II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam Kitab

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

A. Pertimbangan Hakim

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana. Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

Transkripsi:

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan dengan yang dimaksud strafbaarfeit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata delictum. Dalam kamus hukum pembatasan delik tercantum sebagai berikut: Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana). 1 Tindak pidana yang dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata, yaitu straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan 1 Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta: P.T.Rineka Cipta, 2007, hlm.92.

17 suatu undang- undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau pebuatan pidana atau tindakan pidana. 2 Pada umumnya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasaldari bahasa Latin, yakni delictum. Dalam bahasa Jerman disebut delict,dan dalam bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Besar BahasaIndonesia menggunakan istilah delik yaitu perbuatan yang dapatdikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undangtindak pidana. 3 Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana yaituperbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, laranganmana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,bagi barang siapa yang berupa pidana tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenaipengertian perbuatan pidana, yaitu sebagai perbuatan yangoleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yangdilarang. 4 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Lamintang 5, unsur delik terdiri atas dua macam, yakniunsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektifadalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubunganpada diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yangterkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsurobjektif adalah unsur yuang ada hubungannya dengan 2 Amir Ilyas, Op.Cit., hlm. 20. 3 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 47. 4 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 97-98. 5 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 10.

18 keadaan-keadaan,yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harusdilakukan. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut: a. Kesengajaan atau ketidaksengaajan (dolus atau culpa) b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan ataupoging. c. Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdaptmisalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan,pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain. d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad,seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhanmenurut Pasal 340 KUHPidana. e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalamrumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHPidana. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut: a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid b. Kualitas dari si pelaku. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. Menurut simon, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsurunsur tindak pidana sebagai berikut: 6 1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan. 2. Diancam dengan pidana. 3. Melawan hukum. 4. Dilakukan dengan kesalahan dan orang yang mampu bertanggungjawab. 6 Tri Andrisman, Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung. 20111. hlm. 72.

19 Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukumobjektif atau subjektif bergantung dari bunyi redaksi rumusan tindakpidana yang bersangkutan. Unsur yang bersifat objektif adalah semuaunsur yang berada di luar keadaan batin manusia atau si pembuat, yaknisemua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaantertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindakpidana. Sementara itu, unsur yang bersifat subjektif adalah semua unsuryang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya. 7 Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) hukuman dibedakan menjadi dua, yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Pengaturan ini terdapat dalam Pasal 10 KUHP, yaitu: a. Pidana Pokok 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda; 5. Pidana tutupan. b. Pidana Tabahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim. Pengaturan mengenai hukuman tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya, KUHP sendiri memang tidak membatasi bahwa 7 Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, 2010. hlm.83.

20 hukuman tambahan tersebut terbatas pada 3 bentuk di atas saja. Pada prinsipnya memang pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara berdiri sendiri tanpa pidana pokok oleh karena sifatnya hanyalah merupakan tambahan dari sesuatu hal yang pokok. B. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu telah diatur dalam Pasal 365 KUHP, yangrumusannya sebagai berikut: 8 1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhdap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. 2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: a. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, diberjalan, b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau emanjat atau dengan memakia anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. 8 Andi Hamzah, Delik-delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.77.

21 3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertaipula oleh salahsatu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidanasesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yangterdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan merupakan suatu samenloop darikejahatan pencurian dengan kejagatan pemakaian kekerasan terhadaporang. Pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang pada intinya memiliki unsur : 1. Maksud untuk mempersiapkan pencurian, yaitu perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mendahului pengambilan barang. Misalnya : mengikat penjaga rumah, memukul dan lain-lain. 2. Maksud untuk mempermudah pencurian, yaitu pengambilan barang dipermudah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Misalnya : menodong agar diam, tidak bergerak, sedangkan si pencuri lain mengambil barang-barang dalam rumah. 9 Pencurian dengan kekerasan bukanlah merupakan gabungandalam artian gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindakpidana kekerasan maupun 9 M. Sudradjat Bassar, Tindak -tindak Pidana tertentu Di Dalam KUHP, Bandung: Remaja Karva,1986, hlm.71.

