BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa teori pajak yang dikemukanan oleh Siti Resmi (2009:6)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KONSEP, KONSTRUK, DAN VARIABEL PENELITIAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak merupakan alat (sumber) untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munawir Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reklame, dasar hukum pemungutan pajak reklame.

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari hasil Pajak Daerah. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1 Teori Bakti Terdapat beberapa teori pajak yang dikemukanan oleh Siti Resmi (2009:6) yang dapat digunakan sebagai dasar pemungutan pajak, diantaranya teori asuransi, teori kepentingan, teori daya pikul, teori daya beli, dan teori bakti. Dari teori-teori tersebut, teori yang paling mendukung variabel penelitian adalah teori bakti yang penjelasannya sebagai berikut: Teori ini mengutamakan kepentingan negara yang merupakan suatu kesatuan dari individu-individu dimana setiap warga negara terikat kepada pemerintahnya, sehingga negara mempunyai hak atas warganya dan memungkinkan secara mutlak untuk memungut pajak dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat secara sadar membayar pajak karena menyadarinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara. 2.2 Pajak 2.2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 7

8 Sedangkan pengertian pajak yang dikemukakan oleh para pakar antara lain, menurut Prof. Dr. PJ.A. Adriani (dikutip dari Sari, 2013:34) : Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut S. I. Djajadiningrat (dikutip dari Resmi, 2009:1) : 2006:1) : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dikutip dari Mardiasmo, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

9 2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya. 3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan. 4. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukan secara langsung adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak. 5. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan. 6. Pajak dipungut disebabkan seuatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang. 2.2.2 Fungsi Pajak Berdasarkan pada pengertian pajak yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang bertujuan untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat secara umum. Terdapat dua fungsi pajak yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2009:3) adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keungan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran

10 baik rutin maupun pembangunan dengan berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. 2. Fungsi Regularend (mengatur) Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. 2.2.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak Agar tujuan dari pemungutan pajak dapat tercapai, maka dalam memilih alternatif pemungutan pajak harus berpegang teguh terhadap asas-asas pemungutan pajak itu sendiri. Sehingga terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asas-asas yang ada. Asas-asas pemungutan pajak yang ditulisakan oleh Adam Smith dalam bukunya yang kemudian dikenal dengan nama The Four Cannons atau The Four Maxims (Suandy, 2005:27) adalah sebagai berikut : 1. Equality Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equity ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antar sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sma Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.

11 2. Certainty Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya. 3. Convenience of Payment Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu pada saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimannya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak. 4. Economic of Collections Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh. Sedangkan asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2006:7) adalah sebagai berikut : 1. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

12 2. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 3. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi Wajib Pajak Luar Negeri. 2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2006:7) adalah sebagai berikut: a. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menenkutan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

13 b. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding Tax Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 2.2.5 Pembagian Pajak Sebagaimana yang dipaparkan oleh Siti Resmi (2009:7) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pembagian pajak menurut golongan, pembagian pajak menurut sifat, dan pembagian pajak menurut pemungutan dan pengelolaanya. Dari pembagian pajak tersebut, pembagian pajak

14 yang sesuai dengan variabel penelitian adalah pembagian pajak menurut pemungutan dan pengelolaanya yang penjelasannya sebagai berikut: Pembagian pajak menurut pemungutan dan pengelolanya dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga. Pajak negara yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Bea Materai. b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: Pajak Reklame, Pajak Hiburan, dll. 2.3 Pajak Daerah 2.3.1 Pengertian Pajak Daerah Pengertian pajak daerah menurut Undang-Undang Republik indonesia Nomor 28 tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian pajak daerah menurut Suandy (2002:41) adalah sebagai berikut:

15 Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. 2.3.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. 2.3.3 Ciri-ciri Pajak Daerah Ciri-ciri pajak daerah yang dikemukanan Mariastuti (2012:23) adalah sebagai berikut: a. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada baerah sebagai pajak daerah. b. Penyerahan dilakukan berdasarkan Undang-Undang. c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Undang-Undang atau peraturan hukum lainnya. d. Hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

