salah satu

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menjadi sumber pendapatan bagi mereka. analisa kembali terhadap bangunan existing, apakah masih mampu untuk menerima

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

pemberian reaksi tekan tersebut, gelagar komposit akan menerima beban kerja

ISWANDI IMRAN. Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KOLOM-KOLOM PADA SISTEM BETON PRACETAK DENGAN MENGGUNAKAN SLEEVES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tarik yang tinggi namun kuat tekan yang rendah.kedua jenis bahan ini dapat. bekerja sama dengan baik sebagai bahan komposit.

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. struktur ini memiliki keunggulan dibanding dengan struktur dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan (SNI 2847 : 2013).

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan beton secara besar-besaran mulai diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material utama yang banyak digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi anyaman kawat baja polos yang dilas untuk tulangan beton

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

KAJIAN SAMBUNGAN ANTAR PELAT PRACETAK PADA SISTEM HALF SLAB YANG MENERIMA BEBAN LENTUR

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Beton bertulang telah dikenal luas dalam penggunaan material struktur bangunan, dengan pertimbangan pemanfaatan kelebihan perilaku yang dimiliki masing-masing komponen pembentuknya, dimana beton mempunyai kuat tekan yang sangat besar dibanding kuat tarikya, untuk mengeliminasi kuat tariknya yang rendah maka beton dipadukan secara komposit dengan baja tulangan yang memiliki kuat tarik yang besar. Baja tulangan yang diperlukan sering kali lebih panjang dari baja tulangan yang tersedia dikarenakan terbatasnya ukuran panjang dari produksi pabrik atau penggunaan baja tulangan yang tidak utuh lagi, untuk mengatasi hal ini dilakukan penyambungan pada baja tulangan. Menurut [Lancelot,1985] penyambungan tulangan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu melalui; sambungan lewatan (lap splice), sambungan las (welded splice) dan sambungan mekanis (mechanical connections). Sambungan merupakan bagian struktur beton pracetak yang paling penting dalam mentransfer gaya dan berperilaku sebagai penghubung disipasi energi antara komponenkomponen beton pracetak yang disambung [Castro,1992]. Penempatan dan kekuatan sambungan perlu direncanakan dengan baik sehingga kehadirannya tidak menyebabkan keruntuhan prematur pada struktur [Nurjaman,2000]. Sambungan daktil adalah sambungan dimana terjadi deformasi inelastis didalam sambungan dan untuk mencegah pengembangan deformasi inelastis ke arah manapun digunakan prosedur desain kapasitas. Beton pracetak dapat mempunyai sambungan yang kuat jika semua sambungan masih bersifat elastis selama beban gempa yang direncanakan dan beban gempa ringan serta mempunyai deformasi lebih kecil 10% dari deformasi total struktur [ Priestley,1996]. Kebutuhan panjang sambungan lewatan (lap splice) berhubungan dengan panjang penyaluran tegangan (l d ) yang bertambah sesuai dengan peningkatan tegangan. Panjang penyaluran adalah panjang penambatan yang diperlukan untuk mengembangkan tegangan leleh pada tulangan yang merupakan fungsi dari tegangan leleh baja (f y ), diameter tulangan (d b ) dan tegangan lekat () [Dipohusodo,1994]. Kebutuhan panjang lewatan ini harus diperhitungkan untuk menghindari dari keruntuhan sambungan. 1

SNI-03-2847-2002 pasal 14.1 menyebutkan gaya tarik pada tulangan disetiap penampang komponen struktur beton bertulang harus disalurkan pada masing-masing sisi penampang tersebut melalui panjang pengangkuran, kait atau alat mekanis, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Kait sebaiknya tidak dipergunakan untuk menyalurkan tulangan yang berada dalam kondisi tekan. Untuk batang ulir atau kawat ulir, sebesar; ld = 9.fy α.β.γ.λ db c+ktr 10. f c db dimana : l d : panjang penyaluran (mm) ld db harus diambil... (1.1) d b : diameter batang tulangan ulir (mm) : faktor lokasi penulangan : faktor pelapis : faktor ukuran batang tulangan c K tr f y f c atau l d 300 mm. : faktor beton agregat ringan/normal : spasi atau spasi selimut beton (mm) : indeks tulangan tranversal : kuat leleh baja tulangan (MPa) : kuat tekan beton (MPa) Sedangkan ACI 318R-02 Building Code Section 12.1 memberikan rumusan untuk perpanjangan tulangan daerah tarik sebagai berikut; ld = 12.fy...db 25f c... (1.2) dimana : l d : panjang penyaluran (mm) d b : diameter batang tulangan ulir (mm) : reinforce location factor =1 : coating factor = 1 : lightweight concrete factor = 1 f y : kuat leleh baja tulangan (MPa) f c : kuat tekan beton (MPa) 2

