BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan kelompok peralihan dari masa anak-anak. menuju dewasa dan kelompok yang rentan terhadap perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Masalah gizi rentan terjadi pada semua

BAB I PENDAHULUAN. ini anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan disekolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

NASKAH PUBLIKASI ERFITA ANASHA WIRAIDA J Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Aktivitas Fisik Dan Pengeluaran Uang Jajan (Erfita Anasha W)

Jurnal Skripsi HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK USIA 3 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ASEMROWO KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Perubahan fisik pada masa

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. mewujudkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. dekade terakhir. Overweight dan obesitas menjadi masalah kesehatan serius

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Manusia dalam menjalankan kehidupannya. akan tetapi manusia dapat hidup berminggu-minggu tanpa makan

BAB I PENDAHULUAN. tidak saja masalah kekurangan zat-zat esensial, tetapi juga masalah gizi lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gemuk adalah anak yang sehat merupakan cara pandang yang telah dibangun sejak lama oleh

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki masalah gizi kurang (undernutrition) dan masalah gizi lebih (overnutrition) pada saat yang bersamaan (FAO, 2006). Salah satu kelompok umur yang beresiko terjadinya gizi lebih ataupun kekurangan energi protein adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) (Hadi, 2005). Prevalensi gizi lebih pada anak usia sekolah (6-12 tahun) meningkat seiring dengan perkembangan. Hasil Riskesdas (2007) menunjukkan peningkatan yaitu 15.9% dan tahun 2013 yaitu mencapai angka 18.8% (Riskesdas, 2013). Prevalensi gizi lebih (overweight) pada anak usia sekolah (6-12 tahun) di Provinsi Jawa Timur juga meningkat yaitu 12% pada 2010 dan tahun 2013 sebesar 12.4% (Kemenkes, 2010; 2013). Sedangkan untuk anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) dengan status gizi baik sebesar 70% dan 11.2% untuk anak sekolah dasar dengan status gizi kurang (Riskesdas, 2013). Meningkatnya prevalensi kegemukan pada anak usia sekolah (6-12 tahun) dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain faktor lingkungan yaitu sosial ekonomi keluarga, konsumsi energi yang berlebih, aktifitas fisik dan paparan iklan mengenai makanan jajanan (Krause, 2012). Soekirman (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi, sedangkan tingkat pendapatan menjadi faktor tak langsung. Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Andriyani; Wirjatmaji, 2012). Status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan 1

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi lemak dalam jumlah berlebihan (Almatsier, 2011). Overweight adalah keadaan dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Aprijadi, 1986). Konsumsi makanan terutama makanan sumber energi yang melebihi kebutuhan akan menyebabkan penumpukan energi sehingga bisa menambah berat badan dimana penumpukan energi dan lemak meningkatkan resiko terjadinya kegemukan ( overweight) bahkan obesitas (Tessmer, et all, 2006). Lebih dijelaskan ( Nadhiroh dkk, 2012) bahwa kelebihan energi setiap hari secara rutin pada anak sekolah dapat menimbulkan timbunan lemak (adiposit) tubuh menjadi bertambah. Penelitian Li (2007) mengungkapkan bahwa tingkat konsumsi energi, protein dan lemak pada anak sekolah dengan status gizi lebih atau obesitas mencapai 90% dari total kebutuhan gizi. Sedangkan pada anak status gizi kurang atau gizi baik cenderung memiliki tingkat konsumsi energi yang rendah atau defisit dari total kebutuhan energi (Deni, 2009). Aktifitas fisik juga memiliki pengaruh yang berarti terhadap kejadian obesitas (Angel dkk, 2013). Hal ini disebabkan anak dengan kegemukan biasanya kurang melakukan aktifitas khususnya perempuan dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal (WHO, 1995; Roberto, et.all, 2009). Penelitian Ekowati (2011) dan Suciaty (2005) mengungkapkan bahwa 50.9% anak obesitas memiliki tingkat 2

