II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

I. PENDAHULUAN. sedang mengalami kehancuran maka mulai timbul tindak pidana dengan modus

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II LANDASAN TEORI

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

1. PERCOBAAN (POGING)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian.

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang yang cukup luas. Istilah hukuman atau pidana tidak hanya sering digunakan dalam hukum tetapi juga dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang bersifat umum, maka perlu adanya pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjuk ciri-ciri atau sifat khas dari pidana. Dimaksud dengan pidana adalah sebagai berikut: Pidana adalah penderitaan dan siksaan yang dibebankan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu, atau penderitaan yang dengan sengaja dibebankan kepada orang yang telah dinyatakan bersalah karena telah melanggar dan melakukan kejahatan berdasarkan peraturan dan hukum-hukum yang mengaturnya (Bambang Poernomo, 1993:2) Pada dasarnya pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut: 1. pidana itu hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibatakibat lain yang tidak menyenagkan. 2. Pidana itu memberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang (Muladi dan Barda Arif,1984:4). Pidana diadakan untuk mencegah terjadinya tindak kesalahan, penyimpangan dan pelanggaran serta sebagai sarana untuk memberika sanksi atas tindakan-tindakan yang menurut ketentuan telah menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. Namun demikian penjatuhan pidana tidak semata-mata untuk memuaskan tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Tujuan pemidanaan antara lain adalah: a. Secara umum adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelanggarakan tata kehidupan dalam masyarakat. b. Secara khusus adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi pidana yang bersifat lebih tajam dibandingkan dengan sanksi pidana yang terdapat dalam cabang hukum lain (Heni Siswanto, 2003:11). 1. Kesalahan Kesalahan sebagai suatu perbuatan yang menimbulkan adanya akibat hukum tidak semata-mata karena suatu kesengajaan, tetapi kesalahan dapat pula terjadi akibat adanya kelalaian, sehingga akan menyebabkan seseorang harus dipertanggungjawabkannya secara hukum, sebagaimana peraturan dan perundang--undangan yang mengaturnya a. Kesengajaan

Kesengajaan tidak didefinisikan didalam KUHP. Petunjuk untuk dapat mengatakan arti kesengajaan dapat diambil dari M.v.T (Memorie Van Toelicthing) yang mengartikan kesengajaan sebagai menghendakin perbuatan itu dan juga mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukannya (Sudarto.1990:12). Perbuatan pidana terkandung kehendak pengetahuan, dan dalam ilmu pengetahuan Hukum Pidana kehendak dan pengetahuan itu dibagi dua teori sebagai berikut: 1) Teori Kehendak (wilstheorie) Inti kesengajaan adalah untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undangundang. Sengaja berarti bahwa akibat dari suatu perbuatan dikehendaki dan ini apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksudkan oleh perbuatan yang dilakukan itu. 2) Teori Pengetahuan atau Membayangkan (voostellings teheorie) Sengaja disini berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya. Orang tidak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkan saja. Teori ini menitik beratkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh si pembuat ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia berbuat (Sudarto, 1990:103). b. kelalaian Menurut M.v.T, kealfaan adalah keadaan sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga undang-undang juga bertindak terhadap kurangnya hati-hatian (Sudarto, 1990:124). Beberapa ahli menyebutkan syarat untuk adanya kelalaian, sebagai berikut : 1) Van Hamel menyebutkan bahwa kelalaian mempunyai dua syarat yaitu:

a). tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan dalam hukum. b) tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum 2) Simons mengatakan pada umumnya kelalaian (culpa) mempunyai dua unsur: a) tidak ada penghati-hati, disamping b) dapat diduga akibatnya ( Sudarto, 1990:125). Kealfaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang ringan. Kealfaan seseorang ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik, sehingga tidak mungkin diketahui seseorang dengan sungguh-sungguh jika tidak ada faktor penyebab utama seseorang melakukan kesalahan. 2. Pengertian Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan. Ruslan Saleh (1983:75) mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidanan atau tindak pidana. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang harus dipertanggungjawabkan. Hal tersebut berarti harus diperhatikan terlebih dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. Sebaliknya apakah pertanggungjawaban itu diminta atau tidak, ini merupakan persoalan yang kedua, yang tentunya pada kebijaksanaan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu merasa perlu atau tidak perlu menurut pertanggungjawaban tesebut. Masalah pertanggungjawaban ini menyangkut subyek tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan oleh pembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Namun dalam

