I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

dokumen-dokumen yang mirip
PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

TINJAUAN PUSTAKA. Belanda, karet telah dijadikan sebagai komoditas unggulan bersama tebu, kopi, teh,

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Volume 30, Nomor 2 April Juni 2015

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA. Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan

BAB I PENDAHULUAN. A dan C, minyak atsiri, zat warna kapsantin, karoten. Cabai merah juga mengandung

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi trend baru dan meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian (Anonim, 2002). Oleh karena itu, penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan harus mendapat perhatian dari semua pihak, sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pola pembangunan pertanian seperti ini, selain harus dapat memelihara tingkat produksi, juga harus mampu mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu kegiatan nyata yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga produksi pertanian dari gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta memperhatikan jasajasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian, seperti jasa penyerbukan, jasa penguraian dan jasa pengendali hayati (Tobing, 2009).

Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggunag resiko kegagalan usaha taninya. Selain itu, ketertarikan konsumen terhadap produk hortikultura yang bersih dan cantik, serta kurang tersedianya pengendalian non kimia yang efektif, maka pestisida sintetis tetap menjadi primadona bagi petani (Istikorini, 2002). Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi (Setyono, 2009 dan Anonim, 2009). Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami) serta

mengakibatkan peningkatan residu pada hasil (Anonim, 2008). Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan peningkatan takaran pestisida (Emalinda et al., 2003). Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi (Saptana et al., 2010). Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-proses alami. Salah satu pengendali hayati yang banyak digunakan saat ini adalah Trichoderma spp., Trichoderma sp. Merupakan jenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. Memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma sp. banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Jamur Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang saat ini banyak diteliti dan dikembangkan sebagai pupuk biologis tanah (Ramada, 2008). Jamur tersebut sangat efektif untuk menghambat

pertumbuhan jamur patogen tanaman dikaitkan dengan kemampuannya berkompetisi, mengeluarkan antibiotik dan parasitisme. Trichoderma spp. telah dilaporkan efektif mengendalikan jamur tular tanah, seperti Rhizoctonia solani, Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii (Ramada, 2008), Phytium sp. Beberapa laporan juga menyebutkan jamur Trichoderma telah dimanfaatkan dalam pengendalian penyakit jamur akar coklat (JAC) yang disebabkan oleh Phellinus noxius (Supriadi, 2005), jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidiporus lignosus (Lizarmi, 2008) serta Ustilago scitaminea (Cahyaningtyas, 2003). Jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus merupakan salah satu penyakit penting tanaman karet. Daerah yang tinggi kejadian penyakit akar putih adalah sentra perkebunan karet di Riau, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat. Penyakit akar putih menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun karet. Menurut hasil perhitungan Situmorang (2004) penurunan produksi karet kering terjadi rata-rata 2.7 kg/pohon/20tahun. Upaya-upaya pengendalian jamur akar putih dilakukan secara kimia dan biologis (Ilahang, 2006). Pengendalian penyakit akar putih yang dianjurkan adalah cara pencegahan lebih diutamakan dari pengobatan tanaman. Pencegahan penyakit meliputi pemusnahan/pengurangan sumber infeksi (pembongkaran tunggul/sisa akar dengan mekanis, peracunan tunggul, penggunaan jamur pelapuk tunggul, perbanyakan agensia hayati (Trichoderma) dan kacang-kacangan, dan penaburan belerang disekitar tunggul) dan perlindungan tanaman (bayleton atau tumbuhan

antagonis di pangkal akar tanaman). Pengobatan tanaman dilakukan dengan fungisida kimia dipadukan dengan tumbuhan antagonis untuk menghemat penggunaan fungisida. Belerang dilaporkan efektif untuk pengendalian jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus (Lizarmi, 2008). Urea juga dilaporkan efektif untuk menekan pertumbuhan Phytophthora palmivora (Sukamto & Pujiastuti, 2004) dan Phellinus noxius (Chang & Chang, 1999). Fungisida sintetik golongan triadimefon juga dilaporkan efektif untuk mengendalikan jamur akar putih (JAP) Pada penelitian ini beberapa Trichoderma yang digunakan berasal dari lahan perkebunan karet daerah Panumangan, penyakit yang sering menyerang tanaman karet sendiri salah satunya adalah jamur akar putih. Oleh karena itu media yang digunakan merupakan media yang telah ditambahi triadimefon, belerang maupun urea. Selama ini Trichoderma dilaporkan mampu bertahan di bahan kimia (Elad et al., 1993). Apabila Trichoderma mampu bertahan pada medium yang mengandung triadimefon, belerang atau urea, maka Trichoderma kemungkinan dapat diaplikasikan secara bersama-sama dengan triadimefon, belerang atau urea. Diharapkan hal ini dapat mengendalikan jamur tular tanah dengan lebih baik.

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tumbuh beberapa isolat Trichoderma spp. pada media yang mengandung triadimefon, belerang atau urea. C. Kerangka Pemikiran Penggunaan fungisida triadimefon efektif untuk mengendalikan JAP. Selain itu JAP juga dapat dikendalikan dengan aplikasi sulphur (Lizarmi, 2008) dan urea (Ilahang et al., 2006). Selain itu pemanfaatan trichoderma dalam mengendalikan jamur akar putih dapat digunakan, karena memiliki kemampuan tumbuh yang cepat dan jamur ini juga memproduksi toksin (Mitotoksin) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain atau patogen (Disbun Provinsi Jambi, 2000) Selama ini teknik pengendalian JAP dilakukan secara sendiri-sendiri hasil dirasakan kurang maksimal. Apabila diaplikasikan secara terpadu atau bersama diharapkan hasil yang lebih baik. Aplikasi teknik pengendalian terpadu, yaitu penggabungan jenis agensia pengendali hayati dengan kimiawi mungkin akan memberi proteksi ganda. Bahan kimia merupakan efek kontak, langsung mematikan organisme target (kurative), sedangkan agensia hayati melindungi tanaman (proteksi) setelah efek dari fungisida kimiawi hilang. Sehingga dari aplikasi terpadu ini ada sistim pengendalian yang berkelanjutan dan lebih efektif. Trichoderma memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap tekanan lingkungan dan bahan kimia (Ilahang et al., 2006). Elad et al. (1993) melaporkan bahwa T. harzianum dapat bertahan dan digunakan secara bersama-sama dengan fungisida untuk mengendalikan B. cinerea. Hal ini menunjukkan bahwa T.

harzianum mampu bertahan terhadap fungisida kimia. Kenyataan ini memunculkan dugaan bahwa Trichoderma spp. juga mampu bertahan di dalam media yang mengandung triadimefon, belerang dan urea. D. Hipotesis Beberapa isolat Trichoderma spp. mampu tumbuh pada media yang mengandung fungisida triadimefon, belerang, ataupun urea.