aktifitas yang ringan, diantaranya duduk selama belajar di sekolah, sedikit olahraga saat sekolah, terlalu lama menonton televisi dan kurangnya waktu bermain di luar. Anak sekolah membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan sesuai kebutuhan, jika anak sekolah mengkonsumsi makanan lebih banyak daripada kalori yang dibutuhkan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan meningkatkan resiko obesitas (Misnadiarly, 2007). Aktifitas fisik menyebabkan terjadinya proses pembakaran energi sehingga semakin banyak beraktifitas, energi yang keluar akan semakin banyak (Suryaputra, 2012). Hasil penelitian Nadimin (2011) menunjukkan bahwa orang dengan status gizi normal cenderung memiliki aktifitas fisik yang tinggi dan sedang. Menurut Arisman (2009) bahwa tingginya tingkat konsumsi seseorang didukung oleh pendapatan suatu masyarakat. Mayoritas anak sekolah mendapatkan uang saku ketika di sekolah dan di rumah (Aprillia, 2011). Tingginya pengeluaran uang saku anak sekolah akan digunakan untuk membeli makanan jajanan, dan sebesar 23% berkontribusi terhadap kecukupan energi dan protein (Rahmi, 2005). Lebih lanjut Padmiari (2004) menyatakan bahwa 75% konsumsi e nergi anak-anak berasal dari jajanan di sekolah dan hanya 25% konsumsi energi anak-anak didapat dari makanan pokok berupa nasi, daging, sayuran dan pelengkapnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Tessmer et, all (2006) bahwa anak sekolah yang menyukai jajanan dan mengemil akan enggan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi lengkap. Anak usia sekolah yang menyukai makanan jajanan dan menggunakan uang saku yang berlebih untuk makanan jajanan dapat menyebabkan kelebihan asupan energi. Surya (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi pengeluaran maka tingkat konsumsi energi juga semakin tinggi, ini sesuai dengan data (Committe on Nutrition, 3

2003) dimana peningkatan pendapatan akan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan. Aprillia (2011) menyatakan bahwa a nak sekolah yang obesitas 95.9% menghabiskan uang sakunya dengan membeli jajan di sekolah. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari 2014 di SD Mojorejo Kota Madiun terhadap 35 siswa didapatkan data bahwa anak sekolah dasar yang berstatus gizi lebih ataupun status gizi baik hampir 60% menghabiskan uang saku untuk membeli makanan jajanan. Hanya beberapa anak yang menggunakan uang saku untuk membeli bahan non pangan di sekolah seperti mainan atau alat tulis. Data Dinkes Kota Madiun Tahun 2013 didapatkan bahwa prevalensi anak sekolah dasar yang Overweight di Kota Madiun sebesar 7.05%. Sedangkan berdasarkan hasil screening gizi anak sekolah dasar tahun 2012 dan 2013 bahwa presentase anak dengan status overweight paling tinggi berada di wilayah Puskesmas Banjarejo, Kecamatan Taman. Prevalensi ini menurun dari sebelumnya tahun 2012 sebesar 36.7% dan di tahun 2013 menjadi 34.2% (Dinkes Kota Madiun, 2013). Wilayah Puskesmas Banjarejo, Kecamatan Taman memiliki 5 (lima) Sekolah Dasar Negeri (SDN). Dari 5 (lima) SD tersebut di dapatkan hasil bahwa pada tahun 2013 SD Mojorejo dan SD Banjarejo memiliki prevalensi anak sekolah dasar overweight masing-masing sebesar 14.6% dan 9.38%. Selain itu SD Mojorejo dan SD Banjarejo memiliki kantin sekolah dan terdapat pedagang kaki lima yang berjualan makanan jajan secara bebas di area sekolah sehingga memungkinkan akses kemudahan anak sekolah dasar untuk membeli makanan jajanan. 4

Oleh karena itu, penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, serta pengeluaran uang jajan antara anak Sekolah Dasar yang overweight dan non overweight di Kota Madiun. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan antara tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, dan pengeluaran uang jajan pada anak sekolah dasar yang overweight dan non overweight. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, serta pengeluaran uang jajan pada anak sekolah dasar yang overweight dan non overweight di sekolah dasar. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, dan pengeluaran uang jajan anak sekolah dasar b. Menganalisis perbedaan tingkat konsumsi energi antara anak sekolah dasar yang overweight dan non overweight di sekolah dasar. c. Menganalisis perbedaan aktifitas fisik antara anak sekolah dasar yang overweight dan non overweight di sekolah dasar. d. Menganalisis perbedaan besarnya pengeluaran uang jajan antara anak sekolah dasar yang overweight dan non overweight di sekolah dasar. e. Mendeskripsikan dan menginternalisasi pandangan Islam terhadap tingkat konsumsi, aktivitas fisik dan uang saku pada kejadian overweight anak sekolah dasar 5

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Dinas Kesehatan Kota Madiun Memberikan informasi mengenai perbedaan tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, dan pengeluaran uang jajan antara anak sekolah dasar overweight dan non overweight sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk membuat program gizi dalam hal pencapaian status gizi optimal pada anak usia sekolah. 2. Bagi Sekolah Dasar Mojorejo 2 dan SD Banjarejo Memberikan informasi mengenai perbedaan tingkat konsumsi energi, aktifitas fisik, dan pengeluaran uang jajan antara anak sekolah dasar overweight dan non overweight sehingga dapat digunakan sebagai penunjang dalam kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). E. Ruang Lingkup Ruang Lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai aktifitas fisik, tingkat konsumsi energi dan pengeluaran uang jajan pada anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar Kota Madiun. 6