22 ancaman kekerasan, kekerasan dalam hal inimerupakan keadaan yang berkualifikasi, maksudnya adalah kekerasanadalah suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian biasa menjadipencurian dengan kekerasan. Dengan demikian unsur-unsurnya dikatakansama dengan Pasal 362 KUHPidana ditambahkan unsur kekerasan atauancaman kekerasan. C. Pengertian Anak dan Undang-Undang yang Mengatur Tentang Anak 1. Pengertian Anak Secara umum, kita ketahui yang dimaksud dengan anak yaitu orang yang masih belum dewasa atau masih belum kawin. Terdapat beberapa pengertian tentanganak menurut Peraturan Perundan-undangan dan para ahli. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, penjelasan tentang anak terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang berada dalam kandungan. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) Anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Nomor: 1/PUU -VII/2010, Tanggal 24 Februari 2011, Terhadap Pengadilan Anak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa frase 8 tahun dalam pasal 1 angka 1, pasal 4 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

23 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga MK memutuskan batas minimal usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun. Sedangkan pembatasan pengertian anak menurut beberapa ahli yakni sebagai berikut: Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom mengatakan bahwa: selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki. 10 Pada penulisan skripsi ini penulis memberikan batasan pengertian anak yakni seseorang telah mencapai usia 8 (delapan) tahun dan belum 18 (delapan belas) tahun serta belum kawin. 2. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Anak a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anakjo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Terdapat beberapa perubahan dan perkembangan, khususnya dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah disahkan oleh Presiden bersama DPR pada akhir bulan juli 2012 lalu dibanding dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 10 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Cetakan Kedua, Bandung: P.T.Refika Aditama, 2010, hlm.32.

24 Tujuannya adalah untuk semakin efektifnya perlindungan anak dalam sistem peradilan demi terwujudnya Sistem Peradilan Pidana yang Terpadu ( integrated criminal justice system) atau juga bisa jadi pemunduran terhadap nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat perubahan-perubahan dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, diantaranya : 1. Definisi anak Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, terdapat definisi Anak dan Anak Nakal. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Anak Nakal adalah : a. anak yang melakukan tindak pidana; atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pengertian anak diperluas lagi, dan cenderung kepada penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, hal ini juga tidak

25 terlepas dengan adanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sehingga mempengaruhi definisi anak dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Lembaga yang Mengatur Tentang Anak Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak disebutkan secara rinci tentang lembaga-lembaga apa saja yang terdapat dalam SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak). Tetapi dalam perkembangannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terdapat lembaga-lembaga antara lain : Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). a. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya. b. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung. c. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak. 3. Asas-asas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak menyebut secara khusus bahwa pengadilan anak didasarkan atas asas-asas apa saja, tetapi dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 yang berbunyi:

26 Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: a. pelindungan; b. keadilan; c. nondiskriminasi; d. kepentingan terbaik bagi Anak; e. penghargaan terhadap pendapat Anak; f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; g. pembinaan dan pembimbingan Anak; h. proporsional; i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan j. penghindaran pembalasan. 4. Sanksi pidana Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maupun Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memuat sanksi pidana, baik pokok maupun tambahan, antara lain : Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Pidana Pokok Pidana Pokok a. pidana penjara; a. pidana peringatan; b. pidana kurungan; b. pidana dengan syarat: c. pidana denda; atau 1) pembinaan di luar lembaga; d. pidana pengawasan. 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d.pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara. Pidana Tambahan a. perampasan barang-barang tertentu dan atau b. pembayaran ganti rugi. Pidana Tambahan a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.

27 5. Ketentuan pidana 11 6. Diversi dan Keadilan Restoratif Tidak adanya pengaturan secara jelas alternatif penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi. Dalam upaya diversi ini Lembaga Kepolisian dapat menggunakan kewenangan diskresioner yang dimilikinya. Antara lain tidak menahan anak, tetapi menetapkan suatu tindakan berupa mengembalikan anak kepada orang tuanya atau menyerahkannya kepada negara. Pada tingkat penuntutan, upaya diversi tidak dapat dilakukan karena lembaga penuntutan tidak memiliki kewenangan diskresioner. Sedangkan pada tingkatan pengadilan diversi terbatas pada tindakan pengadilan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara atau kurungan. Untuk itu perlu adanya pengaturan tentang upaya diversi secara jelas baik pada tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan sebagaimana halnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Sehingga aparat kepolisian tidak menggunakannya kewenangannya itu sekehendak hatinya, tetapi berlandaskan ketentuanketentuan hukum yang berlaku. Kemudian dalam pelaksanaan proses peradilan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 belum mengutamakan pendekatan hukum dengan keadilan Restoratif, sama halnya dengan pendekatan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 yang mengutamakan pendekatan keadila restorative. 11 Heri Setiawan, Sistem Peradilan Pidana Anak, Perbandingan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, http://herisetiawan22.blogspot.com/2012/12/sistem-peradilan-pidanaanak.html. diakses pada 17 Maret 2015.

