BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN. 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN, HAK TANGGUNGAN DAN PERATURAN LELANG. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan mengembangkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA TANAH DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN DI. PT. BRI (PERSERO) Tbk CABANG TEGAL

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian untuk mewujudkan perekonomian nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

Transkripsi:

21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak diartikan secara khusus dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), tetapi menurut Djaja S. Meliala ditafsirkan bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah persetujuan dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk membebankan hak tanggungan. 9 b. Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Bentuk Surat Kuasa adalah bebas, yang berarti dapat dalam bentuk lisan ataupun tertulis (Pasal 1793 KUHPerdata), kecuali undang-undang menentukan lain. Untuk kuasa dalam bentuk tertulis dikenal akta kuasa dibawah tangan dan akta kuasa otentik. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah 9 Djaja S. Meliala, 1997, Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tarsito, Bandung, h.117.

22 (UUHT), menyebutkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan ; 2. Tidak membuat kuasa substitusi ; 3. Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah hutang, nama dan identitas krediturnya, serta nama dan identitas debitur apabila debitur buka pemberi hak tanggungan. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih. Kuasa yang demikian dikenal dengan sebutan kuasa khusus. Pemberian kuasa dapat pula diberikan secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa atau suatu kuasa umum atau kuasa luas. Dari persyaratan yang diharuskan untuk pembuatan SKMHT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT dapat diketahui bahwa SKMHT tidak dapat dibuat dalam suatu surat kuasa umum, tetapi haruslah dibuat dalam suatu kuasa khusus. Pasal 15 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa SKMHT wajib dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta Notaris atau PPAT. Pembuatan SKMHT dalam bentuk akta PPAT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997, Bab IV Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, Bagian Kedua mengenai Pembuatan Akta PPAT, paragraf I, Jenis dan Bentuk Akta, Pasal 95 dan Pasal 96.

23 Ketentuan mengenai jabatan PPAT diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akta otentik, kita melihat pada ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut. Mengenai ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata Akta otentik adalah suatu tulisan yang didalam bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat mana akta dibuatnya. Adapun mengenai bentuk SKMHT yang dibuat dalam bentuk akta Notaris tidak disebutkan secara eksplisit sebagaimana pembuatan SKMHT dengan menggunakan bentuk akta PPAT. Dengan demikian, apabila SKMHT yang dibuat dalam bentuk akta Notaris, ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan bentuk akta Notaris yang harus diikuti sesuai dengan UUJN, asalkan isi dari SKMHT tersebut harus memenuhi syarat dan mengandung muatan yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT. Dalam Pasal 95 ayat (2), disebutkan bahwa selain akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu mengenai akta tanah untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, PPAT juga membuat SKMHT yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan akta pemberian hak tanggungan. Khusus mengenai bentuk akta-akta PPAT yang dipergunakan didalam perbuatan untuk dijadikan dalam pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah (Pasal 95 ayat 1) dan SKMHT (Pasal 95 ayat 2) adalah

24 sebagaimana tercantum pada lampiran 16 sampai dengan 23, dengan demikian pembuatan SKMHT oleh PPAT harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 96 ayat (1). c. Sifat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dari formulir sesuai dengan bentuk sebagaimana dimaksud dalam lampiran 16 sampai dengan 23 tersebut, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa menandatangani akta SKMHT, dapat disimpulkan bahwa oleh pembuat undangundang dikehendaki agar SKMHT merupakan suatu perjanjian. Dengan demikian SKMHT tidak pula lepas dari unsur-unsur suatu perjanjian ataupun syarat-syarat suatu perjanjian tersebut diatas. Selain itu asas hukum perjanjian adalah konsesualisme, kebebasan berkontrak, dan kekuatan mengikat. Hukum perjanjian sebagaimana kita ketahui dalam bidang hukum kekayaan pada umumnya bersifat mengatur dan menganut sistem terbuka dimana para pihak bebas membuat perjanjian dengan siapapun, mengenai apapun,kapanpun dan dimanapun. Undang-undang memang tidak secara eksplisit menyatakan hal tersebut, tetapi undang-undang dengan memberikan batasan bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban untuk memberikan interprestasi akan adanya kebebasan berkontrak. d. Syarat-Syarat Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT, baik dilakukan dengan akta Notaris maupun akta PPAT harus memuat hak-hak yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana disebutkan dalam

