BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Pendahuluan 10/12/2009

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Persyaratan Teknis jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield)

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB II TINJAUAN TEORI

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN KAJIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA JALAN GAJAH MADA KABUPATEN JEMBER. Oleh : Ir. Noor Salim, M.Eng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri 2.1.2. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. 2.1.2.1. Fungsi Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam : a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 08124001 9

d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 2.1.2.2. Status Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan 08124001 10

2.1.2.3. Kelas Untuk pengaturan penggunaan dan kelancaran lalu lintas, maka jalan dibagi menjadi beberapa kelas yaitu: a. Jalan Bebas Hambatan (freeway), adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median. b. Jalan Raya (highway), adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk terbatas dan dilengkapi de3ngan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah. c. Jalan Sedang (road), adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter. d. Jalan Kecil (street), adah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5 (lima setengah) meter. 2.2. Sistem Jaringan Jalan Menurut Undang- Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Sistem Jaringan Jalan dibagi dalam 2 bagian, yaitu : a. Sistem Jaringan Jalan Primer b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder. 2.2.1. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalan ini merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk 08124001 11

pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusatpusat kegiatan yang dibagi dalam : a. Jalan Arteri Primer, adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu yang berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Arteri Primer adalah : 1). Kecepatan rencana > 60 km/jam 2). Lebar badan jalan > 11,0 m 3). Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas ratarata 4). Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai 5). Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal. 6). Jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. b. Jalan Kolektor Primer, adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua, atau kota jenjang kesatu dengan kota jenjang ketiga. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer antara lain sebagai berikut : 1) Kecepatan rencana > 40 km/jam 2) Lebar badan jalan > 9,0 m 3) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata. 4) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu. 08124001 12

5) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal. 6) Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota. c. Jalan Lokal Primer, adalah ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal primer adalah sebagai berikut : 1). Kecepatan rencana > 20 km/jam 2). Lebar badan jalan > 7,5 m 3). Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa. 2.2.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan. a. Jalan Arteri Sekunder, adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu lainnya, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Arteri Sekunder adalah sebagai berikut : 1) Kecepatan rencana > 30 km/jam 2) Lebar jalan > 11,0 m 3) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata rata. 08124001 13

4) Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat. b. Jalan Kolektor Sekunder, adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Kolektor Sekunder adalah sebagai berikut : 1). Kecepatan rencana > 20 km/jam 2). Lebar jalan > 9,0 m c. Jalan Lokal Sekunder, adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, atau kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Lokal Sekunder adalah sebagai berikut : 1). Kecepatan rencana > 10 km/jam 2). Lebar jalan > 7,5 m 2.3 Lalu Lintas Teknik lalu lintas menurut Desutama RBP (2002), adalah aplikasi teknologi dan prinsip ilmiah kedalam aspek perancangan fungsional, perancangan geometri jalan dan fasilitas fasilitas jalan raya untuk mendapatkan gerakan manusia, barang dan jasa yang aman, nyaman, cepat, tepat dan ekonomis. Lalu lintas di jalan raya merupakan campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat dan kendaraan ringan serta kendaraan tidak bermotor. Dalam hubungannya dengan analisis kapasitas jalan, besaran volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Peniumpang (SMP). Untuk penentuan besarnya nilai Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) setiap jenis kendaraaan tergantung pada fungsi, tipe jalan dan tipe alinyemen serta arus lalu lintas. 08124001 14

2.4 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut Sukirman (2010), Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan atas, perkerasan jalan dapat dibedakan atas : a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan pengikatnya. c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. 2.4.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Menurut Sukirman (2010), fungsi utama perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas secara aman dan nyaman selama umur rencana tidak terjadi kerusakan yang berarti. Untuk memenuhi fungsi tersebut, perkerasan harus: 1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (sebagai akibat beban lalu lintas) sampai batas batas yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan/penurunan yang dapat merusak perkerasan itu sendiri. 2. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan Menurut pedoman konstruksi bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Pt T-01-2002-B tentang pedoman perencanaan perkerasan lentur, struktur perkerasan lentur umumnya terdiri atas lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course) dan lapis permukaan (surface course), seperti tampak pada Gambar 2.1 08124001 15

