BAB I PENDAHULUAN. komponen yaitu Struktur, substansi dan kultur hukum. 2 Ketiga komponen tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tampak pasal-pasal UUD 1945 juga merupakan pelaksana dan pokokpokok

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan yang tidak ada kecualinya, sedangkan untuk menjamin kataatan dan kepatuhan terhadap hukum adalah di tangan semua warga negara. Pendiri negara ini mengamanatkan bahwa negara Republik Indonesia (RI) adalah negara yang berdasarkan hukum (Rechsataat) dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka (Machsstaat), hal ini diperkuat lagi dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) yang tertulis: 1 Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai ideologi sebagai pencerminan sebuah negara hukum untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya. Implementasi penegakan hukum di Indonesia harus memandang hukum sebagai suatu sistem. Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum terdiri dari tiga komponen yaitu Struktur, substansi dan kultur hukum. 2 Ketiga komponen tersebut 1 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). 2 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 204. 1

memiliki hubungan timbal balik sehingga harus dikaitkan secara bersama-sama demi tercapainya tujuan hukum yang optimal. Sistem hukum di Indonesia saat ini lahir dengan proses sejarah yang panjang. Mendapatkan pengaruh dari beberapa sistem hukum, yaitu sistem hukum Eropa Continental, sistem hukum Anglo Saxon, sistem hukum islam, dan sistem hukum adat. Sehingga dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang hakim harus dengan cermat kasus posisi dan melihat segala sumber hukum termasuk juga sumber hukum berupa kebiasaan. Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan masyarakat setempat, sehingga suatu putusan hakim bisa diterima dan dimengerti oleh masyarakat. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, dalam pidana pokoknya mencantumkan pidana mati dalam urutan pertama, dimana merupakan warisan kolonial Belanda, yang sampai saat ini masih tetap ada. Sementara praktik pidana mati masih diberlakukan di Indonesia. Tentu saja hal ini merupakan hal yang sangat menarik, karena pada saat diberlakukan di Indonesia melalui asas konkordansi, di belanda ancaman pidana mati sudah dihapuskan. Dalam hukum pidana dikenal dua pandangan tentang unsur-unsur tindak pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat syarat, untuk adanya pidana harus mencakup dua hal yakni sifat dan perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup 2

di dalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (criminal responbility) 3 Hukum pidana merupakan suatu bagian kaidah-kaidah atau norma-norma dari keseluruhan hukum yang berlaku pada suatu masyarakat dalam suatu sistem negara yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk menentukan tindakantindakan yang tidak dapat dilakukan sesuka hati tanpa aturan dan dengan disertai ancaman hukuman bagi yang melanggar aturan tersebut. 4 Masalah kejahatan kerap kali menghantui masyarakat dari berbagai kalangan. Karena kejahatan dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak mengenakkan lahir batin dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kejahatan itu sendiri sudah menjadi istilah yang tidak asing lagi dalam masyarakat. Namun apakah yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri ternyata tidak ada pendapat yang seragam. Hal ini dikarenakan pengertian kejahatan itu bersumber dari alam nilai kehidupan masyarakat. Kodrat sosial membuat membuat manusia tidak bisa lepas dari masyarakat sekitarnya dan bergantung dengan manusia lainnya. Namun, konsepsi homo-homini lupus, yang sedianya tidak diharapkan menjadi momok bagi bangunan masyarakat terkini. Manusia mencelakakan manusia, itulah awalan yang tepat menggambarkan prosesi kejahatan pembunuhan yang berkembang dalam kehidupan manusia dewasa ini. 3 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP- Indonesia, Yogyakarta,2012, hlm. 38. 4 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 2013, hlm 3. 3

