1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia, 1998). Skizofrenia adalah gangguan pada otak dan pola pikir (Kaplan & Sadock, 2010). Skizofrenia mempunyai karakteristik dengan gejala positif dan negatif. Gejala positif antara lain thougt echo, delusi, halusinasi. Gejala negatifnya seperti: sikap apatis, bicara jarang, efek tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non skizofrenia meliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik. Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 2001). Depresi atau melankolia juga dapat diartikan sebagai suatu kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, emosional, reaksi (Stuart, 2006). Penyakit yang ditandai dengan trias depresi, yaitu kesedihan berkepanjangan, motivasi menurun, aktivitas menurun. Depresi dapat mengenai seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial, ekonomi, dan pendidikan. Setiap orang mempunyai gejala depresi yang berbeda-beda tergantung pada orang. Kebanyakan perawat di area praktik
2 komunitas sering kali mencurigai depresi bila keluarganya memeriksakan seorang anggota keluarga yang sulit berpikir, mengeluh lelah setiap waktu, perubahan pola tidur dan makan, merasa sedih atau menarik diri dari aktifitas, bila rasa ini tetap berlanjut selama dua minggu atau lebih (Videbeck, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar dibandingkan masalah kesehatan lainnya. Depresi adalah masalah yang mempengaruhi seluruh tubuh, dengan mengganggu kesehatan mental, kesehatan fisik, rasa dan perilaku pada aktifitas yang biasa dilakukan (Copel, 2007). Semakin cepat keluarga memeriksakan seorang anggota keluarganya yang dicurigai depresi ke layanan kesehatan, semakin cepat strategi penanganan yang sesuai untuk menghadapi masalah ini yang sebetulnya adalah gangguan yang sangat nyata terhadap kesehatan. Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, pengobatan atau terapi (Copel, 2007). Salah satu terapi yang dapat dianjurkan pada pasien depresi adalah terapi aktivitas kelompok seperti terapi senam (Daley, 2002). Terapi senam aerobik sebagai salah satu terapi dalam mengatasi penyakit gangguan jiwa seperti depresi telah banyak dikembangkan. Manfaat senam aerobik memang banyak, semua tergantung dari jenis gerakan senam aerobik yang di lakukan. Tetapi pada umumnya manfaat senam aerobik salah satunya adalah melawan depresi. kegiatan aerobik yang teratur telah dikenal untuk meningkatkan mood seseorang dan membantu membendung efek depresi. Tidak hanya peningkatan denyut jantung dan memperbaiki mood seseorang, kegiatan aerobik dapat menyenangkan dan ramah (Nelly, 2009).
3 Menurut Dinata (2007) senam aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kuntinuitas dan durasi tertentu. Berdasarkan tingkat intensitas gerakan dan pola kaki yang digunakan, maka senam aerobik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu senam aerobik low impact atau benturan ringan, moderate impact atau benturan sedang, dan juga aerobik high impact atau benturan keras. Pada gerakan senam aerobik low impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak di lantai setiap waktu. Dalam sebuah studi, sebanyak tiga puluh pasien depresi yang diberikan beberapa terapi, didapatkan hasil bahwa dari semua terapi yang dilakukan, terapi olahraga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan tingkat depresi dari pada yang tidak diberi terapi senam (Daley, 2002). Cukup banyak penelitian tentang pengaruh terapi olahraga dan aktivitas fisik terhadap gangguan kejiwaan, namun sebagian besar dari penelian tersebut lebih banyak dilakukan terhadap pasien dengan gangguan depresi (Lawlor & Hopker, 2001). Faulkner dan Sparkes (1999) melakukan sebuah uji tentang pengaruh senam sebagai terapi bagi pasien dengan skizofrenia, dan didapatkan hasil bahwa dengan rentang waktu 10 minggu dapat membantu mengurangi gangguan halusinasi dengar dan meningkatkan pola tidur yang lebih baik (Daley, 2002). Beberapa penelitian tentang aktivitas fisik dan terapi olahraga terhadap gangguan kejiwaan membuktikan, bahwa aktivitas fisik tersebut dapat meningkatkan kepercayaan pasien terhadap orang lain (Campbell & Foxcroft,
