BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

membunuh menghambat pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

Dian Rahayu Muliani D3 Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB III METODE PENELITIAN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sering terjadi pada penggunaan antibiotik, baik dengan menggunakan resep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

Transkripsi:

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang sering diresepkan untuk pasien namun sering terjadi penggunaan yang tidak tepat dan berakibat terjadinya resistensi terhadap kuman. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang tepat (Baltazar et al., 2009). Permasalahan resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Penyebab utama resistensi antibiotik ialah penggunaannya yang meluas dan irasional (Utami, 2012). Di Yordania, masyarakat dapat membeli obat apapun tanpa resep dokter termasuk antibiotik. Pelayanan pembelian antibiotik secara bebas oleh penyedia obat mendorong perilaku swamedikasi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dalam masyarakat meliputi penghentian pemakaian obat secara tibatiba, dosis yang tidak tepat, penggunaan sisa antibiotik, dan penggunaan antibiotik dalam jangka waktuyang tidak tepat (Shehadeh et al., 2012). Di Indonesia, menurut Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, sekitar 92% dari masyarakat Indonesia tidak menggunakan antibiotik secara tepat (Utami, 2012). Di Limboto Barat Gorontalo banyak apotek yang menjual secara bebas antibiotik dan tidak diberikan informasi tentang penggunaan antibiotik (Manan, 2012). Saat ini, pengetahuan masyarakat tentang resistensi antibiotik sangat rendah. Hasil penelitian yang dilakukan WHO dari 12 negara termasuk Indonesia, sebanyak 53-62% berhenti minum antibiotik ketika merasa sudah sembuh (World Health Organization, 2015). Resistensi antibiotik saat ini menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat global, sehingga WHO mengkoordinasi kampanye global untuk meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap antibiotik (World Health Organization, 2015). 1

2 Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik yang benar serta tepat menjadi faktor pemicu resistensi bakteri terhadap antibiotik. Resistensi terhadap antibiotik menjadi masalah global untuk diperhatikan saat ini (Republik Indonesia, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya di Yordania diambil dari sampel acak 1.141 orang dewasa bahwa sebanyak 11,9% dari wanita menunjukkan pengetahuan bahwa penggunaan antibiotik selama kehamilan dan menyusui aman dikonsumsi dan 55,6% menggunakannya sebagai profilaksis terhadap infeksi. Sebesar 49,0% menggunakan antibiotik tanpa konsultasi dokter sedangkan 51,8% menggunakan antibiotik berdasarkan pada saran relatif. (22,9%) dokter meresepkan antibiotik melalui telepon (Shehadeh et al., 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yusuf Sholihan tahun 2015 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dari 276 responden, sebanyak 179 orang (64,86%) pernah membeli antibiotik tanpa resep dokter. Tingkat pengetahuan pengunjung apotek di Kecamatan Jebres tentang antibiotik rendah, yaitu 102 orang (36,96%), sedang sebanyak 120 orang (43,48%), dan tinggi sebanyak 54 orang (19,57%) (Sholihan, 2015). Hasil survei yang telah dilakukan Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) di 3 lokasi studi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Klaten dan Karanganyar berlangsung selama 3 tahun mulai September 2013 hingga Agustus 2016 terhadap masyarakat menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan serta pengendalian praktek penggunaan antibiotik yang tidak bertanggungjawab dan tidak bijak. Tingkat pengetahuan dari responden pasien rumah sakit masih rendah yaitu 61,1% (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies, 2017). Berdasarkan latar belakang diatas, mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik masih tergolong rendah dan menimbulkan tingkat penggunaan irrasional yang tinggi. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik di Kabupaten Klaten.

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik di Kabupaten Klaten? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik di Kabupaten Klaten. D. Tinjauan Pustaka 1. Antibiotik a. Definisi Antibiotik adalah zat yang berasal dari suatu mikroba, terutama fungi yang mempunyai khasiat menghambat atau dapat membunuh mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus mempunyai sifat toksisitas selektif mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk inangnya (Setiabudy et al., 2009). b. Aktivitas Antibiotik Berdasarkan sifat toksisitas selektif, aktivitas antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy et al, 2009). Aktivitas antibiotik dapat dihitung dengan menggabungkan parameterparameter PK/PD dengan kadar hambat minimal (KHM). Tiga pola aktivitas bakterisidal adalah time-dependence, concentration-dependence, dan efek persisten. Kecepatan bakterisidal ditentukan oleh panjang waktu yang diperlukan

