II. ANALISIS MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Antonio, MS Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

I. PENDAHULUAN A. Sejarah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE KAJIAN. 1. Pengumpulan Data. 2. Pengolahan dan Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil sangat dibutuhkan oleh para

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas organisasi merupakan sesuatu yang diharapkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. pada masa Orde Baru terjadi kegoncangan ekonomi dan politik. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena usaha berskala kecil dinilai mampu bertahan dalam keadaan

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya

BAB II KAJIAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA. membantu masyarakat dalam pengembangan usahanya. Menurut Undangundang

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik untuk disimak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

Program Kerja Terpadu 2016

PERANAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) BUANA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA MULUR KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

LANDASAN TEORI Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. negara negara anggota dan masyarakat Muslim pada umumnya.

MAYA SUARA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 M. Aziz A, Pedoman Pendirian BMT. Jakarta: Pinbuk Press, 2004, h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

EFEKTIFITAS KINERJA BPD TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN. lalu di Indonesia dengan konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

SNAPSHOT PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah salah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan. Pengertian lembaga. lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. misal; asuransi syari ah, pegadaian syariah, reksadana syari ah, pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. memajukan suatu negara sangatlah besar, hampir semua sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

Hasil penelitian Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap. 1. Peran UMKM terhadap Perekonomian di Indonesia

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks negara berembang, sistim perekonomian negara sering kali

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

Transkripsi:

6 II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro 3. Menentukan strategi yang diperlukan dalam rangka mengembangkan kapasitas LKMS BMT maupun usaha mikro 2. Implementasi Praktis Ekonomi rakyat atau sering disebut juga dengan istilah ekonomi mikro, umumnya berbasis pada sumber daya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan ekonomi rakyat diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional (Mennegkop dan UKM, 2005) Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang kuat, jika ekonomi rakyat telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya saing dalam perekonomian nasional. Untuk itu, pembangunan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan Usaha Mikro menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang (Deperindag, 2002). Upaya pemberdayaan Usaha Mikro secara otomatis juga melakukan upaya pemberdayaan masyarakat telah dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya memberikan bantuan kesehatan, beasiswa pendidikan, hingga bantuan teknis dan hibah peralatan, serta modal. Pendekatan ini memang mampu menurunkan angka kemiskinan, tetapi menimbulkan permasalahan baru, yaitu munculnya sikap ketergantungan dan melemahnya sikap sosial dan kemandirian. Beberapa pengamat ekonomi berpendapat, cara tersebut tidak menyelesaikan akar masalah penyebab kemiskinan, yaitu adanya ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Saat ini, tak kurang ada 40-an juta unit usaha dan 90% di antaranya adalah Usaha Mikro yang merupakan unit usaha yang

7 sangat strategis sebagai pintu masuk skenario pengentasan kemiskinan (Ismawan, 2004), alasannya sederhana, jika semua unit usaha ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka usahausaha ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan penghasilan bagi para pelakunya. Mengembangkan kelompok usaha ini menjadi lebih produktif, dan secara riil dapat menekan angka kemiskinan, serta akan mengembangkan ekonomi rakyat secara luas. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan para pelaku Usaha Mikro, dibutuhkan sebuah kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, yang berkompeten dan memiliki perhatian besar terhadap perkembangan perekonomian bangsa pada umumnya dan perkembangan Usaha Mikro pada khususnya. Salah satu lembaga yang mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan Usaha Mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (LKMS BMT) (Ridwan, 2004). LKMS BMT berdiri di garda terdepan dalam mendukung penyediaan jasa keuangan para pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah yang belum layak menurut standar penilaian perbankan (bankable). LKMS BMT adalah lembaga keuangan dan pembiayaan berlandaskan syariah yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para pelaku Usaha Mikro yang pada umumnya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah (Aziz, 2004). LKMS BMT memiliki dua bidang kerja, yaitu sebagai Lembaga Maal (Baitul Maal) dan sebagai Lembaga Tamwil (Baitul Tamwil). Baitul Maal dimaksudkan untuk menghimpun zakat, infaq maupun shadaqah dan menyalurkannya kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkannya dalam bentuk pemberian tunai langsung maupun pinjaman modal tanpa bagi hasil. Baitul Maal ini bersifat nirlaba (sosial) dan Lembaga Tamwil dimaksudkan untuk menghimpun dana masyarakat mampu (aghniya) dalam bentuk saham, simpanan ataupun deposito dan menyalurkannya sebagai modal usaha dengan ketentuan bagi hasil antara pemodal, peminjam dan LKMS BMT. Kegiatan Lembaga Tamwil ini bersifat profit motive. Dalam perkembangan kegiatan LKMS BMT, Lembaga Tamwil menjadi

