BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan, dimana negara, masyarakat, dan orang tua maupun keluarga

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENGALAMI PENELANTARAN DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG SEKOLAH RAMAH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. berupa kebiasaan, nilai kesopanan, norma dan kesemuanya bermuara pada

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Oleh karena itu, lembaga pengangkatan anak (adopsi) yang telah menjadi bagian budaya masyarakat, akan mengikuti perkembangan situasi dan kondisi seiring denan tingkat kecerdasan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena faktanya menunjukkan bahwa lembaga pengangkatan anak merupakan bagian dari hukum yang hidup dalam masyarakat, maka pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk membuat suatu aturan yang tersendiri tentang adopsi ini, maka dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917, yang mengatur tentang pengangkatan anak. Khusus pasal 5 sampai pasal 15 yang mengatur masalah pengangkatan anak (adopsi) bagi golongan masyarakat Tionghoa. Sejak itulah Staatsblad 1917 Nomor 129 menjadi ketentuan hukum tertulis yang mengatur pengangkatan anak (adopsi) bagi kalangan masyarakat Tionghoa, dan tidak berlaku bagi masyarakat Indonesia asli, maka bagi masyarakat Indonesia asli

2 berlaku hukum adat yang termasuk didalamnya adalah ketentuan hukum Islam. 31 Didalam pasal 6 Staatsblad 917 Nomor 129 yang boleh diangkat hanyalah orang-orang Tionghoa laki-laki yang tidak beristri dan tidak beranak, serta yang tidak telah diangkat oleh orang lain. 32 Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa di jaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak, demi pengembangan kepribadiannya secara utuh dan harmonis hendaknya tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian. 33 Namun tidak sedikit pula anak-anak yang di terlantarkan, hanya karena beberapa faktor, dan diantaranya adalah karena faktor ekonomi seperti kemiskinan. Merasa tidak sanggup untuk memenuhi hak-hak anaknya orangtua rela menyerahkan anak kandungnya ke panti asuhan karena takut menterlantarkan anaknya. 31 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 22. 32 Ibid, hlm. 24 2009), hlm. 63. 33 Koesparmono Irsan, Hukum Dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Brata Bhakti,

3 Selain faktor ekonomi, ada juga yang karena sudah terlalu banyak anak, sehingga rumah menjadi sempit. Membuat para orangtua memilih menitipkan anaknya ke Panti asuhan untuk mengharapkan lingkungan yang terbaik untuk anaknya. Dan dilain sisi ada juga keluarga mampu, yang sangat mengharapkan kedatangan seorang anak. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain dengan tidak memberikan keluarga tersebut keturunan. Sehingga untuk mendapatkan keturunan, keluarga tersebut dapat melakukan pengangkatan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan kasus penelantaran anak oleh orang tua sendiri terus meningkat setiap tahun.hal itu disampaikan Ketua KPAI Hadi Supeno kepada Media Indonesia, kemarin. "Kecenderungannya terus meningkat meski tidak signifikan.mungkin hal itu karena masih banyak kasus yang tidak diadukan ke KPAI," ujarnya. Hadi menguraikan umumnya anak yang ditelantarkan itu lantaran orangtua merekaberpisah atau bercerai. Selain itu, faktor kemiskinan, anak yang lahir tidak sesuai keinginan atau ada cacat fisik maupun mental, serta anak yang lahir dari hubungan di luar nikah.meski demikian, Hadi menambahkan, tidak semua kasus anak telantar itu semata-mata akibat tidak bertanggung jawabnya para orangtua mereka. Jadi, masih diperlukan pemeriksaan terlebih dulu. Barangkali

4 mereka anak korban bencana alam, korban perang, korban perlakuan yang salah. Jadi, penelantaran itu banyak macamnya. 34 Sesuai berita yang penulis baca di internet. Di Jakarta, pada tanggal 5 Februari 2010 banyak anak yang diterlantarkan oleh orangtua disebabkan oleh berbagai alasan terutama kemiskinan dan kurangnya tanggung jawab orangtua terhadap pola pengasuhan dan perawatan anak, dan beban ekonomi yang cenderung lemah mengakibatkan anak selalu menjadi korban, Seperti yang terjadi di Tangerang baru baru ini, tiga bocah malang itu adalah Rafel (3), Farel (2) dan Putri Aprilia (9 bulan) yang tinggal di sebuah kontrakan berbentuk rumah petak di Jalan Pulo Indah Asri, Cipondoh, Tangerang yang telah diterlantarkan oleh orangtuanya Lery (25) dan Diana (23). 35 Data Departemen Sosial pada 2008 hingga 2009, ada 1,1 juta anak di Indonesia yang kini terlantar dan terpaksa tinggal di panti asuhan. Ini belum termasuk sebanyak 10 juta anak yang terancam ditelantarkan. Penelantaran anak merupakan salah satu bentuk kekerasan, berakar dari rumahtangga. Orangtua mengabaikan tanggung jawab, melalaikan 34 Hadi Supeno, Penelantaran Anak Terus Meningkat, Media Indonesia, http://bataviase.co.id/node/88535 (diakses (26 November 2011, jam 09.00)). 35 Tira, Lagi, Kasus Penelantaran Anak Kembali Terjadi, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?file=article&name=news&sid=647, (diakses (26 November 2011, jam 09.00)).