25 Pasal 15 ayat (1) UUHT. Dengan kata lain, SKMHT mempunyai sifat memaksa, dalam arti para pihak tidak bebas untuk menentukan sendiri, baik bentuk maupun isi dari perjanjian pembuatan akta SKMHT tersebut. Akibat tidak dilakukan pembuatan akta SKMHT sesuai dengan ketentuan tersebut menyebabkan akta tersebut tidak mempunyai akibat hukum atau batal demi hukum. Mengenai syarat-syarat untuk dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah tentunya adanya Perjanjian Kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak baik kreditur maupun debitur, dan di sahkan oleh kreditur. Dalam Perjanjian kredit tersebut telah tercantum dengan jelas mengenai identitas peminjam, nominal pinjaman, plafond, bunga, jangka waktu pinjaman, jaminan, dan klausul-klausul pelengkap lainnya. Dalam pembuatan SKMHT sendiri di Notaris/PPAT, yang harus dilengkapi adalah KTP peminjam beserta suami atau istri peminjam, Kartu Keluarga, Asli Sertifikat yang dijadikan jaminan, serta Perjanjian Kredit yang telah disetujui oleh bank. Dari pihak bank, dapat diwakilkan oleh siapa saja seperti Kepala Cabang, atau Direktur bank tersebut, dengan melampirkan akta pendirian Bank, apabila Bank berbentuk Perseroan Terbatas, dan Surat Penunjukan, apabila yang menandatangani SKMHT dari pihak Bank bukanlah orang yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan. Pada dasarnya pemberian hak tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan hak tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan.

26 Apabila pemberi kuasa membebankan hak tanggungan tidak bisa hadir atau berhalangan karena sesuatu hal, maka dapat dikuasakan kepada orang lain dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan wajib dilakukan dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), dengan suatu akta otentik yang disebut dengan SKMHT. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta Notaris atau Pejabat Pembuatan Akta Tanah. e. Pengertian Bank Masyarakat tentunya sudah terbiasa dengan kata bank dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian mengenai bank itu sendiri adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai bank nota. Kata bank berasal dari bahasa italia yaitu baca yang berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Industri perbankan telah mengalami perubahan besar, dalam beberapa tahun terakhir industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Saat ini

27 bank memiliki fleksibilitas pada layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroprasi, dan tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan. 10 f. Syarat Sah dan Masa Berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan yaitu tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan, tidak memuat kuasa substitusi, mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah uang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemegang hak tanggungan. SKMHT yang tidak memenuhi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT, merupakan konsekuensi yang sangat menentukan yaitu batal demi hukum atau tidak sah. Seyogyanya konsekuensi berupa batal demi hukum itu ditentukan tidak dalam penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT itu, tetapi secara tegas dan eksplisit ditentukan dalam undang-undang sendiri. 11 Kuasa membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir karena sebab apapun termasuk jika pemberi hak tanggungan meninggal dunia. SKMHT berakhir setelah dilaksanakan atau telah habis jangka waktu. 10 http//id.wikipedia.org/wiki/bank, diakses tanggal 5 Januari 2011. 11 Sutan Remy Sjahdini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Perbankan, Airlangga, University Press, Surabaya, h. 78.

28 Mengenai batas penggunaan SKMHT, menurut Budi Harsono menyatakan : Jika yang dijadikan obyek hak tanggungan adalah hak atas tanah yang sudah didaftarkan dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan sesudah diberikan, wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Apabila yang dijadikan jaminan hak atas tanah yang belum didaftar, jangka waktu penggunaannya dibatasi tiga bulan, ini juga berlaku manakala hak atas tanah yang bersangkutan sudah bersertifikat, tetapi belum tercatat atas nama pemberi hak tanggungan sebagai pemegang haknya yang baru. 12 2.2 Jaminan Kredit a. Pengertian Kredit Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit, bukanlah merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak saja dikenal masyarakat di kota-kota besar, tapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Pengertian kredit menurut pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan adalah : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang menyatakan bahwa : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 12 Budi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 429.