16 2.3.4 Jenis-Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 jenis pajak daerah dibagi menjadi dua, yaitu: a. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok. b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

17 2.3.5 Tarif Pajak Daerah Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis pajak daerah, yaitu: a. Tarif Pajak provinsi: 1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 10%; 2) tarif Bea Balik Nama kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 20%; 3) tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetatpkan paling tinggi 10%; 4) tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%; dan 5) tarif Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10%. b. Tarif Pajak kota/kabupaten: 1) tarif Pajak Hotel ditetapkan palinh tinggi 10%; 2) tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%; 3) tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%; 4) tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%; 5) tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%; 6) tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi 25%; 7) tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30%; 8) tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 20%;

18 9) tarif Pajak Sarang Burung walet ditetapkan paling tinggi 10%; 10) tarif Pajak Buni dan Bangunan ditetapkan paling tinggi 0,3%; dan 11) tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi 5%. 2.4 Model Leviathan Penggalian sumber-sumber keuangan daerah khususnya yang berasal dari pajak daerah pada dasarnya perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu : (i) dasar pengenaan pajak dan (ii) tarif pajak. pemerintah daerah cenderung untuk menggunakan tarif yang tinggi agar memperoleh total penerimaan pajak daerah yang maksimal. Pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan maksimum. Hal ini tergantung pada respons wajib pajak terhadap permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi. Formulasi model ini dikenal sebagai Model Leviathan yang dapat digambarkan sebagai berikut: Tarif Pajak Daerah Kurva Laffer t* T* Total penerimaan Daerah Gambar 2.1 Model Leviathan

19 Gambar 2.1 menunjukan hubungan antara tarif pajak proporsional atas basis pajak tertentu. Bentuk kurva ( Laffer ) yang berbentuk parabola menghadap sumbu Y (tarif pajak), menghasilkan total penerimaan pajak maksimum yang ditentukan oleh kemampuan wajib pajak untuk menghindari beban pajak baik legal maupun ilegal dengan mengubah economoc behavior dari wajib pajak. Gambar ini juga mengasumsikan bahwa penyesuaian wajib pajak terhadap pengenaan tarif pajak tertentu adalah independent terhadap jenis pajak dan tarif pajak lainnya. Model Leviathan akan mencapai total penerimaan pajak maksimum (T*) pada tarif t*. Pada tarif t*, menunjukkan bukanlah tarif tertinggi, tetapi dapat dicapai total penerimaan pajak maksimum. Pada kondisi ini dikenal sebagai Revenue Maximizing Tax Rate. Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum. 2.5 Pajak Restoran 2.5.1 Pengertian Pajak Restoran Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 22 dan 23, pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan

20 atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Pemungutan pajak restoran di indonesia saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Semula menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pajak atas restoran disamakan dengan nama Pajak Hotel dan Restoran, akan tetapi berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak, yaitu pajak hotel dan restoran. Menurut Siahaan (2010: 328) dalam pemungutan pajak restoran terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini: 1. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. 2. Pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun, yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan. 3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai pembayaran kepda pemilik rumah makan.

21 4. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas pembelian makanan dan atau minuman kepada subjek pajak. 2.5.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran Menurut Siahaan (2010:329) pemungutan pajak restoran di indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Restoran. 5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran pada kabupaten/kota dimaksud.

22 2.5.3 Objek Pajak Restoran 2.5.3.1 Objek Pajak restoran Menurut Perda Nomor 3 Tahun 2003 pasal 2 ayat 1 yang dimaksud dengan objek pajak restoran adalah Pelayanan yang disediakan oleh restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran dalam ayat 1 tersebut adalah: a. Restoran, rumah makan, cafe, bar, dan sejenisnya. b. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makan/minuman yang diantar/dibawa pulang. 2.5.3.2 Bukan Objek Pajak Restoran Pada pajak restoran, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, menurut Perda Nomor 28 tahun 2009 pasal 2 ayat 2, pengecualian tersebut yaitu: a. Pelayanan usaha jasa boga atau catering; b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran/rumah makan yang peredaran usahanya tidak melebihi Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) per bulan. 2.5.4 Subjek Pajak Restoran Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 3, yang menjadi subjek pajak restoran adalah Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran/rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Secara sederhana, yang menjadi

23 subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi Wajib Pajak menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 4 adalah Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran/rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya.. Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung rentang atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak da[at menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan. 2.5.5 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran 2.5.5.1 Dasar Pengenaan Pajak Restoran Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 5, Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemebelian makanan dan minuman. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pembelian makanan dan atau minuman, termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran (Siahaan, 2010: 331).

