xx BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian pada tinjauan pustaka ini mencakup pengertian dan jenis batuan yang ada di Kecamatan Pekuncen, pengertian longsor, faktor- faktor penyebab longsor, sebaran longsor, dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini. A. Batuan Batuan adalah material padat yang terdiri dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk secara alami. Umumnya batuan bersifat heterogen yaitu terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral, dan hanya beberapa yang homogen yaitu disusun oleh satu mineral atau monomineral. Tekstur dari batuan akan memperlihatkan karakteristik komponen penyusunnya, sedangkan struktur batuan akan memperlihatkan proses pembentukannya baik dekat atau jauh dari permukaan (Sofanhadi, 2013). Batuan adalah kombinasi alami dari dua atau lebih mineral. Sifat batuan akan berubah sesuai dengan komposisi mineralnya. Sebagai contoh : granit berisi kuarsa, felspar, dan mika; tetapi ketiadaan salah satu saja dari unsur tersebut akan menghasilkan jenis batu yang berbeda (Anonim, 2012). Menurut Peta Geologi Lembar Purwokerto-Tegal skala 1:25.000, di Kecamatan Pekuncen mempunyai 5 formasi batuan diantaranya: 1. Qls : Endapan lahar gunung Slamet, lahar dengan bongkahan batuan gunung api bersusunan Andesit- Basalt, bergaris tengah 10-50cm, dihasilkan oleh Gunung Slamet Tua. Sebarannya meliputi daerah yang datar. 5
xxi 6 2. Qvs : Batuan gunung api Slamet tak terurai, jenis batuannya breksi gunung api, lava, dan tuff. Sebarannya membentuk dataran dan perbukitan. 3. Tmph : Formasi halang, jenis batuannya adalah batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal, bersisipan batu pasir. Diatas bidang perlapisan batu pasir terdapat bekas-bekas cacing. Foraminifera kecil menunjukkan umur Miosen Akhir- Pliosen, tebal sekitar 800m. 4. Tmr : Formasi Rambatan. Jenis batuannya batu pasir gampingan dan konglomerat yang bersisipan dengan lapisan tipis napal dan serpih menempati bagian bawah satuan, bagian atas terdiri dari batu pasir gampingan, kelabu terang sampai kebiruan, yang mengandung kepingan andesit. 5. Tpt : Formasi tapak, jenis batuannya adalah batu pasir berbutir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat, setempat breksi andesit. Dibagian atas terdiri dari batu pasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung kepingan moluska. Tebal sekitar 500m. Menurut Suwarno 2012, terdapat 14 jenis batuan yang ada di Kecamatan Pekuncen yaitu : 1. Batu Pasir 8. Napal Tersier 2. Batu Pasir Andesit Tersier 9. Breksi Gunung Api Kuarter 3. Breksi Tersier 10. Batu Pasir Kehijauan Tersier 4. Lahar Andesit Kuarter 11. Scoria Kuarter 5. Lava Kuarter 12. Tufa Gampingan Tersier 6. Napal Gampingan Tersier 13. Tufa Kuarter 7. Napal Kehijauan Tersier 14. Tufa Tersier.
