DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB IV ANALISIS TERHADAP FUNGSI REPRESENTASI ANGGOTA DPD DALAM PENINGKATAN PEMBANGUNAN DI DAERAHNYA (YOGYAKARTA)

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

POLITIK LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

: Abdul Qadir Amir Hartono, SE.,SH., MH. : Abdul Qadir / Gus Anton (Panggilan di Daerah)

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

RechtsVinding Online

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

INFO SHEET PROLEGNAS DAN PROLEGNAS PRIORITAS 2010

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA INDONESIA (DPR-RI) 1 Oleh : Norisman Tumuhu 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

DISUSUN OLEH RUDY SASMITA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat adalah terkait dengan pembubaran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Bahkan pada awal tahun 2016 ini salah satu partai politik melakukan pembahasan terhadap hal tersebut. Seperti yang dimuat dalam www.detik.com, Partai Kebangkitan Bangsa dalam Mukernas Partai yang salah satu agendanya membahas antara penambahan kewenangan DPD RI atau dibubar kan saja. Semangat pembahasan tersebut seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar lahir dikarenakan DPD RI dianggap tidak mempunyai fungsi dan sebaiknya dibubarkan dengan cara mengamandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Wacana pembubaran tersebut semakin santer terdengar dengan terjadinya kericuhan pada saat Rapat Paripurna DPD RI Kamis 17 Maret 2016 seperti yang dimuat dalam situs resmi dpd.go.id. Hal tersebut timbul karena adanya paksaan terhadap pimpinan siding untuk menandatangani sesuatu yang diyakini melanggar UU dan tidak ada dalam agenda. Isu yang berhembus yang mengakibatkan kericuhan berkaitan dengan pembahasan masa jabatan pimpinan yang sebelumnya 5 tahun, dipangkas menjadi 2,5 tahun. Akibat hal tersebut sedikit banyak mencoreng nama DPD RI itu sendiri, ditengah adanya wacana pembubaran DPD. Sementara pendapat pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang dimuat oleh beritasatu.com tidak setuju dengan pembubaran DPD, menurutnya justru perlu ditambah peran tertentu kepada DPD RI. Hal ini dikarenakan DPD RIdi bentuk untuk mengimbangi ketimpangan penduduk Jawa dan luar Jawa di Parlemen, yang dilatar belakangi oleh keadaan bahwa anggota DPR mayoritas mewakili Jawa, sehingga terjadi ketidakseimbangan perwakilan Jawa dan luarjawa.

Kewenangan DPD RI Pada awal pembahasan penulis ingin mengkaji terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPD RI berdasarkan UUD NRI 1945. Sistem perwakilan Negara Indonesia menggagas adanya lembaga Negara baru yang diwujudkan dalam amandemen ketiga UUD NRI 1945, yaitu memasukkan DPD RI sebagai lembaga Negara yang mempunyai amanah mewakili kepentingan daerah atau representasi daerah. Gagasan yang dilanjutkan dengan lahirnya DPD RI ini muncul setelah Negara Indonesia mengusung konsep otonomi daerah yang terejawantahkan pula dalam amandemen kedua UUD NRI 1945. DPD RI mempunyai fungsi penyambung serta penyalur aspirasi daerah di Parlemen, dalam hal mewujudkan kebijakan nasional yang mampu mengakomodir kepentingan daerah. Komposisi DPD RI telah diatur berdasarkan Pasal 22 C UUD NRI 1945, yaitu pada ayat (2) menyatakan bahwa anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Sementara dalam hal kewenangannya, diatur berdasarkan Pasal 22 D UUD NRI 1945 DPD RI mempunyai kewenangan yang berbeda dengan DPR. Berdasarkan pasal 22 D ayat (1) DPD mempunyai wewenang untuk mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR yaitu yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.pada Pasal 22 D ayat (2) menyatakan bahwa DPD RI ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah dan seterusnya, serta memberikan pertimbangan kepada DPR tentang RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan RUU yang berkaitan dengan Pajak, Pendidikan, dan Agama.PadaPasal 22 D ayat (3) DPD RI dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, dan seterusnya serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Pengaturan lebih terperinci mengenai kewenangan DPD diatur lebih lanjut di dalam UU No. 22 Tahun 2003 yang kemudian diperbaruhi dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU No.10 Tahun 2004 yang kemudian diubah menjadi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun seiring dengan implementasi atas UU