8 kegiatan utama sementara Lembaga Maal menjadi kegiatan sampingan, bahkan sebagian besar LKMS BMT tidak melakukan kegiatan Lembaga Maal. Bagi hasil adalah jumlah keuntungan yang didapat oleh peminjam sehubungan dengan penggunaan modal (pinjaman) untuk kegiatan usaha dimana dari jumlah keuntungan tersebut dibagi antara peminjam dan pemodal. Bagi hasil ditentukan pada akhir periode peminjaman. Hal Ini merupakan perbedaan prinsip dengan bank konvensional, dimana keuntungan berupa bunga sudah ditentukan pada awal periode peminjaman. Bangunan ekonomi Islam ditegakkan di atas lima nilai dasar, yaitu Tauhid (ketuhanan), `adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan) dan Ma`ad (hasil). Kelimanya menjadi dasar pijakan dalam operasional. Ekonomi islam tidak sekedar ilmu, melainkan juga sistem yang aplikatif (Antonio, 2001) LKMS BMT tidak menerapkan sistem bunga sebagaimana layaknya lembaga keuangan konvensional, akan tetapi menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan kaidah syariah ekonomi Islam. Kata syariah menurut bahasa memiliki makna jalan yang menuju air. Dalam konteks agama, syariah berarti jalan menuju kehidupan yang baik atau sempurna (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2003), maka dapat diartikan bahwa LKMS BMT adalah sebuah lembaga keuangan yang bertujuan untuk mengajak anggotanya dalam kegiatan ekonomi menuju jalan yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ciri utama dari LKMS BMT adalah (Depsos, 2005) Pertama, berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling bawah untuk anggota dan lingkungannya. Kedua, bukan lembaga sosial tetapi dimanfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sumbagan sosial, zakat, infaq dan shadaqah bagi kesejahteraan orang banyak secara berkelanjutan. Ketiga, tumbuh dari bawah berdasarkan peran partisipasi dari masyarakat sekitar. Keempat, milik bersama masyarakat setempat dari lingkungan LKMS BMT itu sendiri, bukan milik orang lain dari luar masyarakat itu. Kelima, LKMS BMT

9 mengadakan kajian rutin pendampingan usaha anggota secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya di balai RW/RT/desa, kantor LKMS BMT, rumah anggota, masjid dan sebagainya), biasanya diisi dengan perbincangan bisnis para nasabah LKMS BMT, di samping pendampingan mental spiritualnya terutama motif berusaha. Keenam, manajemen LKMS BMT adalah orang profesional. Ada beberapa alasan mengapa harus mendirikan dan mengembangkan LKMS BMT (PINBUK, 2004), yaitu pertama, pembangunan nasional harus dipercepat. Kedua, lebih dari 98% dari struktur pengusaha nasional adalah Usaha Mikro (kecil bawah) yang salah satu faktor kesulitannya adalah masalah permodalan, sementara kurang mengenal Bank atau Lembaga Keuangan dan atau sulit mengaksesnya. Ketiga, Bank segan menyentuh Usaha Mikro, karena biaya Bank (over head cost) terlalu mahal untuk pembiayaan kecil-kecil dan banyak jumlahnya. Keempat, sebagian besar penduduk golongan ekonomi lemah dan tertinggal, terjerat rentenir dengan prosedur yang gampang dan sederhana, namun memberatkan akibat pembebanan bunga pinjaman yang besar. Untuk itu LKMS BMT didirikan sebagai counter terhadap praktek para rentenir tersebut. Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, dewasa ini, LKMS BMT sudah menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya BMT tersebar di seluruh Indonesia (Tabel 1). Ada beberapa catatan perkembangan LKMS BMT yang dapat membuat sadar akan besarnya peran LKMS BMT di masa sekarang maupun mendatang. LKMS BMT Tumang, berdiri tanggal 1 Oktober 1998 di desa Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah, dengan modal awal Rp. 7.050.000,- yang terkumpul dari 60 orang anggota pendirinya. Tahun 2005 telah membukukan aset sebesar Rp. 4.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 1.800 anggota/nasabah. LKMS BMT Mardhatillah, Sumedang, Jawa Barat, berdiri tahun 1996, dengan modal awal Rp. 5.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp.

