ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 Oleh: TH.Tedy B.S.,S.K.M.,M.Kes. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bab V, pasal 22 ayat 3 disebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Kelompok-kelompok serangga yang berperan sebagai vektor penyakit antara lain adalah nyamuk, yang mana salah satu spesiesnya adalah nyamuk Aedes yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD), yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus (dalam Demam Berdarah Dengue, 1999). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut terutama menyerang anak-anak namun tidak jarang juga menyerang orang dewasa yang disertai dengan manifestasi perdarahan, menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue ini adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak di tempat-tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, ban bekas, kaleng bekas, dan lain-lain. Mengingat nyamuk penular Demam Berdarah Dengue ini tersebar luas baik dirumah maupun ditempat-tempat umum, maka pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilaksanakan dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, hal ini tampak dari kenyataan yang ada bahwa seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum di seluruh Indonesia. Tercatat sampai saat ini bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue telah menjadi masalah endemis pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia (www.kesehatan.com). Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapatkan pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan peningkatan, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. Kejadian Luar Biasa DBD di Indonesia yang terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan IR = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat, yaitu 15,99% (tahun 2000), 21,66% (tahun 2001), 19,24% (tahun 2002), 23,87% (tahun 2003). Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air (www.depkes.go.id). Kejadian Luar Biasa DBD di kota Medan pada tahun 2004 terjadi dengan 42
CFR sebesar 2,3%. Angka ini telah melewati angka nasional, yaitu sebesar 1%. Peningkatan kasus DBD di Kota Medan mulai terjadi pada bulan Mei 2004. Bulan November tahun 2004 terjadi peningkatan kasus yang cukup besar sehingga terjadi KLB dengan Insiden Rate (IR) sebesar 37,2 per 100.000 populasi dengan jumlah penduduk sebesar 1.993.412 jiwa. IR kasus DBD selama KLB sebesar 33,4 per 100.000 populasi. Angka ini telah melewati dari angka nasional, yaitu sebesar 25 per 100.000 populasi. Kelurahan Helvetia Tengah sebagai Kelurahan yang paling tinggi kasus DBD di Kota Medan dengan IR sebesar 25 per 1000 penduduk (DKK Kota Medan 2005). Untuk itulah peneliti ingin mengetahui faktor risiko perilaku masyarakat terhadap kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah Medan tahun 2004. b. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah 2. Untuk mengetahui hubungan sikap masyarakat tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah 3. Untuk mengetahui hubungan tindakan masyarakat tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah C. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian bersifat survai dengan rancangan sekat lintang (cross sectional) di mana pengukuran variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan serta kejadian DBD dilakukan secara bersamaan atau dengan sekali pengukuran. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada awal bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Juli tahun 2005. 3. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua Kepala Keluarga (KK) yang tercatat dilokasi penelitian, yaitu sebanyak 5368 KK dengan catatan KK adalah orang yang dianggap lebih tua/dewasa dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Sampel dalam penelitian ini adalah data sebagian dari populasi, yang diperoleh dengan rumus (Notoatmodjo 2002): N n = 1+ N( d ) 2 5368 n = 2 1+ 5368(0,1) n = 99,9 100 KK (jumlah sampel) Keterangan: n = besar sampel dengan populasi < 10.000 orang. N = besar populasi. d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan. 4. Cara Pengambilan Sampel Sampel minimal dalam penelitian ini adalah 100 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dalam 2 tahap, yaitu: a. Sampling terhadap lingkungan oleh karena kelurahan ini terdiri dari 20 lingkungan, maka lingkungan yang diambil adalah 20%, yaitu sebanyak 4 lingkungan. Untuk lingkungan ini akan ditentukan berdasarkan lingkungan dengan kejadian DBD yang paling tinggi. b. Pengambilan sampel dari 4 lingkungan di mana masing-masing 43
