HUKUM PERWAKAFAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM SOROTAN OLEH : RIDWAN JAMAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA WAKAF DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERWAKAFAN. A. Kewenangan Pengadilan Agama dalam hal sengketa wakaf.

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI YANG PERALIHANNYA TIDAK SESUAI DENGAN AKTA IKRAR WAKAF SEBELUMNYA

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

Salah satu misi yang ingin disampaikan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang di

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB V PENUTUP. 1. Praktik alih fungsi tanah wakaf di Desa Handil Bakti Kecamatan Alalak, ialah: dan berubah dibangun kantor desa (Kasus II).

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah atau

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB II PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. memang mengalami kemajuan yang pesat. Itu dikarenakan banyaknya

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Transkripsi:

HUKUM PERWAKAFAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM SOROTAN OLEH : RIDWAN JAMAL ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang hukum perwakilan kompilasi hukum isslam dalam sorotan hukum perwakafan kompilasi hukum islam dalam sorotan. Hukum perwakafan yang diatur dalam kompilasi hukum islam merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi hukum perdata islam yang masih memerlukan pengkajian lebih jauh. Pengkajian leih jauh tentang hukum perwakafan dalam kompilasi hukum islam disesuaikan dengan kondisi social kehidupan umat islam indonesia. Ada dua alasan yang menjadi sorotan dalam hukum perwakafan kompilasi hukum islam yaitu : pertama, pasal-pasal yang ada dalam hukum perwakafan jauh lebih sederhana dari pada hukum perkawinan dan kewarisan. Kedua, apabila kita memperhatikan materi hukum perwakafan yang ada dalam kompilasi hukum islam lalu membandingkan dengan PP.No.28 tahun 1977 serta peraturan menteri agama No.1 tahun 1978, maka ditemuibahwa pasal-pasal tentang wakaf dalam kompilasi hukum islam seakan akan hanya merupakan duplikasi atas PP. No.28 tahun 1977. Kata kunci : Hukum perdata, perwakafan, Islam. A. Pendahuluan Wakaf merupakan alah satu betuk ibadah dengan cara menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk menjadikan harta milik umum yang akan dimanfaatkn untuk kepentingan orang lain atau orang banyak. Ia adalah lembaga keamanan yang dianjurkan Allah S.W.T. untuk dijadikan sarana penyaluran harta yang di karuniakan olehnya kepada manusia. Dalam perspektif ekonomi wakaf memegang peran sebagai pemelihara keseimbangan dalam kehidupan masyarakat sebab dapat menutupi kebutuhan yang vital, Seperti masjid, mushalla, poliklinik, rumah anak yatim piatu, madrasah, sekolah dan lain-lain sebagainy dari kebutuhan masyarakat secara umum. Indinesia sebagai masyarakat yang berpenduduk mayoritas muslim tentu sangat wajar apabila mereka diwadahi dengan sebuah perangkat hukum perwakafan dalam rangka meningkatkan intensitas ibadah sosial ukhrawi mereka

