BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem refrigerasi kompresi uap. Pada saat terjadi perubahan fase dari cair ke uap, refrigeran akan mengambil kalor (panas) dari lingkungan. Sebaliknya, saat berubah fase dari uap ke cair, refrigeran akan membuang kalor (panas) ke lingkungan sekelilingnya TXV Gambar 2.1 Siklus Refrigerasi kompresi uap sederhana Diagram P-h pada gambar berikut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses proses yang terjadi pada siklus refrigerasi kompresi uap. P 3 Kondensasi 2 Ekspansi Kompresi 4 Evaporasi 1 Gambar 2.2 Diagram P-h sistem refrigerasi h 3
Proses Kompresi (1-2) Pada saat masuk ke kompresor, refrigeran berfasa uap bertekanan rendah. Refrigeran tersebut akan di kompresikan oleh kompresor sehingga ketika refrigerant keluar dari kompresor akan berfasa uap dan bertekanan tinggi. Besar kerja kompresi dapat dihitung dengan rumus : W = ṁ. w (2.1) w = h 2 -h 1 (2.2) W = ṁ. (h 2 h 1 ) (2.3) W = kerja kompresi (kw) ṁ = laju aliran massa refrigeran (kg/s) w = besar kerja kompresi (kj/kg) h 1 h 2 = enthalpy refrigerant saat masuk kompresor (kj/kg) = enthalpy refrigerant saat keluar kompresor (kj/kg) Proses Kondensasi (2-3) Refrigeran yang keluar dari kompresor akan masuk ke bagian kondenser. Pada bagian kondenser, refrigeran akan mengalir dan membuang panas ke lingkungan, sehingga temperatur refrigeran akan turun dan menyebabkan fasa refrigeran berubah menjadi cair. Besarnya panas yang dilepas di kondenser adalah Q c = ṁ. q c (2.4) q c = h 2 h 3 (2.5) Q c = ṁ. (h 2 h 3 ) (2.6) Q c ṁ q c = kalor yang dilepas di kondenser (kw) = laju aliran massa refrigeran (kg/s) = kerja yang dilakukan kondenser (kj/kg) 4
h 2 h 3 = enthalpy refrigerant masuk keluar kondenser (kj/kg) = enthalpy refrigerant masuk kondenser (kj/kg) Proses Ekspansi (3-4) Refrigeran fasa cair bertekanan tinggi akan masuk ke alat ekspansi. Di dalam alat ekspansi akan terjadi proses ekspansi dimana tekanan refrigeran akan diturunkan melalui proses tersebut. Turunnya tekanan refrigeran akan diikuti dengan turunnya temperatur refrigerant yang kemudian akan masuk ke evaporator. Proses Evaporasi (4-1) Refrigeran yang keluar dari ekspansi mempunyai temperatur yang rendah. Refrigeran tersebut akan masuk ke evaporator untuk menyerap kalor dari ruangan yang akan didinginkan. Proses penyerapan kalor menyebabkan temperatur refrigeran naik dan berubah menjadi uap. Selanjutnya refrigeran berfasa uap akan masuk kembali ke kompresor. Q e = ṁ. qe (2.7) q e = h 1 h 4 (2.8) Q e = ṁ. (h 1 h 4 ) (2.9) Q e ṁ h 1 h 2 = kerja evaporasi (kw) = laju aliran massa refrigeran (kg/s) = enthalpy refrigerant keluar evaporator (kj/kg) = enthalpy refrigrant masuk evaporator (kj/kg) 5
2.2 Kemampuan kerja sistem Sebagian parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui performansi sistem refrigerasi yaitu COP (Coefficient of Performance) dan efisiensi refrigerasi. COP ini digunakan untuk mengetahui prestasi kerja dari suatu mesin refrigerasi. Efek refrigerasi Kerja spesifik Efek kondensasi q e = h 1 h 4 (kj/kg) w = h 2 - h 1 (kj/kg) q c = h 2 h 3 (kj/kg) Prestasi aktual mesin refrigerasi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : COPa = =h 1 h 4 h 2 h 3 (2.10) COPa = Coefficient of Performance aktual w = efek refrigerasi (kj/kg) = kerja kompresi (kj/kg) dan prestasi idealnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan COP carnot sebagai berikut : COP C T e T k Te = T -T k e = temperatur evaporasi (K) = temperatur kondensasi (K) (2.11) Sedangkan untuk menghitung efisiensi mesin refrigerasi dapat diperoleh dengan membandingkan nilai COPa dengan COPc, ηr = 100% (2.12) 6
ηr = Effisiensi refrigerasi COP a = Coefficient of Performance aktual COP C = Coefficient of Performance Carnot 2.3 Refrigerant R22 Dossat (1985) menjelaskan bahwa Refrigerant R-22 mempunyai titik didih pada tekanan atmosfer sebesar -41.4 0 F (-40.8 0 C). Refrigeran ini dikembangkan sebagai refrigerant dengan temperatur rendah, dan telah digunakan dibidang domestik, pertanian dan industri komersial untuk sistem temperatur rendah, ini digunakan terutama pada sistem pendinginan udara. 2.4 Komponen sistem refrigerasi 2.4.1. Kompresor Kompresor merupakan salah satu komponen yang penting dari sebuah sistem refrigerasi kompresi uap. Kompresor berfungsi adalah untuk menekan uap refrigeran bertekanan rendah dari evaporator sehingga tekanannya menjadi naik akibatnya temperatur uap refrigeran tersebut akan naik dan kemudian masuk ke kondensor. 2.4.2. Kondenser Komponen ini berfungsi untuk membuang panas refrigeran yang dikompresi oleh kompresor ke lingkungan sehingga menjadi refrigeran cair jenuh saat keluar dari kondenser. Kondenser pada umumnya ada tiga tipe : a. Kondenser berpendingin udara (Air cooled condenser) b. Kondenser berpendingin air (Water cooled condenser) 7
