6 II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro 3. Menentukan strategi yang diperlukan dalam rangka mengembangkan kapasitas LKMS BMT maupun usaha mikro 2. Implementasi Praktis Ekonomi rakyat atau sering disebut juga dengan istilah ekonomi mikro, umumnya berbasis pada sumber daya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan ekonomi rakyat diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional (Mennegkop dan UKM, 2005) Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang kuat, jika ekonomi rakyat telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya saing dalam perekonomian nasional. Untuk itu, pembangunan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan Usaha Mikro menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang (Deperindag, 2002). Upaya pemberdayaan Usaha Mikro secara otomatis juga melakukan upaya pemberdayaan masyarakat telah dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya memberikan bantuan kesehatan, beasiswa pendidikan, hingga bantuan teknis dan hibah peralatan, serta modal. Pendekatan ini memang mampu menurunkan angka kemiskinan, tetapi menimbulkan permasalahan baru, yaitu munculnya sikap ketergantungan dan melemahnya sikap sosial dan kemandirian. Beberapa pengamat ekonomi berpendapat, cara tersebut tidak menyelesaikan akar masalah penyebab kemiskinan, yaitu adanya ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Saat ini, tak kurang ada 40-an juta unit usaha dan 90% di antaranya adalah Usaha Mikro yang merupakan unit usaha yang
7 sangat strategis sebagai pintu masuk skenario pengentasan kemiskinan (Ismawan, 2004), alasannya sederhana, jika semua unit usaha ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka usahausaha ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan penghasilan bagi para pelakunya. Mengembangkan kelompok usaha ini menjadi lebih produktif, dan secara riil dapat menekan angka kemiskinan, serta akan mengembangkan ekonomi rakyat secara luas. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan para pelaku Usaha Mikro, dibutuhkan sebuah kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, yang berkompeten dan memiliki perhatian besar terhadap perkembangan perekonomian bangsa pada umumnya dan perkembangan Usaha Mikro pada khususnya. Salah satu lembaga yang mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan Usaha Mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (LKMS BMT) (Ridwan, 2004). LKMS BMT berdiri di garda terdepan dalam mendukung penyediaan jasa keuangan para pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah yang belum layak menurut standar penilaian perbankan (bankable). LKMS BMT adalah lembaga keuangan dan pembiayaan berlandaskan syariah yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para pelaku Usaha Mikro yang pada umumnya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah (Aziz, 2004). LKMS BMT memiliki dua bidang kerja, yaitu sebagai Lembaga Maal (Baitul Maal) dan sebagai Lembaga Tamwil (Baitul Tamwil). Baitul Maal dimaksudkan untuk menghimpun zakat, infaq maupun shadaqah dan menyalurkannya kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkannya dalam bentuk pemberian tunai langsung maupun pinjaman modal tanpa bagi hasil. Baitul Maal ini bersifat nirlaba (sosial) dan Lembaga Tamwil dimaksudkan untuk menghimpun dana masyarakat mampu (aghniya) dalam bentuk saham, simpanan ataupun deposito dan menyalurkannya sebagai modal usaha dengan ketentuan bagi hasil antara pemodal, peminjam dan LKMS BMT. Kegiatan Lembaga Tamwil ini bersifat profit motive. Dalam perkembangan kegiatan LKMS BMT, Lembaga Tamwil menjadi
8 kegiatan utama sementara Lembaga Maal menjadi kegiatan sampingan, bahkan sebagian besar LKMS BMT tidak melakukan kegiatan Lembaga Maal. Bagi hasil adalah jumlah keuntungan yang didapat oleh peminjam sehubungan dengan penggunaan modal (pinjaman) untuk kegiatan usaha dimana dari jumlah keuntungan tersebut dibagi antara peminjam dan pemodal. Bagi hasil ditentukan pada akhir periode peminjaman. Hal Ini merupakan perbedaan prinsip dengan bank konvensional, dimana keuntungan berupa bunga sudah ditentukan pada awal periode peminjaman. Bangunan ekonomi Islam ditegakkan di atas lima nilai dasar, yaitu Tauhid (ketuhanan), `adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan) dan Ma`ad (hasil). Kelimanya menjadi dasar pijakan dalam operasional. Ekonomi islam tidak sekedar ilmu, melainkan juga sistem yang aplikatif (Antonio, 2001) LKMS BMT tidak menerapkan sistem bunga sebagaimana layaknya lembaga