Pada kenyataannya Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat kriminalitas yang tinggi sehingga diperlukan upaya keras dari para penegak hukum untuk mengatasi masalah ini guna memberikan rasa aman kepada masyarakat. Tingginya tingkat kriminalitas ini dipengaruhi banyak hal, baik itu dari segi tingkat kesejahteraan masyarakat, sampai hal-hal kecil seperti masalah perasaan. Negara indonesia menjamin perlindungan terhadap nyawa setiap warga negaranya, dari yang ada dalam kandungan sampai yang meninggal. Tujuannya adalah untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dalam suatu perbuatan khususnya yang dilakukan dengan cara merampas nyawa orang lain (membunuh). 5 Semua warga Negara berkedudukan sama di mata hukum.usaha penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta tindakan dari penegak hukum kurang sesuai dengan dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa, maka sudah barang tentu penegakan hukum tidak akan mencapai sasarannya. 6 Aturan-aturan tersebut mengatur tentang pelanggran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan. 5 Ilhami Basri, Hukum Pidana dan Regulasi Implementasi Indonesia, Alqaprint: Bandung, 2003,Hlm 34. 6 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,Rafika Aditama, Bandung, 2009, Hlm 67. 4

Namun apabila bertitik tolak dari kepentingan masyarakat secara langsung, kejahatan itu adalah merupakan tindakan-tindakan ataupun suatu pengrusakan tatanan di dalam kehidupan yang mempunyai 2 (dua) unsur atau elemen, dimana 2 (dua) unsur atau elemen itu adalah: 1. Kejahatan itu merugikan masyarakat umumnya secara ekonomis. 2. Merugikan secara psikologis yang menyangkut rasa aman dan melukai perasaan susila dari suatu kelompok manusia. 7 Adapun contoh-contoh jenis kejahatan yang sering terjadi di kalangan masyarakat yang sering meresahkan dan tidak pandang bulu yaitu: 8 1. Begal; 2. Narkotika; 3. Geng Motor; 4. Pencurian; 5. Perjudian; 6. Pornografi; 7. Penipuan; 8. Dll. Dasar hukum yang digunakan oleh aparat penegak hukum di wilayah Negara Indonesia dalam penerapan sanksi pidana kepada terdakwa atau orang yang melakukan serta melanggar peraturan tersebut adalah KUHP, karena KUHP 7 Salim HS, Pandangan Terhadap Kriminologi, Diakses Melalui www.library.usu.ac.id, tanggal 20 april 2015. 8 http://www.liputan6.com/news/read/2190829/marak-kejahatan-jalanan-polisi-di-medan (Di akses tanggal 5 November 2015) 5

merupakan suatu Undang-undang yang berisi sanksi pidana. Aristoteles menyatakan bahwa: Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela. Oleh sebab itu walau langit runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan. Seiring dengan perkembangan zaman, pembunuhan yang semula dilakukan secara individu sekarang ini sudah banyak dilakukan secara berkelompok. Pembunuhan yang dilakukan secara individu biasanya bermotifkan balas dendam dan rasa sakit hati pelaku terhadap korban. Dalam perkembangannya dewasa ini, pembunuhan semakin banyak terjadi dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena hukuman bagi pelaku tindak pidana ini terlalu berat. Tindak pidana pembunuhan dalam KUHP dapat dibedakan menjadi jenis pembunuhan yang dilakukan karena sudah direncanakan, pembunuhan yang disebabkan oleh kealpaan. Pengertian Tindak Pidana lebih luas dari pada kejahatan. Kejahatan tindak pidana merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang selalu ada melekat pada masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana adalah perbuatan pidana yang pada dasarnya diatur di dalam Buku II KUHP dan di dalam aturan-aturan lain di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai kejahatan. Tindak pidana pembunuhan merupakan salah satu kejahatan yang sering diberitakan pada saat ini. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang. Tindak pidana pembunuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga dalam perbuatannya tersebut dapat 6

menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. 9 Perbuatan pidana lebih luas dari kejahatan, karena juga meliputi pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur dalam Buku III KUHP dan diluar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai pelanggaran. Membunuh jika dipandang dari sudut agama merupakan suatu yang terlarang, pembunuhan merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang tidak manusiawi dan suatu perbuatan yang tidak berperikemanusiaan, karena pembunuhan merupakan suatu tindak pidana terhadap nyawa orang lain tanpa mempunyai rasa kemanusiaan. Pembunuhan juga merupakan suatu perbuatan jahat yang dapat mengganggu keseimbangan hidup, keamanan, ketentraman, dan ketertiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu setiap perbuatan yang mengancam keamanan dan keselamatan atas nyawa seseorang tersebut sehingga dianggap sebagai kejahatan yang berat oleh karena itu dijatuhi dengan hukuman yang berat pula. Pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, untuk menghilangkan nyawa orang lain itu, seseorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut. Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh, perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. Dari definisi tersebut, maka tindak pidana 9 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Jakarta, 2003, hlm.66. 7

pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang. Apabila kata tindak pidana dengan pembunuhan digabung dalam satu kalimat, maka dapat diartikan sebagai suatu perbuatan manusia menghilangkan nyawa orang lain dan perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, perbuatan mana jelas bertentangan dengan ketentuan undang-undang hukum pidana. Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachterade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. 10 Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam Pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, yang rumusannya dapat berupa pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana. September 2015 10 http://s-hukum.2014/05/tindak-pidana-pembunuhan-dalam-kuhp.html, diakses tgl 24 8

Berdasarkan apa yang diterangkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merumuskan Pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. 11 Akan tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. Dalam proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa yang terjadi atau yang sedang berlangsung, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran dari peristiwa tersebut. Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP merupakan aturan yang mengatur tentang turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu orang lain melakukan suatu tindak pidana. Sehingga seseorang yang turut serta pada waktu melakukan tindak pidana dapat pula dipidana, tidak semata-mata seseorang yang melakukan tindak pidana pidana sajalah yang dipidana. Dari penguraian atas kedua pasal tersebut dapatlah diketahui bahwa menurut KUHP, pembagian golongan peserta terhadap tindak pidana penyertaan yaitu, mereka yang melakukan (Pembuat Pelaksana: Pleger), mereka yang menyuruh melakukan (Pembuat Penyuruh: Doen Pleger), mereka yang turut melakukan (Pembuat Penyuruh: Medepleger), orang yang sengaja menganjurkan/ membujuk (Pembuat Penganjur: Uitlokker), dan pembantuan(medeplichtige). Dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana pembunuhan maka perlulah dilakukan suatu pembuktian yang baik dan konkrit agar dapat mengungkap kebenaran yang ada terhadap suatu peristiwa pidana. Pembuktian merupakan bagian September 2015. 11 http://www.referensimakalah.com/2013/03/pembunuhan-menurut-kuhp.html?m=1, diakses 9

dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum yang juga di atur di dalam perundang-undangan, sistem yang di anut dalam pembuktian, syarat- syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian tersebut. 12 Berbagai faktor pemicu terjadinya pembunuhan, faktor kecemburuan sosial, dendam, dan faktor psikologi seseorang tapi muaranya satu, bahwa kasus pembunuhan masih menjadi tindak pidana yang paling sering terdengar di negeri ini. Bahkan, belakangan pembunuhan telah mengalami improvisasi seperti mutilasi, pembunuhan disertai perampokan, dan terkadang disertai pula dengan kasus pemerkosaan. Adapun pada mereka yang menyuruh melakukan perbuatan (Doenplegen) adalah bahwa pertanggungjawaban atau sanksi terhadap orang yang menuruh melakukan perbuatan dibatasi hanya sampai perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang yang disuruh, artinya walaupun orang yang menyuruh melakukan itu bermaksud untuk menyuruh melakukan sesuatu yang lebih jauh sifatnya namun dia bertanggungjawab hanya sampai pada perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh orang yang disuruh. Sebaliknya dia juga bertanggungjawab sampai pada hal-hal yang memang disuruh melakukannya. 12 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2005, hlm. 10. 10