29 Dari kedua pengertian tersebut terlihat adanya suatu perbedaan mengenai kontra prestasi yang akan diterima, dimana kontra prestasi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dapat berupa bunga, imbalan, atau hasil keuntungan, sedangkan kontra prestasi pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan hanya berupa bunga. Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan menyatakan bahwa Kredit adalah penyediaan uang yang ditulis antaralain disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman (pinjam meminjam) antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bungan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan dalam pasal tersebut diatas, menunjukkan jelasnya hubungan hukum antara kreditur dengan debitur yang meliputi haknya disatu pihak dan kewajiban di lain pihak, termasuk jumlah, waktu, dan suku bunga dalam perbankan secara teknis. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjam uang (atau penundaan pembayaran ). 13 Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (Kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang, atau jasa. 13 Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, h.1

30 Merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, makan nampak jelas bahwa kredit dalam arti ekonomi merupakan penundaan pembayaran pinjaman beserta bunganya dari lembaga kredit yaitu debitur, berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara kreditur dengan debitur. Menurut Suyatno Thomas, menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang, karena barang-barang sekarang. 14 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa : Perjanjian kredit bank di Indonesia lain dengan perjanjian standar pada umumnya. Jika perjanjian standar yang umumnya lahir karena perbadanan sosial ekonomi para pihak, maka perjanjian kredit yang lahir dengan tujuan untuk mendorong pengusaha ekonomi lemah. 15 Secara umum, pengertian kredit dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bungan. Unsur essensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbut karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur. Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan akan 14 Suyatno Thomas, 1988, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia, Jakarta, h. 13. 15 Badrulzaman Mariam Darus, 1993, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, h.1.

31 sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Adapun yang menjadi unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah : 1. Kepercayaan, itu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian kredit dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3. Tingkat resiko (degree of risk) yaitu yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka adanya jaminan dalam pemberian kredit. 4. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi

32 kredit yang menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. b. Penggolongan Jaminan Kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur perlu diamankan, untuk itu pihak kreditur memerlukan jaminan agar uang kredit yang diberikannya dikembalikan sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan. Hal ini biasanya jumlah dana yang diberikan tidak sedikit, sehingga untuk menjaga keamanan uang kredit yang diberikan, pihak bank meminta jaminan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam perjanjian kredit tersebut. KUHPerdata tidak memberikan pengertian tentang jaminan, tetapi hanya mengatur ketentuan umum tentang jaminan yaitu Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut bersifat umum, berlaku untuk seluruh kreditur, sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata, menyatakan diperbolehkannya hak jaminan yang bersifat umum, berlaku untuk seluruh kreditur, sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata, menyatakan diperbolehkannya hak jaminan yang bersifat istimewa dan didahulukan (khusus), misalnya dalam bentuk Hak Tanggungan.

33 Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan juga mensyaratkan adanya jaminan dalam pemberian kredit. Ini tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan merupakan hal penting yang harus ada dalam perjanjian kredit yang diadakan, dengan kriteria jaminan yang baik dan ideal, yaitu : 1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan ; 2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari Kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya ; 3. Yang memberikan kepastian kepada pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat sudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. Kedudukan perjanjian jaminan sebagai perjanjian yang bersifat accesoir, maka adanya tergantung pada perjanjian pokoknya, hapusnya tergantung pada perjanjian pokoknya, ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokoknya dan jika perjanjian pokok batal maka perjanjian jaminan juga batal. 16 16 Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi, 2003, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, h. 43.

34 Jaminan merupakan perlindungan bagi kreditur karena fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk tercapainya kepastian hukum pelunasan utang di dalam perjanjian kredit atau dalam utang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasu dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini didapatkan dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. Jaminan dapat digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu : 1. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. Yaitu jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari pada pihak yaitu misalnya adanya ketentuan undang-undang yang menentukan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan bagi seluruh perutangannya. 17 Jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang ada karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak, dimana ada benda jaminan yang ditunjuk secara khusus oleh debitur yang diperuntukkan bagi kreditur tertentu. 2. Jaminan Khusus Jaminan yang khusus ditunjukkan bagi kreditur, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan. Bahkan dalam praktek perbankan, jaminan diartikan secara luas, tidak hanya jaminan dalam arti 17 Ibid, h.44.

