GORESAN ANAK SENJA. Tim Penulis SMA Kolese Gonzaga. Penerbit PT Elex Media Komputindo

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56

BAB I PENDAHULUAN. ini berada dalam genggaman anak bangsa Indonesia sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pemuda sebagai generasi penerus sebuah bangsa, kader Selakigus aset. pengawasan pelaksanaan kenegaraan hingga saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

5/31/2013. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab.

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

6/11/2014. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab.

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara demokrasi, dimana kekuasaan atau kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia mempunyai kualitas yang tinggi. Sihombing (2001)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

Dokumentasi Peristiwa Reformasi 1998

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERINGATAN HARI IBU (PHI) KE-89 TAHUN 2017

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

MENDENGARKAN HATI NURANI

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan. Keberhasilan Dahlan Iskan dalam memimpin perusahaan. membawanya dalam kesuksesan. Dahlan Isakan mengawali karir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dimatangkan oleh berbagai pergerakan yang bersifat nasional di daerah-daerah.

MAHASISWA SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBELA MERAH PUTIH. Membangun(kan) Nasionalisme Pemuda

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

BAB I PENDAHULUAN. berkuasa selama 32 tahun penuh dengan kejayaan pembangunan kemudian jatuh

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

TANTANGAN DAN HARAPAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERAN PERSATUAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

ACARA 100 TAHUN PERINGATAN KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2008, DI ISTANA NEGARA JAKARTA, 20 MEI 2008 Rabu, 21 Mei 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Gerwani dan Tragedi 1965

Syafrizal Helmi Staff Ahli Rektor USU bidang Kemahasiswaan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian.

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA RI PADA ACARA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-83 TAHUN 2011

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

PARTAI POLITIK ISLAM Teori dan Praktik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Wahidin

BAB I PENDAHULUAN. Budaya politik kampus dilakukan dan diperoleh dari sebuah pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

Publik Sangat Kecewa Kiprah Politisi Muda

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENYULUHAN KEPADA MASYARAKAT

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. peran-peran pihak terkait, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam. dewan perwakilan rakyat daerah (Mashudi, 1993:23).

Jokowi, Jangan Ragu Senin, 16 Pebruari 2015

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

Salawati Daud, Walikota Perempuan Pertama Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini)

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA BULAN DESEMBER 2012 Wates, 17 Desember 2012

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang menganut paham demokrasi. Sebagaimana dikemukakan Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini korupsi sudah menjadi penyakit

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

Peran Persatuan Indonesia dan Generasi Pemuda Terhadap Pertumbuhan Bangsa Indonesia

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun

Transkripsi:

GORESAN ANAK SENJA

GORESAN ANAK SENJA Tim Penulis SMA Kolese Gonzaga 2017 Penerbit PT Elex Media Komputindo

Goresan Anak Senja Oleh: Tim Penulis SMA Kolese Gonzaga 2017 SMA Kolese Gonzaga Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali oleh: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 717061902 ISBN: 978-602-04-4950-0 Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan

xx Daftar Isi Goresan Anak Senja V 13 01 35 49 xi xvii v Kata Pengantar Kata Sambutan Message xx Daftar isi Apatis, Spektator, atau Gladiator Politik T ransaksional: Dari Kerupuk hingga Harta Negara 23 Pancasila, Keheningan yang Merdu Koperasi, Berhenti di Lampu Hijau Fundamental Fundamentalisme dan Nasionalisme Nasionalis Alunan Miris Tembang Anak Mentalis Ekologis di Tengah Krisis Generasi Budak Sosial Media RakyatKu, KepentinganMu Membentuk Manusia Indonesia yang Berkarakter Tanda Tanya Pendidikan Indonesia 85 63 75 109 121 Epilog: Pendidikan Formatif 95 137