No.27 Tahun 2009 dan UU No.12 Tahun 2011 ternyata terdapat pengaturan di dalam UU tersebut dirasa bertentangan dengan UUD NRI 1945. Menurut hemat penulis beberapa kewenangan DPD RI dipangkas/diperkecil oleh kedua UU tersebut. Atas hal tersebut maka diajukanlah judicial review oleh pemohon yaitu DPD RI ke Mahkamah Konstitusi untuk menilai apakah UU No.27 Tahun 2009 dan UU No.12 Tahun 2011 bertentangan dengan konstitusi (UUD NRI 1945). Beberapa Pasal yang dimohonkan untuk judicial review antara lain, yaitu Pasal 102 ayat (1) huruf d dan huruf e UU No.27 Tahun2009, Pasal 48 ayat (2) dan ayat (4) UU No.12 Tahun 2011 telah mereduksi kewenangan legislasi Pemohon menjadi setara dengan kewenangan legislasi anggota, komisi, dan gabungan komisi DPR. Pasal 143 ayat (5) dan Pasal 144 UU No.27 Tahun 2009 secara sistematis mengurangi kewenangan Pemohon sejak awal proses pengajuan RUU. Pasal 147 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) UU No.27 Tahun 2009 telah mendistorsi RUU yang diajukan oleh Pemohon menjadi RUU usul DPR. Pasal 65 ayat (3) dan ayat (4) UU No.12 Tahun 2011 tidak mengikutsertakan DPD RI dalam seluruh proses pembahasan RUU yang menjadi kewenangan konstitusional DPD RI. Secara lengkap dapat dilihat pada Putusan MK No. 92/PUU-X/2012. Kewenangan DPD PascaPutusan MK Putusan MK No. 92/PUU-X/2012 telah mengabulkan sebagian permohonan judicial review UU No.27 Tahun 2009 dan UU 12/2011 atas UUD NRI 1945. Mahkamah menyatakan beberapa Pasal yang terdapat di dalam kedua UU tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945. Menurut Mahkamah kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI 1945 kepada DPD RI telah direduksi oleh kedua UU tersebut. Sehingga ketentuan di dalam Pasal yang dinyatakan bertentangan batal dan tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat. Putusan MK dimaksud menyangkut lima pokok permasalahan kewenangan DPD RI dengan penjelasan, yaitu Pertama, kewenangan DPD dalam mengusulkan RUU sebagai manadiatur di dalam Pasal 22 D ayat(1) UUD NRI 1945, yang menurut DPD RI, RUU dari DPD RI harus diperlakukan setara dengan RUU dari Presiden dan DPR. Mahkamah berpendapat DPD mempunyai posisi dan kedudukan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam hal mengajukan RUU, Mahkamah menilai, menempatkan RUU dari DPD sebagai RUU usul DPD, kemudian dibahas oleh Badan Legislasi DPR, dan

menjadi RUU dari DPR adalah ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD untuk mengajukan RUU. Kedua, kewenangan DPD RI ikut membahas RUU yang disebutkan dalam Pasal 22 D UUD NRI 1945 bersama DPR dan Presiden. Berdasarkan ketentuan tersebut, DPD sebagai lembaga negara mempunyai hak dan/atau kewenangan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam membahas RUU, Dengan demikian, pembahasan RUU harus melibatkan DPD sejak memulai pembahasan pada Tingkat I oleh komisi atau panitia khusus DPR, yaitu sejak menyampaikan pengantar musyawarah, mengajukan, dan membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) serta menyampaikan pendapat mini sebagai tahap akhir dalam pembahasan di Tingkat I. Kemudian DPD menyampaikan pendapat pada pembahasan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR sampai dengan sebelum tahap persetujuan. Ketiga, kewenangan DPD member persetujuan atas RUU yang disebutkan dalam Pasal 22 D NRI 1945. DPD dapat saja ikut membahas dan memberi pendapat pada saat rapat paripurna DPR yang membahas RUU pada Tingkat II, tetapi tidak memiliki hak memberi persetujuan terhadap RUU yang bersangkutan. Persetujuan terhadap RUU untuk menjadi Undang-Undang, terkait dengan ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa hanya DPR dan Presidenlah yang memiliki hak memberi persetujuan atas semua RUU. Keempat, keterlibatan DPD dalam penyusunan prolegnas yang menurut DPD RI sama halnya dengan keterlibatan Presidendan DPR. Menurut Mahkamah, keikutsertaan dan keterlibatan DPD dalam penyusunan Prolegnas seharusnya merupakan konsekuensi dari norma Pasal 22D ayat (1) UUD 1945. Prolegnas yang merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Dengan demikian, RUU yang tidak masuk dalam Prolegnas tidak menjadi prioritas untuk dibahas. Apabila DPD tidak terlibat atau tidak ikut serta menentukan Prolegnas, maka sangat mungkin DPD tidak dapat melaksanakan wewenangnya untuk mengajukan RUU. Kelima, kewenangan DPD RI member pertimbangan terhadap RUU yang disebutkan dalam Pasal 22 D UUD NRI 1945. Terhadap dalil Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, makna memberikan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 adalah tidak sama dengan bobot kewenangan DPD untuk ikut membahas RUU. Artinya, DPD memberikan