35 materiil yaitu mengenai watak, kemampuan, modal jaminan, serta kondisi ekonomi pada saat akan diberikannya kredit. 3. Jaminan yang bersifat kebendaan Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan, untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran utang apabila debitur melakukan wanprestasi. Jaminan kebendaan ini khusus timbul dari perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur. Disini jelas sekali bahwa jaminan Hak Tanggungan termasuk dalam jaminan bersifat kebendaan karena timbul dari perjanjian atara debitur dengan kreditur yang objeknya tanah. 4. Jaminan atas benda tidak bergerak Adalah jaminan yang berupa benda-benda tetap yang berhubungan dengan tanah. Jaminan untuk benda tidak bergerak pembebannya melalui Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, tanah yang digunakan sebagai Hak Tanggungan tentunya sudah didaftarkan terleih dahulu ke Kantor Pertahanan. c. Pengertian Hak Atas Tanah Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan yang disebut dengan Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Hak Tanggungan) adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

36 atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), berikut semua bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang didahulukan kepada kreditur-kreditur lainnya. Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa hak tanggungan itu tidak hanya terbatas pada tanah saja, tetapi juga meliputi segala benda yang ada diatas tanah tersebut baik berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Dengan demikian UUHT tidak mengenal adanya pemisahan horizontal antara tanah dengan segala sesuatu yang ada diatas tanah tersebut sebagaimana dianut oleh UUPA, yaitu didalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa Hukum Agraria berlaku diatas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat. Ketentuan tersebut mengandung pengertian, bahwa Undang- Undang Pokok Agraria menggunakan konsepsi dan asas yang berasal dari Hukum Adat. 18 Benda-benda tidak bergerak yang menjadi obyek hak tanggungan menurut KUHPerdata mempunyai suatu pengertian yang sangat luas yang sama sekali tidak dikenal didalam hukum adat yang mempunyai sistem hukum yang sangat prinsipil dan struktural, adalah berlainan sekali mengenai tanah dan benda-benda lainnya. 18 Heru Soepraptomo, Hak Tanggungan Sebagai Pengaman Kredit Bank, (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional UUHT, Bandung, 27 Mei 2006, h.6.

37 d. Sifat Hak Atas Tanah Menurut ketentuan UUPA jika tanah yang dijadikan jaminan, maka segala sesuatu yang telah maupun kelak didirikan dan atau tertanam diatas tanah tersebut yang karena sifatnya, maksudnya atau menurut hukum dianggap sebagai barang tetap, teristimewa sebuah bangunan rumah tidak turut dihipotikkan. Dari hal tersebut dapat dikatakan, bahwa prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan dari Hukum Perdata Barat yang dikenal didalam Hukum Adat (sebaai dasar Hukum agraria yang baru) berdasarkan Pasal 3 UUPA adalah : 1. Pembagian benda kedalam pengertian benda-benda tidak bergerak dan bendabenda bergerak. 2. Juga pengertian yang luas mengenai benda-benda yang tidak bergerak, yaitu bahwa yang termasuk ke dalam bagian-bagian benda tak bergerak adalah benda-benda yang tertancap, terpaku dan tertanam pada/atas tanah, atau benda-benda yang karena tujuan pemakaiannya dianggap sebagai suatu benda yang tidak bergerak. Di dalam Hukum Adat terdapat sistem Hukum tanah dipihak yang satu dan benda-benda lainnya di pihak yang lain. 19 e. Hak Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan UUHT telah memadukan asas yang terdapat didalam KUHPerdata maupun yang terdapat didalam hukum adat, yaitu dengan dimungkinkannya pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu sebagaimana tersirat dalam Pasal 1 ayat (1). 19 Boedi Harsono, 1991, Undang-Undang Pokok Agraria, Bagian Pertama, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, h. 69.

38 Didalam Pasal 2 ayat (1) UUHT yang meyatakan bahwa hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi (ondeel baar). Ini berarti bahwa hak tanggungan membebani secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap bagian dari padanya. Walaupun demikian, dimungkinkan juga disimpangi asalkan hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagaimana dimaksud dalam ayat 2. Disamping sifat yang tidak dapat dibagibagi dalam UUHT Pasal 7 menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapaun obyek tersebut berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang hak tanggungan, walaupun obyek hak tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi jika debitur cidera janji. Selain itu juga terdapat sifat acessoir dan sifat hak terlebih dahulu (droit de preference) sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 dan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata. Sifat-sifat yang terdapat dalam UUHT juga merupakan sifat kemutlakan dari hak-hak kebendaan, yang mengakibatkan hak seorang penagih atas benda-benda yang dipakai jaminan, yang dipunyai oleh si peminjam uang dari padanya dapat dipertahankan juga terhaap siapapun. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Pasal 4 ayat (1), Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan (pasal 4 ayat (2)).