lingkungan diambil sampel minimal 25 orang. Sampel dari masing-masing lingkungan ini ditentukan berdasarkan data dari Puskesmas untuk menentukan sampel yang pernah menderita DBD. Jika ditemukan sampel yang pernah menderita DBD maka data kontrol adalah tetangga sekitar penderita DBD tersebut. 5. Variabel Penelitian Variabel independen terdiri dari: 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan Variabel dependen terdiri dari: Kejadian DBD dalam anggota keluarga. 6. Definisi Operasional 1. Perilaku Masyarakat a. Pengetahuan adalah tahu masyarakat atau tingkat pemahaman masyarakat tentang penyakit DBD. 1. Kurang Baik, jika skor total nilai pertanyaan pengetahuan < 75%. 2. Baik, jika skor total nilai pertanyaan pengetahuan 75%. b. Sikap adalah reaksi atau respon masyarakat yang masih tertutup atau belum berupa tindakan tentang penyakit DBD yang dibagi 2 kategori, yaitu: 1. Kurang Baik, jika skor total nilai pertanyaan sikap < 75%. 2. Baik, jika skor total nilai pertanyaan sikap 75%. c. Tindakan adalah sesuatu tindakan yang dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi penyakit DBD yang dibagi 2 kategori, yaitu: 1. Kurang Baik, jika skor total nilai pertanyaan tindakan < 75%. 2. Baik, jika skor total nilai pertanyaan tindakan 75%. 7. Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan metode wawancara yang menggunakan kuesioner tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, dan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi pemerintahan, yaitu Kelurahan dan Puskesmas Helvetia Tengah 8. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara manual dengan bantuan komputer dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 9. Teknik Analisis Data Untuk melihat hubungan dan faktor risiko variabel perilaku dengan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue digunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi (α = 0,05). 10. Hipotesa Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan masyarakat dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah, 2. Ada hubungan sikap masyarakat dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah, 3. Ada hubungan tindakan masyarakat dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah, D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Responden dengan Kejadian DBD Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,015 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian DBD, demikian juga berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) dapat dilihat bahwa risiko kejadian DBD bagi responden yang 44
berpengetahuan kurang baik lebih besar 3,077 kali dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Dengan interval kepercayaan 95% untuk OR = 3,077 adalah 1,218-7,776. Dan nilai Prevalens Ratio (PR) = 2,087 yang berarti bahwa responden yang pengetahuannya kurang baik 2,087 kali lebih besar mempunyai kemungkinan menderita penyakit DBD jika dibandingkan dengan yang pengetahuannya baik. Ini berarti secara statistik ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Hal ini didukung oleh penelitian kasus kontrol oleh Widyana (1997), yang membuktikan bahwa pengetahuan responden yang tidak mendukung/kurang baik merupakan faktor risiko yang cukup kuat dan bermakna terhadap kejadian DBD (OR = 3,04.,CI 95% = 1,50-9,46;p < 0,05). Dalam penelitian Usman cit. Yukresna (2004) diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DBD dengan OR = 2,78 yang mana responden yang berpengetahuan kurang baik tentang DBD berisiko terkena DBD 2,78 kali dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad cit. Cendrawirda (2003) di gunung Kidul mendapatkan bahwa pengetahuan yang kurang tentang penyakit DBD 41,6 kali risiko lebih besar untuk terjangkit DBD dibandingkan dengan mempunyai pengetahuan yang baik tentang DBD. 2. Analisa Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Kejadian DBD Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh p = 0,016 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kejadian DBD, demikian juga berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) dapat dilihat bahwa risiko kejadian DBD bagi responden yang bersikap kurang baik lebih besar 2,738 kali dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik. Dengan interval kepercayaan 95% untuk OR = 2,738 adalah 1,196-6,269. Dan nilai Prevalens Ratio (PR) = 1,793 yang berarti bahwa responden yang sikapnya kurang baik 1,793 kali lebih besar mempunyai kemungkinan menderita penyakit DBD jika dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik. Ini berarti secara statistik ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kejadian DBD. Menurut Sumarmo (1998) sikap yang kurang baik terhadap kejadian DBD merupakan faktor risiko penyebab terjadinya penyakit DBD. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengetahuan yang kurang baik maka akan diikuti oleh sikap yang kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Widyana (1997) menunjukkan bahwa sikap responden yang tidak mendukung/kurang baik merupakan faktor risiko terhadap kejadian DBD 3,04 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik. Tabel 1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah Medan Tahun 2005 No Pengetahuan Kejadian DBD Cl 95% Responden Ya Tidak P OR Lower Upper F % F % 1 Kurang Baik 31 79,49 34 55,74 0,015 3,077 1,218 7,776 2 Baik 8 20,51 27 44,26 Jumlah 39 100 61 100 Tabel 2. Hubungan Sikap Responden dengan Kejadian DBD 45
di Kelurahan Helvetia Tengah Medan Tahun 2005 No Sikap Kejadian DBD Cl 95% Responden Ya Tidak P OR Lower Upper F % F % 1 Kurang Baik 23 58,97 21 34,43 0,016 2,738 1,196 6,269 2 Baik 16 41,03 40 65,57 Jumlah 39 100 61 100 Tabel 3. Hubungan Tindakan Responden dengan Kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah Medan Tahun 2005 No Tindakan Kejadian DBD Cl 95% Responden Ya Tidak P OR Lower Upper F % F % 1 Kurang Baik 30 76,92 26 42,62 0,001 4,487 1,822 11,051 2 Baik 9 23,08 35 57,38 Jumlah 39 100 61 100 3. Analisis Tabulasi Silang Tindakan Responden dengan Kejadian DBD Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian DBD, demikian juga berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) dapat dilihat bahwa risiko kejadian DBD bagi responden yang tindakannya kurang baik lebih besar 4,487 kali dibandingkan dengan responden yang tindakannya baik. Dengan interval kepercayaan 95% untuk OR = 4,487 adalah 1,822-11,051. Dan nilai Prevalens Ratio (PR) = 2,619 yang berarti bahwa responden yang tindakannya kurang baik 2,619 kali lebih besar mempunyai kemungkinan menderita penyakit DBD jika dibandingkan dengan responden yang tindakannya baik Ini berarti secara statistik ada hubungan yang signifikan antara tindakan dengan kejadian DBD. Hal tersebut dapat diasumsikan karena latar elakang pengetahuan dan sikap yang kurang baik yang akan diikuti oleh tindakan yang kurang baik dalam menanggapi terjadinya penyakit DBD demikian juga dengan kurangnya inisiatif dari masyarakat untuk menjaga dan memelihara lingkungan sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya penyakit dan memudahkan penularannya kepada orang sehat. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1. Ada hubungan tingkat pengetahuan responden/masyarakat dengan kejadian DBD di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, yang mana tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang kejadian DBD sebagian besar pernah menderita DBD yaitu 79,49% dan yang tingkat pengetahuannya baik pernah menderita DBD lebih kecil, yaitu 20,51%. Berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) risiko kejadian DBD pada responden yang pengetahuannya kurang baik lebih besar 3,077 kali dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya baik dengan Prevalens Ratio = 2,087. 2. Ada hubungan sikap responden/ masyarakat dengan kejadian DBD yang ditandai dengan besarnya sikap responden yang kurang baik pernah menderita DBD, 46
yaitu 58,97% dan sikap yang baik pernah menderita DBD lebih kecil, yaitu 41,03%. Berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) risiko kejadian DBD pada responden yang sikapnya kurang baik lebih besar 2,738 kali dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik dengan Prevalens Ratio = 1,829. 3. Ada hubungan tindakan responden/ masyarakat dengan kejadian DBD, di mana tindakan yang kurang baik pernah menderita DBD lebih besar yaitu 76,92% dan terkecil adalah yang tindakannya baik pernah menderita DBD, yaitu 23,08%. Berdasarkan perhitungan Odds Ratio (OR) risiko kejadian DBD pada responden yang tindakannya kurang baik lebih besar 4,487 kali dibandingkan dengan responden yang tindakannya baik dengan Prevalens Ratio = 2,619. 2. Saran 1. Kelurahan Helvetia Tengah merupakan daerah endemis DBD, maka hendaknya pihak pemerintah dalam hal ini Pemda dan petugas kesehatan meningkatkan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat mengenai penyakit DBD untuk mencapai masyarakat dengan perilaku yang baik dalam memelihara kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya. 2. Diharapkan bagi seluruh masyarakat agar ikut serta berpartisipasi dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN- DBD). 47