4 untuk membunuh bakteri (time-dependence), atau efek meningkatkan kadar obat (concentration-dependence). Efek persisten mencakup Post-Antibiotic Effect (PAE). PAE adalah supresi pertumbuhan bakteri secara persisten sesudah paparan antibiotik (Republik Indonesia, 2011). c. Contoh Obat Antibiotik 1) Tetrasiklin Merupakan obat pilihan terhadap infeksi-infeksi yang diakibatkan oleh organisme intraseluler, misal infeksi pada saluran napas dan infeksi saluran kemih. Absorbsinya dari saluran cerna dihambat oleh kalsium, magnesium dan makanan yang mengandung besi. Tetrasiklin kontraindikasi dengan ibu hamil, wanita yang menyusui dan anak-anak usia dibawah 8 tahun (Tjay & Rahardja, 2007). 2) Amoksisilin Amoksisilin merupakan antibiotik golongan penisilin yang tahan asam dan lebih luas spektrum kerjanya (Tjay & Rahardja, 2007). 3) Kloramfenikol Antibiotik ini berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif. Biasanya digunakan pada infeksi tifus (Salmonella typhi), meningitis (khusus akibat H. Influenzae) dan juga infeksi anerob yang sukar dicapai obat. Kloramfenikol mempunyai efek samping depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat berwujud dalam dua bentuk anemia yaitu penghambatan pembentukan sel-sel darah dan anemia aplastis (Tjay & Rahardja, 2007). d. Prinsip Penggunaan Antibiotik dengan Bijak Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2011), Penggunaan antibiotik secara bijak bertujuan agar dapat mencapai keberhasilan proses pengobatan dan dapat meminimalkan resiko resistensi terhadap antibiotik. Berikut adalah prinsip penggunaan antibiotik dengan bijak:

5 1) Penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, indikasi yang ketat, dosis yang adekuat berdasarkan diagnosis penyakit infeksi dan hasil pemeriksaan laboratorium. 2) Penggunaan antibiotik pada lini pertama dan pembatasan penggunaan antibiotik. 3) Penggunaan antibiotik dengan interval dan lama pemberian yang tepat. Bila lupa minum obat segera minum obat yang terlupa, abaikan dosis yang terlupa jika hampir mendekati minum berikutnya dan kemudian kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). 4) Penggunaan antibiotik yang bijak harus meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan tentang penggunaan antibiotik yang benar, menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten terhadap infeksi, meningkatkan ketersediaan mutu dan fasilitas penunjang dan memantau penggunaan antibiotik secara bijak dengan multi disiplin (Republik Indonesia, 2011). e. Resistensi Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menghilangkan ataupun melemahkan daya kerja antibiotik (Drlica & Perlin, 2011). 1) Penyebab Resistensi Menurut Bisht et al (2009), penggunaan antibiotik yang meluas dan tidak rasional menjadi penyebab utama resistensi antibiotik. Lebih dari separuh pasien akut yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik untuk pengobatan atau profilaksis. Dokter di rumah sakit sering meresepkan antibiotik berlebihan dan kurang tepat. Ada beberapa faktor pendukung penyebab terjadinya resistensi : (1) Penggunaan antibiotik yang tidak tepat (irasional), antara lain: pemberian terlalu singkat, dosis yang terlalu rendah, salah diagnosa dari awal, potensi yang adekuat. (2) Faktor dari pasien. Kurangnya kepatuhan pasien untuk meminum obat, seperti lupa minum, tidak menyelesaikan pengobatan ketika merasa sudah sehat atau mungkin tidak mengerti cara pengobatannya. Banyak pasien yang percaya bahwa obat baru dan yang lebih mahal khasiatnya lebih mujarab daripada obat

6 yang lama. Persepsi ini meningkatkan pengeluaran perawatan kesehatan yang tidak perlu dan mendorong terjadinya resistensi terhadap obat baru serta obat yang lama. Bahkan pasien membeli antibiotik sendiri tanpa resep dokter (self medication). (3) Peresepan: peresepan meningkat ketika diagnosa awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya. (4) Kepatuhan staf kesehatan terhadap infeksi dasar, seperti mencuci tangan setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai memeriksa pasien (Bisht et al, 2009). (5) Penggunaan monoterapi: dibandingkan penggunaan terapi kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menyebabkan resistensi. (6) Rumah sakit: adanya infeksi endemik memicu penggunaan antibiotika yang lebih intens pada bangsal-bangsal rawat inap terutama di intensive care unit banyak berkembangbiak resistensi antibiotik. (7) Penggunaan pada hewan dan tumbuhan: menyusul keberhasilan pengobatan pada manusia, antibiotik telah semakin digunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit pada hewan dan tumbuhan. Dalam jumlah besar antibiotik digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis atau merangsang pertumbuhan hewan ternak. Bila dipakai dengan dosis subterapeutik, akan meningkatkan terjadinya resistensi. (8) Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi serta didukung pengaruh globalisasi, memudahkan terjadinyapertukaran barang sehingga jumlah antibiotika yang beredar semakin luas. Hal ini memudahkan akses masyarakat luas terhadap antibiotik (Bisht et al, 2009). 2) Dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten : (1) Dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik secara bijak. (2) Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan standart (Republik Indonesia, 2011).