keuangan konvensional, akan tetapi menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan kaidah syariah ekonomi Islam. Kata syariah menurut bahasa memiliki makna jalan yang menuju air. Dalam konteks agama, syariah berarti jalan menuju kehidupan yang baik atau sempurna (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2003), maka dapat diartikan bahwa LKMS BMT adalah sebuah lembaga keuangan yang bertujuan untuk mengajak anggotanya dalam kegiatan ekonomi menuju jalan yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ciri utama dari LKMS BMT adalah (Depsos, 2005) Pertama, berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling bawah untuk anggota dan lingkungannya. Kedua, bukan lembaga sosial tetapi dimanfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sumbagan sosial, zakat, infaq dan shadaqah bagi kesejahteraan orang banyak secara berkelanjutan. Ketiga, tumbuh dari bawah berdasarkan peran partisipasi dari masyarakat sekitar. Keempat, milik bersama masyarakat setempat dari lingkungan LKMS BMT itu sendiri, bukan milik orang lain dari luar masyarakat itu. Kelima, LKMS BMT
9 mengadakan kajian rutin pendampingan usaha anggota secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya di balai RW/RT/desa, kantor LKMS BMT, rumah anggota, masjid dan sebagainya), biasanya diisi dengan perbincangan bisnis para nasabah LKMS BMT, di samping pendampingan mental spiritualnya terutama motif berusaha. Keenam, manajemen LKMS BMT adalah orang profesional. Ada beberapa alasan mengapa harus mendirikan dan mengembangkan LKMS BMT (PINBUK, 2004), yaitu pertama, pembangunan nasional harus dipercepat. Kedua, lebih dari 98% dari struktur pengusaha nasional adalah Usaha Mikro (kecil bawah) yang salah satu faktor kesulitannya adalah masalah permodalan, sementara kurang mengenal Bank atau Lembaga Keuangan dan atau sulit mengaksesnya. Ketiga, Bank segan menyentuh Usaha Mikro, karena biaya Bank (over head cost) terlalu mahal untuk pembiayaan kecil-kecil dan banyak jumlahnya. Keempat, sebagian besar penduduk golongan ekonomi lemah dan tertinggal, terjerat rentenir dengan prosedur yang gampang dan sederhana, namun memberatkan akibat pembebanan bunga pinjaman yang besar. Untuk itu LKMS BMT didirikan sebagai counter terhadap praktek para rentenir tersebut. Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, dewasa ini, LKMS BMT sudah menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya BMT tersebar di seluruh Indonesia (Tabel 1). Ada beberapa catatan perkembangan LKMS BMT yang dapat membuat sadar akan besarnya peran LKMS BMT di masa sekarang maupun mendatang. LKMS BMT Tumang, berdiri tanggal 1 Oktober 1998 di desa Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah, dengan modal awal Rp. 7.050.000,- yang terkumpul dari 60 orang anggota pendirinya. Tahun 2005 telah membukukan aset sebesar Rp. 4.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 1.800 anggota/nasabah. LKMS BMT Mardhatillah, Sumedang, Jawa Barat, berdiri tahun 1996, dengan modal awal Rp. 5.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp.
10 2.000.000.000,- dengan melayani tidak kurang dari 5.000 anggota/nasabah. LKMS BMT Bina Umat Sejahtera (BUS), berdiri di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang berdiri tahun 1995, dengan modal awal Rp. 10.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 28.000.000.000,- dengan melayani kurang lebih 11.000 anggota/nasabah. Tabel 1. Sebaran LKMS BMT di Indonesia No Propinsi Jumlah aset > Rp 1 M Jumlah aset Rp 500 Jt - 1 M Jumlah aset Rp 250 jt - 500 Jt Jumlah aset Rp 50 jt - 250 Jt Jumlah aset < Rp 50 Jt 1 Aceh 2 7 23 37 7 76 Total (unit) 2 Sumatera Utara 1 8 53 87 7 156 3 Sumatera Barat 1 5 17 28 9 60 4 Riau 2 5 20 23 15 65 5 Jambi 1 1 2 5 3 12 6 Bengkulu - 1 10 5 4 20 7 Sumatera Selatan 1 3 14 38 9 65 8 Lampung 1 1 14 19 7 42 9 Jakarta 5 36 53 55 16 165 10 Jawa Barat 7 23 290 293 24 637 11 Jawa Tengah 150 9 215 225 49 648 12 Yogyakarta 15 10 29 14 9 77 13 Jawa Timur 16 32 271 230 62 600 14 Bali 1 6 4 3 1 15 15 Kalimantan Barat 2 5 13 17 2 43 16 Kalimantan Tengah - 5 4 3 2 10 17 Kalimantan Timur 2 9 7 4 2 24 18 Kalimantan Selatan 3 4 5 4 1 17 19 Sulawesi Utara dan - 1 21 31 9 62 Gorontalo 20 Sulawesi Tengah 1 2 4 2 2 11 21 Sulawesi Tenggara - 1 11 7 4 23 22 Sulawesi Selatan 10 51 71 83 29 244 23 Nusa Tenggara Barat 1 4 41 39 8 93 24 Nusa Tenggara - 1 2 4 1 8 Timur 25 Maluku dan Maluku 2 5 10 7 4 21 Utara 26 Papua dan Irjabar 3 2 6 7 3 18 J u m l a h 237 223 1.202 1.260 289 3.037 Sumber : PINBUK, 2005.