Sumber. Pt T-01-2002-B Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Lentur 2.5 Bangunan Pelengkap Jalan Bangunan pelengkap adalah bangunan yang dibuat sebagai sarana pendukung jalan. Jenis jenis bangunan pelengkap jalan yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 2.5.1 Drainase Shirley L. Hendarsin dalam Perencanaan Teknik Jalan Raya bahwa penyebab kerusakan konstruksi jalan raya, langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh air yang erat hubungannya dengan hydrologi dan sistem drainase jalan. Dua hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan sistem drainase jalan raya, yaitu: 1. Drainase permukaan. 2. Drainase bawah permukaan. Drainase permukaan adalah sistem drainase yang dibuat untuk mengendalikan air (limpasan) permukaan akibat hujan. Tujuan dari sistem drainase ini, untuk memelihara jalan agar tidak tergenang air hujan dalam waktu yang cukup lama (yang akan mengakibatkan kerusakan konstruksi jalan), tetapi harus segera dibuang melalui sarana drainase jalan. 08124001 16

2.5.2 Trotoar Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang sejajar dan bersebelahan dengan jalur lalu lintas yang diperkeras dengan konstruksi perkerasan beton atau aspal. (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2007) Menurut Petunjuk Perencanaan Trotoar Direktorat Pembinaan Jalan Kota Dirjen Bina Marga No. 007/BNKT/1990 bahwa dalam perencanaan trotoar harus mengikuti ketentuan ketentuan sebagai berikut : a. Penempatan trotoar b. Dimensi Trotoar c. Struktur dan kemiringan d. Tangga 2.5.3 Lampu Penerangan Jalan Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan, Dirjen Bina Marga (1991), Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri kanan jalan atau di tengah (dibagian median) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun tikungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah (terowongan). Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya (lampu/luminer), elemen elemen otik (pemantul/refractor, penyebar/difractor) 2.5.4 Rambu Erwin Kusnandar, tahun 2007, dalam materi mata kuliah Manajemen Lalu Lintas, rambu sebagai media untuk menyampaikan informasi yang diperlukan dalam mengemudi kendaraan di jalan, seperti peringatan, larangan, dan petunjuk. Maka rambu tersebut harus bisa efektif dalam lingkungannya secara menerus (segala cuaca, malam dan 08124001 17

siang), setiap informasi yang disampaikannya harus tepat baik melalui kata atau simbol. Perencanaan dan penempatan rambu harus disesuaikan dengan karakteristik lalu lintas dan kondisi lingkungan. Perlunya waktu yang cukup untuk pemahaman pesan informasi dari rambu dalam bertindak tanpa mengalihkan perhatian sepenuhnya dari situasi jalan. Sesuai dengan fungsinya bahwa rambu menginformasikan sesuatu yang harus dilakukan kendaraan didepannya. Untuk itu penempatan biasanya ditempatkan pada bagian sisi yang berdekatan dengan pengemudi. 2.5.5 Marka Menurut Erwin Kusnandar, tahun 2007, dalam materi mata kuliah Manajemen Lalu Lintas, sebagai alat pengendali lalu lintas dalam rangka untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran pada sistem jalan perlu digunakan marka. Marka ditempatkan pada badan jalan yang secara prinsip dipakai untuk menuntun lalu lintas dengan suatu aturan dan peringatan. Pesan tersebut disampaikan dalam bentuk pesan dan garis. Marka harus menarik perhatian dan menyampaikan pesan yang jelas sehingga dapat menyediakan waktu yang memadai bagi pengendara untuk memberikan respon. Warna marka paling sering menggunakan warna putih, tetapi idealnya harus memperhatikan latar belakang permukaan perkerasan jalan dan kondisi lingkungan untuk memilih warna yang tepat. 08124001 18