BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA LABORATORIUM DAN DATA HASIL PENGUJIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MIX DESIGN Agregat Halus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(Fv). Setelah dilakukan pengujian pendahuluan dilanjutkan dengan pengujian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dengan menggunakan metode ACI ( American Concrete Institute ) sebagai dasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB III METODE PENELITIAN MULAI PERSIAPAN ALAT & BAHAN PENYUSUN BETON ANALISA BAHAN PENYUSUN BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

BAB III UJI MATERIAL

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

Adapun jumlah benda uji kubus beton dalam penelitian ini sebanyak 176

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian laboratorium dengan membuat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. menggunakan fiber glass diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium. Eksperimen yang dilakukan nantinya akan diadakan pengujian analisis perbandingan kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu petung takikan tidak sejajar tipe U lebar takikan 1 cm dan 2 cm pada tiap jarak 5 cm terhadap tulangan baja. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Berikut ini adalah bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: a. Bambu jenis Bambu Petung. b. Agregat halus dan Agregat Kasar. c. Semen. d. Baja. 3.3. Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk balok berjumlah 12 buah dengan dimensi P = 1700 mm, L = 110 mm, T = 150 mm seperti Gambar 3.1, yang ditanam tulangan bambu petung pipih bertakikan U dengan dimensi P = 1650 mm, L = 20 mm dan T = 5 mm dengan jarak takikan 50 mm tidak sejajar, dimensi takikan P = 5 mm. Dimana untuk 6 buah benda uji pertama digunakan lebar takikan 10 mm, dan 6 buah benda uji selanjutnya digunakan lebar takikan 20 mm seperti Gambar 3.2. Sebagai perbandingan kekuatan lentur balok bertulangan bambu, maka dibuat pula benda uji yang dimensinya sama dan dengan jumlah 6 buah, yang ditanam tulangan baja polos berdiameter Ø = 8 mm dengan panjang penanaman yang sama pula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 3.1. 27

28 Bagian tengah balok (550 mm) diharapkan akan terjadi lentur murni, maka dari itu pada bagian 1/3 tumpuan balok dipasang tulangan geser berdiameter 6 mm. Hal ini dimaksudkan agar pada bagian tengah balok, tulangan yang berpengaruh hanya tulangan tarik saja dan menjadi bagian yang terlemah dari balok uji, sehingga kemungkinan patah benar-benar terjadi pada daerah lentur murni. Hal diatas juga untuk menghindari kegagalan percobaan karena patah pada bagian lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3. Tabel 3.1. Benda Uji Kuat Lentur No. Tulangan Lebar Takikan Jumlah Sampel 1 Bambu Petung 10 mm 6 buah 2 Bambu Petung 20 mm 6 buah 3 Baja Polos 8 mm - 6 buah Tulangan Baja/Bambu 110 150 150 1700 Tulangan Baja/Bambu Gambar 3.1. Balok Benda Uji (a)

29 (b) Gambar 3.2. (a) Bambu Takikan Lebar 10 mm, (b) Bambu Takikan Lebar 20 mm 2 20mm x 5 mm 150 A B 2 20mm x 5 mm 100 500 500 500 100 2 20mm x 5 mm Ø5-60mm 2 20mm x 5 mm 2 20mm x 5 mm Potongan A Potongan B Gambar 3.3. Detail Benda Uji Balok Bertulang Bambu

30 3.4. Peralatan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang ada di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil, dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, antara lain sebagai berikut: 3.4.1 Timbangan Penelitian ini menggunakan 2 jenis timbangan, yaitu: a. Timbangan Bascule merek PERTIS dari Laboratorium Bahan, dengan kapasitas maksimal 300 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Gambar 3.4. Timbangan Bascule b. Timbangan dengan merek Yamato dari Laboratorium Bahan, dengan kapasitas maksimum 2 kg dengan ketelitian 0,10 gram. Gambar 3.5. Neraca Kecil Yamato