pertimbangan tanpa ikut serta dalam pembahasan dan merupakan kewenangan DPR dan Presiden untuk menyetujui atau tidak menyetujui pertimbangan DPD sebagian atau seluruhnya. Hal terpenting adalah adanya kewajiban dari DPR dan Presiden untuk meminta pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Pasca Putusan MK tersebut pada tahun 2014 tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2014 telah disahkan Undangundang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang lama tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini. Wacana Pembubaran DPD Pembahasan mengenai wacana pembubaran DPD RI memang harus dilakukan secara mendalam. Hal ini dikarenakan dibentuknya DPD RI sebagai lembaga negara bukanlah hanya sebagai pelengkap dalam sistem ketatanegaraan, melainkan DPD lahir menjadiutusan/wakil daerah dalam menyampaikan aspirasinya. Dengan lahirnya DPD sebagai lembaga negara yang juga mempunyai fungsi legislasidisamping DPR diharapkan mampu melakukan fungsi check and balances dengan anggota DPR dan Pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan nasional. Tentunya suatu kebijakan nasional akan mempunyai pengaruh dan dampak terhadap setiap daerah-daerah. Diharapkan dengan adanya lembaga DPD RI kebijakan nasional tersebut dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan daerah, sehingga dalam implementasinya tidak ada pertentangan di daerah. Menurut hemat penulis dengan begitu DPD dapat dikatakan sebagai mitra kritis maupun mitra strategis dalam hal DPR melaksanakan fungsi legislasinya. Selanjutnya dalam hal yang berkaitan dengan wacana pembubaran DPD RI harus ditempuh melalui agenda amandemen UUD NRI 1945. Namun, menurut penulis akan timbul pertanyaan bahwa bagaimana sistem ketatanegaraan kita tanpa adanya DPD RI? Apakah peran DPD RI sudah mampu digantikan oleh DPR yang notabene kinerjanya dirasa masih kurang? Dan bagaimana daerah menyampaikan aspirasinya jika tidak ada DPD RI? Menurut hemat penulis kata dan tindakan yang lebih cocok untuk DPD ialah benahi dan perkuat kewenangan DPD sehingga mampu memberikan andil yang maksimal bagi perwujudan aspirasi daerah dan juga fungsi check and balances dalam proses legislasi.

Hal ini dilandasi oleh semangat para perancang amandemen UUD NRI 1945 yang telah memasukkan DPD RI sebagai lembaga negara yang diberikan kewenangan dalam UUD NRI 1945 sebagai representasi daerah. DPD RI juga diharapkan mampu memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempercepat perkembangan dan kemajuan daerah-daerah secara seimbang. Dengan vitalnya peran DPD RI dalam system ketatanegaraan sesuai dengan UUD NRI 1945 dan perubahan UU No.27 Tahun 2009 dan UU No.12 Tahun 2011 berdasarkan Putusan MK, maka sepatutnya DPD RI dioptimalkan segala perannya. Baik peran secara individu sebagai anggota untuk lebih mampu menampung aspirasi daerah maupun secara institusional yang mampu memberikan masukan-masukan dalam proses pembuatan kebijakan nasional. Selain itu keberdaan DPD RI sebagai representasi daerah yang merupakan nonpartai politik juga dapat memberikan harapan baru di tengah-tengah masyarakat daerah yang sekarang mengalami krisis kepercayaan terhadap anggota DPR yang dianggap hanya mengedepankan kepentingan partai saja. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi akar permasalahan isu wacana pembubaran DPD RI adalah lebih kepada kinerja yang sampai sekarang belum dirasakan oleh masyarakat luas. Sementara secara ketatanegaraan peran DPD RI tetap harus ada mengingat perannya sebagaimana diatur di dalam UUD NRI 1945. Selain hal tersebut mengingat juga peran DPD yang masih minim perlu dilakukan upaya penguatan kewenangan DPD RI agar kinerja DPD lebih maksimal dan cita-cita dalampembentukan DPD RI dapat tercapai. Penguatan peran DPD ini bisa dimasukkan dalam perubahan atau penyempurnaan UU No.12 Tahun 2011. * Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro