BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB VIII PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QURAN TELAAH PENDIDIKAN ISLAM

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

GERAKAN PEMURTADAN & PENGHANCURAN ISLAM

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari perkembangan dewasa muda (Hurlock, 1990). Mereka menginginkan agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendirian. Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial nampak dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN KATOLIK MENGENAI PERKAWINAN ANTAR AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

PERNIKAHAN PASANGAN BEDA AGAMA NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KONFLIK 2.1.1 Hakikat Konflik Menurut Webster, 1983 (dalam Pruitt dan Kim, 2004) istilah konflik sendiri memiliki arti fight. battle, or struggle perkelahian, pertempuran atau perjuangan. Yang berarti konfrontasi yang secara terang-terangan diantara beberapa pihak. Tetapi pegertian itu telah berkembang yang juga mencakup pengertian terdapatnya ketidakcockan atau sesuatu yang berlawanan antara minat, gagasan dan ide-ide. istilah juga mencakup secara psikologi yakni adanya konfrontasi yang terjadinya dengan diri sendiri. Konflik merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan individu ketika seseorang dihadapkan pada dua atau beberapa hal yang saling bertentangan. Konflik terjadi jika seseorang dihadapkan pada aspek-aspek yang berbeda atau bertentangan. Freud dengan penelitian psikoanalisis menyatakan bahwa konflik adalah bagian dari dinamika kepribadian seseorang. Melalui pembentukan id, ego, dan super ego seseorang akan mengalami konflik antara apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya diinginkan dan bagaimana realita disekitarnya (Shantz dan Hartup, 1992). Wirawan (2010) mendefiniskan konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di-antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek 12

konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Konflik adalah fenomena yang tak terelakkan yang ada di semua kelompok etnis dan budaya, serta semua bentuk hubungan sosial (Ting-Toomey et al., 2000). (Blake, 1963) konflik didefinisikan adalah kesadaran oleh pihak yang terlibat dari perbedaan, keinginan yang tidak sama, atau keinginan yang tak terdamaikan. Thomas (1992) mendefinisikan konflik sebagai menanggapi kecenderungan dalam diri seseorang. Dia bekerja pada konflik yang terjadi antara orang-orang yang berbeda, kelompok, organisasi dan entitas sosial dan disebut itu konflik interpersonal. Pruitt dan Rubin (Pruitt & Rubin, 2004) mendefinisikan konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan ( perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Esere (Esere, 2003) menjelaskan bahwa konflik perkawinan yaitu perbedaan persepsi dan harapan-harapan yang terjadi pada pasangan suami istri tentang masalah pernikahan. Masalah-masalah itu antara lain latar belakang pengalaman yang berbeda, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi dikarenakan adanya proses yang terjadi di kedua belah pihak yang masing-masing pihak terpengaruh secara negatif yang menimbulkan pertentangan di antara kedua belah pihak. 13

2.1.2 Bentuk Konflik Soerjono Soekanto (1992) menyebutkan ada lima bentuk khusus konflik yang terjadi dalam masyarakat. Kelima bentuk itu adalah konflik pribadi, konflik politik, konflik sosial, konflik antarkelas sosial, dan konflik yang bersifat internasional. 1) Konflik pribadi, yaitu konflik yang terjadi di antara orang perorangan karena masalah-masalah pribadi atau perbedaan pandangan antarpribadi dalam menyikapi suatu hal. 2) Konflik politik, yaitu konflik yang terjadi akibat kepentingan atau tujuan politis yang berbeda antara seseorang atau kelompok. Seperti perbedaan pandangan antarpartai politik karena perbedaan ideologi, asas perjuangan, dan cita-cita politik masing-masing. 3) Konflik rasial, yaitu konflik yang terjadi di antara kelompok ras yang berbeda karena adanya kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. 4) Konflik antarkelas sosial, yaitu konflik yang muncul karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan di antara kelaskelas yang ada di masyarakat. 5) Konflik yang bersifat internasional, yaitu konflik yang melibatkan beberapa kelompok negara (blok) karena perbedaan kepentingan masing-masing. 14

2.1.3 Sumber-Sumber Konflik A. Konflik Intrapersonal Menurut Lewin (Collone dan Eliana, 2005) situasi konflik dapat dijelaskan sebagai suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah dan dalam kekuatan yang kira-kira sama. Ada beberapa jenis kekuatan menurut Lewin (Sarwono, 2002) yang bertindak seperti vektor, yakni: 1. Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi / tingkah laku ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu. 2. Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosial menahan terjadinya lokomosi / tingkah laku, mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong. 3. Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu. 4. Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis. 5. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetapi juga bukan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan dan fakta atau objek. Lewin (Sarwono, 2002) mendefinisikan konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Konflik intrapersonal terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus dan bimbang mana yang 15

harus dipilih. Kedua pilihan yang ada sama-sama memiliki akibat yang seimbang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut: 1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing. 2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan. 3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bila terjadi di antara dorongan dan tujuan. 4. Terdapatnya aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan. Menurut Hunt & Metcalf (Novelita, 2011) konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi 5 dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. B. Konflik intrapersonal. Bentuk dari konflik intrapersonal menurut Lewin (Sarwono, 2002) antara lain sebagai berikut: 1. Konflik mendekat-mendekat (approach to approach conflict). Merupakan konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternatif yang berbeda tapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Dalam tipe konflik ini, yaitu apabila dua kebutuhan (atau lebih) yang muncul 16

bersamaan, keduanya mempunyai nilai positif bagi seseorang (P). Konflik terjadi jika daya menuju ke G1+ sama kuatnya dengan daya menuju ke G2+. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jika valensi wilayah yang dituju menguat dan jarak psikologis menuju wilayah itu berkurang. Jika hal tersebut terjadi, maka konflik ini terselesaikan. 2. Konflik mendekat-menghindar (approach to avoidance conflict). Dalam konflik ini jika P menghadapi nilai positif dan nilai negatif pada kebutuhan yang muncul secara bersamaan. Sebagian daya mengarahkan P pada G1+, namun sebagian daya lain menghambat P sehingga mengarah G2-. Adanya keadaan keseimbangan (equlibrium), dan menyebabakan konflik mendekat-menjauh menjadi konflik yang stabil. 3. Konflik menghindar-menghindar (avoidance to avoidance conflict). Konflik yang terjadi karena sesorang mempunyai perasaan dan kebutuhan di antara dua valensi negative yang sama-sama dihindari. Dalam tipe konflik ini, kedua kebutuhan P berada di antara dua valensi negatif yang sama kuat dan muncul dalam kondisi yang bersamaan. 17

Konflik terjadi bila daya menjauh dari GI- sama kuatnya dengan daya menjauh dari G2-. 6. Konflik Organisasional Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional: 1) situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai, 2) keberadaan peralatan-peralatan yang tidak sesuai, 3) suatu masalah ketidaktepatan status, dan 4) perbedaan persepsi. Sumber-sumber konflik organisasional ini sebagian besar merupakan hasil dinamika interaksi individual dan kelompok serta proses-proses psikologis. 7. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada 18

yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. 8. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. 9. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda - beda. 10. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. 2.2 MANAJEMEN KONFLIK Manajemen Konflik berasal dari kata Manajemen dan Konflik. Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Dalam kamus bahasa Inggris Manajemen berasal dari kata to manage, yang berarti mengatur. Mary Parker Follet (dalam Handoko, 2000), 19

mendefinisikan manajemen sebagai seni me-nyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Mananajemen berarti proses mengatur melalui orang lain. Manajemen konflik menurut (Lazarus 1985) kemampuan problem coping sebagai suatu cara suatu individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik secara ancaman atau sutu tantangan yang menyakitkan. Sedangkan Menurut (Chaplin,2004) merupakan suatu tingkah laku dimana indivudu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Manajemen Konflik adalah proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Ting-Toomey dan Kurogi (1998) mengemukakan bahwa manajemen konflik ditentukan, sebagian, oleh saling bergantung dan independen diri construal dan construal diri "memediasi pengaruh budaya individualisme-kolektivisme pada perilaku individu" (Oetzel, 1998). Byadgi (2011) menjelaskan bahwa manajemen konflik merupakan proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajemen konflik (Byadgi, 2011). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Konflik adalah proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. 20

2.2.1 Manajemen Konflik Pada Pernikahan Beda Agama Manajemen konflik yang tepat dan efektif bagi pasangan beda agama guna meminimalisir konflik yang yang terjadi menyangkut perbedaan agama. Sidney Jourard dalam Teori Self Disclosure menawarkan konsep keterbukaan diri. Konsep ini memiliki arti bahwa di dalam hubungan interpersonal yang ideal menghendaki anggota-anggota yang terlibat untuk mengenal diri orang lain sepenuhnya dan membiarkan dirinya terbuka untuk dikenal orang lain sepenuhnya (Littlejohn,1999:260). Penelitian ini juga menggunakan Teori Adaptasi Antarbudaya (theory intercultural adaption) yang mengungkapkan bagaimana individu beradaptasi dalam berkomunikasi dengan individu yang berbeda budayanya. Teori ini berpendapat bahwa proses adaptasi adalah suatu cara untuk memenuhi suatu tujuan. Terakhir, Relational Maintenances Theories juga digunakan dalam penelitian perkawinan antar agama. Teori ini menjelaskan bagaimana individu melakukan pemeliharaan hubungan yang mengacu pada sekelompok perilaku, tindakan dan yang individu gunakan untuk mempertahankan tingkat relasi (kedekatan individu) yang diinginkan dan definisi dari hubungan itu. Dari kesimpulan diatas Oleh karena itu, manajemen konflik ini menarik untuk dipelajari bagaimana upaya-upaya dan pengelolaan konflik yang dilakukan pasangan beda agama yang hingga saat ini dapat mempertahankan keutuhan Pernikahannya dengan tetap menganut agamanya masing-masing tanpa menyakiti masing-masing pasangan. 21