31 3.4.2 Ayakan Ayakan yang digunakan adalah merek Controls Milano-Italy. Ayakan ini digunakan untuk pengujian gradasi agregat. Ukuran lubang ayakan yang berbentuk persegi ini bervariasi. Variasi ukuran tersebut adalah 38 mm, 25 mm, 19,0 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm dan pan. Gambar 3.6. Ayakan 3.4.3 Mesin Los Angeles Mesin Los Angeles dengan merk Controls, Italy yang terdapat pada Laboratorium Bahan. Alat ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketahanan aus kerikil/batu pecah. Hasil tingkat ketahanan aus kerikil ini akan memberikan gambaran yang berhubungan dengan kekerasan dan kekuatan kerikil, serta kemungkinan terjadinya pecah butir-butir kerikil selama penumpukan, pemindahan maupun selama pengangkutan. Adapun gambar alatnya adalah sebagai berikut. Gambar 3.7. Mesin Los Angeles

32 3.4.4 Corong Komik/ Conical Mould Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk dan digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus. Gambar 3.8. Corong Konik & Alat Penumbuk 3.4.5 Kerucut Abrams Kerucut Abrams digunakan untuk pengujian nilai slump beton. Alat ini terdapat pada Laboratorium Struktur. Adapun gambarnya adalah sebagai berikut. Gambar 3.9. Kerucut Abrams dan perlengakapannya 3.4.6 Oven Oven yang digunakan merek WTC Binder, dengan temperatur maksimum 300 o C, daya listrik 1500 W. Alat ini digunakan untuk mengeringkan material agregat kasar dan halus serta sampel bambu yang akan digunakan.

33 Gambar 3.10. Oven 3.4.7 Cetakan Benda Uji Alat ini digunakan untuk mencetak rancang campur beton berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm yang nantinya akan digunakan untuk pengujian kuat tekan beton. Gambar 3.11. Cetakan Benda Uji Beton 3.4.8 Universal Testing Machine (UTM) Universal Testing Machine adalah mesin uji kuat tarik dan tekan dengan merek SANS yang berkapasitas 30 ton.

34 Gambar 3.12. Universal Testing Machine 3.4.9 Loading Frame Alat ini digunakan dalam pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang. Bentuk dasar loading frame berupa portal segiempat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara pelat dasar dari besi setebal 14 mm agar loading frame tetap stabil, pelat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua kolomnya dihubungkan oleh balok WF 450 x 200 x 9 x 14 mm. Loading Frame terdiri dari beberapa bagian, antara lain: Dial Gauge (Untuk mengukur besarnya gaya saat pengujian), Hydraulic Pump (untuk mengatur besarnya pembebanan), Hydraulic Jack (untuk memberikan pembebanan pada balok beton), Tranducer (untuk mengukur besarnya pembebanan secara bertahap) dan Load Cell (untuk mentransfer dan membaca beban dari hydraulic jack ke tranducer). Gambar 3.13. Loading Frame

35 3.4.10 Alat Pendukung Untuk kelancaran dan kemudahan penelitian, pada saat pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu yaitu: 1. Cetok semen 2. Gelas ukur kapasitas 250 ml dan 2000 ml 3. Ember 4. Cangkul 5. Mollen 3.5. Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Pengadaan Bahan dan Bambu Pengawetan Bambu Pengujian Pendahuluan Pengujian Bahan Dasar Beton : Agregat Halus Agregat Kasar Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Pengujian Karakteristik Bambu : Kadar Air & Kerapatan Kuat Tekan Sejajar Serat Kuat Tarik Sejajar Serat Kuat Geser Sejajar Serat Kuat Lentur Mix Design dan Pembuatan Benda Uji Silinder Tidak Uji Desak Mix Design Ya A

36 A Pembuatan Benda Uji Balok Uji Kuat Lentur ( usia 28 hari ) Analisis Data dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian 3.6. Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan tahapan sebagai berikut: 3.6.1. Tahap Studi Literatur dan Pengadaan Bahan Tahap persiapan dilakukan guna memperlancar kegiatan penelitian yang akan dilakukan di laboratorium. Pada tahap ini dilakukan studi literatur di lapangan dan referensi dari buku, jurnal, hasil penelitian maupun pengetahuan dari internet. Pada tahap ini semua alat dan bahan penelitian juga dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar. 3.6.2. Tahap Pengujian Pendahuluan Tahap pengujian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik material yang akan digunakan, sehingga dapat ditentukan apakah material tersebut layak untuk penelitian atau tidak. Adapun pengujian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