11 LKMS BMT Baiturrahman, berdiri pada tahun 1998 di lingkungan pabrik pupuk Kaltim, Bontang, Kalimantan Timur, dengan modal awal Rp. 28.900.000,- yang terkumpul dari 30 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 6.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 3.700 anggota/nasabah (PINBUK, 2005). Masih banyak lagi contoh-contoh LKMS BMT yang lain. Hal ini membuktikan bahwa eksistensi LKMS BMT tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Sampai saat ini, belum ada regulasi yang mengatur tentang badan hukum LKMS BMT, akan tetapi dapat diatasi dengan payung hukum koperasi. LKMS BMT dianjurkan untuk mengurus kendala legalitas ini. Untuk itu diharapkan, dengan memiliki badan hukum, maka LKMS BMT bisa lebih berkembang, karena mampu mengakses sumber dana. Dengan begitu dapat membantu pengembangan Usaha Mikro di Indonesia, karena Usaha Mikro di Indonesia identik dengan akar kemiskinan (Rudjito, 2004). Angka BPS untuk tahun 2003 menunjukkan ada 36,1 juta penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (BPS, 2004) Dalam praktiknya, pola operasional LKMS BMT tidak sepenuhnya mengadaptasi pola koperasi, melainkan mengadaptasi dan mengadopsi pola-pola pengembangan lembaga keuangan dan pengembangan masyarakat berbasis kelompok (Depsos, 2005). Kajian ini menjadi penting adanya, apabila memang terbukti bahwa LKMS BMT memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan perekonomian bangsa pada umumnya dan pekembangan Usaha Mikro pada khususnya, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan LKMS BMT dan Usaha Mikro yang merupakan bagian dari ekonomi rakyat yang merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia. B. Metode Analisis 1. Metode Untuk menunjang keperluan analisis dalam membahas peran LKMS dalam pengembangan usaha mikro ini, telah dilakukan pengumpulan dan pencarian data, serta studi kepustakaan yang
12 menyangkut teori-teori tentang LKMS dan perkembangan kondisi usaha mikro. Data yang telah dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang digunakan dalam kajian ini berupa data hasil kuesioner (Lampiran 1) yang disebarkan kepada para nasabah LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 sekarang ini sudah mencapai kurang lebih 300 nasabah, dan yang dijadikan responden sebanyak 100 nasabah. Data sekunder digunakan sebagai data tambahan dalam menunjang analisis. Data sekunder mencakup data kuantitatif, yaitu data portofolio pembiayaan LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 berdasarkan jenis pembiayaan yang sudah disalurkan, data mengenai perkembangan LKMS BMT dan proyeksi perkembangan ke depan. Data lain secara kualitatif dapat diperoleh dari literatur literatur yang berkaitan dengan ekonomi syariah atau lembaga keuangan syariah, serta ulasan-ulasan para pakar yang dipublikasikan dalam buletin, jurnal, internet, dan media-media lain. Data yang terkumpul telah dianalisa dengan menggunakan metode analisa sebagai berikut : a. Deskriptif kualitatif Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2002). Metode analisis deskriptif kualitatif ini dimaksudkan untuk memaparkan atau deskripsi statistik peubah-peubah ukuran analisis yang meliputi karakteristik, perilaku, dan sistem pembiayaan. Dalam hal ini digunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT). b. Tabulasi silang Metode analisis lainnya yang digunakan adalah metode analisis tabulasi silang yang merupakan analisis hubungan antara
13 karakteristik, dan perilaku dengan jumlah penyaluran pembiayaan syariah. c. Analisis Khi Kuadrat Analisis khi kuadrat adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas, dimana data berbentuk nominal dan contohnya besar (Sugiyono, 2002). Analisis khi kuadrat dapat digunakan untuk menguji perbedaan nyata antara banyak yang diamati dari obyek atau jawab yang masuk dalam masing-masing kategori dengan banyak yang diharapkan menurut pengujian hipotesis nol. Analisis khi kuadrat ini dipilih karena yang diuji berkaitan dengan suatu perbandingan mengenai frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan (Siegel, 1997). Rumus khi kuadrat adalah : 2 χ = k i= 1 [ f f ] 0 f h h 2 Data kajian ini mengikuti distribusi khi kuadrat dengan derajat bebas db=k-1, yaitu pada distribusi khi kuadrat dengan db=14. Frekuensi yang diharapkan (fh) untuk masing-masing kelas ditetapkan berbeda berdasarkan kategori banyak yang diharapkan. Pengambilan kesimpulan didapatkan jika nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel dengan db=14 dan taraf nyata 0,05. 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode a. Kelebihan metode Kelebihan metode pengumpulan data adalah: 1) Mudah dan cepat, karena data teknis yang berkaitan dengan masalah pembiayaan tersedia di kantor LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20. 2) Hemat biaya, karena sasaran yang dijadikan responden adalah nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20, dengan wilayah sebaran yang berbasis wilayah desa sehingga hasil kuesioner secara lengkap dan cepat dapat diterima kembali dan telah terisi.
14 3) Dengan analisis deskriptif kualitatif tidak ada uji nyata, tidak ada taraf kesalahan, karena tidak dimaksudkan untuk generalisasi. b. Kekurangan metode Kekurangan metode pengumpulan data : Mengingat yang melakukan pengisian adalah masyarakat desa, maka dapat dipertanyakan tingkat pemahaman responden terhadap suatu pertanyaan, sehingga hal ini berdampak pada tingkat akurasi jawabannya.