5 kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan bagi anak-anak mereka. 36 Oleh karena itu, di Indonesia ada pengaturan mengenai fakir miskin dan anak-anak terlantar. Yakni termuat dalam pasal 34 ayat (1) Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Selain itu diatur pula tentang Hak Asasi Manusia yakni terdapat dalam pasal 28 Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. 37 Setiap anak memiliki hak, yakni berhak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Yang dimaksud dengan asas untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anakyang dilindungi oleh Negara, Pemerintah, Masyarakat, keluarga dan Orangtua. Seperti yang tercantum dalam pasal 52 ayat (1) dan (2) Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, bunyi pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: (1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara. 36 Meta, Penelantaran Anak: Kejahatan Kemanusiaan, Artikelbudaya, http://studibudaya. wordpress.com/2010/02/05/penelantaran-anak-kejahatan- kemanusiaan/ (diakses (26 November 2011, jam 09.00)). 37 Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945.

6 (2) Hak anak adalah Hak Asasi Manusia dan untuk kepentingan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 38 Banyak anak yang dilahirkan tanpa adanya pemenuhan hak yang seimbang, karena banyak orang tua yang merasa diri mereka tidak mampu untuk memenuhi hak-hak anak mereka. Sehingga, mereka lebih memilih untuk melindungi anak mereka dengan menyerahkan anak mereka ke Panti Asuhan dengan harapan hak-hak anak mereka dapat terpenuhi. Seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yaitu: anak yang tidak mempunyai orangtua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan. 39 Masyarakat sangat berperan dalam perlindungan anak, Masyarakat behak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak dan melaksanakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 40 Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, diperlukan peran masyarakat, dilakukan perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya 38 Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, Nomor 39 Tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 165, TLN Nomor 3886, pasal 52. 39 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Nomor 4 Tahun 1979, LN Tahun 1979 Nomor 32, TLN Nomor 3143, pasal 4. 40 Apong Herlina, et. al.,perlindungan Anak, Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Jakarta: UNICEF, 2003),hlm.37.

7 masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. 41 Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang di perdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 42 Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 43 Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang prosedur pengangkatan anak, dan adakah anak yang menjadi korban dengan pengangkatan anak dalam pelaksanaan perlindungan anak dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pengangkatan anak dalam panti asuhan, sehingga di beri judul PELAKSANAAN 41 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan anak, Nomor 23 Tahun 2002, LN Tahun 2002Nomor 109, TLN Nomor 4235, pasal 72. 42 Ibid, pasal 59. 43 Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, PP Nomor 54 Tahun 2007, LN Tahun 2007 Nomor 123, TLN Nomor 4768, pasal 2.

8 PENGANGKATAN ANAK SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA. B. Pokok Permasalahan Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka selanjutnya dapat timbul beberapa permasalahan. Adapun permasalahan dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah prosedur pengangkatan anak di Indonesia dan apakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pengangkatan anak di Indonesia dalam pengangkatan anak: a. Pegangkatan anak yang berwarganegara Indonesia diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Indonesia? b. Pengangkatan anak yang berwarganegara Indonesia diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Asing? c. Pengangkatan anak yang berwarganegara Asing diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Indonesia? 2. Bagaimana pencegahan akibat-akibat pengangkatan anak yang dapat menjadikan anak sebagai korban? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian penulis untuk mengadakan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pencegahan akibat-akibat pengangkatan anak yang dapat menjadikan anak sebagai korban dalam rangka perlindungan anak.

9 2. Mengetahui prosedur dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengangkatan anak di Indonesia, yakni: a. Pengangkatan anak yang berwarganegara Indonesia diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Indonesia? b. Pengangkatan anak yang berwarganegara Indonesia diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Asing? c. Pengangkatan anak yang berwarganegara Asing diangkat oleh orangtua angkat yang berwarganegara Indonesia? D. Definisi Operasional 1. Pengertian Adopsi a. Pengangkatan anak (adopsi) adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. 44 b. Menurut Soerjono Soekanto, Pengangkatan anak adalah sebagai perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau secara umum berarti mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolahseolah didasarkan pada faktor hubungan darah. Adopsi harus 1989), hlm. 44. 44 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Ed. 1. Cet. 2, (Jakarta: Akademika Pressindo,

10 dibedakan dengan pengangkatan anak dengan tujuan semata-mata untuk pemeliharaan (anak itu) saja. 45 c. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orangtua angkat. 46 2. Pengertian panti asuhan: 47 Panti: Tempat (mengasuh); tempat memelihara, mendidik atau mengajar anak/orang tertentu dan khusus. Asuhan: Yatim atau yatim piatu, dsb. Jadi, panti asuhan adalah rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim atau yatim piatu dsb. 3. Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin dari menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak. 48 hlm. 52. 45 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), 46 Peraturan Pemerintah, Op. Cit, Pasal 1 angka ke-2. 47 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://www.kamusbesar.com/55752/panti-asuhan, (diakses (21 desember 2011, jam 11.00)). 48 Peraturan Pemerintah, Op Cit, Pasal 1 angka ke-5.

