II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao merupakan tanaman yang bunganya tumbuh dari batang atau cabang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan nama Corticium salmonicolor (B. et Br). Oleh Burdsall (1985) jamur juga disebut

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. Buah jambu biji mengalami perubahan sifat fisik dan kimia selama waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

4. Hasil dan Pembahasan

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit Busuk Daun Kentang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu


TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Busuk Pangkal Batang

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

EFFEK LAMA PERENDAMAN DAN KONSENTRASI PELARUT DAUN SIRIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH PISANG. ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Metodologi Penelitian

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

WAKTU OPTIMAL HIDROLISIS SENYAWA KITIN DALAM JANGKRIK DAN RAYAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Penyakit Busuk Buah Kakao Oleh Phytophthorapalmivora Serangan Phytophthora palmivora pada tanaman kakao dapat terjadi pada daun, tunas, batang, akar dan bunga, tetapi infeksi pada buah khususnya buah yang masih muda {pentil I ukuran ± 10 cm) mengakibatkan kerugian yang sangat berarti (Siregar dkk, 2003). Gejala infeksi P. palmivora pada buah dapat timbul pada berbagai umur buah. Gejala yang tampak berupa bercak kelabu kehitaman, biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah atau pangkal buah dan dengan cepat meluas ke seluruh bagian buah dalam waktu 14-22 hari. Gejala lanjut serangan jamur ini mengakibatkan bagian buah dan biji membusuk dan berwama coklat kehitaman. Spora akan terbentuk dan tampak dengan adanya wama putih seperti tepung diatas bercak yang telah meluas (Purwantra, 1992). a) b) Cambar 1. Gejala Serangan P. palmivora a. Pada Buah yang Masak, b. Pada Buah yang Masih Muda (Pentil) Jamur yang menginfeksi buah dapat bersumber dari tanah, batang yang sakit, buah yang sakit dan tumbuhan lain. P. palmivora banyak bertahan di dalam tanah sehingga inokulum jamur ini dapat terbawa partikel tanah bersama percikan air hujan ke buah yang dekat dengan permukaan tanah. Beberapa hari setelah terjadi inieksi akan timbul bercak dan terbentuk sporangium pada permukaan buah yang dapat menyebar oleh angin dan serangga ke buah yang letaknya lebih tinggi (Semangun, 2000).

5 Buah yang busuk terserang P. palmivora akan banyak membentuk sporangium (zoosporangium) yang menjadi salah satu sumber penyebaran jamur. Spora aseksual jamur yang terbentuk pada buah disebut zoospora bentuknya seperti buah pear dengan ukuran 35-60 x 20-40 im. Sporangium dapat berkccambah secara langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, tetapi dapat juga berkembang secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara yang dapat berenang pada permukaan air (Sri dan Sukamto, 1985 dalam Semangun, 2000). fmm c) Gambar 2. Phytophthora palmivora, a. Sporangium (Zoosporangium)/Spora Aseksual pada Miselium, b. Keluarnya Zoospora dari Zoosporangium c. Spora Seksual (Oospora) Kelembaban yang tinggi akan memacu pembentukan spora (zoospora) dan meningkatkan daya infeksi P. palmivora. Pembuluh kecambah atau tabimg kecambah dari sporangium akan mudah terbentuk jika terdapat air pada permukaan buah sehingga infeksi akan lebih cepat berlangsung. Hujan akan membantu penyebaran spora disamping meningkatkan kelembaban kebun. Fluktuasi intensitas serangan penyakit cendrung sama dengan fluktuasi curah hujan harian, dengan puncak intensitas serangan 1-3 minggu setelah puncak curah hujan tahunan (Purwantra dan Pawirosoemardjo, 1990). Sprora berkembang baik pada temperatur 27,5-30 C dan kelembaban 60-80 persen (Siregar dkk, 2003). Pelepasan dan perkecambahan spora kembara baik terjadi pada suhu 15-30 C, sedangkan infeksi buah pada suhu 20-30 C. Pelepasan, perkecambahan dan infeksi memerlukan adanya air bebas paling sedikit selama 3-4 jam (Purwantra, 1990).