4 2008), dan juga membantu mengontrol kemarahan pasien (Hassmen, Koivula & Uutela, 2000). Stuart (2006) mengungkapkan bahwa depresi adalah suatu kesedihan dan perasaan duka yang berkepanjangan. Diperkirakan, prevalensi depresi pada populasi dunia adalah adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif antara 20-50 tahun. WHO, memperkirakan pada tahun 2020 depresi akan menduduki peringkat kedua setelah penyakit jantung koroner dalam urutan daftar penyakit yang menimbulkan beban global dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria. Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan Departemen Kesehatan RI, gangguan mental emosional (depresi dan anxietas) dialami sekitar 11,6% populasi Indonesia (24.708.000 orang) yang usianya di atas 15 tahun. Untuk Jakarta, penderita yang mengalami depresi lebih tinggi yaitu 14,6 %. Prevalensi Jawa Tengah 10,2% artinya dari setiap 1000 penduduk ditemukan masalah depresi 102 orang, sementara di Banyumas tingkat prevalensinya 8,3% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Berdasarkan data rekam medik RSUD Banyumas tahun 2011 diketahui data jumlah pasien gangguan jiwa ada 3.803 pasien, 15,014% diantaranya mengalami gangguan jiwa dengan depresi. Sedangkan data jumlah pasien gangguan jiwa periode bulan Januari sampai April 2012 sebanyak 564 pasien dan sebanyak 47 pasien mengalami gangguan jiwa dengan depresi yang terdiri dari 30 pasien dirawat di ruang Sadewa dan 17 pasien dirawat di ruang Bima. Dari survei pendahuluan diketahui bahwa terapi-terapi yang dilakukan di
5 Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu untuk pasien gangguan jiwa adalah Electro Convulsive Therapy (ECT), terapi psikofarmaka serta terapi senam. Terapi senam sudah rutin diberikan setiap satu minggu sekali pada hari jum at. Terapi senam aerobik ini dapat diterapkan pada pasien depresi selain tidak memerlukan biaya yang mahal, juga praktis untuk dilakukan oleh terapis. Akan tetapi, hingga saat ini belum pernah di lakukan penelitian tentang pengaruh terapi senam terhadap tingkat depresi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul Pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu Apakah pemberian terapi senam aerobik low impact berpengaruh terhadap tingkat depresi pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas.
6 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. b. Mengetahui tingkat depresi pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan terapi senam aerobik low impact di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. c. Mengetahui tingkat depresi pada pasien skizofrenia setelah dilakukan terapi senam aerobik low impact di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. d. Mengetahui pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat dibuktikan adanya pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas. 2. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan pada pasien skizofrenia. 3. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan informasi ilmiah mengenai cara yang lebih aman dalam menurunkan tingkat depresi.
7 4. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan dan wawasan peneliti tentang manfaat terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi pada pasien skizofrenia. E. Penelitian Terkait 1. Akhmad (2011) dengan judul Pengaruh Terapi Senam Aerobic Low Impact terhadap Skor agression Self-Control Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Sakura RSUD Banyumas. Penelitian tersebut bersifat deskriptif dengan rancangan studi kasus dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan (t test). Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan skor agresi antara pasien dengan terapi senam dan dengan kelompok kontrol. Skor agresi pasien dengan terapi senam aerobik lebih kecil dibandingkan dengan pasien yang tidak diberi terapi senam. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti terletak pada pasien gangguan jiwa. Penelitian Akhmad pada pasien gangguan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan sedangkan pada penelitian ini terhadap pasien gangguan jiwa dengan depresi. Perbedaan lainnya pada uji statistik, dalam penelitian ini menggunakan perbandingan pre-post test sedangkan pada penelitian Harki menggunakan uji-t kasus kontrol. Adapun persamaannya terletak adalah sasaran penelitian yang sama-sama dilakukan terhadap pasien ganguan jiwa dengan terapi senam aerobik. 2. Sarah (2008) meneliti tentang pengaruh terapi senam terhadap penurunan depresi pada lansia. Metode yang digunakan menggunakan sampel secara
8 acak. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa 17 item dari Halminton Rating Scccale for Depression (HRSD). Hasil penelitiannya menunjukkan senam berpengaruh signifikan terhadap penurunan depresi. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas penelitian, pada penelitian ini adalah terapi senam aerobik low impact, sedangkan pada penelitian terdahulu variabel bebasnya terapi senam. Persamaannya adalah terapi yang digunakan adalah terapi senam pada kasus pasien yang mengalami depresi.