BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen, peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki tujuan serta sasaran yang ingin dicapai dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Scief dan

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi termasuk institusi pendidikan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk angka atau yang kita kenal sebagai anggaran. Tanpa adanya anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibiayai dari uang publik. Melalui anggaran, akan diketahui

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori keagenan ( agency theory) sebagai teori

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi. Diajukan Oleh:

Rina Ismawati B

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

Kata Kunci :partisipasi penyusunan anggaran, budgetary slack, komitmen organisasi, etika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Adanya partisipasi

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah. Adanya sistem

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN DENGAN ASIMETRI INFORMASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian adalah dua hal yang tak terpisahkan. Perencanaan melihat ke masa

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BABI PENDAHULUAN. Anggaran dalam dunia bisnis merupakan unsur utama dalam perencanan dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintahan merupakan organisasi sektor publik proses

BAB 1 PENDAHULUAN. kepuasaan, dan ketenangan. Resort berarti tempat beristirahat untuk sementara waktu.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penganggaran partisipatif..., 1 Amaliah Begum, FE Universitas UI, 2009 Indonesia

FARIDA NUR HIDAYATI B

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara sangatlah besar. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem

PENGARUH NILAI KONSUMEN TERHADAP MINAT MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER (Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya) SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan tersebut. Perusahaan juga dapat

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB 4 ANALISIS DATA. 52 Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schief dan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu manajemen yang baik. Menurut Welsch (2000) misinya tanpa suatu manajemen yang baik.

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

DESENTRALISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJERIAL

Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Menggunakan Komitmen Organisasi, dan Informasi Asimetri Sebagai Variabel Pemoderasi

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik juga dituntut untuk mampu bersaing dengan pihak

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. anggaran, evaluasi anggaran - general, evaluasi anggaran punitive, umpan balik

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dengan teori-teori berikut ini (Shield dan Shield, 1998 dalam Sumarno, 2005).

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu. mempertahankan kelangsungan hidup serta mampu untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan. datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. penugasan pemerintah dibidang ketenaga listrikan dalam rangka menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Pada umumnya disusun secara tertulis (Darsono, 2010). mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu

BAB I PENDAHULUAN. Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara principal dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 32 tahun 2004 Pasal 1 ayat (5) tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

ABSTRAK PERAN PENGENDALIAN ANGGARAN KETAT DAN ETIKA MEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses perencanaan dan realisasi anggaran memerlukan partisipasi dan perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang - Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lahirlah peraturan yang lebih rinci misalnya PP No.20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga, PP No. 56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Anggaran merupakan sebuah alat bantu manajemen dalam menjalankan fungsi perencanaan, koordinasi, komunikasi dan pengendalian. Anggaran merupakan alat manajemen yang sangat penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen di dalam suatu organisasi, mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikan aktivitas (Harefa, 2008). Selain itu, anggaran juga berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien. Anggaran sebagai alat perencanaan mempunyai peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu pusat pertanggungjawaban yang akan dicapai pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu dengan melaksanakan

2 berbagai kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan sebagai alat pengendalian, anggaran berperan dalam hal penilaian kinerja manajer dengan melihat sejauh mana manajer dapat mencapai target yang sudah ditetapkan dalam anggaran. Proses penyusunan anggaran pada beberapa waktu lalu dilakukan dengan sistem top-down, artinya atasan yang menentukan anggaran yang akan dijalankan kedepannya dan bawahan hanya menjalankan apa yang sudah ditetapkan dalam anggaran. Hal ini mengakibatkan tidak efektifnya kinerja bawahan. Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan konsekuensi perlunya perubahan pendekatan pada manajemen keuangan daerah. Namun otonomi daerah yang terbentuk menciptakan kesenjangan dalam penganggaran daerah dimana kesenjangan terjadi antara divisi - divisi yang ada dalam pemerintahan atau antara bawahan dengan atasan. Berdasarkan pada kondisi tersebut di atas, maka kemudian munculah sistem penganggaran yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajer atau bawahan yaitu penganggaran pastisipasi (participatory budgeting). Anggaran partisipatif adalah sebuah proses yang menggambarkan dimana individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran, dan perlunya penghargaan atas pencapaian anggaran tersebut (Brownell, 1982 dalam Falikhatun, 2007). Semakin tinggi keterlibatan individu dalam hal ini manajer tingkat bawah maka semakin tinggi pula rasa tanggung jawab mereka untuk melaksanakan keputusan yang dihasilkan bersama tersebut. Namun, keterlibatan manajer tingkat bawah dalam penyusunan anggaran terkadang menimbulkan masalah lain yaitu kesenjangan anggaran atau yang lebih dikenal dengan budgetary slack. Budgetary slack adalah