1??? APATIS, SPEKTATOR, atau GLADI ATOR

2 Goresan Anak Senja Apatis, spektator, atau gladiator? Apakah anak muda sekarang memutuskan untuk pasif dalam partisipasi politik, ikut ketika diwajibkan, atau terlibat aktif dalam setiap kesempatan? Keputusan ada di tangan setiap insan, berani menyuarakan aspirasinya atau diam seribu bahasa. Indonesia memiliki sosok gladiator pada masa orde baru, Soe Hok Gie namanya. Seorang individu keras yang berprinsip serta berani menyatakan pendapatnya atas suatu permasalahan. Gie tidak pernah memilih hidup di daerah abu-abu. Keberpihakannya atas suatu isu selalu dikemukakannya dengan lantang melalui hobinya di bidang jurnalistik. Sejak muda, passion Gie pada berbagai fenomena sosial sudah terlihat, termasuk tentang sikap otoriter guru. Terkait hal ini, Gie menyatakan, Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa, dan selalu benar, dan murid bukan kerbau. (Stanley dan Santoso, 2005:295) Gie memang selalu berani beragumentasi untuk mempertahankan pendapatnya dan menjunjung tinggi kebenaran, tidak pandang bulu siapa yang menjadi lawan bicaranya. Seiring berjalannya waktu, passion pada fenomena sosial dan hobi menulisnya merambat ke kancah politik. Gie telah menorehkan guratan yang dalam sepanjang sejarah, contohnya melalui unjuk rasa dan tulisan-tulisan dalam surat kabar. Kita acap kali mendengar ungkapan tentang pilihan menjadi pengemudi atau penumpang, tentang menjadi pemimpin dengan gebrakan-gebrakan inovatif, atau seseorang yang hanya diam mengikuti arus. Tentunya Gie termasuk kategori yang pertama. Ia memelopori gerakan-gerakan baru. Sebagai pengemudi, seseorang akan lebih bisa memengaruhi dan mengarahkan orang-orang di sekitarnya. Sayangnya, menurut anggapan

Apatis, Spektator, atau Gladiator? 3 banyak orang, anak muda sekarang ini lebih condong ke pilihan yang kedua. Dilansir dari laman resmi KPU Surabaya, berdasarkan populasi penduduk, data pemilih pemula secara nasional untuk Pileg dan Pilpres sebesar 20% dari total DPT dan untuk Pilpres sebesar 20%. Sedangkan data pemilih pemula di Kota Surabaya untuk pemilu legislatif 2014 adalah 3,98% dari total jumlah pemilih. Data pemilih pemula di kota Surabaya untuk pemilu presiden 2014 sebesar 4,17% dari total jumlah pemilih. Data senada juga diungkapkan KPK. Dikutip dari sulsel.pojoksatu. id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis data partisipasi politik dari kelompok anak muda, khususnya dalam rangka memeriahkan kursi legislatif di parlemen. KPK menyebut, secara keseluruhan, termasuk Sulawesi Selatan, angka partisipasi politik anak hanya ada saat seremonial meramaikan pemilihan umum di TPS. Sementara, untuk mengisi bursa legislatif itu sangat minim. Dari hasil penelitian KPK, tercatat mulai umur 17 hingga 22 tahun, angka partisipasi mencapai 73,2% memberikan hak suara di pemilu legislatif 2014 lalu, jelas Deputi Pencegahan KPK bidang politik di Novotel Hotel Alvi Waluyo, Jalan Jendral Sudirman, Makassar, Senin (24/7/2017). Sementara, ia menyebutkan bahwa untuk wilayah legislatif terkait partisipasi anak muda itu sangat rendah. Tercatat pada periode 2014-2019, dari 560 anggota DPR RI, hanya ada 96 orang anak muda dalam kategori 20-40 tahun. Sementara, dari 96 orang tersebut hanya ada 2,7% dalam kategori 20-30 tahun. KPK berkesimpulan bahwa, dengan data di atas, maka dapat dipastikan bahwa partisipasi politisi belia masih sangat minim. Tidak hanya itu, Perkumpulan Pamflet dan Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos) juga mengadakan penelitian un-

