BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator dalam mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya 1
2 (Koswara, 2000). Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Kota Bandung adalah daerah yang senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk lebih tepatnya dapat kita lihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Tahun 2009-2013 Tahun PAD Kota Bandung 2009 385.457.255.128 2010 440.331.559.083 2011 675.486.246.658 2012 993.092.334.694 2013 1.442.775.238.323 Sumber : DPKAD Kota Bandung Realisasi PAD Kota Bandung selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan PAD tersebut, mengindikasikan bahwa potensi daerah yang ada dapat memberikan kontribusi yang maksimal dari tahun ke tahun sehingga pemanfaatannya dapat semakin dioptimalkan. Pendapatan asli daerah Kota Bandung yang setiap tahunnya meningkat memiliki persentase yang berfluktuasi. Untuk lebih tepatnya dapat kita lihat pada tabel berikut:
3 Kabupaten/ Kota Tabel 1.2 Persentase Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Tahun 2009-2013 Pendapatan Asli Daerah 2010/2009 2011/2010 2012/2011 2013/2012 Kota Bandung 14,24 53,40 47,02 45,28 Sumber : DPKAD Kota Bandung Walaupun Pendapatan Asli Daerah setiap tahunnya meningkat, dari hasil persentase mencerminkan bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung berfluktuasi. Fluktuasi tersebut timbul akibat berbagai faktor, salah satu faktornya adalah timbul Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai penetapan 16 jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah, yang terdiri dari 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak Kabupaten/Kota. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1.3 Jenis-jenis Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota Pajak Provinsi 1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Air Permukaan 5. Pajak Rokok Sumber : Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Kabupaten/Kota 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
4 Fluktuasi yang timbul dari penetapan Undang-Undang tersebut karena salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah yang memiliki kontribusi yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah Kota Bandung yang merupakan daerah otonom mencoba untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, khususnya untuk BPHTB yang mengalami perubahan dari pajak pusat menjadi pajak Kabupaten/Kota, yang selama ini porsi 64% untuk daerah Kabupaten/Kota penghasil menjadi 100% akan menambah secara signifikan PAD Kabupaten/Kota. Alasan dirubahnya pengelolaan BPHTB dari pusat ke daerah yaitu diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi daerah tertentu, dibandingkan dari keseluruhan penerimaan pajak-pajak daerah selama ini. Disamping itu menurut teori pajak properti internasional yang selama ini dipakai oleh para penggagas Undang-Undang ini adalah bahwa property tax cenderung lebih bersifat lokal. Fisibilitas dan immobilitasnya menjadi salah satu alasan penting mengapa BPHTB lebih cenderung menjadi pajak daerah. Apalagi jika dikaitkan dengan kemandirian keuangan pemerintah daerah serta mengurangi tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada
5 pemerintah pusat. (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/12/31/mulai-1- januari-2011-bphtb-telah-resmi-menjadi-pajak-daerah-330028.html). Selain dari pada BPHTB sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung adalah Pajak Air Tanah. Pajak air tanah ini merupakan pengalihan unsur pelayanan masyarakat, dimana akuntabilitas dan transparansi menjadi isu yang paling disoroti di era otonomi daerah. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa beban pajak properti sering dikaitkan langsung dengan pelayanan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah daerah, misalnya dalam menyediakan/memelihara sarana-prasarana, sehingga secara logika wajar bila pajak properti dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Pertimbangan pengalihan jenis pajak ini dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota utamanya adalah karena asas lokalitas, dimana objek pajak, yaitu air tanah, pada dasarnya berada pada satu Kabupaten/Kota dan tidak berpindahpindah. Menurut Kepala Dispenda kota Bandung Yossi Irianto Pajak air tanah bukan sekedar instrumen meningkatkan PAD tapi lebih substantif pada fungsi pengaturan sehingga pemanfaatan air tanah bisa dilakukan secara terkendali (http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id-1575#). Sebelum pengalihan, pajak air tanah termasuk pajak daerah provinsi, sehingga untuk Kabupaten/Kota pajak air tanah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagai bagi hasil pajak dari provinsi. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Astri Yasiah (2013) dengan menggunakan variabel yang sama namun unit analisis yang berbeda. Unit analisis yang digunakan dari penelitian sebelumnya adalah
6 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sumedang sedangkan unit analisis yang digunakan peneliti ini adalah Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Pengaruh Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Air Tanah Terhadap Pendapatan Asli Daerah 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Berapa besar kontribusi BPHTB di Kota Bandung? 2. Berapa besar kontribusi Pajak Air Tanah di Kota Bandung? 3. Seberapa besar pengaruh penerimaan BPHTB dan Pajak Air Tanah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban yang jelas mengenai seberapa besar pengaruh penerimaan BPHTB dan Pajak Air Tanah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui besarnya kontribusi BPHTB di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui besarnya kontribusi Pajak Air Tanah di Kota Bandung.
7 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh penerimaan BPHTB dan Pajak Air Tanah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi: 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berfikir, menambah kemampuan intelektual, dan memperdalam pengetahuan akuntansi sektor publik penulis berkenaan dengan pengaruh penerimaan BPHTB dan Pajak Air Tanah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung. 2. Bagi Pembaca Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian sejenis. 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kota Bandung dalam upaya peningkatan penerimaan pajak daerah terutama BPHTB dan Pajak Air Tanah demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah sehingga berpengaruh positif terhadap pembangunan daerah.
8 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka lokasi penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). Lokasi ini digunakan peneliti karena merupakan instansi pemerintahan yang mengelola semua penerimaan kas dari sumber-sumber daerah. Dengan waktu penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.