28 7. Jangka waktu atau masa penangkapan danpenahanan Tidak adanya pengaturan secara jelas tentang aturan penangkapan dan penahanan terhadap anak nakal. Dalam prakteknya penangkapan terhadap anak nakal disamakan dengan orang dewasa. Yang membedakan hanya jangka waktu penahanan terhadap anak lebih singkat dari orang dewasa. Perlunya pengaturan secara jelas terhadap penangkapan dan penahanan terhadap anak agar lebih memberikan perlindungan yang maksimal terhadap anak dan terhindar dari perlakuan-perlakuan yang salah dari aparat penegak hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Pasal 81 ayat (2) telah menetapkan bahwapidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ncaman pidana orang dewasa. b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002. Penyelenggaraan undang-undang ini berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak yang meliputi: a. Non Diskriminasi; b. Kepentingan yang terbaik untuk anak; c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya; d. Penghargaan terhadap anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

29 kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera (Pasal 3) Undang -undang Nomor 23 Tahun 2002 memuat 20 hak anak dan keawajiban anak. Karena anak adalah subyek hukum yang kepadanya melekat hak dan kewajiban yang harus dijamin pelaksanaannya. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur tentang Hak dan Kewajiban Anak yang tertuang dalam Pasal 4 hingga Pasal 19. c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Anak dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpamembeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial. Pasal 2 menentukan bahwa: (1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. (2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna. (3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. (4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

30 Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan rehabilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat. D. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Maka, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tiada Pidana tanpa kesalahan" (Geen Straf Zonder Schuld) untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan.kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan pidana. Pembicaraan mengenai pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai perbuatan pidana. Orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan untuk dipidana, apabila ia tidak melakukan tindak pidana.

31 Para penulis sering menggambarkan bahwa dalam menjatuhkan pidana, unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana harus terpenuhi. Unsur perbuatan pidana terletak dalam lapangan obyektif yang diikuti oleh unsur sifat melawan hukum, sedangkan unsur pertanggungjawaban pidana merupakan unsur subyektif yang terdiri dari kemampuan bertanggungjawab dan adanya kesalahan (kesengajaan dan kealpaan). Pasal 44, 48, dan Pasal 49 ayat (2) KUHP menentukan bahwa tidak semua orang yang telah melakukan tindak pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum dimaafkan. Alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur bahwa perbuatan tersebut dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 48, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP. Pasal 44 KUHP menentukan bahwa: (1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjwabkan kepedanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. (2) Jika ternyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepda pelakunya karenapertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang dimasukan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. (3) Ketentun dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negri. Pasal 48 KUHP menentukan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

32 Pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia mempunyai kesalahan, walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis : Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, merupakan tentu dasar daripada dipidananya si pembuat. Dilihat dari sudut terjadinya satu tindakan yang terlarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakannya apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk orang itu dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggungjawab yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Moeljatno, seseorang harus bertanggungjawab secara sendiri atau bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif dilakukan dalam wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun dalam tahap percobaan. Pendapat para sarjana kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada: 12 1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang benar, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. 12 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta,2008,hlm.178.

33 2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Pertanggungjawaban pidana tidak hanya menyangkut soal hukum semata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Van Hemel menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk: 13 1. Memahami arti dan akibat perbuatan sendiri 2. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat. 3. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan. Pertanggungjawaban pidana adalah pengertian kesalahan yang luas, yang tidak boleh dicampuradukan dengan yang disebutkan dalam Pasal 44 KUHP. Pasal 44 KUHP merumuskan tentang keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggungjawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan dari kemampuan bertanggungjawab. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan melawan hukum. E. Dasar Pertimbangan Hakim Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), Hakim adalah pejabat Peradilan Negara yangdiberi wewenang oleh undang-undang untuk 13 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. hlm.108.

34 mengadili. Kemudian kata mengadili sebagai rangakain tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang suatu perkara danmenjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan. Menurut Ahmad Rifai, hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Oleh karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggungjawabkan putusnnya. 14 Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa keadilan masyarakat. 15 Putusan hakim haruslah berisi alasan-alasan dan pertimbanga-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbanganpertimbangan itudapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan yang diambil. Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang hakim harus 14 Ahmad Rifai. Op.Cit., hlm.94. 15 Ibid. hlm.91.

35 meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah tidak, dengan tetap berpedoman pada pembuktian untuk menentukan kesalahan dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pidana.