GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2011 TENT ANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK INTEGRATIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

Transkripsi:

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan/atau Aedes albopictus yang hingga saat ini belum ditemukan obat dan vaksinnya; b. bahwa kasus Demam Berdarah Dengue cenderung meningkat dan berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa yang dapat menelan korban jiwa, sehingga menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai daerah endemis Penyakit Demam Berdarah Dengue; c. bahwa pengendalian perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus melalui pemberantasan nyamuk dan jentikjentiknya merupakan salah satu cara yang tepat untuk menanggulangi Penyakit Demam Berdarah Dengue; d. bahwa upaya pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus beserta jentik-jentiknya sudah dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, namun hasilnya belum optimal; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Timur; : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 1

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 9. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 10.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8737); Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 2

Menetapkan 13.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporan dan tata cara penanggulangan seperlunya; 14.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 04/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan; 15.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) ; 16.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue; 17.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan; 18.Keputusan Menteri Kesehatan, Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu; 19.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional; MEMUTUSKAN : : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI JAWA TIMUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat APBD Provinsi adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur. 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat APBD Kabupaten/Kota adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Timur. 6. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Timur. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 3

7. Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat dengan DBD adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 8. Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk penular/vektor utama Penyakit DBD di Indonesia, yang memiliki ciri-ciri berupa tubuh berwarna hitam dengan garis dan bercak putih disertai ciri khasnya, yaitu terdapat garis melengkung putih pada sisi kanan dan kiri bagian punggungnya dan lebih sering berada didalam rumah. 9. Nyamuk Aedes albopictus adalah nyamuk penular kedua Penyakit DBD yang memiliki ciri-ciri berupa tubuh berwarna hitam dengan garis dan bercak putih disertai ciri khasnya, yaitu terdapat garis lurus putih pada bagian tengah punggungnya dan lebih sering berada di luar rumah atau di kebun. 10.Jentik nyamuk adalah calon nyamuk pada stadium perkembangbiakan nyamuk mulai dari telur menetas sampai menjadi pupa. 11.Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan untuk memutus mata rantai penularan Penyakit DBD. 12.Masyarakat adalah setiap warga beserta seluruh institusi/organisasi/perusahaan swasta yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur. 13.Tempat-tempat Umum adalah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, hotel/losmen, asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industri/pabrik, pasar, kantor, terminal/stasiun, stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, yang memungkinkan terjadinya penularan secara cepat. 14.Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. 15.Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 16.Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat KLB DBD adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita DBD di suatu wilayah sebanyak 2 (dua) kali atau lebih dalam kurun waktu 1 (satu) minggu/bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun lalu. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 4

17.Pemberantasan Sarang Nyamuk yang selanjutnya disingkat PSN adalah kegiatan untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk yang bertujuan memutus siklus hidup nyamuk. 18.Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara Menutup, Menguras dan/atau Mengubur serta upaya lain yang selanjutnya disingkat PSN 3 M Plus adalah salah satu kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara menutup, menguras dan/atau mengubur tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk yang bertujuan membasmi siklus hidup nyamuk. 19.Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan dalam bentuk kegiatan pokok serta membina peran serta masyarakat. 20.Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 21.Juru Pemantau Jentik yang selanjutnya disebut Jumantik adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk melakukan proses edukasi dan memantau pelaksanaan PSN 3 M Plus oleh masyarakat dengan menggunakan kartu jentik. 22.Kartu jentik adalah kartu untuk mencatat hasil pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh jumantik atau petugas kesehatan dan biasanya dipasang di rumah-rumah penduduk. 23.Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, yang selanjutnya disingkat Pokjanal DBD adalah kelompok kerja yang dibuat dengan tujuan melakukan pembinaan operasional terhadap pelaksanaan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di wilayah kerjanya secara berjenjang dan berkesinambungan. 24.Pemeriksaan Jentik Berkala yang selanjutnya disingkat PJB adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk dan jentik nyamuk penular DBD oleh petugas kesehatan dan jumantik untuk mengetahui keberadaan jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk beserta Iingkungannya. 25.Endemis adalah suatu keadaan dimana ditemukan kasus Demam Berdarah Dengue di suatu wilayah secara terus menerus minimal dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. 26.Surveilans adalah kegiatan pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan penyajian data secara terus menerus untuk mengetahui perkembangan suatu penyakit. 27.Penyelidikan Epidemiologi DBD adalah kegiatan pencarian penderita atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik di Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 5

tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter yang dilakukan pada saat penderita berada di tempat terse but. 28.Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. 29.Pengasapan/Fogging adalah pemberantasan nyamuk yang menggunakan mesin/alat, insektisida khusus pada waktu dan area tertentu dengan pelaku yang terlatih baik berupa pengasapan/fogging fokus maupun Pengasapan/Fogging massal. 30.Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan jentik dan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan pada saat di lokasi tersebut ada penularan DBD dengan melakukan Pengasapan/Fogging, larvasidasi, penyuluhan dan PSN DBD. 31.Larvasidasi adalah penaburan bubuk larvasida pembasmi jentik yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan pada tempat penampungan air. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Asas-asas Pengendalian Penyakit DBD ada/ah : a. Berpihak kepada rakyat; b. Bertindak cepat dan akurat; c. Pemberdayaan dan kemandirian; d. Penguatan kelembagaan dan kerja sarna; e. Transparansi; dan f. Akuntabilitas. Pasal 3 Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk melindungi penduduk dari Penyakit DBD sedini mungkin, dalam rangka meningkatkankemampuan masyarakat untuk hidup sehat. BAB III KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN DBD Pasal 4 (1) DBD merupakan penyakit menular yang dapat menyerang semua umur, ditandai dengan panas tinggi, dan dapat disertai dengan perdarahan serta dapat menimbulkan renjatan (syok) dan/atau kematian. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 6

(2) Seluruh wilayah di Provinsi Jawa Timur mempunyai risiko terjangkit Penyakit DBD karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar di rumah-rumah penduduk dan tempat umum serta berkembangbiak di tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pasal 5 (1) DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk yang mempero/eh virus dengue pada waktu menghisap darah Penderita DBD atau orang yang belum terkena gejala sakit namun telah membawa virus dengue dalam darahnya (viremia). (2) Virus dengue sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkembang biak dengan cara memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar Iiurnya yang berakibat virus dengue dapat berpindah bersama air liur nyamuk jika nyamuk tersebut menggigit man usia. BAB IV UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT DBD Pasal 6 (1) Virus dengue sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 belum ada obat pembunuh dan vaksin pencegahnya, sehingga upaya utama pengendaliannya dengan melakukan pencegahan penularannya yang disebabkan gigitan nyamuk. (2) Pengendalian penyakit DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggungjawab Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersama dengan masyarakat, yang dapat dilakukan melalui upaya: a. pencegahan DBD; b. penanggulangan DBD; c. penanganan tersangka atau penderita DBD di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar yang berlaku; dan d. penanggulangan KLB DBD. (3) Pencegahan DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat dilakukan melalui upaya: a. promosi kesehatan; b. PSN 3 M Plus; c. PJB; dan d. surveilans. (4) Penanggulangan DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilakukan melalui upaya: a. penyelidikan epidemiologi; b. penanggulangan fokus; Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 7

c. pengasapan/fogging; dan d. larvasidasi. (5) Upaya penanggulangan DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup. BAB V PENCEGAHAN DBD Bagian Kesatu Promosi Kesehatan Pasal 7 (1) Promosi Kesehatan merupakan salah satu upaya pencegahan DBD yang dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan, sosialisasi atau cara lainnya kepada seluruh lapisan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan. (2) Promosi Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota didukung oleh perangkat daerah terkait. (3) Perangkat Daerah terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a. Bupati/Walikota beserta instansi terkait; b. Camat; dan c. Lurah/Kepala Desa. Bagian Kedua PSN 3 M Plus Pasal 8 (1) Kegiatan PSN 3 M Plus dilakukan untuk memutus siklus hidup nyamuk penular DBD yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali. (2) Pemutusan siklus hidup nyamuk penular DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perorangan, pengelola, penanggungjawab atau pimpinan wilayah pada setiap jenjang administratif. (3) Kegiatan pemutusan siklus hidup nyamuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara berkesinambungan dengan membasmi jentik nyamuk di seluruh tempat penampungan atau genangan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 8