c. Evaporative condenser 2.4.3. Evaporator Evaporator merupakan komponen yang berfungsi sebagai penarik kalor dari ruangan yang dikondisikan dimana kalor diserap oleh refrigeran bertekanan rendah. Evaporator mempunyai tiga tipe yaitu; bare tube, finned, dan plate surface. 2.4.4. Alat Expansi Ada beberapa jenis alat ekspansi yang sering digunakan pada sistem rerfrigerasi kompresi uap, diantaranya : jenis pipa kapiler dan jenis TXV (Thermostatic Expansion Valve) a. Pipa kapiler Pipa kapiler adalah sebuah pipa yang mempunyai panjang dan diameter tertentu. Pipa kapiler banyak digunakan untuk unit atau sistem kecil seperti kulkas, mini-freezer, dll. Pipa kapiler berfungsi untuk menurunkan tekanan dari dari saluran liquid setelah kondensor menuju evaporator sehingga tekanan dan temperatur evaporator menjadi rendah dan temperatur disekeliling koil akan menjadi rendah pula. b. TXV (Thermostatic Expansion Valve) Katup ekspansi termostatic adalah jenis ekpansi yang banyak digunakan untuk beban pendinginan yang sering berubah-ubah. TXV beroperasi berdasarkan pada temperatur superheat konstan. 8
Gambar 2.3 Katup ekspansi termostatik (Althouse, 2004) 2.5 Refrigeran Sekunder Sistem refrigerasi tak langsung yang menggunakan refrigeran sekunder telah lama digunakan di Swedia sebagai ice rinks dan pompa kalor dan sekarang banyak digunakan di supermarket sebagai rantai pendingin untuk cold storage, cooling cabinets dan freezer. Refrigeran sekunder digunakan sebagai media transfer energi kalor dari evaporator ke produk yang didinginkan. Pada sistem tak langsung atau menggunakan refrigeran sekunder memungkinkan merancang unit sistem refrigerasi lebih kompak dengan jumlah refrigeran yang lebih sedikit. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan refrigeran sekunder diantaranya harus memiliki sifat-sifat termofisik yang baik, nilai kalor spesifik dan konduktifitas termal yang tinggi tetapi kekentalannya rendah pada kondisi temperatur pengoperasianya. Sehingga dengan demikian diharapkan mampu sebagai media transport energi kalor yang besar dengan perubahan temperatur yang kecil. (Melinder, 2010) Setelah air garam kalsium klorida, larutan ethylene glycol ini mungkin pendingin sekunder berikutnya yang paling populer untuk sistem pendingin di industri. Temperatur pembekuan ethylene glycol cukup rendah sehingga sehingga cocok untuk banyak aplikasi pendinginan di industri. 9
Salah satu sifat yang penting yang mempengaruhi baik penurunan tekanan dari zat pendingin yang mengalir serta konveksi perpindahan panas adalah koefisien viskositas. Suatu viskositas yang rendah Sangat diharapkan baik dari sudut pandang, dan viskositas dari larutan ethylene glycol terletak di antara nilai-nilai yang lebih rendah dari air garam kalsium klorida dan nilai-nilai yang lebih tinggi dari larutan propylene glikol. Tabel 2.1 Campuran air dengan secondary refrigerant. (ASHRAE, 2003) Beberapa faktor yang harus menjadi pertimbangan dala pemilihan refrigeran sekunder ini adalah : 1. Titik pembekuan (Freezing point) kristal ketika perubahan bentuk dari fasa cair menjadi fasa padat. 2. Density yaitu sifat untuk menentukan tingkat konsentrasi yang harus menjadi pertimbangan sebagai fluida campuran. 3. Kapasitas kalor spesifik. 10
4. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting jika rfrigeran sekunder tersebut akan dijadikan sebagai media pendingin yang dialirkan dengan pompa, dengan mengetahui viskositas fluida pendingin akan sangat membantu dalam penentuan ukuran pipa dan pompa. 5. Konduktifitas termal harus setinggi mungkin agar tercapai efisiensi perpindahan kalor yang baik sehingga akan terjadi penurunan perbedaan temperatur yang cepat antara fluida pendingin dengan pipa evaporator. 11