10 2.000.000.000,- dengan melayani tidak kurang dari 5.000 anggota/nasabah. LKMS BMT Bina Umat Sejahtera (BUS), berdiri di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang berdiri tahun 1995, dengan modal awal Rp. 10.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 28.000.000.000,- dengan melayani kurang lebih 11.000 anggota/nasabah. Tabel 1. Sebaran LKMS BMT di Indonesia No Propinsi Jumlah aset > Rp 1 M Jumlah aset Rp 500 Jt - 1 M Jumlah aset Rp 250 jt - 500 Jt Jumlah aset Rp 50 jt - 250 Jt Jumlah aset < Rp 50 Jt 1 Aceh 2 7 23 37 7 76 Total (unit) 2 Sumatera Utara 1 8 53 87 7 156 3 Sumatera Barat 1 5 17 28 9 60 4 Riau 2 5 20 23 15 65 5 Jambi 1 1 2 5 3 12 6 Bengkulu - 1 10 5 4 20 7 Sumatera Selatan 1 3 14 38 9 65 8 Lampung 1 1 14 19 7 42 9 Jakarta 5 36 53 55 16 165 10 Jawa Barat 7 23 290 293 24 637 11 Jawa Tengah 150 9 215 225 49 648 12 Yogyakarta 15 10 29 14 9 77 13 Jawa Timur 16 32 271 230 62 600 14 Bali 1 6 4 3 1 15 15 Kalimantan Barat 2 5 13 17 2 43 16 Kalimantan Tengah - 5 4 3 2 10 17 Kalimantan Timur 2 9 7 4 2 24 18 Kalimantan Selatan 3 4 5 4 1 17 19 Sulawesi Utara dan - 1 21 31 9 62 Gorontalo 20 Sulawesi Tengah 1 2 4 2 2 11 21 Sulawesi Tenggara - 1 11 7 4 23 22 Sulawesi Selatan 10 51 71 83 29 244 23 Nusa Tenggara Barat 1 4 41 39 8 93 24 Nusa Tenggara - 1 2 4 1 8 Timur 25 Maluku dan Maluku 2 5 10 7 4 21 Utara 26 Papua dan Irjabar 3 2 6 7 3 18 J u m l a h 237 223 1.202 1.260 289 3.037 Sumber : PINBUK, 2005.

11 LKMS BMT Baiturrahman, berdiri pada tahun 1998 di lingkungan pabrik pupuk Kaltim, Bontang, Kalimantan Timur, dengan modal awal Rp. 28.900.000,- yang terkumpul dari 30 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 6.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 3.700 anggota/nasabah (PINBUK, 2005). Masih banyak lagi contoh-contoh LKMS BMT yang lain. Hal ini membuktikan bahwa eksistensi LKMS BMT tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Sampai saat ini, belum ada regulasi yang mengatur tentang badan hukum LKMS BMT, akan tetapi dapat diatasi dengan payung hukum koperasi. LKMS BMT dianjurkan untuk mengurus kendala legalitas ini. Untuk itu diharapkan, dengan memiliki badan hukum, maka LKMS BMT bisa lebih berkembang, karena mampu mengakses sumber dana. Dengan begitu dapat membantu pengembangan Usaha Mikro di Indonesia, karena Usaha Mikro di Indonesia identik dengan akar kemiskinan (Rudjito, 2004). Angka BPS untuk tahun 2003 menunjukkan ada 36,1 juta penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (BPS, 2004) Dalam praktiknya, pola operasional LKMS BMT tidak sepenuhnya mengadaptasi pola koperasi, melainkan mengadaptasi dan mengadopsi pola-pola pengembangan lembaga keuangan dan pengembangan masyarakat berbasis kelompok (Depsos, 2005). Kajian ini menjadi penting adanya, apabila memang terbukti bahwa LKMS BMT memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan perekonomian bangsa pada umumnya dan pekembangan Usaha Mikro pada khususnya, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan LKMS BMT dan Usaha Mikro yang merupakan bagian dari ekonomi rakyat yang merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia. B. Metode Analisis 1. Metode Untuk menunjang keperluan analisis dalam membahas peran LKMS dalam pengembangan usaha mikro ini, telah dilakukan pengumpulan dan pencarian data, serta studi kepustakaan yang