4 Goresan Anak Senja tuk melihat tingkat partisipasi politik anak muda di Pekanbaru, Jakarta, Cirebon, Palu, dan Jayapura. Penelitian ini mengambil 500 responden pada rentang usia 15-30 tahun. Dari hasil penelitian ini, mereka menemukan bahwa 50,2% anak muda memiliki tingkat partisipasi politik yang rendah terutama pada siswa dan mahasiswa tingkat awal. Walaupun 64% anak muda di lima kota ini merasa bahwa sekolah atau kampus memberikan ruang untuk berpartisipasi politik, namun hanya 38% anak muda yang memanfaatkannya dengan ikut berbagai organisasi di sekolah atau kampus. Bahkan, kebanyakan dari mereka tidak berani untuk protes kebijakan sekolahnya, hanya ada 22% anak muda yang berani mengkritik kebijakan sekolah atau kampusnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila hanya 27,2% anak muda yang mau memberikan saran atau kritik terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan UN atau biaya pendidikan sehingga juga hanya ada 6,6 % anak muda yang sering ikut demonstrasi. Data-data ini semakin memperkuat pernyataan di awal penulisan, dan memang acap kali kita mendengar ungkapan bahwa anak muda tidak menyukai politik. Akan tetapi, apakah perkataan ini justru mempropagandakan suatu paradigma negatif? Apakah justru karena pernyataan ini pandangan bahwa anak muda Indonesia mengalami alergi politik semakin diperkuat? Seperti seorang anak kecil yang melakukan identifikasi/mengikuti perilaku orangtuanya, terkadang masyarakat terbawa oleh pemikiran orang-orang di sekitarnya. Sayangnya, tidak semua pemikiran tersebut benar. Banyak orang hanya menyampaikan pemikiran dari hal-hal yang ia dengar dari orang lain. Hal ini akan terjadi berulang-ulang dan bisa menciptakan paradigma tertentu. Dalam kasus ini, pernyataan tersebut menciptakan stigma negatif bagi lingkungan. Fenomena ini tidak selalu terjadi di masyarakat. Sebagian justru melandaskan pernyataan dan pemikiran-pemikiran mereka dari data-data faktual. Sebagian yang lebih baik lagi bahkan mengadakan survei sendiri demi menemukan kebenaran. Akan tetapi, ada juga yang hanya mengetahui sebagian dari kebenarannya dan mereka menggeneralisasi sampel menjadi data. Hal ini tidak

Apatis, Spektator, atau Gladiator? 5 sepenuhnya salah, akan tetapi bisa berbahaya bila orang lain kemudian mengikuti dan menyebarkan pendapat ini. Orang-orang yang disebut sebagai pemuda tidak bisa hanya dilihat dari usia, tetapi juga dari semangat yang menggebu. Pemuda yang sejati menjunjung tinggi optimisme dan idealisme. Mereka, kaum intelektual terdidik, bergerak berlandaskan keberanian mengambil risiko dengan dinamika, kreativitas, dan daya kritis. Segelintir Napak Tilas Karya Pemuda Pemuda merupakan aset nasional yang potensial bagi pembangunan bangsa, sekaligus juga beban dalam masyarakat, karena mereka harus memikirkan kebutuhannya dalam aspek pendidikan, rekreasi, dan lapangan kerja. Pemuda secara mendalam dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat di sekitarnya, pengalaman-pengalaman baru ikut membentuk kerangka kesadaran nasional pada diri pemuda (Anderson, 1988:36). Sejarah membuktikan bahwa perubahan acap kali dimotori oleh kaum muda. Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Rengasdengklok, dan Trisakti (1998) hanyalah segelintir dari contoh-contohnya. Budi Utomo merupakan pelopor dari segala organisasi pergerakan nasional di Indonesia. Budi Utomo bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat pada aspek budaya dan pendidikan (Hatta, 1980:9). Makna penting Budi Utomo dapat dilihat dari bagaimana hari lahirnya ditetapkan menjadi Hari Kebangkitan Nasional. Berawal dari keprihatinan mereka mengenai sedikitnya kaum terpelajar di tanah Jawa, mereka mendirikan sebuah organisasi. Hal ini membangkitkan rasa dan semangat persatuan dan kesatuan dan menyebabkan munculnya berbagai organisasi baru hingga puncaknya pada peristiwa Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan pendeklarasian kesatuan bangsa Indonesia sebagai hasil dari Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928. Melalui hal ini, tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia diakui oleh segenap rakyat Indonesia. Terlaksananya Kongres Pemuda I dan Kong - res pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda merupa kan

