BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas merupakan masa kritis yang memerlukan pendampingan dari tenaga kesehatan untuk memberikan asuhan kebidanan dan terus melakukan pemantauan yang bertujuan meminimalkan berbagai masalah yang berkaitan dengan masa nifas (Sulistyawati, 2009). Periode masa nifas meliputi masa transisi bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial (Prawirohardjo, 2010). Secara umum ada tiga gangguan psikologis utama masa nifas dari yang ringan sampai berat, yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan postpartum psikosis (Wahyuni, 2013). Ibu yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan peran barunya akan mengalami gangguan secara emosional yang ditandai dengan beberapa masalah, seperti marah, mudah lelah, terjadi gangguan makan hingga hilangnya libido. Gangguan emosional ini disebut depresi postpartum dan merupakan perkembangan yang lebih serius dari baby blues yang tidak tertangani dengan baik. Depresi postpartum terjadi dalam kurun waktu empat minggu pascapersalinan sampai dengan beberapa bulan bahkan beberapa tahun bila tidak diatasi dengan baik. Namun, keadaan ini biasanya berlangsung pada minggu ke-6 masa nifas (Thurgood, 2009). Data dari penelitian menunjukkan kejadian depresi postpartum di dunia terjadi pada 10-15% wanita setelah melahirkan (Thurgood, 2009). Sementara 1
2 di Indonesia adalah 11-30% (Elvira dalam Wahyuni, 2013). Faktor predisposisi yang menyebabkan depresi postpartum diantaranya pengalaman melahirkan yang buruk, riwayat depresi pranatal, akses pelayanan kesehatan yang buruk, kesulitan ekonomi, kurangnya dukungan dan perhatian orang-orang terdekat, serta faktor budaya (Sinclair, 2010). Faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues secara internal adalah umur ibu saat menikah dan hamil <20 tahun atau >35 tahun, pertama kali melahirkan, kesiapan menerima anggota keluarga baru termasuk pengetahuan atau keterampilan dalam perawatan bayi dan pendidikan. (Wahyuni et al, 2013). Depresi postpartum memberikan dampak yang tidak baik untuk anak dan keluarga. Pada ibu yang mengalami depresi postpartum, minat, dan ketertarikan untuk merawat bayi akan berkurang, sampai pada ibu yang malas menyusui bayinya. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Upaya penanganan depresi postpartum meliputi upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Tindakan promotif dan preventif yang diberikan adalah penjelasan, peningkatan peran suami, kunjungan rumah, memenuhi kebutuhan dasar masa nifas khususnya meningkatkan kebugaran fisik seperti ambulasi dini dan senam nifas (Wahyuni et al, 2013). Salah satu upaya untuk meningkatkan kebugaran dan mengurangi tingkat depresi secara tradisional adalah body massage. Body massage dapat mengurangi kecemasan dan stres, membuat otot-otot rileks, memperlancar sirkulasi, pencernaan dan pengeluaran,
3 serta mengurangi nyeri. Body massage adalah manipulasi secara manual pada jaringan lunak tubuh dengan cara menekan, menggosok, getaran/vibrasi dan menggunakan tangan, jari tangan untuk perbaikan kesehatan (Nurgiwiati, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wentworth (2009) membuktikan bahwa body massage dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan nyeri pada pasien sebelum dilakukan tindakan. Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa ibu yang pernah melakukan pijat selama masa nifas, sebanyak 60 % dari total responden tidak mengalami depresi postpartum (Wahyuni et al, 2013). Body massage sudah ada sejak lama di Indonesia dan kegiatan ini sudah menjadi budaya bagi ibu nifas khususnya di pedesaan. Berdasarkan penelitian di Jepara sebesar 83,3 % ibu nifas melakukan pijat badan untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah melahirkan (Suryawati, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di BPM Siyamtiningsih Karanganyar pada bulan Desember 2015 dengan metode wawancara, didapatkan hasil bahwa dari 13 orang ibu nifas 0-4 minggu terdapat tujuh orang ibu yang mengalami masalah ibu nifas (diantaranya ibu merasa tidak mendapat dukungan dari keluarga karena suami bekerja di luar kota sebanyak dua orang, ibu malas menyusui bayinya dan memilih memberikan susu formula sebanyak tiga orang, dan ibu mengalami keletihan yang berat saat mengurus bayi sebanyak dua orang) dan enam orang lainnya mengatakan tidak mengalami masalah saat masa nifas.
4 Sebelumnya, di BPM Siyamtiningsih belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibunifas. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibu nifas di BPM Siyamtiningsih Karanganyar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu, Apakah terdapat pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibu nifas?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibu nifas. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: a. Mengetahui tingkat depresi postpartum ibu nifas di BPM Siyamtiningsih sebelum diberikan body massage. b. Mengetahui tingkat depresi postpartum ibu nifas di BPM Siyamtiningsih sesudah diberikan body massage. c. Menganalisis adanya pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibu nifas.
5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh body massage terhadap tingkat depresi ibu nifas sebagai desain yang berbeda pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapi komplementer dalam kebidanan untuk ibu nifas. 2. Manfaat praktis a. Memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya ibu nifas mengenai pentingnya melakukan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan kesehatan ibu nifas. b. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, khususnya bidan mengenai pengetahuan dan teknologi terapi komplementer dalam praktik kebidanan guna meningkatkan kesehatan ibu nifas dan mencegah terjadinya depresi postpartum.