Panjang penyaluran tekan lebih pendek daripada panjang penyaluran tarik, karena sebagian gaya tekan pada batang tulangan dipindahkan ke beton dengan gaya tumpu pada ujung batang. SNI-03-2847-2002 pasal 14.3 membatasi panjang penyaluran tekan (ldb) 200 mm atau panjang penyaluran dasar harus diambil sebesar db.fy 4. f c tetapi tidak kurang dari 0,04.db.fy. Sedangkan ACI memberikan rumusan untuk daerah tekan, (ldb) = 0,07.fy.db untuk fy sebesar 420 MPa. Sambungan las dan sambungan mekanis menurut peraturan SNI-03-2847-2002 pasal 14.14.3, menyebutkan bahwa sambungan mekanis dan sambungan las boleh digunakan, suatu sambungan mekanis penuh atau sambungan las harus mampu mengembangkan kuat tarik atau tekannya, sesuai dengan yang diperlukan, paling tidak sebesar 125 % kuat leleh batang yang disambung dan hanya diperbolehkan untuk batang D16 atau yang lebih kecil. Komite ACI 439.3R-91 (Reapproved 1999) dalam kesimpulan reportnya memberikan informasi dasar tentang sambungan mekanis yang telah ada yaitu; 1. Tidak ada persyaratan khusus atau kondisi pekerjaan yang mengharuskan penggunaan atau larangan terhadap salah satu jenis sambungan mekanis yang ada, spesifikasi dari proyek diperkenankan menentukan sendiri agar terjadi persaingan yang baik. 2. Ketentuan, prosedur, kinerja sambungan mekanis didapat langsung dari produsennya. 3. Ketentuan penerimaan penggunaan sambungan mekanis menyesuaikan dari peraturan yang berlaku dari masing masing daerah setempat. 4. Ketersediaan bahan yang dibutuhkan, peralatan yang digunakan, produsen harus ditinjau sebelum menentukan jenis sambungan mekanis tertentu. Selain beton bertulang konvensional dikenal juga beton bertulang pracetak, dimana penggunaan beton bertulang pracetak ini semakin populer dengan keunggulan yang dimilikinya terutama efisiensi waktu dalam pelaksanaanya, efektif dalam area yang terbatas dan jaminan mutu hasil produksinya. Struktur pracetak terdiri dari sejumlah komponen yang dibuat di pabrik, kemudian disambung di lokasi bangunan sampai akhirnya membentuk struktur utuh. Pada struktur pracetak, hubungan yang menghasilkan kontinuitas dengan memakai bantuan perangkat keras khusus, batang tulangan dan beton 3

untuk menyalurkan semua tegangan tarik, tekan dan geser disebut sambungan keras [Winter dan Wilson, 1993]. Metode pengerjaan sambungan pada konstruksi pracetak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sambungan basah (wet connection) dan sambungan kering (dry connection). Sambungan basah dilakukan dengan cara mengecor sambungan di antara panel-panel pracetak. Untuk mendapatkan kestabilan struktural, sebelumnya dilakukan penyambungan pada tulangan sebelum dilakukan penutupan dengan pengecoran di tempat (cast in place). Sambungan ini merupakan sambungan dengan menggunakan tulangan biasa sebagai penyambung/penghubung antar elemen beton baik antar pracetak ataupun antara pracetak dengan cor di tempat. Elemen pracetak yang sudah berada di tempatnya akan di cor bagian ujungnya untuk menyambungkan elemen satu dengan yang lain agar menjadi satu kesatuan yang monolit. Sedangkan untuk sambungan kering dilakukan dengan penyambungan menggunakan baut dan las tanpa ada pengecoran pada daerah sambungan. Sambungan basah dan sambungan kering masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Untuk sambungan basah waktu pelaksanaan lebih lama karena adanya proses pengecoran beton pada area sambungan, sedangkan sambungan kering hanya menggunakan sambungan berupa baut dan las yang prosesnya tidak terlalu lama. Sambungan basah hampir sama dengan konstruksi cor setempat karena penyaluran gaya diterima oleh area yang lebih luas. Sedangkan sambungan kering penyaluran gaya hanya diterima oleh titik-titik sambungan atau pengelasan. Sambungan kering biasanya juga lemah terhadap korosi dan bakar karena area sambungan tidak tertutup oleh beton. Sambungan memegang peranan yang penting terhadap kekuatan dan integritas dari suatu elemen struktur, kegagalan suatu struktur diharapkan tidak terjadi pada sambungannya, sehingga diperlukan detail sambungan yang baik. Acapkali proses penyambungan tulangan, kebutuhan panjang penyambungan, konfigurasi dan akurasi menjadi polemik pada pelaksanaannya. Peraturan secara ekplisit tidak merekomendasikan ataupun melarang satu jenis tertentu dari suatu sambungan mekanis. Berawal dari hal ini memungkinkan dilakukan penelitian untuk mencari inovasi baru jenis sambungan mekanis yang kuat dan layak secara teknis, mudah pembuatan serta pemasangannya. 4

1.2. Perumusan Masalah Sambungan dalam sebuah konstruksi tidak dapat dihindari, keterbatasan ukuran panjang dari produksi baja tulangan memaksa suatu elemen struktur harus dilakukan penyambungan. Begitu halnya sistem pracetak yang mengharuskan adanya sambungan antar elemen. Sambungan harus mempunyai kekuatan yang dapat menjamin integritas dari suatu elemen struktur. Sambungan lewatan tarik (tension lap splice) di dalam peraturan perencanaan bangunan yang berlaku, SNI-03-2847-2002 pasal 14.1 dan ACI memberikan batasan panjang penyaluran l d 300mm atau seperti pada persamaan (1.1) dan (1.2) diatas. Namun apakah batasan l d 300mm ini cukup efektif dalam menjamin integritas struktur. Selain sambungan lewatan, SNI-03-2847-2002 Pasal 14.14.3. membolehkan pemakaian sambungan mekanis penuh dan sambungan las. SNI-03-2847-2002 Pasal 14.1 juga memperkenankan untuk melakukan penyambungan dengan kombinasi keduanya (sambungan lewatan dan sambungan mekanis). Didasari dari hal tersebut diatas akan dilakukan penelitian tentang jenis sambungan kombinasi antara sambungan lewatan dan sambungan mekanis, karena masih jarang sekali ditemukan penelitian tipe dari sambungan ini. Penelitian meninjau aspek teknis yaitu dari segi kekuatan maupun integritas elemen struktur, selain itu juga ditinjau dari kemudahan didalam pembuatan dan pelaksanaannya. Dengan sistem sambungan kombinasi ini, sambungan mekanis diharapkan dapat menurunkan rasio retak beton arah melintang dan memanjang akibat tegangan tranversal dan radial geser yang tidak dapat ditahan oleh selimut beton. 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penelitian ini adalah ; 1. Mengembangkan clamp sebagai sambungan mekanis pada struktur beton bertulang. 2. Mengetahui perilaku struktur beton bertulang yang menggunakan kombinasi sambungan clamp dan sambungan lap splice. 3. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi sambungan clamp terhadap seluruh sistem sambungan yang ada. 5

1.4. Batasan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan asumsi asumsi yang merupakan batasan dalam pembahasannya yaitu ; 1. Parameter yang digunakan adalah mutu beton normal/tidak meninjau mutu beton sebagai variabel. 2. Parameter baja tulangan yang disambung digunakan mutu dan diameter yang sama D16, dengan tegangan leleh baja tulangan (fy 400MPa). 3. Tidak meninjau pengencangan (pretensioning) sebagai variabel 4. Pengujian mekanik beton bertulang dilakukan pada umur beton 28 hari dan metode percobaan dengan uji balok lentur (flexure beam test). 5. Beban yang diberikan berupa beban monotonik. 1.5. Sistematika Penulisan Pada penulisan tesis ini disajikan dalam 5 bab yang terdiri dari: Bab I. Pendahuluan Pada bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisannya. Bab II. Tinjauan Pustaka Pada bab ini disampaikan referensi referensi berupa tinjauan pustaka, beberapa penelitian yang berkaitan sebelumnya yang mendukung sebagai bahan kajian pustaka. Bab III. Metodologi Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penelitian dengan metode eksperimental di laboratorium Bab IV. Hasil dan Pembahasan Data hasil penelitian dipakai sebagai bahan kajian analisis dan sebagai bahan pembanding. Bab V. Kesimpulan dan Saran Hasil dari verifikasi dan validitas dirangkum secara ringkas dan dijadikan sebagai saran bagi peneliti selanjutnya. 6