3 perbedaan/selisih antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam anggaran (Anggraeni, 2008). Salah satu alasan diterapkannya anggaran partisipatif yaitu karena adanya informasi asimetri, yaitu perbedaan informasi yang dimiliki bawahan dengan atasan. Hal ini disebabkan karena ada beberapa alasan di antaranya yaitu karena penetapan anggaran tidak dapat dilakukan seoptimal mungkin ketika subordinat atau manajemen tingkat bawah memiliki informasi yang lebih baik tentang faktor - faktor yang mempengaruhi kinerjanya dibandingkan superior atau manajemen tingkat atas. Oleh karena itu, diterapkanlah sistem anggaran partisipatif agar informasi yang dimiliki bawahan dapat dikomunikasikan dengan atasan. Namun, perbedaan informasi antara bawahan dan atasan menjadi faktor utama terjadinya budgetary slack, faktor lain yang juga mempunyai pengaruh yaitu penekanan anggaran dan penilaian kinerja. Penerapan anggaran partisipatif diharapkan dapat mengurangi perbedaan informasi yang dimiliki antara bawahan dengan atasan karena dalam anggaran partisipatif, informasi yang dimiliki bawahan dapat dikomunikasikan dengan atasan. Namun, kondisi tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya senjangan anggaran jika bawahan memberikan informasi yang bias kepada atasan (Falikhatun, 2007). Beberapa peneliti menemukan bahwa senjangan anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asimetri. Informasi asimetri adalah kondisi dimana bawahan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan atasan. Makna anggaran partisipasi di swasta dan di sektor publik akan berbeda. Di pemerintahan daerah, makna partisipasi adalah pelibatan SKPD dalam

4 penyusunan anggaran daerah (APBD) (Abdullah, 2008). Melalui sistem ini, semua pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran sehingga tercapai kesepakatan mengenai penganggaran. Anggaran Pemerintah Kabupaten Subang memiliki perencanaan yang sesuai dengan yang diharapkan dan menjawab kebutuhan masyarakat. Optimalisasi pendapatan daerah melalui upaya penggalian potensi pajak dan retribusi sedangkan prioritas kebijakan belanja tidak akan terlepas dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sesuai dengan arah pembangunan daerah Kabupaten Subang. Implementasi dari kebijakan dalam proses penyusunan dan realisasi anggaran Pemerintah Kabupaten Subang dapat tercermin melalui Laporan Realisasi Anggaran tahun 2009 2013 (terlampir) di pos pendapatan dan belanja yang dirilis oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Tabel 1.1 Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2009 2013 Tahun Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Realisasi Selisih Pendapatan Pendapatan lebih/kurang Belanja Belanja lebih/kurang 2009 1,085,841 1,111,836-25,995 1,092,411 1,074,026 18,384 2010 1,237,131 1,186,278 50,853 1,293,739 1,239,355 54,384 2011 1,410,432 1,405,974 4,458 1,420,963 1,351,795 69,168 2012 1,554,839 1,566,137 11,297 1,596,380 1,481,609-114,771 2013 1,771,192 1,815,830 44,638 1,895,731 1,778,350-117,380 (dalam jutaan rupiah) Tabel tersebut menunjukkan kinerja para manajer pemerintah kurang optimal, terbukti dalam penetapan anggaran masih sering terjadi selisih lebih dan

5 selisih kurang antara anggaran yang ditetapkan dengan anggaran sesungguhnya. Dicermati dari data tersebut, Laporan Realisasi Anggaran APBD tahun 2009-2013, menunjukkan bahwa jumlah anggaran yang ditetapkan ada yang kurang dari 100% dan ada yang lebih dari 100% terealisasikan. Berdasarkan data tersebut terlihat anggaran diestimasi dengan sengaja agar jumlah yang tertera lebih tinggi atau bahkan lebih kurang dari yang seharusnya, sehingga dapat menimbulkan senjangan anggaran. Dilihat dari data tersebut dapat diketahui estimasi anggaran di tahun berikutnya tidak memperhatikan realisasi anggaran tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari rencana yang telah ditetapkan bahwa realisasi anggaran yang dialokasikan cenderung mengalami peningkatan tetapi secara presentasi realisasinya cenderung tidak stabil dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Hal ini menunjukan bahwa belum seluruhnya realisasi anggaran dapat terserap oleh alokasi belanja rutin maupun belanja pembangunan yang mengakibatkan sisa lebih perhitungan pada setiap tahun anggaran. Senjangan anggaran timbul apabila manajer sengaja menetapkan pendapatan terlalu rendah atau menetapkan biaya terlalu besar. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya senjangan anggaran adalah adanya informasi asimetri. Penelitian Armaeni (2012) menunjukkan bahwa partisipasi anggaran, informasi asimetri dan penekanan anggaran berpengaruh terhadap budgetary slack. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Apriyandi (2011) hasil penelitiannya menyatakan bahwa informasi asimetri berpengaruh secara

