BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses pengikisan dengan daya penyerpihan yang besar. Jika terhadap benda kerja

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik

BAB I PROSES MANUFAKTUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Effect of Cutting Parameter Variation on Drilling of AISI 1045: Experimental and Simulation

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

Effect of Cutting Parameter Variation on Drilling of AISI 1045: Experimental and Simulation

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41

PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

SIDIK GUNRATMONO NIM : D

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ( Magnesium ditemukan dalam 60

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROSES MANUFACTURING

Pemodelan Temperatur Pahat Potong HSS dan Pencekam Pahat pada Proses Bubut dengan Metode Tool Termokopel Tipe K dengan Material St41

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

PROSES PEMESINAN. Learning Outcomes. Outline Materi. Proses pada Bendakerja KLASIFIKASI PROSES PEMESINAN

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke

BAB III PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES MANUFAKTUR CRUISE CONTROL

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

LAPORAN TUGAS AKHIR STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT (DESAIN DYNAMOMETER SEDERHANA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8)

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY

BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Proses drilling adalah proses permesinan untuk membuat lubang bulat pada benda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan.

Menentukan Peralatan Bantu Kerja Dengan Mesin Frais

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

BAB II DASAR TEORI Gambar 2.1. Diagram skematik termokopel Gambar 2.2. Pengukuran EMF

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C

SIDANG TUGAS AKHIR METALURGI TEKNIK MESIN - ITS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Poros adalah bagian terpenting dari setiap mesin. Peran poros yaitu

Mesin Perkakas Konvensional

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

Kategori Sifat Material

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

PENGARUH PUTARAN SPINDEL UTAMA MESIN BOR TERHADAP KEAUSAN PAHAT BOR DAN PARAMETER PENGEBORAN PADA PROSES PENGEBORAN DENGAN BAHAN BAJA

PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA AISI 4140 AFRIANGGA PRATAMA 2011/ PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan. Kajian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Rendy Chandika. Penelitian tersebut dilakukan untuk memprediksi temperatur pahat dan benda kerja yang dihasilkan. Proses pemesinan dilakukan secara simulasi dengan menggunakan perangkat lunak DEFORM 3D TM. Metode yang digunakan untuk simulasi pemotongan logam menggunakan metode elemen hingga, kemudian rumus langrangian digunakan karena pemodelannya lebih mudah (Chandhika, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rendy Chandika data yang digunakan adalah kecepatan putar yang digunakan 443, 635, dan 970 RPM dan gerak makan yang digunakan 0,1, 0,18, dan 0,24 mm/rev. Pahat yang digunakan HSS (High Seed steel) dan menggunakan material baja AISI 1045. Hasil dari pengujian temperatur pahat pada kecepatan putar 443, 635, dan 970 RPM secara eksperimental tidak berbeda jauh dengan hasil prediktif yang didapatkan secara simulasi, tetapi hasil temperatur secara simulasi mempunyai hasil yang tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang dilakukan secara eksperimental. sebelumnya untuk mendapatkan temperatur pada pahat dilakukan proses simulasi pada gurdi sehingga menghasilkan grafik temperatur terhadap kecepatan putar dan grafik temperatur terhadap gerakan makan. Pada penelitian lain yang diteliti oleh Hengki Inata. Penelitian tersebut dilakukan mengukur temperatur pada saat proses penggurdian dengan metode embedded thermocouple. Dan menganalisis pengaruh parameter pemotongan terhadap temperatur pemotongan tanpa cairan pendinginan utamanya pada daerah deformasi geser selama proses pemesinan gurdi (Inata, 2010). Hasil dari penelitian yang dilakukan Hengki Inata yang menggunakan kecepatan putar 443, 635 dan 970rpm. Gerak makan yang digunakan 0,1, 0,18 4

dan 0,24 mm/rev. Pahat yang digunakan HSS (High Seed steel) dan menggunakan material baja AISI 1045. Hasil dari pengujian temperatur pahat pada kecepatan putar 443, 635, dan 970 RPM memiliki temperatur pemotongan paling tinggi sebesar 218,557 C pada kondisi pemotongan (V: 970 rpm, f: 0,24 mm/rev), sedangkan temperatur terendah sebesar 131,071 C pada kondisi pemotongan (V : 443 rpm, f : 0,10 mm/r). Sehingga pengaruh tingginya pengukuran suhu yang terjadi dikarenakan besarnya kecepatan putar dan besarnya gerak makan (Chandhika, 2012). 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Pemesinan Pemesinan adalah satu proses pembuangan atau pemotongan sebagian bahan dengan maksud untuk membentuk produk yang diinginkan. Proses pemesinan yang biasa dilakukan adalah proses milling, turning, sawing, shaping, broaching dan grinding. 2.2.1.1 Milling Milling adalah salah satu proses pemesinan yang digunakan untuk menghasilkan bentukan pada benda bidang datar. Dimana proses pemotongan terjadi karena adanya kontak antara alat potong atau pahat yang berputar dengan benda kerja yang tercekam pada meja kerja. Prinsip dasarnya adalah benda kerja diam dan pahat yang berputar Milling berdasarkan gerak spindle-nya miling dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu mesin milling horizontal, vertikal dan universal. 2.2.2 CNC CNC adalah singkatan dari Computer Numerical Control. CNC adalah perangkat yang menjadikan satu mesin perkakas atau produksi dapat beroperasi secara otomatis. Supaya mesin CNC bergerak diperlukan G-Code yang didapatkan dari melakukan konversi terhadap data file CAD menjadi G-Code untuk melakukan ini diperlukan perangkat lunak CAM 5