xxii 7 Menurut proses terbentuknya batuan dibagi menjadi 3 jenis batuan : 1.Batuan Beku, 2.Batuan Sedimen, 3.Batuan Metamorf. Berdasarkan batuan yang terdapat di Kecamatan Pekuncen merupakan batuan yang termasuk jenis batuan beku dan batuan sedimen. 1. Batuan Beku (Igneous Rocks) Kata Igneous berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ignis yang berarti api atau pijar. Karena magma merupakan material atau bahan yang pijar dan sangat panas maka batuan beku disebut dengan Igneous Rock, yang termasuk jenis batuan beku adalah lava dan scoria (terak) (Doddy S.G,1987). a. Lava termasuk kelompok batuan ekstrusi yaitu material yang dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan maupun di bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat, bentuknya padat, debu/ suatu larutan yang kental dan panas. b. Scoria atau yang disebut juga Terak merupakan lava yang sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang bentuknya tidak beraturan, karena mengandung gas-gas. Lava tersebut membentuk rongga-rongga yang dulunya ditempati oleh gas pada saat lava membeku. Gas-gas yang keluar menghasilkan lubang-lubang berbentuk bulat, elip, silinder ataupun bentuknya tidak beraturan. c. Lahar merupakan aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunung (gunung berapi). Di Indonesia khususnya, aktivitas aliran lahar ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan. Lahar
xxiii 8 sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi. Aliran lahar sangat berbahaya terutama bagi penduduk yang tinggal di perkampungan yang berada di lereng gunung ataupun bagi para penambang pasir yang sering berada di daerah aliran lahar ini. Lahar dapat mengalir dengan kecepatan beberapa puluh meter per detik menempuh jarak sampai beberapa kilometer membawa energi yang cukup besar. Untuk itu biasanya lahar dibuatkan saluran khusus yang di dalam ilmu geoteknik dikenal sebagai "sabo"(anonim,2013). 2. Batuan Sedimen (Sedimentory Rocks) Menurut Pettijohn (1975) dalam Suwarno (2008) batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis (Anonim, 2013). Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan antara beberapa centimeter sampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar. Dibanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5%
xxiv 9 ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira-kira 80% (Doddy S.G,1987). a. Batu pasir merupakan klas dari batuan sedimen. Batu pasir menempati 30% dari seluruh batuan sedimen di permukaan bumi. Penamaan bila batuan 100% pasir (sand) disebut batu pasir. Menurut pengelompokan cara terbentuknya batuan, batu pasir termasuk pada kelompok batuan sedimen detritus (klastik) yaitu pengendapan dengan proses mekanik, yang terbagi dalam dua golongan besar yang pembagian golongannya berdasarkan ukuran besar butirnya. Batu pasir termasuk pada golongan detritus kasar. b. Breksi merupakan batuan sedimen yang berukuran besar. Pengendapannya dapat terjadi secara langsung dari gunung api dan dapat diendapkan di sekitar gunung api tersebut, ataupun diendapkan di lingkungan air (sungai, danau/laut). Breksi termasuk pada golongan detritus kasar. c. Napal merupakan batuan sedimen yang pengendapannya diendapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam. Termasuk golongan detritus halus. d. Tufa merupakan suatu spongi, batuan karbonat yang porous, diendapkan sebagai lapisan tipis di permukaan, di dekat mata air (Springs) dan sungai (rivers). Tufa memiliki tubuh yang berpori dan permukaan yang keras seperti batu. Selain itu, Calyx tufa juga dapat menyerap oksigen dari air melalui proses difusi.
xxv 10 B. Longsor Menurut Permen Pekerjaan Umum No 22 Th 2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor pasal 1 ayat 2, Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan/atau translasi. Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa tanah) yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus), terjadi jika dipenuhi tiga keadaan, yaitu: lereng cukup curam, terdapat bidang peluncur yang kedap air di bawah permukaan tanah, dan terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan (Paimin dkk, 2009). Secara umum terdapat 14 (empat belas) faktor penyebab terjadinya longsor sebagai berikut : 1. Curah hujan yang tinggi; 2. Lereng yang terjal; 3. Lapisan tanah yang kurang padat dan tebal; 4. Jenis batuan (litologi) yang kurang kuat; 5. Jenis tanaman dan pola tanam yang tidak mendukung penguatan lereng; 6. Getaran yang kuat (peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor); 7. Susutnya muka air danau/bendungan; 8. Beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan; 9. Terjadinya pengikisan tanah atau erosi; 10. Adanya material timbunan pada tebing; 11. Bekas longsoran lama yang tidak segera ditangani; 12. Adanya bidang diskontinuitas; 13. Penggundulan hutan; dan/atau 14. Daerah pembuangan sampah (Permen Pekerjaan Umum No 22