37 3.6.2.1. Pengujian Karakteristik Bambu Pengujian karakteristik bambu dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan makanika bambu. Bagian bambu yang dijadikan benda uji, diambil dari bagian pangkal dan ujung bambu. Hal ini dilakukan dengan harapan mewakili karakteristik bambu yang diuji secara keseluruhan. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain mengacu pada : a. Kadar Air (ISO 3130-1975) Pengujian kadar air dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu sampel, kemudian sampel dioven selama 24 jam, lalu sampel ditimbang lagi beratnya setelah dioven. Benda uji kadar air bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm. b. Kerapatan (ISO 3130-1975) Kerapatan bambu dihitung dengan membandingkan antara berat dan volume benda uji. Benda uji kerapatan bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm. Gambar 3.15. Benda Uji Kadar Air & Kerapatan Bambu c. Kuat Tekan Sejajar Serat (ISO 3132-1975) Pengujian kuat tekan sejajar serat dilakukan dengan cara benda uji diletakkan pada plat datar, kemudian ditekan sampai diperoleh beban maksimum. Benda uji kuat tekan sejajar serat berukuran panjang 2 x diameter bambu. Adapun gambar pengujian kuat tekan sejajar serat bambu adalah sebagai berikut:

38 Gambar 3.16. Sampel Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Bambu Sebelum di Uji Gambar 3.17. Sampel Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Bambu Setelah di Uji d. Kuat Tarik Sejajar Serat (ISO 3346-1975) Benda uji kuat tarik sejajar serat berbentuk seperti huruf I dengan ukuran panjang 30 dan lebar 2 cm. Pengujian dilakukan dengan cara benda uji dijepit pada kedua ujungnya, kemudian ditarik hingga dicapai beban maksimumnya. Pengujian kuat tarik sejajar serat menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Adapun gambar pengujian kuat tarik sejajar serat adalah sebagai berikut: Gambar 3.18. Sampel Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu Sebelum di Uji

39 Gambar 3.19. Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu Gambar 3.20. Sampel Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu Setelah di Uji e. Kuat Geser Sejajar Serat (ISO 3347-1975) Pengujian ini menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) dengan cara ditekan hingga sampel bambu pecah dan mendapatkan beban maksimumnya. Benda uji berbentuk seperti huruf L dengan panjang 2 x diameter. Adapun gambar pengujian kuat geser sejajar serat adalah sebagai berikut: Gambar 3.21. Sampel Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat Bambu Sebelum di Uji

40 Gambar 3.22. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat Bambu Gambar 3.23. Sampel Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat Bambu Setelah di Uji f. Kuat Lentur (ISO 3133-1975 dan ISO 3349-1975) Pengujian kuat lentur menggunakan mesin uji lentur dengan cara sampel diletakkan pada kedua tumpuan dengan kondisi seimbang, kemudian sampel ditekan pada bagian tengah bentang hingga mencapai beban maksimumnya ditandai dengan patahnya sampel. Benda uji berukuran panjang 40 cm dan lebar 5 cm. Ada 3 pengujian kuat lentur bambu, yaitu kulit luar (KL), kulit dalam (KD) dan vertikal (V). Gambar 3.24. Sampel Pengujian Kuat Lentur Bambu Sebelum di Uji

41 Gambar 3.25. Pengujian Kuat Lentur Bambu Gambar 3.26. Sampel Pengujian Kuat Lentur Bambu Setelah di Uji 3.6.2.2. Pengujian Bahan Dasar Beton Dalam pengujian bahan dasar beton, hanya dilakukan terhadap agregat halus dan kasar, sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian. a. Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus antara lain: 1. Gradasi Agregat Halus (ASTM C-136) Gradasi adalah keseragaman diameter dan ukuran pasir sebagai agregat halus dalam mix design beton. Gradasi agregat halus merupakan salah satu faktor penting karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan kohesi campuran adukan beton. a. Tujuan Tujuan pengujian gradasi agregat halus ini antara lain : 1) Menentukan gradasi agregat halus. 2) Mengetahui modulus kehalusan pasir. 3) Membuat grafik hubungan antara diameter ayakan dengan sisa kumulatif butiran pasir menurut SK-SNI-T-15-1990-03.