24 2.5.5.2 Tarif Pajak Restoran Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 6, tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi wewenang untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen. 2.5.5.3 Perhitungan Pajak Restoran Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut (Siahaan, 2010:332) Pajak terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada restoran 2.6 Ekstensifikasi Pajak Pengertian ekstensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak No. SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut:

25 Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambah jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Ekstensifikasi pajak memfokuskan pada peningkatan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memfokuskan pada penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak. Hal ini sesuai dengan strategi ekstensifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung guna mengoptimalisasi pajak daerah, antara lain: 1. Penyesuaian tarif pajak daerah disesuaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat. 2. Menggali potensi pajak daerah baru, melalui persiapan perlimpahan pajak pusat dan pajak propinsi. Agar kegiatan ekstensifikasi berhasil sesuai yang diharapkan maka menurut Drs. B. Boediono, M. Si. (dikutip Yusuf, 2010:51), terdapat tiga fungsi utama aparatur perpajakan untuk menjamin suksesnya sistem perpajakan (termasuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi), yaitu penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Ketiga hal tersebut tidak boleh dipisahkan dan harus berjalan bersamaan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Selain itu kesadaraan wajib pajak sangat dibutuhkan karena dengan

26 meningkatkan kesadaran dan jumlah wajib pajak maka akan meningkatkan jumlah pendapatan negara melalui pajak. 2.7 Intensifikasi Pajak Pengertian Intensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak No. SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut: Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak. Intensifikasi pajak merupakan cara meningkatkan pendapatan daerah dengan memfokus pada kegiatan optimalisasi penggalian pendapatan atau penerimaan pajak terhadap objek serat subjek pajak yang telah tercatat. Hal ini sesuai dengan strategi intensifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung guna mengoptimalisasi pajak daerah, antara lain: 1. Penyederhanaan proses administrasi pemungutan dan penyempurnaan sistem pelayanan pajak daerah. 2. Optimalisasi pelaksanaan landasan hukum yang berkaitan dengan pajak daerah. 3. Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai ketentuan pajak daerah.

27 4. Peningkatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan penerimaan pajak daerah. 5. Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar unit satuan kerja terkait agar penerimaan yang bersumber dari pajak daerah dapat tercapai secara optimal. 6. Pengembangan sistem informasi online pajak daerah. 2.8 Kota Bandung Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107-43 Bujur Timur dan 6 00-6 20 Lintang Selatan. Secara topologis Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 Meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 Meter di atas permukaan laut. Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin), dibagian Selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara permukaan tanahnya berbukitbukit, sehingga merupakan panorama yang indah. Batas-batas administratif Kota Bandung adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

28 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi. 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Pada tahun 1998 temperatur rata-rata 23,5 C, dengan curah hujan rata-rata 200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari perbulan. 2.9 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola oleh Kota Bandung adalah sebagai berikut: 1. Hasil Pajak Daerah; 2. Hasil Retribusi Daerah; 3. Bagian Laba Usaha Daerah; dan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2.10 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai peningkatan Pendapatan Asli Daerah telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang digunakan oleh penulis sebagai rujukan yaitu:

29 1. Nurul Aziza Yusuf (2010) Melakukan Penelitian dengan judul Pengaruh Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kota Bandung (2003-2009), menyimpulkan bahwa signifikansi pengaruh pengaruh ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terhadap PAD secara parsial, ekstensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, dan intensifikasi pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan secara simultan, ekstensifikasi dan intensifikasi berpengaruh signifikan terhadap PAD. 2. Dwi Yulianti Mariantuti (2012) Melakukan Penelitian dengan judul Pengaruh Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kota Bandung, menyimpulkan bahwa signifikansi pengaruh pengaruh ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terhadap PAD secara parsial, ekstensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, dan intensifikasi pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan secara simultan, ekstensifikasi dan intensifikasi berpengaruh signifikan terhadap PAD.