xxvi 11 Tahun 2007, tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor pasal 2 ayat 1). Faktor kondisi geologi menurut Suwarno (2004) yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah adalah: 1. Tanah pelapukan tebal pada lereng yang terjal 2. Pada keadaan kering, batuan dasar batu lempung dan napal memiliki sifat pecah- pecah. Mudah hancur, dan licin pada keadaan basah. 3. Posisi kemiringan lapisan batuan searah kemiringan lereng bukit 4. Merupakan daerah yang dilalui struktur geologi, batuannya hancur dan merupakan bidang lemah yang mudah terjadi gerakan tanah. 5. Bidang kontak antara batuan kedap air dan batuan meluluskan air. C. Faktor penyebab longsor 1) Pelapukan Batuan Pelapukan adalah proses berubahnya batuan menjadi tanah (soil) baik oleh proses fisik atau mekanik (disintegrasi) maupun oleh proses kimia (decomposition). Proses decomposition dapat menyebabkan terjadinya mineralmineral baru. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik (Anonim, 2013). a. Pelapukan fisika/ mekanik
xxvii 12 Pelapukan fisika adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti. b. Pelapukan biologi (organik) Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah, serangga. Dibatu-batu karang daerah pantai sering terdapat lubang-lubang yang dibuat oleh binatang. c. Pelapukan kimia Pelapukan kimia atau dekomposisi kimia adalah penghancuran batuan oleh pengubahan kimia terhadap mineral-mineral pembentuknya yang melibatkan beberapa reaksi penting antara unsur-unsur di atmosfir dan mineral-mineral pada kerak bumi (Anonim, 2013). 2) Kemiringan lereng Daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring pada dasarnya merupakan daerah rawan terjadi longsor. Lereng dengan kemiringan lebih dari 20 (atau sekitar 40%) memiliki potensi untuk bergerak atau longsor, namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring punya potensi untuk longsor tergantung dari kondisi geologi yang bekerja pada lereng tersebut. Menurut Karnawati, 2003 kejadian longsor dapat teridentifikasi tiga tipologi lereng yang rentan untuk bergerak/longsor yaitu: a) Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah residu yang dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak;
xxviii 13 b) Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng maupun berlawanan dengan kemiringan lereng; c) Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. Kemiringan lereng dari suatu daerah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gerakan tanah seperti pada Tabel2.1 berikut ini: Tabel 2.1Klasifikasi Lereng KELERENGAN (%) KLASIFIKASI SATUAN MORFOLOGI 0 8 Datar Dataran 8 15 Landai Perbukitan berelief halus 15 25 Agak Curam Perbukitan berelief sedang 25 45 Curam Perbukitan berelief kasar > 45 Sangat Curam Perbukitan berelief sangat kasar Sumber : Van Zuidam,1983 dalam Suranto, 2008. 3) Penggunaan lahan Pada peta RBI penggunaan lahan di Indonesia secara umum meliputi permukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun/ perkebunan, hutan, semak/ belukar, tegalan/ ladang, rumput/ tanah kosong, dan hutan rawa. Tanah longsor banyak terjadi di daerah sawah irigasi/ persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada daerah persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh air sehingga mudah longsor. Daerah perladangan sebagai penyebab yaitu adanya akar pohon yang tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam, dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
xxix 14 4) Formasi batuan Formasi batuan merupakan suatu susunan batuan yang mempunyai keseragaman ciri-ciri geologis yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan, maupun perulangan dari dua jenis batuan atau lebih yang terletak di permukaan bumi atau di bawah permukaan ( Anonim, 2014). 5) Curah hujan Faktor penting yang dapat memicu terjadinya longsor adalah air. Air permukaan yang berasal dari curah hujan, sebagian meresap ke dalam tanah/ batuan dan sebagian akan mengalir di atas permukaan tanah sehingga ketika air masuk kedalam tanah, tanah tidak kuat untuk menopangnya ( Suyono Sosrodarsono, 1980). D. Sebaran longsor Berbagai pola penyebaran gejala geografi, dapat dianalisis menggunakan analisa tetangga terdekat. Analisa tetangga terdekat merupakan metode kuantitatif yang membatasi skala yang berkenaan dengan pola-pola penyebaran gejala geografi pada wilayah tertentu. Terdapat 3 macam pola penyebaran gejala geografi pada wilayah tertentu, yaitu pola bergerombol ( cluster pattern ), tersebar tidak merata (random pattern ), dan tersebar merata (dispersed pattern), (Nursid, 1988).