2.2.2 Cara Manajemen Konflik 22 Dalam manajemen konflik, seseorang dapat memilih bermacam-macam strategi. Sebelum memutuskan untuk memilih strategi manajemen konlik yang akan diambil, seseorang harus memikirkan segala resiko dan konsekuensi yang akan didapat. Seseorang akan menjalankan strategi yang benar jika ia telah mempersiapkan diri, mengikuti alur konflik dengan baik, mengerti dampak dari pemilihan strategi manajemen konflik, dan mengaplikasikan tahapan-tahapan di dalam manajemen konflik. Cara manjemen konflik menurut Gottman dan Korkoff (dalam Mardianto, 2000) disebutkan bahwa ada dua manajemen konflik, yaitu : A. Manajemen konflik dimana suatu kondisi ataupun konflik menghasilkan efek negatif kepada seseorang, menimbulkan kerugian bagi individu atau individu yang terlibat didalamnya. Manajemen konflik yang destruktif yaitu Menghindar, Menyerah, dan tidak membela diri : 1. Menyerah terjadi bila salah satu pihak menyerahkan kemenangan pada pihak yang terlibat konflik. 2. Menarik diri ialah ketika seseorang berada disituasi tertentu yang kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan mekanisme mempertahankan diri. 3. Tidak membela diri bila tidak dapat mempertahankan penjelasan pada pihak yang terlibat konflik. B. Manajemen konflik Positive problem solving karena dalam upaya untuk menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak

pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih memungkinkan individu-individunya untuk berinteraksi secara harmonis, sehingga adanya saling membantu, membina dan saling memperbaiki cara yang bisa digunakan dalam menejemen meliputi : 1. Collaboration (kerjasama) merupakan sikap bekerjasama dengan tujuan untuk mencari alternatif solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi individu, sehingga memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat konflik. Gaya pengelolaan konflik dengan menggunakan collaboration memiliki tingkat keasertifan (ketegasan) dan kerjasama yang tinggi dengan tujuan untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat konflik. 2. Compromising (kompromi) merupakan gaya mengelola konflik tingkat menengah, dimana gaya ini berada di antara gaya kompetisi dan gaya kolaborasi. Kompromi dapat berarti saling mengurangi tuntutan dari masing-masing pihak, serta saling berkoordinasi untuk menyelesaikan konflik dengan cara membuka pikiran untuk berbicara, berunding, memberikan informasi tentang situasi kepada pihak yang bersangkutan dan mencari model penyelesaian konflik yang baik antara kedua belah pihak. 3. Menarik diri, Pada Manajemen konflik ini penyelesaian konflik, pihak yang berkonflik tidak menarik diri dari konflik yang dialami dan tidak menggunakan mekanisme pertahanan diri, tetapi lebih 23

berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan diri guna menyelesaikan konflik yang terjadi. 4. Accommodation (akomodasi) merupakan sikap cenderung mengesampingkan keinginan pribadi dan berusaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan orang lain. Gaya ini juga disebut dengan obliging style, dimana seseorang yang menggunakan gaya manajemen konflik ini, ia akan berusaha untuk mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. 5. Negosiasi menyangkut hal- hal dimasa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi. 2.3 PERNIKAHAN 2.3.1 Pengertian Pernikahan Perkawinan Di dalam UU no 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Walgito (2004) mengungkapkan perkawinan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Lebih lanjut Gunarsa & Gunarsa (2011) menjelaskan bahwa dalam perkawinan, dua orang menjadi satu kesatuan yang saling merindukan, salin menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling memberi dorongan dan dukungan, saling melayani, 24

semua diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati bersama. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan, Pembentuk Undang-Undang merumuskan perkawinan sebagai Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Gunarsa (1999) dalam pernikahan dua orang menjadi satu kesatuan yang saling merindukan,saling menginginkan kebersamaan,saling membutuhkan, salingmemberi dukungan dan dorongan,saling melayani, kesemuanya diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati bersama. Perkawinan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional,kebanyakan individu dewasa daripada hal lain berbagi tanggung jawab, dan sumber pendapatan (Olson, 2003). Berdasarkan definisi tentang pernikahan diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri yang memiliki kekuatan hukum dan sosial dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa 2.3.2 Pernikahan Beda Agama Perkawinan beda agama adalah perkawinan antara pria dan wanita yang keduanya memiliki perbedaan agama atau kepercayaan satu sama lain. Perkawinan beda agama bisa terjadi antar sesama WNI yaitu pria WNI dan wanita WNI yang keduanya memiliki perbedaan agama/ kepercayaan juga bisa antar beda 25