6 Penelitian yang dilakukan Mitchell dan Ramirez (1975) mendapatkan bahwa potensi kerapatan inokulum P. palmivora zoospora per tanaman dapat mengakibatkan 75% infeksi pada tanaman pepaya. Tahun 1982 Kannwischer and Mitchell melakukan penelitian hubungan kerapatan inokulum Phytophthora sp dengan timbulnya penyakit pada beberapa tanaman inang, didapat hasil bahwa kerapatan klamidospora 0.1-0.9 per gram tanah dapat menimbulkan lebih dari 50% infeksi pada tanaman pepaya dan tembakau. Babadost dan Islam (2002) melakukan uji patogenesitas Phytophthora capsici yang mempunyai kerapatan karakter dengan Phytophtora palmivora pada tanaman labu. Daun dan buah disemprotkan inokulum patogen dengan kerapatan spora besar sama dengan 104 spora/ml. Lima hari setelah penyemprotan (inokulasi) telah terlihat lesio (nekrotik) pada daun dan buah tanaman labu. Hubungan kerapatan inokulum patogen dalam tanah dengan daya infeksi dipengaruhi faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, ph tanah, karakteristik tanah dan ketahanan tanaman inang. Semakin tinggi kesesuaian faktor-faktor lingkungan terhadap patogen, semakin rendah potensi kerapatan inokulum untuk bisa menimbulkan infeksi (Waste, 1983). Pengendaiian P. palmivora yang selama ini sering dilakukan pada perkebunan kakao adalah tindakan preventif seperti pemangkasan untuk mengurangi kelembaban areal tanaman. Selain itu sanitasi buah-buah yang terserang serta aplikasi fungisida juga menjadi tindakan yang dilakukan dalam menekan serangan Phytophthora palmivora. 2.2. Kitosan (Kitosan) Kitin dan kitosan merupakan senyawa karbohidrat (polysacarida) yang banyak terdapat pada limbah hasil laut khususnya golongan udang, kepiting, rajungan dan kerang. Kitin merupakan senyawa terbesar kedua yang tersedia di alam setelah selulosa pada tumbuhan. (Rize dan Herera, 1978 dalam Rusmayanto, 2004). Secara kimiawi kitin merupakan polimer (l-4)-2-asetamido-2-deoksi-b-dglukosamin yang dapat dicema oleh mamalia, sedangkan kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin. Pcrbedaan antara keduanya

7 berdasarkan kandungan nitrogennya. Bila nitrogen kurang dari 7%, maka polimer disebut kitin dan apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan (Krissetiana, 2004). Kitin sulit larut pada pelarut organik seperti aseton alkohol, dimetil formamida, dimetil sulfoksida dan lainnya. Sehingga aplikasinya cukup terbatas, sedangkan kitosan mempunyai kecendrungan lebih ftiudah larut pada beberapa jenis pelarut organik bahkan pada asam format berkonsentrasi 0,2-100% dalam air (Pasaribu, 2004). (c) Gambar 3. Struktur Bcrantai a. Kitin, b. Kitosan, c. Struktur Tunggal Kitosan Gugus amina CNH2) pada kitosan menyebabkan senyawa ini bermuatan parsial positif kuat, hal ini menyebabkan kitosan dapat larut dalam larutan asam lemah hingga netral. Muatan positif juga menyebabkan kitosart dapat menarik molekul-molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak, dan protein. Sifat inilah yang menjadikan kitosan dimanfaatkaft pada banyak bidang. Kitosan banyak dimanfaatkan dalam beragam industri, antara lain sebagai pengikat lemak dan penstabil rasa dalam industri makanan, bahan aditif untuk sampo dan kosmetik, bahan antibakteri, absorban logam berat dan dimanfaatkan juga pada proses pemumian air (Kusumawati, 2006). Kitosan melindungi buah dan sayuran melalui dua mekanisme yaitu fisik dan kimiawi. Secara flsik kitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembaban. Secara kimiawi kitosan bersifat fungisida dan merangsang respon resistensi pada jaringan tanaman (Pamekas, 2007).