42 b. Alat dan Bahan 1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm, dan 0 mm (pan) 2) Neraca/timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 100 mg 3) Mesin penggetar 4) Cawan dan sikat 5) Pasir kering oven. c. Cara Kerja 1) Menyiapkan agregat halus (pasir) yang sudah dikeringkan dalam oven. 2) Mengambil dan menimbang pasir 3000 gram. 3) Mengambil dan menyusun ayakan dengan susunan dari bawah ke atas: 0 mm; 0,15 mm; 0,30 mm; 0,85 mm; 1,18 mm; 2,36 mm; 4,75 mm; 9,50 mm kemudian meletakkan susunan ayakan pada mesin penggetar. 4) Memasukkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat susunan ayakan tersebut kemudian menghidupkan mesin tersebut selama 5 menit. 5) Setelah 5 menit mesin dimatikan, kemudian menimbang dan mencatat berat pasir yang tertinggal dalam masing-masing saringan. 6) Menghitung modulus kehalusan 2. Kadar Lumpur Agregat Halus (ASTM C-117) Pasir adalah salah satu bahan dasar pembentuk beton yaitu sebagai agregat halus. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang akan dihasilkan. Untuk itu, pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur minimal 5% dari berat keringnya. a. Tujuan Untuk mengetahui kandungan lumpur dalam pasir sebagai salah satu komponen penyusun beton. b. Alat dan Bahan 1) Agregat halus (pasir) dari oven 2) Gelas ukur ukuran 250 cc 3) Air bersih

43 4) Oven 5) Pipet 6) Penggaris 7) Timbangan 8) Cawan alumunium c. Cara Kerja 1) Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkannya dalam oven dengan temperatur 110 0 C selama 24 jam. 2) Mengambil pasir kering oven 100 gram 3) Mengambil gelas ukur 250 cc kemudian memasukkan pasir tersebut ke dalam gelas. 4) Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 10 cm di atas permukaan pasir. 5) Mengocok air dan pasir minimal 10 kali, lalu membuang airnya. 6) Percobaan ini dilakukan beberapa kali sampai airnya terlihat jernih. 7) Menuangkan pasir ke dalam cawan alumunium, jika masih terdapat air, digunakan pipet untuk mengambil air yang masih terkandung. 8) Pasir dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0 C selama 24 jam. 9) Setelah selesai, cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga mencapai suhu kamar. 10) Menimbang pasir dalam cawan dan menghitung kandungan lumpur (%) 11) Menghitung kadar lumpur 12) Membandingkan dengan persyaratan PBI NI-2 1971, yaitu kadar lumpur maksimum 5 %. 3. Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus (ASTM C-40) Dalam campuran beton pasir sebagai agregat halus tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak, hal ini akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3 % sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).

44 Tabel 3.2. Pengaruh Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton No. Warna Persentase kandungan zat organik 1 Jernih 0 % 2 Kuning muda 0 % - 10 % 3 Kuning tua 10 % - 20 % 4 Kuning kemerahan 20 % - 30 % 5 Coklat kemerahan 30 % - 50 % 6 Coklat tua 50 % - 100 % (Sumber : Prof. Ir. Rooseno, 1995) a. Tujuan Untuk mengetahui banyak sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir berdasarkan tabel perubahan warna (Tabel 3.2). b. Alat dan Bahan 1) Pasir kering oven lolos ayakan 2 mm 2) Larutan NaOH 3 % 3) Gelas ukur 250 cc 4) Ayakan 2 mm 5) Pipet 6) Oven 7) Neraca dengan ketelitian 0,1 gr 8) Cawan alumunium c. Cara Kerja 1) Mengambil pasir kering oven secukupnya. 2) Mengayak pasir dengan ayakan 2 mm hingga hasil ayakan mencapai 130 cc. 3) Memasukkan pasir hasil ayakan ke dalam gelas ukur 250 ml 4) Menuangkan larutan NaOH 3 % sehingga mencapai volume 200 ml. 5) Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit. 6) Meletakkan dan mendiamkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam. 7) Mengamati perubahan warna larutan dan membandingkan dengan tabel 3.2.

45 4. Spesific Gravity Agregat Halus (ASTM C-128) Berat jenis pasir sangat berpengaruh dalam menentukan volume pasir yang akan digunakan dalam mix design beton. Maka dari itu penting mengetahui berat jenis agregat halus tersebut. Tujuan 1) Untuk mengetahui berat jenis pasir serta daya serap pasir terhadap air. 2) Untuk mencari nilai bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir keseluruhan. 3) Untuk mencari nilai bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. 4) Untuk mencari nilai apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume pasir kering. 5) Untuk mencari nilai daya serap (aborbsion), yaitu besarnya air yang diserap oleh pasir. a. Alat dan Bahan 1) Conical mould dan temper (pemadat) 2) Tabung Volumetric flask 500 cc 3) Neraca/Timbangan 4) Cawan alumunium 5) Oven 6) Pipet 7) Pasir kering oven 500 gr 8) Air bersih b. Cara Kerja 1) Membuat dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dengan cara: a) Mengambil pasir yang telah disediakan. Dianggap kodisi lapangan SSD. b) Memasukkan ke dalam conical mould 1/3 tinggi lalu ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm. c) Memasukkan lagi pasir dalam conical mould setinggi 2/3 tinggi kemudian ditumbuk lagi dengan tempe sebanyak 15 kali.