30 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1. Nurul Aziza Yusuf (2010) 2. Dwi Yulianti Mariastuti (2012) Judul Penelitian Pengaruh Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kota Bandung (2003-2009) Pengaruh Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kota Bandung Hasil Penelitian Secara parsial ekstensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, dan intensifikasi pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Secara simultan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah Secara parsial ekstensifikasi pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan intensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Secara simultan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kesamaan (=) Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak restoran pada Pemerintahan Kota Bandung Ekstensifikasi dan intensifikasi pada Pemerintahan Kota Bandung Ketidaksamaan ( ) Variabel dependen, dan tahun penelitian Variabel dependen, dan tahun penelitian

31 2.11 Kerangka Pemikiran Dari sumber-sumber Pendapatan Asli daerah (PAD), pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang dapat diandalkan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, akan tetapi tiap daerah menghadapi masalah yang berbedabeda dalam melakukan pemungutan pajak, demikian pula pada tingkat keberhasilannya. Seperti yang dialami oleh Dinas Pelayan Pajak Kota Bandung yang mengalami penurunan pada jumlah wajib pajak restoran dan jumlah pajak restoran yang tidak selalu meningkat (naik-turun). Hal inilah yang perlu menjadi pertimbangan agar Pemerintah Daerah Kota Bandung dapat melakukan pendekatan-pendekatan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi Pajak guna meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan mengoptimalkan penerimaan pajak, sehingga dapat meningkatkan pajak daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan. Pengertian ekstensifikasi pajak dan intensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut: Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

32 Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak. Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Soemitro (1974) untuk memperbesar penerimaan negara, diantaranya: a. Perluasan wajib pajak; b. Perluasan jenis dan besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, baik pajak atas pendapatan, pajak atas konsumsi maupun pajak kekayaan; c. Penyempurnaan tarif pajak; dan d. Penyempurnaan administrasi pungutan pajak. Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan-kegiatan tersebut termasuk dalam kegiatan ekstensifikasi pajak dalam meningkatkan jumlah wajib pajak sehingga penerimaan pajak dapat meningkatkan. Lain halnya untuk meningkatkan pembangunan yang berkaitan dengan pajak, menurut Soemitro (1974) untuk meningkatkan pembangunan perlu adanya penyempurnaan aparatur perpajakan. Penyempurnaan menurut Soemitro (1974) adalah sebagai berikut: a. Penyempurnaan administrasi pajak seperti sarana dan prasarana yang diperlukan;

33 b. Bidang kepegawaian yang meliputi perluasan jumlah pegawai, peningkatan mutu pegawai, peningkatan disiplin dikalangan pegawai, dan peningkatan kesejahteraan pegawai; c. Penyempurnaan Undang-Undang pajak. Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan-kegiatan tersebut termasuk dalam kegiatan intensifikasi pajak yang bertujuan untuk mengoptimalisasi besarnya pajak yang secara langsung dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan oleh penulis di atas, kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut: Jumlah Pajak Restoran Fluktuatif Jumlah Wajib Pajak Restoran Menurun Ekstensifikasi Pajak Intensifikasi Pajak Pajak Daerah Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

34 Dari kerangka pemikiran yang sudah dijelaskan, maka dapat digambarkan paradigma penelitian yang disusun sebagai berikut: Ekstensifikasi Pajak Intensifikasi Pajak Pajak Daerah Gambar 2.3 Paradigma Penelitian 2.12 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan, penulis menggunakan hipotesis sebagai berikut: Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak Restoran Berpengaruh Secara Simultan dan Parsial dalam Meningkatkan Pajak Daerah.