(1) PJB wajib dilakukan oleh: Bagian Ketiga PJB Pasal 9 a. Jumantik, yang bertugas setiap minggu dengan target pemeriksaan di semua rumah sesuai hasil kesepakatan yang berada di wilayah kerjanya, dan b. Petugas Kesehatan/Petugas Puskesmas, yang bertugas setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan target pemeriksaan 100 (seratus) rumah di setiap desa/kelurahan yang dipilih secara sampling. (2) Dalam hal pemeriksaan dan pemantauan oleh Jumantik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut : a. memeriksa setiap tempat, media, atau wadah yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan mencatatnya di kartu jentik; b. memberikan penyuluhan dan memotivasi masyarakat; dan c. melaporkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kepada Kepala Desa/Lurah dan Camat. (3) Kegiatan PJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada Buku Petunjuk Teknis Pembinaan dan Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD oleh Masyarakat. (1) Surveilans, terdiri dari: Bagian Keempat Surveilans Pasal 10 a. Surveilans aktif Rumah Sakit, dan b. Surveilans berbasis masyarakat. (2) Surveilans aktif Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kewajiban rumah sakit melaporkan setiap tersangka atau penderita DBD yang dirawat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam. (3) Surveilans berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) huruf b merupakan kewajiban masyarakat atau Jumantik untuk melaporkan kepada petugas kesehatan di desa/kelurahan/puskesmas pembantu/puskesmas apabila menemukan tersangka dan/atau penderita DBD dan menemukan jentik nyamuk di lingkungan rumah penduduk. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 9

BABVI PENANGGULANGAN DBD Bagian Kesatu Penyelidikan Epidemiologi Pasal 11 (1) Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan pelacakan tersangka atau penderita DBD yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan/petugas puskesmas setelah menemukan kasus atau memperoleh informasi dari masyarakat dan rumah sakit mengenai adanya tersangka atau penderita DBD. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan penanggulangan fokus. Bagian Kedua Penanggulangan Fokus Pasal 12 (1) Penanggulangan Fokus merupakan kegiatan pemberantasan Nyamuk DBD dengan cara Pengasapan/Fogging, larvasidasi, penyuluhan dan PSN DBD. (2) Penanggulangan Fokus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh puskesmas sesegera mungkin setelah terdapat hasil penyelidikan epidemiologi yang menyatakan positif adanya penularan. (3) Hasil penyelidikan epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan positif apabila dibuktikan dengan adanya penderita DBD lainnya, ditemukan jentik nyamuk, dan/atau penderita panas tanpa sebab sebanyak 3 (tiga) orang atau lebih diantara 20 (dua puluh) rumah pada radius 100 (seratus) meter dari rumah penderita. Bagian Ketiga Pengasapan/Fogging Pasal 13 (1) Pengasapan/Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD, dalam bentuk: a. Pengasapan/Fogging Fokus, dan b. Pengasapan/Fogging Massal pada saat terjadi KLB DBD. (2) Pengasapan/Fogging Fokus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemberantasan Nyamuk DBD dengan cara pengasapan terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka/penderita DBD. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 10

(3) Pengasapan/Fogging Massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada saat terjadi KLB DBD. (4) Pengasapan/Fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebanyak 2 (dua) putaran dengan interval waktu 1 (satu) minggu dalam radius 200 (dua ratus) meter untuk penanggulangan fokus dan untuk KLB meliputi wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah KLB DBD. (5) Pengasapan/Fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas kesehatan atau pihak swasta yang telah menjadi anggota IPPHAMI (Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia) dan harus mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (6) Selain petugas kesehatan atau pihak swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (5), khusus untuk pengasapan/fogging fokus dapat dilakukan masyarakat dengan tenaga terlatih dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperoleh izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (7) Kegiatan pengasapan/fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Fokus DBD dan Petunjuk Penggunaan Mesin Ultra Low Volume (ULV)/mesin pengasapan. Bagian Keempat Larvasidasi Pasal 14 (1) Larvasidasi merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang dilaksanakan pada saat penanggulangan fokus maupun saat terjadinya KLB DBD. (2) Pemerintah Provinsi bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan larvasidasi untuk penanggulangan KLB DBD, berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 15 (1) Masyarakat dapat melaksanakan kegiatan larvasidasi dan/atau menyediakan bahan kimia anti larva yang dianjurkan/direkomendasi oleh Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. (2) Pengawasan dan pengendalian penggunaan bahan kimia anti larva untuk kegiatan larvasidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 11