46 d) Memasukkan lagi pasir hingga keadaan penuh lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. e) Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan permukaannya. f) Mengangkat conical mould sehingga pasir akan merosot. Bila penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau ± 2,5 cm, maka pasir tersebut sudah dalam keadaan kering permukaan. 2) Mengambil pasir dalam kondisi SSD sebanyak 500 gram (d). 3) Memasukkan pasir tersebut ke dalam volumetric flask dan selanjutnya direndam dalam air selama 24 jam. 4) Setelah 24 jam, menimbang berat volumetric flask + air + pasir (c). 5) Mengeluarkan pasir dari volumetric flask dan memasukkan ke cawan dengan membuang air terlebih dahulu. Jika di dalam cawan masih ada air, mengeluarkan air tersebut dengan menggunakan pipet. 6) Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 110 0 C selama 24 jam. 7) Volumetric flask yang telah kosong dan bersih diisi air sampai penuh dan ditimbang (b). 8) Pasir yang sudah selasai di oven didiamkan terlebih dahulu sampai mencapai suhu kamar, kemudian menimbang pasir tersebut (a). 9) Menganalisa hasil pengujian. b. Agregat Kasar Pengujian terhadap agregat kasar antara lain: 1. Gradasi Agregat Kasar (ASTM C-136) a. Tujuan Pengujian gradasi agregat kasar ini bertujuan untuk memeriksa susunan atau variasi susunan agregat kasar (kerikil) yang akan digunakan dalam pembuatan beton. b. Alat dan Bahan 1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 38 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm dan pan. 2) Satu set mesin penggetar. 3) Timbangan.

47 4) Agregat kasar (kerikil) 3000 gr. c. Cara kerja 1) Menyiapkan kerikil yang telah dioven selama 24 jam dengan suhu 110 0 C seberat 3000 gram. 2) Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari diameter bawah ke atas: pan, 2,36 mm, 4,75 mm, 9,5 mm, 12,5 mm, 19 mm, 25 mm, 38 mm lalu susunan ayakan tersebut diletakkan pada mesin penggetar. 3) Memasukkan kerikil ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat susunan ayakan tersebut kemudian ditempatkan pada mesin penggetar. 4) Menghidupakan mesin getar selama ±5 menit. 5) Setelah ± 5 menit, lalu menimbang dan mencatat berat agregat kasar yang tertinggal di atas masing-masing ayakan. 6) Menghitung prosentase yang hilang dan modulus kehalusan kerikil. 2. Abrasi Agregat Kasar (ASTM C-131) Pengujian ini bertujuan untuk menentukan prosentase keausan agregat kasar. a. Tujuan Pengujian ini bertujuan untuk menentukan prosentase keausan agregat kasar. b. Alat dan Bahan 1) Mesin Los Angeles. 2) Bola pejal penggesek sebanyak 11 buah. 3) Set ayakan dengan diameter lubang 19,5 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm, dan pan. 4) Mesin penggetar. 5) Oven. 6) Timbangan/neraca kapasitas 2 kg ketelitian 1 gr. 7) Kerikil lolos saringan 19,5 mm dan tertampung saringan 12,5 mm sebanyak 3 kg. 8) Kerikil lolos saringan 12,5 mm dan tertampung saringan 9,5 mm sebanyak 3 kg. c. Cara Kerja 1) Mencuci agregat kasar dari kotoran dan debu yang melekat sampai bersih kemudian mengeringkan dalam oven dengan suhu 110 0 C selama 24 jam.