E. Penelitian Terdahulu Penelitian/ Tahun Tujuan Metodologi Penelitian Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Rusdiyanto, Anies, dan Sri P. 2012 Hermawan dan Tri Endah Utami. 2003 Nurul Faizah (peneliti). 2014 1 2 3 Untuk mengetahui informasi / wawasan tentang terbentuknya lapisan tipis lempung sangat lunak, yang diduga sebagai faktor utama longsoran besar di daerah penelitian. 1.Untuk mengetahui tingkat risiko longsor dan upaya mitigasinya untuk mengurangi tingkat kerentanan bencana yang terjadi. 2.Dapat secara langsung mengenali kondisi daerah yang rawan bencana. 1.Metode survai lapangan 2.Metode pendekatan kualitatif deskriptif 3.Pengumpulan data primer diperoleh langsung dari lapangan 4.Pengumpulan data sekunder diperoleh dari peta dan data dari BMKG 1.Pengolahan data sekunder dan analisis data laporan pemeriksaan longsoran, data hasil pengujian mekanika tanah dan batuan pada Direktorat Tata lingkungan Geologi dan kawasan pertambangan. Untuk mengetahui faktor penyebab kejadian longsor pada berbagai jenis batuan di daerah penelitian. 1. Metode pendekatan kualitatif deskriptif 2. Pengolahan data dan analisis data keruangan melalui peta. 3. Pengumpulan data sekunder dari peta dan hasil penelitian Suwarno,2012. 30 15 Hasil Longsor di daerah penelitian disebabkan adanya beberapa faktor yaitu geomorfologi, penggunaan lahan yang dialihfungsikan secara tidak benar seperti pemotongan lereng, dan curah hujan yang tinggi. Longsoran besar yang umum terjadi pada daerah penelitian disebabkan adanya lapisan tipis lempung yang berubah menjadi sangat plastis merupakan longsoran yang didahului oleh gaya gravitasi massa batuan pada kemiringan lereng yang terjal. Faktor yang dominan terhadap kejadian longsor yaitu curah hujan yang rendah hingga sedang, kemiringan lereng yang curam dan pada penggunaan lahan untuk pemukiman dan sawah pada jenis batuan batu pasir. Sumber : Rusdiyanto, Anies, Sri P, Hermawan, dan Tri Endah U
16 31 E. Landasan Teori Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat landasan teori sebagai berikut: 1. Batuan adalah material padat yang terdiri dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk secara alami. 2. Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan/atau translasi. 3. Faktor penyebab longsor 1. Pelapukan batuan 2. Kemiringan lereng 3. Penggunaan lahan 4. Curah hujan 5. Jenis batuan 4. Sebaran longsor. Terdapat 3 macam pola penyebaran gejala geografi pada wilayah tertentu, yaitu pola bergerombol ( cluster pattern ), tersebar tidak merata (random pattern ), dan tersebar merata (dispersed pattern).
3217 F. Kerangka Pikir Kondisi fisik alam Longsor Tidak Longsor Kemiringan Lereng Curah Hujan Penggunaan Lahan Peta Jenis Batuan Peta Sebaran Longsor Peta Kemiringan Lereng Peta Curah Hujan Peta Sebaran Longsor Peta Penggunaan Lahan Peta Jenis Batuan terhadap sebaran longsor Peta Kerawanan Longsor Peta Penggunaan Lahan terhadap sebaran longsor Peta Kerawanan Longsor Terhadap Penggunaan Lahan Peta Kerawanan Longsor Terhadap Penggunaan Lahan Pada Tiap Jenis Batuan Faktor yang dominan terhadap kejadian longsor pada tiap Jenis Batuan Gambar 2.1 Bagan Alir Penelitian.
33 18 G. Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: Kejadian longsor lebih banyak terdapat pada jenis batuan batu pasir yang dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng, curah hujan, dan penggunaan lahan.