8 Efek fungisida dari senyawa kitosan terjadi karena adanya aktifitas enzim kitinase, 3-1,3 glukanase serta adanya senyawa-senyawa kimia yang terurai dari kitosan seperti polimer D-Glukosamin yang bersifat toksik. Enzim p-1,3 glukanase dapat mengakibatkan terurainya kitin pada dinding hifa dan sporangium yang mengakibatkan rusaknya dinding hifa sehingga pertumbuhan koioni jamur terhambat. Penurunan jumlah kitin pada diding hifa akibat aplikasi kitosan dapat dilihat dari wama hifa atau miselium yang lebih terang (bening) dari wama biasanya tampa aplikasi kitosan (Rogis dkk, 2007). Respon resistensi jaringan tanaman dapat terjadi karena induksi ketahanan tanaman oleh senyawa kimia atau patogen. Efek Induksi ketahanan pada tanaman mengakibatkan timbulnya reaksi hipersensitif sel atau terbentuknya senyawa fitoaleksin (asam salisilat atau asam jasmonat) yang dapat menghambal perkembangan infeksi patogen pada jaringan tanaman (Habazar dan Rival, 2003). Aplikasi kitosan pada buah diduga mengakibatkan terbantuknya senyawa fitoaleksin yang diseintesis sel/jaringan sebagai respon pemberian kitosan dan inokulasi patogen. Mo<1e of action of plant activators Gambar 4. Mekanisme Induksi Ketahanan pada Jaringan Tanaman Hasil penelitian Rogis dkk (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang diberikan. semakin besar penghambatan terhadap jumlah, panjang dan lebar konidia serta menghambat pembelahan sel sehingga berdampak langsung pada pembentukan konidia jamur Coletotrichum musae. Hadwiger dkk, (1989) dalam Rogis dkk, (2007) mengemukakan bahwa ketika kitosan diaplikasikan pada cendawan patogen akan menghambat pembentukan tabung kecambah (germinasi) dan pertumbuhan miselium pada konsentrasi kurang

9 dari 10 mg/ml. Masuknya senyawa kitosan pada sei-sel jamur mempengaruhi komplek DNA-Protein pada inti sel sehingga menghambat pembentukan protein (DNA) pada proses pembelahan sel. Hasil penelitian EI ghaouth dkk, (1992) dalam Pamekas, (2007) menyebutkan aktifitas kitosan dapat menghambat proliferasi (perkembangan gejala) dan mengakibatkan kerusakan pada sel jamur seperti terurainya dinding sel hifa (lisis) sampai disintegrasi (perubahan komposisi) sitoplasma. Teknik ekstraksi kitosan dari limbah kulit udang ineliputi 3 proses, yaitu proses deproteinisasi, demineralisasi dan deasetilasi. Proses deproteinisasi bertujuan untuk mengurangi kadar protein dari limbah kulit udang melalui proses perebusan dalam larutan basa (alkali) dalam konsentrasi rendah. Proses demineralisasi bertujuan untuk mengurangi kadar mineral pada kulit udang melalui perebusan dalam larutan asam dengan konsentrasi rendah. Sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil pada kitin melalui perebusan dalam larutan alkali dengan konsentrasi tinggi (Yunizal, 2001). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rogis dkk (2007) konsentrasi terbaik chitosan untuk menekan perkembangan Coletotrichum musae adalah 20 mg/ml. Berdasarkan penelitian diatas, maka konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 10 mg/ml, 15 mg/ml, 20 mg/ml, 25 mg/ml, 30 mg/ml.