48 2) Mengambil kerikil dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan Ø 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm. 3) Mengayak dengan ketentuan : a) Mengayak sampel hingga lolos ayakan 19,5 mm dan tertampung diayakan 12,5 mm sebanyak 3 kg. b) Mengayak sampel hingga lolos ayakan 12,5 mm dan tertampung diayakan 9,5 mm sebanyak 3 kg. 4) Memasukkan benda uji yang sudah diayak sebanyak 6 kg (a) ke mesin Los Angeles beserta 11 bola baja pejal penggesek. 5) Mengunci lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu hidupkan mesin. 6) Mengatur perputaran mesin sampai 500 kali putaran. 7) Setelah diputar, mengeluarkan sampel benda uji dari mesin Los Angeles kemudian menyaring dengan ayakan 2 mm. 8) Menimbang benda uji yang tertampung pada akan 2 mm (b). 9) Mencatat hasil pengujian 10) Menganalisa data hasil pengujian. 11) Menghitung presentase kerikil yang hilang. Berdasarkan PBI 1971 nilai prosentase keausan maksimum agegrat kasar adalah 50%. 3. Spesific Gravity Agregat Kasar (ASTM C-127) Berat jenis krikil sangat berpengaruh dalam menentukan volume pasir yang akan digunakan dalam mix design beton. Maka dari itu penting mengetahui berat jenis agregat kasar tersebut. a. Tujuan 1) Untuk mengamati bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2) Untuk mengetahui bulk spesific SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total. 3) Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil kering dengan volume butir kerikil.

49 4) Untuk mengetahui daya serap (absorbsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering. b. Alat dan Bahan 1) Timbangan / neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg. 2) Bejana yang dilengkapi dengan container. 3) Ember. 4) Oven. 5) Agregat kasar (kerikil). 6) Air bersih. c. Cara Kerja 1) Mengambil kerikil (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran. 2) Mengeringkan kerikil dalam oven dengan suhu 110 0 C selama 24 jam. 3) Mendiamkan kerikil setelah dioven hingga mencapai suhu ruang. 4) Menimbang kerikil seberat 3000 gram(a). 5) Memasukkan kerikil ke dalam kontainer dan direndam selam 24 jam. 6) Setelah 24 jam, menimbang kontainer dan kerikil dalam keadaan terendam dalam air. 7) Mengangkat container dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan dilap (sampai kondisi SSD/kering permukaan). 8) Menimbang kerikil dalam kondisi SSD(b). 9) Menimbang container (dalam keadaan tercelup air). 10) Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil penimbangan langkah ke-6 dengan kontainer(c). 11) Menghitung Bulk Spesific Gravity, Bulk Spesific Gravity SSD, Apparent Spesific Gravity dan Absorbsion. Berdasarkan ASTM C127-81 syarat Bulk Specific Gravity SSD adalah 2,5 2,7. 3.6.2.3.Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tegangan leleh (fy) dan tegangan maksimum (ft) baja sehingga dapat diketahui mutu baja yang digunakan.

50 Pelaksanaan pengujian baja dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengukur dimensi baja yang akan diuji untuk menentukan luas penampang baja (A). 2. Menandai masing masing sampel dengan menandai titik setiap 2 cm. 3. Mengukur panjang tiap jarak, diameter benda uji dan panjang benda uji 4. Meletakkan pada alat tarik lalu memberikan beban (P). 5. Mengamati hasil print out grafik tegangan leleh dan tegangan maksimum baja Gambar 3.27. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan 3.6.3. Rencana Campuran Beton (Mix Design) dan Pembuatan Benda Uji Silinder Rencana campuran beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis, sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan proporsi campuran beton ini menggunakan metode SNI 03-2834-2000 (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal). Langkah langkah untuk menentukan mix design adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc ) pada umur tertentu. 2. Menetapkan nilai standar deviasi (Sr) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana. 3. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut: M = 1,64 x Sr Dengan : M = nilai tambah (MPa)

51 1,64 = tetapan statistik tergantung % kegagalan maksimal 5%) Sr = deviasi standar rencana 4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f cr) dengan rumus: f cr = f c + M dengan : f cr = kuat tekan rata-rata (MPa) f c = kuat tekan yang disyaratkan (MPa) M = nilai tambah (Mpa) 5. Menetapkan jenis semen PPC kegunaan tipe 1. 6. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 3.3. Tabel 3.3. Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen, dan Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai di Indonesia Kekuatan tekan (MPa) Jenis semen Jenis agregat kasar Pada umur (hari) Bentuk benda 3 7 28 91 uji Semen Portland Batu tak dipecahkan 17 23 33 40 Tipe I Atau Batu pecah 19 27 37 45 Silinder Semen tahan sulfat Batu tak dipecahkan 20 28 40 48 Tipe II, V Batu pecah 23 32 45 54 Kubus Semen Portland Batu tak dipecahkan 21 28 38 44 Tipe III Batu pecah 25 33 44 48 Silinder Batu tak dipecahkan 25 31 46 53 Batu pecah 30 40 53 60 Kubus (Sumber: SNI 03-2834-2000) 7. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu dengan melihat grafik Hubungan FAS dan Kuat Tekan Rata-Rata Silinder Beton (Ir.Kardiono, Teknologi Beton) 8. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel.3.4.