secara teratur untuk mewujudkan itu semua, pemerintah telah menerbitkan PP.No.28/1977 dan terakhir kompilasi hukum islam. Dalam kesempatan ini kita akan mengkaji dua masalah pokok : pertama, bagaimanakah penerapan hukum perwakafan dalam kompilasi hukum islam? Kedua, Apa yang menjadi sorotan terhadap hukum perwakafan kompilasi hukum islam?. B. Pembahasan a) Pengertian Wakaf Secara etimologi, wakaf berasal dari kata arab al-waqf, kata ini memiliki makna yang Sama dengan kata al-habs, yang berarti menahan. 1 secara terminologi, ada beberpa redaksi yang dikemukakan para ulama fiqih dalam mendefinisikan kata wakaf. Dalam kitan fiqh alsunnah disebutkan bahwa al-waqf adalah menahan harta dan meberikan mandaat dijalan allah. 2 Selain itu ada beberap redaksi yang senada dengan definisi tersebut, yaitu menahan asal harta dan menjalankan hasilnya; menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada allah; menhan suatu benda dan menjalankan manfaatnya dengan menggunakan kata aku mewakafkan atau aku menahan atau kata yang senada dengan itu. 3 Dalam KHI jo. Pasal 1 (1) PP.No.28/1977 wakaf di definisikan sebagai berikut : Perbuatan hukum seorang atau kelompok atau badan hukum yang memisahkan sebahagian dari benda miliknya dan melambangkannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam. 4 Dengan demikian, wakaf meliputi pokok=pokok masalah berikut : 1) Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang 2) Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai 3) Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemilik. 4) Harta yang dilepas kepemilikannya itu tidak dapat dihibahkan, diwariskan, atau diperjualbelikan 5) Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran islam 1 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Juz III, (Beirut:Dar al-fikr, tt,), h.515 2 Ibid 3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di indonesia, (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977), h.490-491 4 Direktoran Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam di indonesia, 1998/1999, h.99

Perlu di ingat bahwa wakaf itu menurut jenisnya ada dua macam, yaitu : pertama, wakaf ahli atau wakaf keluarga, yaitu wakaf yang di peruntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga maupun tidak. Fazlur rahman menjelaskan bahwa pada masa awal islam muncul praktek sejenis wakaf yang dikenal dengan wakaf keluarga (wakaf ala al-aulad), yang mencegah tanah garapan siserahkan dan dibagi-bagikan kepada ahli warisnya; harta itu dibiarkan utuh dan pendapatan yang diperoleh dari harta itu dibagibagikan kepada ahli warisnya. Kebanyakan negara muslim, harta semacam ini ditetapkan masa berlakunya hingga tiga puluh tahun; setelah itu dibagi-bagikan kepada ahli warisnya. 5 Ahli waris berhak menerimanya setelah wakil meninggal; wakaf keluarga dijadikan alat untuk mengelak tuntutan kreditor atas utang-utangnya yang dibuat si wakaf sebelum mewakafkan tanah kekayaanya. Oleh karena itu, dibeberapa negara seperti Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair 6 wakaf keluarga dihapuskan kerena dianggap tidak sejalan dengan maksud syariat Islam. Kedua, wakaf khairi atau wakaf umum, artinya wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum, seperti mesjid, mushalla, madrasah, pondok pesantren, perguruan tinggi agamadan lain-lain sebagainya. Ini sejalan dengan perintah agama yang secara tegas manganjurkan menafkahkn sebagian kekayaan umat Islam untuk kepentingan umum yang lebih besar dan memiliki pahala jariah yang bersifat kekal. 7 a) Penerapan Hukum Perwakafkan dalam Kompilasi Hukum Islam Berikut ini kita akan mencoba melihat bagaimana penerapan hukum perwakafkan dalam Komplikasi Hukum Islam di Indonesia. 1. Fungsi, unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf. a. Fungsi Wakaf Komplikasi Hukum Islam 216 dan PP.No.28/1977 pasal 2 dijelaskan bahwa fungsi wakaf dan mengenalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf, yaitu melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluanya dengan ajaran Islam. 8 5 Fazlur Rahman, Health and Medicine in the Islamic Tradition: Change and Identity, di terjemahkan oleh Jaziar Radianti dengan judul Etika Pengobatan Islam, (Cet 1; Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h.91 6 Suparman Usma, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Cet. I; jakarta: Darul Ulum Press, 1994), h.35 7 Ahmad Rofiq, op. cit, h.491-492 8 Ibid, h.492