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyediaan, peredaran, dan penjualan bahan kimia anti larva sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PENANGANAN TERSANGKA ATAU PENDERITA DBD Pasal 16 (1) Penanganan tersangka atau penderita DBD merupakan upaya pelayanan dan perawatan penderita DBD baik di puskesmas, rumah sakit maupun institusi pelayanan kesehatan lainnya. (2) Setiap puskesmas, rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan lainnya wajib memberikan pelayanan kepada tersangka atau penderita DBD sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang ditetapkan. (3) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa rawat jalan dan/atau rawat inap. (4) Setiap puskesmas, rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan lainnya wajib menjaga lingkungannya masing-masing agar terbebas dari jentik nyamuk. (5) Kegiatan penanganan tersangka atau penderita DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada Buku Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. BAB VIII KLB DBD Pasal 17 (1) Penanggulangan KLB DBD dilakukan pada saat terjadi wabah atau KLB. (2) KLB DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara resmi oleh: a. Gubernur untuk KLB DBD skala provinsi; dan b. Bupati/Walikota untuk KLB DBD skala kabupaten/kota. (3) Ketentuan mengenai tata cara pernyataan keadaan KLB-DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan berpedoman pada buku petunjuk pelaksanaan penanggulangan KLB dan wabah DBD. Pasal 18 (1) Dalam hal suatu daerah dinyatakan KLB DBD, semua penderita yang dinyatakan positif DBD dirawat di rumah sakit kelas III (tiga) atau puskesmas dan biaya perawatannya ditanggung oleh pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 12

(2) Biaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada : a. APBD Provinsi apabila KLB - DBD dinyatakan oleh Gubernur, atau b. APBD Kabupaten / Kota apabila KLB-DBD dinyatakan oleh Bupati/Walikota. (3) Ketentuan mengenai biaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan berpedoman pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan KLB dan Wabah DBD. BAB IX POKJANAL Pasal 19 (1) Dalam rangka pengendalian penyakit DBD, dapat dibentuk Pokjanal DBD. (2) Pokjanal DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk mulai dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat desa/kelurahan. (3) Pembentukan Pokjanal DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk lebih menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit DBD. BAB X KERJASAMA Pasal 20 (1) Dalam hal pengendalian Penyakit DBD yang penyebarannya tidak mengenal batas wilayah, maka setiap wilayah dapat melakukan kerja sama dengan wilayah lainnya. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain melalui: a. koordinasi pencegahan dan penanggulangan; b. tukar menukar informasi (cross notification); dan c. pembebasan biaya di rumah sakit bagi masyarakat miskin. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dituangkan dalam perjanjian kerja sama. BAB XI PERAN SERTA MASYARAKA T Pasal 21 (1) Setiap orang dapat turut berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan upaya pengendalian penyakit DBD sebagai bentuk perwujudan peran serta masyarakat. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 13

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara: a. memberikan informasi adanya tersangka atau penderita DBD; b. membantu kelancaran pelaksanaan pengendalian penyakit DBD; c. menggerakkan motivasi masyarakat dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit DBD; dan d. melaporkan kepada puskesmas, rumah sakit atau Dinas Kesehatan jika ditemukan kejadian/kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa bantuan tenaga, keahlian, dana atau dalam bentuk lain. BAB XII PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 22 Semua institusi pelayanan kesehatan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota maupun swasta wajib melaporkan secara periodik dan berjenjang jumlah kasus DBD menurut wilayah domisili asal pasien kepada Dinas Kesehatan dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pasal 23 Pembinaan kepada masyarakat terhadap pemahaman dan peran serta dalam pengendalian penyakit DBD dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan perangkat daerah dan instansi terkait lainnya. Pasal 24 Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan secara bertingkat sebagai berikut: a. Tingkat Provinsi oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat selaku Ketua Tim Pengendali PSN DBD Provinsi; b. Tingkat Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota; c. Tingkat Kecamatan oleh Camat; dan d. Tingkat Desa/Kelurahan oleh Kepala Desa/Lurah. Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 14

BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Tgl 25-2-2011 No. 20 Tahun 2011/E1 Ditetapkan di Surabaya Pada tanggal 25 Pebruari 2011 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd Dr. H. SOEKARWO Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 15