52 Tabel 3.4. Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan Khusus Lokasi Jumlah Semen minimum per m 3 beton (kg) Nilai faktor Air-Semen maksimum Beton di dalam ruang bangunan: a. keadaan keliling non-korosif b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruangan bangunan : a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton masuk ke dalam tanah : a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang kontinyu berhubungan : a. air tawar b. air laut 275 325 325 275 325 0,60 0,52 0,60 0,60 0,55 Tabel Tabel (Sumber: SNI 03-2834-2000) 9. Menentukan nilai slump. 10. Menetapkan besar butir agregat maksimum. 11. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan Tabel 3.5.

53 Tabel 3.5. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m 3 ) Yang Dibutuhkan Untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton Besar Ukuran Maks. Kerikil (mm) Jenis Batuan Slump (mm) 0 10 10 30 30 60 60 180 10 20 40 Alami 150 180 205 225 Batu pecah 180 205 230 250 Alami 135 160 180 195 Batu pecah 170 190 210 225 Alami 115 140 160 175 Batu pecah 155 175 190 205 (Sumber: SNI 03-2834-2000) 12. Menghitung Berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum berdasarkan tabel 3.4. 13. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 3.6 berikut: Tabel 3.6. Daerah Gradasi Agregat Halus Lubang Ayakan (mm) Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan 1 2 3 4 10 100 100 100 100 4,8 90 100 90-100 90-100 95 100 2,4 60 95 75-100 85-100 95 100 1,2 30 70 55-90 75-100 90 100 0,6 15 34 35-59 60-79 80 100 0,3 5 20 8-30 12-40 15 50 0,15 0 10 0-10 0-10 0 15 14. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar. 15. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus: Bj. Camp = P K bj. ag. halus bj. ag. kasar 100 100 Dengan : Bj. Camp = berat jenis agregat campuran bj. ag. halus = berat jenis agregat halus bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar

54 P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran 16. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus: Wpasir + kerikil = Wbeton - kebutuhan air kebutuhan semen 17. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus: Wpasir = (Persentase agregat halus) x Wpasir+ kerikil 18. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus: Wkerikil = Wpasir + kerikil - Wpasir 3.6.4. Pengujian Kuat Tekan Beton Mix Design Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian ini bertujuan untuk mengamati besarnya beban (P) maksimum atau beban pada saat beton hancur dengan menggunakan alat uji kuat tekan (Compression Testing Machine). Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM 39 atau yang disyaratkan PBI 1989. Pada pengujian kuat tekan beton, benda uji diberi beban (P) dari atas perlahan-lahan sampai beton tersebut hancur. Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji. 2. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan UTM. 3. Mengatur agar benda uji silinder beton tidak miring saat pengujian. 4. Menyalakan UTM dan ditunggu hingga beton mengalami keruntuhan. 5. Mengamati hasil kekuatan beton dari hasil print out alat UTM. Gambar 3.28. Pengujian Kuat Tekan Beton Mix Design

55 3.6.5. Tahap Pembuatan Benda Uji Dalam penelitian ini, benda uji balok beton bertulang dibuat seperti Gambar 3.2, yang ditanam tulangan bambu petung pipih bertakikan dan baja polos seperti Gambar 3.3. dengan jumlah tercantum pada Tabel 3.1. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan benda uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mencari dan meyiapkan bambu Petung yang akan dijadikan tulangan. Kemudian bambu dipotong berbilah-bilah. Gambar 3.29. Pemotongan Bambu Petung 2. Bagian bambu yang digunakan adalah bagian kulitnya dengan ketebalan 30% dari ketebalan total. 3. Tulangan bambu dibentuk pipih dengan dimensi P = 1650 mm, L = 20 mm dan T = 5 mm. Gambar 3.30. Bambu yang telah dibentuk pipih