2. Unsur- unsure dan Syarat-Syarat Wakaf-Wakaf Pasal 215 KHI dan pasal 1 (2) PP No.28/1977 menyebutkan bahwa wakaf adalah orang atau orang-orang ataupun badanhukum yang mewakafkan benda milikinya. 9 Syarat-syaratnya dikemukakan pada pasal 217 KHI: a). Benda-benda hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatah hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b). Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas nemanya adalah prngurusnya yang sahmenurut hukum (ps. 3 PP No. 28/1977). 10 Ada dua hal yang kita pahami dan syarat ini:pertama, seorang wakaf tidak seorang muslim. Seorang non muslim pun dapat berwakaf sepanjang dia melakukannya sesuai dengan ketentuan ajaran Islam dan perundang-undangan yang berlaku, kerena wakaf bersifat tabarru, maka dalam pelaksanaanya tidak diperlukan Kabul dari pihak yang menerima. a) Benda-benda hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendaksendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum (ps. 3 PP No. 28/1977). Ada dua hal yang kita pahami dari syarat ini: pertama, seorang wakaftidak seorang muslim. Seorang non muslim pun dapat berwakaf sepanjang dia melakukannya sesuai dengan ketentuan ajaran Islam dan perundan-undangan yang berlaku, karena wakaf bersifat tabarru, maka dalam pelaksanaannya tidak diperlukan kabul dari pihak menerima. 11 a. Maukuf/Benda Wakaf. Pada KHI pasal 215 (4) dinyatakan bahwa benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya 9 Lihat KHI, op. cit, h.100 dan Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Cit. III; Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1993), h.175 10 Ibid, h.99 11 KHI, loc., ci., h. 100 dan Zainal Abidin Abubakar, op. cit, h.494

sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. 12 Dan benda ini, sebagaiman termuat dalam Pasal 217 (3), disyaratkan merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa pembebanan, ikatan,sitaan dan sengketa. 13 b. Maukuf ilaih/tujuan wakaf Ini adalah pernyataan kehendak dari wakaf untuk mewakafkan benda miliknya, Dalam pasal 5 PP No. 28.1977 jo. Pasal 218 KHI dinyatakan: (1) pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nadzir dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat 2 yang kemudian menuangkannya dalam bentuk akta ikrar wakaf dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. (2) dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama. 14 c. Syarat-syarat nadzir menurut pasal 219 KHI adalah nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat berikut: warga negara Indonesia, beragama Islam, sudah dewasa, sehat jasmani dan rohani, tidak berada di bawah pengampunan dan bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan; dan jika berbentuk badan hukum, maka nadzir harus memenuhi persyaratan berikut: badan hukum Indonesian dan berkedudukan di Indonesia dan mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan. 15 3. Kewajiban dan Hak Nadzir. Kewajiban dan hak-hak nadzir diatur pasal 220 KHI dan pasal 7 PP.No.28/1977 sebagai berikut: 1) Nadzar berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya dan pelaksaan perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh menteri Agama. 12 Ahmad Rofiq, op. cit, h.494 13 KHI, op. cit, h.99 14 Ibid, h.101 15 Zainal Abidin abubakar, op.cit, h.177 dan lihat KHI, op. cit, h.101

2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggungjawab sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat 16 (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama setenpat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. 3) (3) Tata cara pem buatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama. 17 Lalu pada pasal 222 KHI dan pasal 8 PP No. 28/1977 dijelaskan bahwa nadzir berhak mendapat penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan bedasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat. 18 Mengingat nadzir baik perorangan maupun badan hukum dibatasi masa tugasnya baik karena halangan samawi maupun kasbi, maka dia perlu diatur. Sebab itu pasal 221 menegaskan: 1) Nadzir debrhentikan oleh Kepala Kantor Urusan agama kecamatan karena meninggal dunia, atas permohonan sendiri, tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir dank arena melakukan sesuatu kejahatan sehingga dipidana. 2) Bilamana terdapat lowongan jabatan nadzir karena salah satu alasan sebaigaimana tersebut dalam ayat(1) maka penggantinnya diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. 3) Seorang nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya. 19 b) Tata Cara Perwakafkan dan Pendaftaran Benda Wakaf 1. Tata cara perwakafkafan Dalam KHI pasal 223 dinyatakan bahwa: 1) Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melakukan Ikrar Wakaf. 2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama. 16 KHI, op. cit, h. 101-102 17 Ibid. 18 Ibid, h.104 19 Ibid, h. 103-104

3) Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. 4) Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat(1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat tersebut dalam pasal 215 ayat (6) surat-surat sebagai berikut: a) Tanda bukti pemilikan harta benda; b) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud; c) Dan surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan. 20 Aturan ini tidak jau berbeda dengan apa yang ada dalam Pasal 9 PP. No. 28/1977. 2. Pendaftaran benda fakaf. Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan untuk mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafkan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian. 21 d) Perubahan penyelesaian dan pengawasan benda wakaf Pada dasarnya benda yang telah diwakafkan tidak dapat di ubah lagi kecuali timbul faktor yang mengharuskan perubahan itu. Ini telah di atur dalam pasal 11 PP,No.28/1977 dan KHI pasal 225: 1) Pada dasarnya terhadap tanah milik (benda) yang telah di wakafkan tidak dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari menteri agama, yaitu : karena tidak sesuai dengan tujuan wakaf seperti di ikararkan wakif dan karena kepentingan umum; 22 dan ditambahkan dalam PP.No.28/1977 (3) perubahan tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut 20 Ibid, h. 104 21 Lihat Zainal Abidin Abubakar, op.cit, h. 177-178 22 KHI, op. cit, h.105

dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh nadzir kepada bupati/walikotamadya kepala daerah,cq. Kepala direktorat agraria setempat untuk mendapatka penyelesaian lebih lanjut. 23 1) Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut. 24 Kemudian ini secara lebih rinci diatur dalam peraturan menteri agama Nomor 1 tahun 1978 yang merupakan peraturan pelaksanaan PP. Nomor 28 tahun 1977 pasal 12. 25 2) Penyelesaian perselisihan benda wakaf Pasal 12 PP. No. 28/1977 menegaskan bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui pengadilan agama setempet sesuai dengan ketentuan undangundang yang berlaku. 26 (lihat juga pasal KHI) 27 3) Pengawasan Dalam pasal 13 PP. No.28/1977 dinyatakan: pengawasan perwakafan tanah milik dan tata caranya di berbagai tingkat wilayah ditetapkan lebih lanjut oleh menteri agama 28 selanjutnya menindaklanjuti pasal 13 tersebut. Menteri agama melaui peraturan No.1 tahun 1978 pasal 14 menegaskan: Pengawasan dan bimbingan perwakafkan tanah dilakukan oleh unit-unit oraganisasi dapertemen agama secara Hierarkis sebagai diatur dalam keputusan menteri agama tentang susunan dan tata kerja dapertemen agama. 29 Secara lebih rinci KHI menjelaskan: pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tangung jawab nadzir dilakukan bersamasama oleh kepala kantor urusan agama kecamatan, majelis ulama kecamatan dan pemgadilan agama yang mewakilkinya. 30 Yang menjadi 23 Ibid, h. 106 24 Zainal Abidin Abubakar, op. cit, h.179 25 Lihat Suparman Uaman, op. cit, h.246-247 26 Zainal Abidin Abubakar, loc. Cit. 27 KHI, loc, cit, h.106 28 Zainal Abidin Abubakar, loc, cit. 29 Suparman Usman, op. cit, h.247 30 KHI, op. cit, h.107