6 signifikan terhadap budgetary slack sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi asimetri memoderasi hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack. Artinya perbedaan informasi yang dimiliki bawahan dengan atasan sangat mempengaruhi hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack. Afiani (2010) juga membuktikan bahwa informasi asimetri memiliki pengaruh terhadap senjangan anggaran, asimetri informasi tinggi maka senjangan anggaran juga akan tinggi. Secara parsial, masing-masing variabel partisipasi anggaran, informasi asimetris dan penekanan anggaran juga berpengaruh secara signifikan terhadap timbulnya budgetary slack. Berdasarkan hasil penelitian ini dikatakan apabila partisipasi anggaran, informasi asimetris dan penekanan anggaran pada SKPD Pemerintah Kabupaten Pinrang tersebut tinggi, maka budgetary slack juga akan tinggi. Berbagai penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dunk (1993) dalam Falikhatun (2007) dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa interaksi antara partisipasi, informasi asimetri dan budget emphasis mempunyai hubungan yang negatif dengan budgetary slack tetapi korelasinya signifikan, halini ketika partisipasi, informasi asimetri dan budget emphasis tinggi maka budgetary slack rendah dan begitu juga sebaliknya. Partisipasi anggaran dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Murray,1990 dalam Sumarno, 2005). Utomo (2006) mengemukakan bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik dapat mendorong bawahan/pelaksana anggaran melakukan senjangan anggaran. Hal ini mempunyai implikasi negatif seperti kesalahan alokasi sumber daya dalam evaluasi kinerja bawahan terhadap unit pertanggungjawaban mereka (Dunk dan Nouri, 1998 dalam Webb, 2002).

7 Fisher, Frederickson dan Peffer (2002) menemukan bahwa senjangan anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi asimetri informasi. Hal ini sejalan dengan Utomo (2006) dimana asimetri informasi mendorong bawahan/pelaksana anggaran membuat senjangan anggaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa asimetri informasi merupakan pemicu (antecedent) senjangan anggaran. Hasil penelitian penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Falikhatun (2007) mengatakan bahwa anggaran partisipatif berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack. Penelitian terhadap pengaruh anggaran partisipatif dengan budgetary slack juga dilakukan oleh Hafsah (2005) yang mengatakan bahwa anggaran partisipatif berpengaruh secara signifikan terhadap kesenjangan anggaran. Antle dan Eppen (1985) dan Lukka (1988) dalam Muhammad (2001) berpendapat bahwa semakin tinggi partisipasi, maka semakin tinggi kecenderungan menciptakan slack, ini disebabkan oleh asimetris informasi. Afiani (2010) juga membuktikan bahwa informasi asimetri memiliki pengaruh terhadap senjangan anggaran, asimetri informasi tinggi maka senjangan anggaran juga akan tinggi.. Sedangkan, Camman (1976), Merchant (1985) dan Onsi (1973) dalam Muhammad (2001) menunjukan hasil yang berlawanan, hasil penelitian mereka menunjukan bahwa partisipasi dapat mempengaruhi penurunan dalam slack yang ditandai dengan adanya komunikasi yang positif antara para manajer sehingga bawahan tidak menciptakan budgetary slack. Penelitian ini mengacu kepada penelitian yang pernah dilakukan oleh Supanto (2010) yang meneliti hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack

8 yang dipengaruhi oleh informasi asimetri, motivasi dan budaya organisasi sebagai variabel moderasi. Namun dalam penelitian ini variabel budaya organisasi dan motivasi tidak dimasukkan sebagai variabel moderasi karena penelitian Supanto menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak memoderasi hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack. Oleh karena itu penulis mencoba memasukan asimetris informasi sebagai variabel moderasi. Penelitian mengenai hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack belum banyak dilakukan di sektor publik, sebagian besar dilakukan pada sektor swasta khususnya manufaktur. Padahal organisasi sektor publik yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, yayasan, BUMN, BUMD dan LSM memiliki karakteristik anggaran yang sangat berbeda dengan sektor swasta terutama pada proses penyusunan anggaran dan pelaporan keuangannya. Anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik masyarakat. Karena adanya inkonsistensi hasil dari berbagai penelitian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan terjadinya budgetary slack yang disebabkan oleh anggaran partisipatif dan variabel lain yang mempengaruhi hubungan keduanya yaitu informasi asimetri. Judul penelitian yang penulis pilih yaitu Pengaruh Anggaran Partisipatif terhadap Budgetary Slack dengan Variabel Moderating Asimetris Informasi di Pemerintah Kabupaten Subang

9 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Apakah anggaran partisipatif mempunyai pengaruh negatif terhadap budgetary slack? 2. Apakah asimetris informasi tidak memoderasi pengaruh anggaran partisipatif terhadap senjangan anggaran? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar anggaran partisipatif mempengaruhi senjangan anggaran yang dimoderasi oleh asimetris informasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah. 1.3.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah adalah: 1. Untuk menguji apakah anggaran partisipatif berpengaruh negatif terhadap budgetary slack. 2. Untuk menguji apakah asimetris informasi tidak memoderasi pengaruh anggaran partisipatif terhadap senjangan anggaran.

10 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Aspek Teoritis Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya keilmuan akuntansi terutama dalam bidang sektor publik, akuntansi keperilakuan, dan akuntansi manajemen terkait dengan hubungan anggaran partisipatif dengan budgetary slack. Diharapkan juga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2. Aspek Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Subang dalam rangka penyusunan anggaran dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Bagi penulis sendiri, melalui penelitian ini memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman terutama terkait akuntansi sektor publik.