56 4. Bambu diawetkan dengan cara direndam dengan air yang diberi zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, konsentrasi 10% selama 5 hari lalu dikeringkan dengan cara diangin-angin selama 7 hari. Gambar 3.31. Penakaran Boraks dan Asam Borik Gambar 3.32. Perendaman Bambu dengan Boraks dan Asam Borik 5. Kemudian dibuat takikan/coakan yang berjarak 5 cm tidak sejajar dengan lebar 1 cm dan 2 cm. Gambar 3.33. Pembuatan Takikan Tulangan Bambu 6. Kemudian bambu yang telah ditakik dirangkai menjadi satu dengan tulangan sengkang.

57 Gambar 3.34. Perangkaian Tulangan Bambu dengan Sengkang 7. Membuat bekisting dengan dimensi bagian dalam P = 1700 mm, L = 110 mm dan T = 150 mm. Gambar 3.35. Pembuatan Bekisting 8. Mengolesi oli pada bagian dalam bekisting sebelum dicor. Gambar 3.36. Pemberian Oli Pada Bekisting

58 9. Memasukan tulangan yang telah dirangkai ke dalam bekisting. Gambar 3.37. Perangkaian Tulangan dalam Bekisting 10. Menimbang material beton sesuai kebutuhan mix design. Gambar 3.38. Proses Penimbangan Material Beton 11. Kemudian material beton dimasukkan ke dalam mollen untuk diaduk. 12. Untuk mengetahui kelecakan adukan beton maka dilakukan uji slump dengan menggunakan kerucut Abrams. Gambar 3.39. Pengujian Kelecakan Adukan Beton

59 13. Beton segar yang telah diaduk dan diuji slump, dituang ke dalam bekisting yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dipadatkan menggunakan alat penggetar atau batang besi dengan cara ditusuk-tusuk. Gambar 3.40. Pemadatan Adukan Beton 14. Setelah dipadatkan, permukaan beton kemudian diratakan dengan menggunakan cetok. 15. Kemudian beton yang telah selesai dicor didiamkan selama kurang lebih 24 jam 16. Setelah 24 jam, bekisting dapat dibongkar dan dilakukan curing dengan menggunakan karung basah yang diselimutkan ke beton serta disiram secara berkala selama 7 hari. Gambar 3.41. Curing Beton 17. Setelah 7 hari curing, kemudian balok beton didiamkan selama 28 hari terhitung semenjak hari pengecoran dilakukan. 3.6.6. Tahap Pengujian Kuat Lentur Sebelum pengujian kuat lentur dilaksanakan, benda uji balok dicat terlebih dahulu kemudian digambar kotak kotak untuk mengetahui retakan yang terjadi pada benda uji balok pada saat uji kuat lentur dilakukan.

60 Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui nilai kuat lentur beton pada benda uji berupa balok beton bertulang. Pengujian ini dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Alat yang digunakan adalah loading frame dan alat pembagi gaya menjadi 2 gaya sama besar. P 100 500 500 500 100 1/3 L 1/3 L 1/3 L Gambar 3.42. Pembebanan Benda Uji Secara umum setup alat uji yang digunakan untuk pengujian kapasitas lentur benda uji sudah sesuai standar dengan 2 titik pembebanan. Adapun setting up alatnya adalah sebagai berikut : Gambar 3.43. Setting Up Alat Pengujian Balok Adapun tahapan dalam pengujian adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan semua peralatan pengujian. 2. Menaruh benda uji balok ke alat uji dan memposisikan benda uji berada di tengah tengah alat uji dengan menggunakan unting unting.

61 3. Menaruh pembagi beban di atas benda uji balok dan memposisikannya berada di tengah tengah benda uji balok dengan menggunakan unting unting. 4. Menaruh beban yang sudah di-setting dengan load cell, transducer, hydraulic jack, dan hydraulic pump di atas pembagi beban. 5. Men-setting dial gauge berada di tengah, kanan dan kiri benda uji sejajar dengan pembagi beban. 6. Memulai pengujian kuat lentur. 7. Mencatat penurunan yang terjadi di setiap interval pembebanan 50 kg. 8. Menggambar pola retakan yang terjadi pada benda uji balok. 9. Melakukan tahap 7 dan 8 sampai benda uji balok mengalami keruntuhan. 3.6.7. Tahap Analisis Data Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian. 3.6.8. Tahap Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.