7 f. Interaksi Antibiotik Penggunaan antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain ataupun makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang bisa terjadi cukup beragam mulai dari masalah yang ringan seperti penurunan absorpsi obat ataupun penundaan absorpsi sampai meningkatkan efek toksik obat lainnya. Sebagai contoh : a) Siprofloksasin Bila diberikan bersama teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dan beresiko terjadinya henti jantung atau kerusakan otak permanen.selain itu siprofloksasin bila diberikan bersama antasida akan membentuk senyawa kelat yang akan menurunkan bioavailabilitas siprofloksasin. Absorbsi siprofloksasin menurun jika diberikan bersama dengan susu. Tidak diminum bersama kopi karena siprofloksasin dapat meningkatkan kadar kafein dalam darah (Republik Indonesia, 2011). b) Tetrasiklin Tertasiklin mempunyai interaksi terhadap senyawa zinc,alumunium, kalsium, dan magnesium, yang akan membentuk senyawa kelat dan mengganggu proses absorbsi. Tetrasiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak sampai usia 8 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui karena dapat menyebabkan penghambatan pembentukan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan klasifikasi gigi terpengaruh secara buruk (Republik Indonesia, 2011). c) Amoksisilin Amoksisilin atau ampisilin jika diberikan bersama allopurinol akan menyebabkan terjadinya peningkatan resiko rash (Republik Indonesia, 2011). Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi (Siswandono, 2000).

8 g. Konseling Apoteker Terkait Antibiotik Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011), apoteker mempunyai peran dalam memberikan edukasi dan informasi terkait antibiotik dalam pengendalian resistensi antibiotik dan pencegahannnya kepada tenaga kesehatan, pasien dan keluarga pasien. Kegiatan edukasi dapat meliputi: 1) Menyelenggarakan seminar dan forum edukasi lain kepada tenaga kesehatan terkait penggunaan antibiotik dan resistensi, penggunaan antiseptik dan desinfektan, serta metode sterilisasi. 2) Memberikan edukasi dan konseling kepada pasien rawat inap, rawat jalan, perawatan di rumah dan keluarga pasien mengenai: a) Kepatuhan dalam penggunaan antibiotik yang diresepkan, seperti waktu dan frekuensi aturan minumnya. Obat yang harus diminum 3 kali sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). b) Tidak boleh berhenti minum antibiotik tanpa sepengetahuan dokter atau apoteker (harus diminum sampai habis kecuali jika terjadi efek samping obat yang tidak diinginkan). c) Penyimpanan antibiotik. d) Prosedur pengendalian infeksi dan pencegahan, misalnya pembuangan limbah medis. 3) Memberikan edukasi kepada masyarakat umum dalam peningkatan kesadaran terhadap pengendalian penyebaran penyakit infeksi, melalui: a) Mendorong penggunaan antibiotik secara bijak b) Imunisasi anak-anak dan dewasa c) Mempromosikan cuci tangan yang benar (Kementerian Kesehatan Indonesia Republik, 2011). h. Distribusi Antibiotik Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011), sistem distribusi antibiotik untuk pasien rawat jalan adalah peresepan individual dan pendistribusian untuk pasien rawat inap adalah sistem Unit Dose Dispensing

9 (UDD) yang disertai dengan informasi obat dan/atau konseling oleh Apoteker. Sistem UDD perlu diterapkan pada distribusi antibiotik karena memudahkan pemantauan penggunaan antibiotik (waktu dimulai dan dihentikan atau dilakukan penyesuaian regimen pengobatan) (Kementerian Kesehatan Indonesia Republik, 2011). i) Efek Samping Efek samping obat adalah setiap respon obat yang merugikan atau efek samping obat yang tidak diinginkan, misalnya mual, muntah, gatal, diare. Hal yang harus dilakukan apabila terjadi efek samping setelah minum antibiotik: 1) Berhenti minum antibiotik 2) Mencari pertolongan pertama atau konsultasikan ke sarana kesehatan, puskesmas, rumah sakit atau ke dokter (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). j) Pembuangan Antibiotik Kadaluarsa Pembuangan obat dapat dilakukan jika obat mengalami kerusakan akibat penyimpanan yang lama atau telah kadaluarsa. Cara pembuangan obat yang telah kadaluarsa, yaitu: 1) Ditimbun di dalam tanah 2) Pembuangan ke saluran air (untuk sediaan cair) Diencerkan sediaan lalu dibuang ke dalam saluran air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). 2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini didapatkan orang setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Tingkat pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yang tercakup di dalam domain kognitif, yakni:

10 a. Tahu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentangobjek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secarabenar. c. Aplikasi Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telahdipelajari pada situasi atau kondisi riil. d. Analisis Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasitersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan ataumenghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Yang mana penilaian tersebut ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ada. Pengukuran pengetahuan bisa dilakukan dengan menggunakan angket ataupun proses wawancara untuk menanyakan sesuatu yang ingin diketahui dari responden. Parameter yang digunakan untuk melihat tingkat pengetahuannya disesuaikan dengan tingkat-tingkat diatas (Notoatmodjo, 2005).

11 E. Keterangan Empiris Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat mengetahui data tingkat pengetahuan masayarakat tentang penggunaan antibiotik di Kabupaten Klaten.