kenyataannya untuk memastikannya siapa yang bersalah dalam suatu perkara harus sesuai dengan proses yang ada pada sistem peradilan pidana yang ditetapkan. Dengan demikian pertanggungjawaban pidana itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang berkepentingan. Jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak tercapai tujuan atau persyaratan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya perbuatan pidana atau delik, suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya oleh undangundang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Berdasarkan batasan diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban adalah keadaan yang dibebankan kepada seseorang untuk menerima atau menanggung akibatakibat atau efek yang ditimbulkan dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukannya. Suatu perbuatan melawan hukum atau melangar hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman, disamping itu perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat tindak pidana harus ada unsur kesalahan. Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus dipenuhi: 1) suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum) 2) seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya (unsur kesalahan) Asas legalitas hukum pidana Indonesia menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana. Meskipun demikian orang tersebut belum dapat dijatuhi pidana

karena masih harus dibuktikan kesalahannya apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Dengan demikian seseorang dijatuhi pidana harus terlebih dahulu memenuhi unsurunsur pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan akibat melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana (delik) antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Sehingga demikian perbuatan pidana dan kesalahan merupakan faktor yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Menurut Sudarto (1990:91) untuk kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya ia dipidana harus memenuhi unsur-unsur: 1. adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. 2. hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan atau kelalaian. 3. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau pemaaf. Menurut Ruslan Saleh (1981:82) dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang melakukan pernuatan itu kemudian dapat dipidana adalah tergantung pada soal apakah ia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan, maka ia dapat dipidana. Kenyataan tersebut menunjuk bahwa orang yang melakukan tindak pidana akan dilakukan atau dikenakan tindak pidana.

Menurut Ridwan Halim (1984:58) bahwa seseorang bertanggungjawab secara sendiri atau bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif dilakukan dalam wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun dalam tahap percobaan. Apabila perbuatan memenuhi unsur-unsur pidana, maka kepada yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawaban pidana secara yuridis. Melihat pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana adalah suatu penderitaan atau siksaan yang harus diterima dan dipikul seseorang akibat dari tindak kejahatan, kesalahan dan pelanggaran yang dilakukannya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan dan hukum pidana yang mengaturnya. 3. Kemampuan Bertanggungjawab Seseorang dapat dikenakan tindak pidana bilamana orang tersebut dinyatakan mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal itu Moeljatno (1983:164) menyatakan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus mempunyai: a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. Kemampuan dimaksud lebih menitik beratkan pada faktor akal (intelektual faktor) yaitu dapat membedakan antara yang diperbolehkan dan yang tidak. b. Kemampuan untuk menentukan kehendak menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya suatu perbuatan. Kemampuan ini lebih merupakan faktor perasaan atau kehendak (volition

faktor)yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keisyafan atas nama yang diperbolehknnya dan mana yang tidak. Lebih lanjut Moeljatno menyatakan, sebagai konsekwensiya maka seseorang yang tidak mampu untuk menentukan kehendaknya menurut keisyafan tentang baik dan buruknya perbuatan yang dilakukan, orang tersebut dianggap tidak mempunyai kesalahan dan kalau melakukan perbuatan pidana, orang yang demikian itu tidak dapat dipertanggungjawabkan (Moeljatno,1983:165). Sudarto (1990:94) secara negatif menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggungjawab sebagai berikut: 1) dalam hal ini ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. 2) Dalam hal ini dalam suatu keadaan itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya. Persoalan pertanggungjawaban pidana adalah patut dan adil seseorang dijatuhi pidana karena perbuatan atau kesalahan yang telah diperbuatnya, jika memang ada aturannya dalam sistem hukum tertentu dan sistem hukum itu berlaku atas perbuatan tersebut. Didalam perbuatan tindak pidana itu pula tidak akan ada satu perlindunganpun terhadap individu dari pihak penguasa atas kesalahan yang dilakukannya. B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana

Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan terjadinya suatu tindak kiminal yang menyebabkan orang tersebut dinyatakan bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, norma hukum dan perundang-undangan yang berlaku (Kartini Kartono, 2001:27). Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan isrilah perbuatan jahat atau kejahatan. Istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti strfbaar fet. Perbuatan yag dianggap sebagai tindak pidana telah diatur dalam pasal 55 KUHP, dimana didalamnya telah digambarkannya siapa yang dianggap sebagai pelaku dalam tindak pidana, yaitu: Ayat (1) dipidana sebagai pelaku pidana: 1.mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan. 2.mereka yang telah memberi atau menjajikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Ayat (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurk an sajalah yang diperhitunkan, beserta akibat-akibatnya. Secara yuridis formal, tindak pidana kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh karena itu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari, dan barang siapa melanggarnya akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah.

Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut maka pelaku kiminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan. Pidana adalah penderitan yang senagaj dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu. Pidana dapat berbentuk punishment (perampasan kemerdekaan) atau treatment (tindakan). Pidana merupakan pem balasan (pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat. Tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Perbuatan suatu badan hukum yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup merupakan salah satu tindak pidana. Terhadap badan hukum yang melakukan perbuatan tersebut akan diberi sanksi yang berupa hukum pidana sesuai dengan jenis tindakan/perbuatan serta akibat yang ditimbulkan atas tindakan yang telah dilakukan, baik secara sedar maupun tidak sadar, secara terencana maupun yang terkaji seketika akibat suatu kealfaan, kellaian dan kesalahan. C. Pengertian Penggelapan Penggelapan adalah menguntungkan diri sendir mengambil sebagian atau seluruhnya milik orang lain bukan hasil kejahatan. Penggelapan dalam bentuk pokok diatur pada pasal 372 KUHP, yang terjemahanya dalam bahasa Indonesia adalah : Barang siapa yang dengan sengaja menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yang ada di dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancaman karena penggelapan dengan hukuman penjara paling lama empat tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah.

Dapat kita uraikan delik tersebut ke dalam unsur-unsurnya, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur-usur objektif : 1. menguasai untuk dirinya sendiri (zich toeeigenen) 2. suatu benda 3. yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain 4. yang ada di dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan 5. secara melawan hukum (wederrechtelijk) dan satu unsur subjektif yaitu dengan sengaja (opzettelijk). D. Dasar Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Dasar penjatuhan pidana yang digunakan oleh hakim di indonesia adalah berdasarkan Undangundang dan keyakinan hakim.berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana terhadap seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan. Putusan pengadilan didalamnya harus dinyatakan terlebih dahulu kesalahan terdakwa dengan kenyataannya berdasarkan pembuktian atas setiap unsur tindak pidana dari pasal yang didakwakan kepadanya. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa diperlukan dua alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHP adalah: 1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa. Keyakinan hakim dalam selain alat bukti yang sah, menunjukkan bahwa sistem pembuktian yang dianut KUHAP adalah sistem pembuktian atau negatif wettelijk stelsel. Negatif wettelijk stelsel atau stelsel yang menganut paham bahwa selain harus tercukupinya alat bkuti yang sah menurut Undang-undang, harus juga didasarkan pada adanya keyakinan hakim. Namun untuk menumbuhkan keyakinan hakim, hakim terikat pada alat bukti yang sah yang ditentukan Undang-undang (dalam hal ini hakim hanya terbatas menggunakan alat bukti yang sesuai dengan ketentuan KUHAP ). ( R.O Siahaan, 2009:225 ) Menurut Oemar Seno Adji (1984:12), menyatakan bahwa sebagai hakim dalam memberikan putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor agama,budaya,pendidikan,nilai dan norma.sehingga dapat di mungkinkan adanya perbedaan dalam kasus yang sama dan pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.

DAFTAR PUSTAKA Muladi dan Barda, Nawawi,Arif, 1984. Teori-teori dan kebijakan pidana.diktat Fakultas Hukum Undip, Semarang. Purnomo Bambang, 1993. Azaz-azaz Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Reksodiporo, B.Mardjono, 1989. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Hukum Tindak Pidana Korporasi, FH.Undip,Semarang. Saleh, Ruslan, 1987. Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta. Siahaan, RO.2009. Hukum Acara Pidana. RAOPress. Jakarta. Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum, Undip, semarang. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan,2000, Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta. www.google.com.