6 Goresan Anak Senja kerja keras dari kaum pemuda Indonesia dalam meningkatkan nilai-nilai kebangsaan, sehingga dalam perkembangannya pe - ra n an pemuda mampu menunjukkan eksistensinya dalam perge rakan nasional Indonesia atas dasar persatuan dan kesatuan Indonesia (Yuliyanti, 2013:2). Tidak hanya prakemerdekaan, pada masa sekitar kemerdekaan dan pascakemerdekaan pun pemuda banyak berpartisipasi dalam sejarah. Bahkan proklamasi yang merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia juga diwarnai oleh keterlibatan pemuda, tepatnya pada peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa ini merupakan peristiwa penculikan yang dilakukan oleh para pemuda terhadap Sukarno dan Hatta demi mempercepat waktu pelaksanaan proklamasi. Krida para pemuda tersebut berbuah manis, tatkala bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Kendati perjuangan melawan penjajahan fisik mulai berkurang, semangat para pemuda terhadap bangsanya tetap berkorbar, secara khusus dalam mengkritisi pemerintahan. Salah satu peristiwanya adalah G30SPKI tahun 1965. Gaya kepemimpinan Sukarno yang dianggap mengabaikan kepentingan rakyat dan cenderung mengarah ke diktator mendorong pemuda untuk turun ke jalan dan menyuarakan aspirasi mereka. Perjuangan pemuda kala itu ditutup dengan turunnya Sukarno dari kursi RI 1 dan digantikan oleh Suharto. Tindakan para pemuda yang mengkritisi pemerintahan tidak berujung di situ. Setelah memegang amanah pemerintahan kurang lebih selama 32 tahun, rezim Suharto pun berakhir. Pada waktu itu, pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakatan bersatu menuju gedung DPR-MPR RI dan mendesak Presiden Suharto untuk mundur dari tampuk kekuasaan. (Widyanto, 2010:4) Peristiwa ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah Indonesia, di bawah pimpinan Suharto, yang mengekang pergerakan para

Apatis, Spektator, atau Gladiator? 7 pemuda terutama mahasiswa lewat Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang isinya membatasi kegiatan mahasiswa hanya pada kegiatan akademis kampus. Hal ini berlaku resmi setelah Mendikbud Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Meskipun demikian, daya kritis mahasiswa tidak bisa dimatikan begitu saja. Bukannya membungkam, hal ini justru membakar api perjuangan para pemuda. Pada tahun 1998, para mahasiswa, kelompok intelektual, kembali berjuang membawa perubahan bagi bangsa. Didorong momentum krisis moneter 1997, para mahasiswa kembali turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya. Mereka menuntut perubahan sistem politik dan struktur pemerintahan yang ada. Peristiwa-peristiwa tersebut membuktikan bahwa pemuda sedari dulu telah menjadi sosok penggerak dalam berbagai peristiwa kenegaraan. Pembuatan organisasi pergerakan nasional, demonstrasi turun ke jalanan, kongres-kongres kepemudaan, ataupun tindakan langsung pada peristiwa Rengasdengklok merupakan bentuk-bentuk keterlibatan pemuda dalam politik. Untuk itu tidaklah mengherankan bila pemuda saat ini dinilai apatis karena dinilai tidak banyak turun langsung ke jalanan. Nyatanya, saat ini pemuda tetap berpartisipasi dalam politik walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kondisi sosial, politik, keamanan dan pertahanan sekarang ini sudah tidak mendukung aksi-aksi seperti yang telah dijelaskan. Mohammad Hatta pun sudah aktif politik sejak belia. Ia tergerak untuk membela negara dengan berpolitik setelah melihat langsung saudaranya disiksa oleh penjajah. Perasaan senasib sebagai bangsa terjajah juga keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman imperialisme menjadi faktor pendukung para pemuda mendirikan Budi Utomo. Soe Hok Gie yang hidup pada era orde lama juga memulai kiprahnya dalam dunia jurnalistik dari catatan hariannya yang berisi analisis mengenai fenomena sosial.