2.2.3 Logam Aluminium Logam Aluminium adalah logam yang mempunyai sifat ringan yang pemanfaatannya sangat luas. Selain ringan juga memiliki kelebihan lain seperti pengantar panas yang baik. Penggunaan logam aluminium sebagai logam setiap tahunnya berada pada urutan kedua setelah baja dan besi, yang tertinggi di antara logam non fero. Aluminium memilik beberapa sifat karakteristik fisis antara lain memiliki berat jenis sekitar 2,65-2,8 gr/cm 3 mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik, tahan terhadap korosi, memiliki titik lebur 658 C 2.2.4 Pahat HSS Baja kecepatan tinggi (sering di singkat HSS/HS) adalah suatu material yang biasanya digunakan sebagai material pahat potong (cutting tools). Bahan HSS lebih kuat daripada material perkakas baja karbon tinggi yang mulai di gunakan pada tahun 1940-an dimana kandungan karbonnya adalah 0,70 % - 1,50 %. Pada suhu-kamar HSS dan baja karbon tinggi mempunyai kekerasan yang tidak jauh berbeda, hanya pada suhu yang sudah diatur HSS menjadi lebih menguntungkan. Adapun aplikasi dari penggunaan utama dari baja kecepatan tinggi digunakan pada manufaktur untuk berbagai pahat potong: drills, taps, milling cutters, tool bits, gear cutters, saw blades, dll. Baja karbon tinggi menjadi suatu pilihan yang baik untuk aplikasi kecepatan rendah di mana suatu ketajaman tepi sangat diperlukan, seperti alat pemotong, pahat dan mata pisau. Baja kecepatan tinggi menjadi Fe-C-X multicomponen bercampur menjadi sistem logam di mana X mewakili; menunjukkan unsur logam pelapis chromium, tungsten, molibdenum, vanadium, atau unsur kimia kobalt. Secara umum, komponen X hadir lebih dari 7%, dengan karbon lebih dari 0,60%. Tingkatan T-1 dengan tungsten 18% tidak berubah komposisinya sejak tahun 1910 dan penggunaan tipe utama pada 1940, ketika diganti oleh molibdenum. Sekarang ini, hanya 5-10% dari HSS di Eropa dan hanya 2% di Amerika Serikat yang berasal dari jenis ini. Penambahan 10% dari tungsten dan molibdenum secara keseluruhan memaksimalkan secara efisien kekerasan dan ketahanan dari baja kecepatan 6

tinggi dan memelihara sifat-sifat pada temperatur tinggi yang dihasilkan ketika pemotongan logam (Krar & Check, 1997). 2.2.5 Temperatur Pemotongan Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja. Panas yang ditimbulkan cukup besar karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan dan luas bidang kontak relatif kecil maka temperatur pahat dan bidang utamanya akan sangat tinggi temperaturnya. Meskipun persentase panas yang terbawah geram sangat tinggi tidaklah berarti bahwa temperatur geram menjadi lebih tinggi dari pada temperatur pahat. Panas mengalir bersama sama geram yang selalu terbentuk dengan kecepatan tertentu, sedangkan panas yang merambat melalui pahat terjadi sebagai proses konduksi panas yang dipengaruhi oleh konduktivitas panas material pahat serta penampang pahat yang relatif kecil. Panas dalam proses pemesinan ketika logam dipotong, sejumlah energi dibutuhkan dalam mendeformasi geram (chip) dan mengatasi gesekan antara pahat dan benda seperti terlihat pada gambar. Hampir semua energi yang dibutuhkan itu diubah menjadi panas (sekitar 98%) (Shaw, 1984), menghasilkan suhu yang tinggi dalam area zone deformasi (primary and secondary deformation zone) yang terlihat pada Gambar 2.1 (Shaw, 1984). Ini dapat menyebabkan suhu panas yang sangat tinggi pada benda kerja dan pahat, energi yang tersisa sekitar 2% adalah tetap dipertahankan sebagai energi elastis dalam chip. Gambar 2.1 Daerah zone deformasi selama proses pemotongan 7