12 menyangkut teori-teori tentang LKMS dan perkembangan kondisi usaha mikro. Data yang telah dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang digunakan dalam kajian ini berupa data hasil kuesioner (Lampiran 1) yang disebarkan kepada para nasabah LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 sekarang ini sudah mencapai kurang lebih 300 nasabah, dan yang dijadikan responden sebanyak 100 nasabah. Data sekunder digunakan sebagai data tambahan dalam menunjang analisis. Data sekunder mencakup data kuantitatif, yaitu data portofolio pembiayaan LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 berdasarkan jenis pembiayaan yang sudah disalurkan, data mengenai perkembangan LKMS BMT dan proyeksi perkembangan ke depan. Data lain secara kualitatif dapat diperoleh dari literatur literatur yang berkaitan dengan ekonomi syariah atau lembaga keuangan syariah, serta ulasan-ulasan para pakar yang dipublikasikan dalam buletin, jurnal, internet, dan media-media lain. Data yang terkumpul telah dianalisa dengan menggunakan metode analisa sebagai berikut : a. Deskriptif kualitatif Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2002). Metode analisis deskriptif kualitatif ini dimaksudkan untuk memaparkan atau deskripsi statistik peubah-peubah ukuran analisis yang meliputi karakteristik, perilaku, dan sistem pembiayaan. Dalam hal ini digunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT). b. Tabulasi silang Metode analisis lainnya yang digunakan adalah metode analisis tabulasi silang yang merupakan analisis hubungan antara

13 karakteristik, dan perilaku dengan jumlah penyaluran pembiayaan syariah. c. Analisis Khi Kuadrat Analisis khi kuadrat adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas, dimana data berbentuk nominal dan contohnya besar (Sugiyono, 2002). Analisis khi kuadrat dapat digunakan untuk menguji perbedaan nyata antara banyak yang diamati dari obyek atau jawab yang masuk dalam masing-masing kategori dengan banyak yang diharapkan menurut pengujian hipotesis nol. Analisis khi kuadrat ini dipilih karena yang diuji berkaitan dengan suatu perbandingan mengenai frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan (Siegel, 1997). Rumus khi kuadrat adalah : 2 χ = k i= 1 [ f f ] 0 f h h 2 Data kajian ini mengikuti distribusi khi kuadrat dengan derajat bebas db=k-1, yaitu pada distribusi khi kuadrat dengan db=14. Frekuensi yang diharapkan (fh) untuk masing-masing kelas ditetapkan berbeda berdasarkan kategori banyak yang diharapkan. Pengambilan kesimpulan didapatkan jika nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel dengan db=14 dan taraf nyata 0,05. 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode a. Kelebihan metode Kelebihan metode pengumpulan data adalah: 1) Mudah dan cepat, karena data teknis yang berkaitan dengan masalah pembiayaan tersedia di kantor LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20. 2) Hemat biaya, karena sasaran yang dijadikan responden adalah nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20, dengan wilayah sebaran yang berbasis wilayah desa sehingga hasil kuesioner secara lengkap dan cepat dapat diterima kembali dan telah terisi.

14 3) Dengan analisis deskriptif kualitatif tidak ada uji nyata, tidak ada taraf kesalahan, karena tidak dimaksudkan untuk generalisasi. b. Kekurangan metode Kekurangan metode pengumpulan data : Mengingat yang melakukan pengisian adalah masyarakat desa, maka dapat dipertanyakan tingkat pemahaman responden terhadap suatu pertanyaan, sehingga hal ini berdampak pada tingkat akurasi jawabannya.