pertnyaan dalam hal ini adalah keberadaan majelis ulama pada tingkat kecamatan yang sampai saat ini belum jelas eksistensinya. e) Hukum perwakafan Kompilasi Hukum Islam dalam sorotan Kompulasi hukum islam telah menandai kemajuan yang dialami hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam masalah perwakafan, pokok-pokok kemajuan itu dapat dirinci sebagai berikut: a) Ditunjau dari segi pokok materi umum, ada beberapa pemikiran yang telah dirumuska dalam KHI, diantaranya: 1) Mensejajarkannya dengan peraturan perwakafan dibidang pertanahan 2) Menerbitkan administrasi perwakafan dengan adnya sionaris pejanbat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW), penerbitan nadzir melalui pendaftaran, penertiban ikrar wakaf dan penertiban yang diwakafkan 3) Pertangung jawaban yang jealas yang diatur pada pasal 220 KHI mengenai kewajiban dan hak nadzir. Hal ini di maksudkan untuk menghindari ketidak pastian pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf. 4) Pelenturan benda dan tujuan wakaf. Selama ini dipahami bahwa perubahan tidak dapat dilakukan atas benda wakaf. KHI telah melakukan modifikasi dalam masalah ini sebab ia telah menyatakan perubahan atas benda wakaf yang meliputi dua hal, yaitu perubahan lokasi dan tujuan yang harus dilakukan melalui prosedure yang jelas. 31 Meskipun ini merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti bagi hukum perdata islam secara umum, tapi KHI ini dalam hal perwakafan masih perlu untuk dikaji lebih jauh. 32 Setidaknya ada dua alaan yang mendasari hal tersebut. Pertama, kalau dilihat dari materi, hukum wakaf yang ada dalam buku perwakafan jauh lebih sederhana dari materi hukum perwakafan. Kedua, apabila kita memperhatikan materi hukum wakaf yang ada dalam KHI lalu membandingkannya dengan PP.No.28 Tahun 1977 serta peraturan menteri agama No.1 Tahun 1978, mka kita kan menemui bahwa KHI seakan-akan 31 Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam dalam Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, 32 Tim Ditbinbaperta, (Cet. I, Jakarta: Yayasan Al-Hikma, 1993), h.194-196

hanya merupakan duplikasi atas PP No.28 tahun 1977 yang disertai dengan beberapa perubahan ringan dalam teks dan pasal. Misalnya, kita tanah milik diubah menjadi tanah wakaf. Ini merupakan ekspresi dari sifat konservatisme Kompilasi Hukum Islam. C. Kesimpulan Pelaksanaan hukum perwakafan dalam kompilasi hukum islam masih tidak dapat di pisahkan dari : 1. Peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 1977 dan peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978 2. Hukum perwakafan dalam kompilasi hukum islam masih seolah-olah merupakan salinan langsung dari PP. Nomor 28 Tahu 1977. Ini mungkin dilatarbelakangi oleh alasan bahwa PP itu sesuai dengan hukum perwkafan islam sehingga layak untuk dijadikan rujukan bahkan layak untuk di kopi. Tapi bagaimanapun juga ini akan menimbulkan kesan ketidak aslian hasil rumusan KHI dan terkesan mau cari jalan pintas dan ini merupakan preseden yang buruk untuk hukum perwakafan di Indonesia jika tidak segera ditangani secara serius. Disamping itu, jika kita membandingkan buku hukum perkawinan dalam KHI, kita akan melihat perbedaan yang sangat jauh dalam hal kelengkapan dan keaslian kajian antara keduanya dimana nampaknya buku hukum perkawinan KHI diolah lebih serius.

DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Z.A. kumpulan peraturan perundang-undangan dalam lingkunan peradilan agama, Cet, III; Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1993. Direktorat pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, 1998/1999. Harahap, Yahya. Informasi materi Kompilasi Hukum Islam dalam Berbagai Pandangan terhadap Kompilasi Hukum Islam, Tim Ditbinbaperta, Cet I; Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, 1993. Rahman, Fazlur. Health and Medicine in the Islamic Tradition: Change and Identity, diterjemahkan oleh Jaziar Radianti dengan judul Etika Pengobatan Islam, Cet. I; Bandung: Penerbit Mizan, 1999. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Indonesia, Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977 Sabiq, Sayyid, Fiqh Al-Sunnah, Juz, III: Dar Al-Fikr, tt. Usman, Suparman Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet I; Jakarta: Darul Ulum Press, 1994.