11 4. Orangtua adalah adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 49 5. Orangtua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundangundangan dan adat kebiasaan. 50 6. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Anak adalah setiap manusia yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 51 7. Anak angkat adalah amak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. 52 8. Tim Penelitian Perizinan Pengangkatan Anak adalah tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial R.I. No. 58 Tahun 1986 yang dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Setempat. 53 49 Ibid, Pasal 1 angka ke-3. 50 Ibid, Pasal 1 angka ke-4. 51 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan anak, Nomor 23 Tahun 2002, Op Cit, pasal 1 angka ke-1. 52 Ibid, pasal 1 angka ke-9. 53 Departemen Sosial R.I, Petunjuk Teknis Tentang Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga Dan Lanjut Usia, 1987), hlm. 3.

12 9. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orangtua terhadap anak. 54 10. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. 55 11. Menurut pasal 1 angka ke-2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. E. Metode Penelitian Dalam rangka mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian dan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan agar mendapatkan hasil yang ilmiah, maka penulis mempergunakan teknik dengan cara sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian normatif dan empiris. Dalam penelitian hukum normatif akan digunakan bahanbahan hukum berupa peraturan perundangan, seperti Undang-undang, 54 Undang-Undang Perlindungan Anak, Op. Cit, pasal 1 angka ke-5. 55 Ibid, pasal 1 angka ke-12.

13 Surat Edaran Mahkamah Agung, putusan pengadilan, hingga peraturan pemerintah. Dalam penelitian ini seorang peneliti selalu mendasarkan pemikirannya pada aturan perundangan sebagai bahan hukum utama penelitian. Penelitian atas bahan-bahan hukum seperti perundangan dan putusan pengadilan tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah penelitian sosial, mengingat ia memisahkan hukum dari segala bentuk analisis non hukum. 56 Penelitian hukum empiris dikenal juga sebagai penelitian lapangan (field research) adalah pengumpulan materi atau bahan penelitian yang harus diupayakan atau dicari sendiri oleh karena belum tersedia. Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk membuat pedoman wawancara dan diikuti dengan mencari serta mewawancarai para informan dan melakukan pengamatan (observasi). 57 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sifat penelitian deskriptif analistis, yaitu penelitian yang menggambarkan tentang asas-asas umum hukum. Ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin yang dapat membantu dalam memperkuat 56 Penelitian Hukum Normatif,http://www.fokkylaw.com/2009/02/penelitian-hukumnormatif.html, (diakses (26 november 2011, jam 10.00)). 57 Henry Arianto, Proposal Penelitian, Bahan kuliah Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, 2010, hlm.8.

14 teori-teori Hukum Pelaksanaan pengangkatan anak serta perlindungan anak. 58 3. Analisis Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif artinya mengukur dan menguji data dengan konsep teori dan peraturan perundang-undangan. Dimana, dengan metode ini diharapkan memperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan. Dalam penelitian ini penulis melakukan analisa kasus terhadap surat-surat penetapan. 4. Jenis Data Di dalam penelitian, lazimnya jenis data dibedakan antara: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian. 59 Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara yaitu dengan mempersiapkan daftar pertanyaan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti di Kementrian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. b. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. 60 58 Ibid, hlm.4. 59 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI-Press, 2008), hlm. 12. 60 Amiruddin dan zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal.30, mengutip Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1996), hlm.12.

15 Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Hal ini dikarenakan bentuk penelitian hukum dalam skripsi ini adalah Bentuk penelitian hukum normatif dan empiris. Dan dalam hal ini penulis melakukan kegiatan primer tersebut. Secara defenisi data skunder adalah data yang ditemukan dalam bahan-bahan pustaka. Data sekunder ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Maksud dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, sesuai dengan perumusan masalah maka Undang-Undang yang digunakan sebagai acuan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, SEMA Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 Tentang pengangkatan anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Undang- Undang No.39 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak. 2. Bahan Hukum Sekunder, Yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dalam hal ini penulis mendapatkan data dari buku-buku, naskah ilmiah, serta artikelartikel baik dari surat kabar maupun dari internet.

16 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder seperti kamus (hukum) dan kamus Besar Indonesia. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, permasalahan, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGANGKATAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK SERTA TENTANG HAK-HAK ANAK DIBERBAGAI UNDANG- UNDANG Bab ini menguraikan teori-teori tentang pengangkatan dan perlindungan anak seperti pengertian adopsi, perlindungan anak, anak, motivasi pengangkatan anak dan syarat-syarat pengangkatan anak. BAB III PERBANDINGAN TEORI DENGAN PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK SAAT INI DI MASYARAKAT Bab ini menguraikan tentang, dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak dalam mencegah akibat-akibat pengangkatan anak yang dapat menjadikan anak sebagai korban, hambatan-hambatan yang ditemui dalam

17 pelaksanaan pengangkatan anak dan prosedur pengangkatan anak. BAB IV PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA Bab ini menguraikan tentang analisa penulis terhadap Surat Penetapan. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.