Suhu pemotongan (cutting temperature) adalah perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi unjuk kerja proses pemesinan. Temperatur pada daerah zone deformasi utama (primary deformation zone), dimana terjadi deformasi benda kerja menjadi geram akibat tegangan geser, mempengaruhi sifat mekanik benda kerja dan selanjutnya gaya pemotongan (Stephenson, 1993) serta keausan tepi pahat. Sedangkan temperatur pada zone deformasi kedua (secondary deformation zone) sangat mempengaruhi umur pahat utamanya akibat keausan kawah. Peningkatan temperatur pada zone ini menyebabkan pahat penjadi lunak dan keausannya menjadi cepat melalui proses abrasi dan deformasi plastik. Perhitungan dan kenaikan dari model penggabungan termodinamika yang utama berdasarkan koefisien konveksi dari nilai perbedaan sumber utama kenaikan panas dan komponen perpindahan panas dan kondisi batas kenaikan panas dari komponen utama. Perhitungan pada beban dudukan pahat dan itu memperoleh temperatur bidang keadaan-tunak dan pemindahan deformasi panas. Ketika gradien temperatur bagian internal muncul, panas akan ditransfer dari bagian yang panas ke bagian yang lebih rendah. Sebagai tambahan, ketika bagian dari perbedaan temperatur saling bersentuhan. Panas akan ditransfer dari bagian yang panas ke bagian yang lebih rendah, meskipun keadaannya tidak ada yang ditransfer. Seperti itu umumnya yang ditunjukkan perpindahan panas kepada konduktivitas termal dan pembatas termal. Akar masalah dari konduksi termal seharusnya pergerakan termal yang tidak teratur dari partikel zat mikroskopik. Pemecahan bidang temperatur didapat pertama fungsi dari temperatur. 2.2.6 Pengukuran Temperatur Pemotongan Temperatur pemotongan lebih sulit diukur secara akurat dibandingkan dengan gaya pemotongan. Gaya pemotongan adalah vektor yang dipengaruhi oleh tiga komponennya, sedangkan temperatur adalah besaran skalar yang memiliki banyak komponen dalam sistem dan tidak secara unik dapat dideskripsikan dalam beberapa poin tertentu. Untuk alasan-alasan ini, tidak ada perbandingan sederhana untuk dinamometer gaya pemotongan untuk mengukur temperatur pemotongan, jika dibandingkan. 8

Berikut ini dijelaskan beberapa metode yang umum digunakan dalam mengukur temperatur pemotongan. 2.2.6.1 Metode Thermocouple tool-work Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur temperatur pemotongan adalah metode thermocouple tool-work, pertama kali dikenalkan pada tahun 1920 (Stephenson, 1993). Metode ini menggunakan pahat (tool) dan benda kerja sebagai elemen dari thermocouple. Hot Junction adalah interface pahat dan bidang kerja, cold junction adalah dibentuk oleh bagian yang terpisah dari pahat dan benda kerja yang harus dihubungkan dengan arus listrik dan diperlakukan pada keadaan temperatur konstan. Metode ini hanya dapat digunakan ketika pahat dan benda kerja adalah bahan konduktor yang mempunyai sifat listrik, dan metode ini tidak dapat digunakan pada berbagai pahat potong keramik. Daya termoelektrik dari sirkuit biasanya kecil dan harus diestimasikan dengan melakukan kalibrasi sirkuit terhadap thermocouple (Stephenson, 1993). 2.2.6.2 Metode Thermocouple Konvensional Thermocouple konvensional dapat ditanam pada pahat atau pada benda kerjanya untuk memetakan distribusi temperatur Metode pengukuran ini tidak dapat diaplikasikan secara menyeluruh karena persiapan spesimen yang cukup besar dibutuhkan. Tetapi metode pengukuran ini relatif akurat dimana hasil pengukurannya lebih akurat dibandingkan dengan metode thermocouple Tool- Work (Stephenson, 1993). 2.2.6.3 Metode Inframerah Temperatur pemotongan juga dapat dihitung dengan mengukur radiasi inframerah yang keluar dari daerah pemotongan. Studi terbaik mengenai hal ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Reichenbach menggunakan titik sensor yang digabung dengan lubang bor yang sempit dan temperatur permukaan. Metode pengukuran ini telah dimanfaatkan oleh banyak peneliti untuk mengukur temperatur permukaan menggunakan sensor pada proses pemotongan dan 9

penggerindaan. Boothroyd menggunakan potografi inframerah penuh dari daerah pemotongan dengan kecepatan potong rendah. Dikarenakan sensitifitas film yang rendah, maka sampel percobaan dipanaskan lagi dengan temperatur tinggi untuk mendapatkan sinyal inframerah yang kuat (Stephenson, 1993). 2.2.6.4 Metode Metalurgi Material logam sering berhubungan dengan transformasi metalurgi atau perubahan kekerasan yang dapat pula berhubungan dengan temperatur. Fakta ini membuat kemungkinan untuk memetakan distribusi temperatur pada pahat dengan membagi daerah pahat setelah dilakukan pemotongan dan kita lakukan pemeriksaan metalografi atau mikroskopis. Metode ini membutuhkan pengukuran postmortem dan oleh karena itu sangat sulit untuk digunakan pada pemeriksaan rutin (Stephenson, 1993). 10