Jika orang yang disuruh itu telah melakukan lebih dari apa yang disuruh melakukannya, maka orang yang menyuruh tidak bertanggungjawab atas hal yang lebih yang telah dilakukan oleh orang yang disuruh. 13 Pelaku yang berikutnya adalah mereka yang menganjurkan perbuatan, pertanggungjawaban dan konsekuensi hukum yang dapat dikenakan terhadap merka yang menyuruh atau membujuk melakukan perbuatan adalah hanya perbuatan yang telah dianjurkan saja. Pertanggungjawaban penganjur dalam sistem penyertaan di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa penganjur (Uitlokker) merupakan bentuk penyertaan yang berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa berdasarkan daya upaya yang dilakukan oleh seseorang itu, oleh penganjur tidak perlu dilakukan suatu delik yang selesaipenuh (Voltooid), bahkan apabila oleh si penganjur tersebut telah dapat dipertanggungjawabkan untuk dipidana sama dengan pembuat atau pelaku. 14 Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mengambil judul tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Dalam Melakukan Pembunuhan Berencana (Studi Kasus Putusan No. 372/Pid/2015/PT-MDN Jo 444/Pid.B/2015/PN.MDN). Pada penelitian ini meneliti Putusan No. 372/Pid/2015/PT-MDN Jo 444/Pid.B/2015/PN.MDN tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan terhadap Rianto Marihot Silaen, terjadinya tindak pidana yang di lakukan karna factor 13 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm.49. 14 Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana Dasar Aturan umum Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, hlm 141. 11

ingin mengambil semua harta benda milik korban Rianto Marihot Silaen sehingga tega melakukan tindak pembunuhan berencana. Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan perbuatan yang di lakukan oleh pelaku yang juga merupakan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang juga merupakan kawan sendiri. 15 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah adalah hal yang merupakan tolak ukur munculnya permasalahan utama. Oleh sebab itu sifat suatu identifikasi masalah pada dasarnya bersifat umum. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Tindak pidana pembunuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga dalam perbuatannya tersebut dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. 16 Perbuatan pidana lebih luas dari kejahatan, karena juga meliputi pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur dalam Buku III KUHP dan diluar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai pelanggaran. 2. Pertanggungjawaban penganjur dalam sistem penyertaan di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa penganjur (Uitlokker) merupakan bentuk penyertaan yang berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa berdasarkan daya upaya yang dilakukan oleh seseorang itu, oleh penganjur tidak perlu dilakukan suatu delik yang 15 Putusan No. 372/Pid/2015/PT-MDN Jo 444/Pid.B/2015/PN.MDN 16 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Jakarta, 2003, hlm.66. 12

selesaipenuh (Voltooid), bahkan apabila oleh si penganjur tersebut telah dapat dipertanggungjawabkan untuk dipidana sama dengan pembuat atau pelaku. 3. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undangundang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, yang rumusannya dapat berupa pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana. 4. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dalam yang di lakukan secara bersama-sama Putusan Nomor 372/Pid/2015/PT-MDN. 5. Pertanggungjawaban hukum oleh pelaku tindak pidana turut serta dalam pembunuhan berencana. 1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam skripsi ini adalah: 1. Perkara yang diteliti adalah pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap keikut sertaan dalam pembunuhan berencana. 2. Perkara yang diteliti adalah keikut sertaan dalam pembunuhan berencana terhadap pertanggungjawaban pelaku di hukum dalam keikutsertaan pembunuhan berencana. 13

1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, untuk memudahkan dalam mencapai tujuan dalam pembahasan skripsi ini, maka harus terlebih dahulu dibuat masalah-masalah pokok yang sesuai dengan judul yang diajukan, karena inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan pembahasan selanjutnya. Yang menjadi masalah-masalah pokok didalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dalam yang di lakukan secara bersama-sama dalam Putusan Nomor 372/Pid/2015/PT-MDN? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku pembunuhan berencana terkait dalam Putusan Nomor 372/ Pid.B/2015/PT.MDN? 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Sanksi Pidana terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana yang dilakukan secara bersama-sama dalam Putusan Nomor 372/Pid/2015/PT-MDN. 14

2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pelaku terhadap tindak pidana ikut serta dalam pembunuhan berencana terkait dalam Putusan Nomor 372/Pid/2015/PT-MDN. b. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan pada penelitian yang penulisan ini harapkan adalah sebagai berikut : 1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis sendiri untuk menyelesaikan dan memperoleh gelar sarjana di jenjang Strata satu di Fakultas Hukum Universitas Medan Area. 2. Diharapkan dapat menambah masukan dalam menunjang pengembangan ilmu bagi penulis sendiri pada khususnya dan mahasiswa fakultas hukum pada umumnya. 3. Diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan referensi bagi semua pihak, khususnya bagi pihak yang berkompoten dalam mengemban tugas profesi hukum. 15