kewarganegaraan yaitu pria dan wanita yang salah satunya berkewarganegaraan asing dan juga salah satunya memiliki perbedaan agama atau kepercayaan. Pernikahan antar agama menurut Rusli dan Tama adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa (Eoh, O.S, 1996). Pernikahan beda agama ialah suatu pernikahan yang dilakukan oleh orangorang yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pernikahan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita Protestan dan sebaliknya. (Prawirohamidjojo,S., 1988: 39) Dari definisi pernikahan beda agama dapat di simpulkan, bahwa pernikahan beda agama adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia 26

2.4 PERNIKAHAN BEDA AGAMA ISLAM DAN KATOLIK 2.4.1 Konsepsi Pernikahan Beda Agama Dan Implikasinya Menurut Pandangan Islam Pernikahan beda agama dari sudut pandang ajaran Islam. Perkawinan beda agama antara orang Islam (laki-laki dan perempuan) dengan non muslim dalam pandangan Islam dapat dibedakan sebagai berikut: Pertama, Islam dengan tegas melarang wanita muslim kawin dengan laki-laki non muslim, baik yang musyrik maupun ahli kitab, seperti yang dengan jelas ditegaskan dalam surat al Baqarah ayat 221. Kedua; Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita non muslim dibedakan dalam 2 hal: 1). Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan musyrik tidak dibenarkan atau dilarang dengan tegas sesuai surat al Baqarah ayat 221. Namun yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang termasuk ke dalam kategori wanita musyrik yang haram dinikahi oleh laki-laki muslim. 2). Tentang pernikahan laki laki Muslim dengan yang non muslim yang ahli kitab adalah hal yang kontroversial dikalangan para fuqaha sejak zaman Sahabat. Menurut Abdul Basiq Jalil dalam tesisnya Kajian para Ahli Agama, Fuqaha dan Kompilasi Hukum Islam tentang Pernikahan Lintas Agama tahun 2004 dan juga Ichtiyanto dalam disertasinya tentang pernikahan Campuran Dalam Negara Republik Indonesia tahun 2003 mengutip pandangan Ibrahim Husen yang merangkum pendapat para fuqaha tentang masalah ini ke dalam tiga golongan yaitu: Pertama: Golongan Pertama. Golongan ini termasuk Jumhur Ulama berpendapat bahwa pernikahan laki laki muslim dengan non muslim Ahl Al-kitab (pengikut Yahudi dan Nasrani) diperbolehkan, sedang selain Yahudi dan Nasrani, hukumnya 27

haram. Mereka beralasan dengan ayat al Qur an surat Al Maidah ayat 5: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita 83 muhshanat (yang menjaga kehormatannya) diantara wanita wanita yang beriman, serta wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara orang-orang yang diberi al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik-gundik. Menurut mereka, dari ayat tersebut dapat ditarik dua argumen. Pertama, ayat ini dengan tegas membolehkan orang muslim memakan makanan orang ahli kitab (kecuali jenis yang diharamkan) dan membolehkan menikahi wanita wanita Ahli Kitab yang muhsanat. Kedua, dari sisi kronologisnya ayat ini termasuk rangkaian ayat-ayat madaniah, yang turunnya sesudah hijrah, yang berarti ayat yang dapat dijadikan rujukan hukum. Kedua; Golongan Kedua. Golongan ini berpendapat bahwa menikahi wanita non muslim haram hukumnya. Pendapat ini dianut antara lain oleh ibnu Umar dan Syi'ah Imamiah. Mereka beralasan dengan beberapa dalil. Pertama, surat Al- Baqarah ayat 221 yang berbunyi : "Dan janganlah kamu menikahi wanitawanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak-budak wanita yang beriman lebih balk bagimu daripada wanita musyrik meskipun wanita musyrik itu amat menerik hatimu. Dan janganlah pula kalian menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita beriman, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki beriman lebih baik daripada pria musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada 28

manusia supaya mereka mengambil pelajaran". Selanjutnya surat al Mumtahanah ayat 10 yang artinya; "Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka ; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada suami-suami mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu berpegang kepada tali (Pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir, hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu bayar dan hendaklah mereka minta kembali mahar yang mereka bayar. Demikianlah Hukum Allah yang ditetapkan bagi kamu, Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana". Golongan ini menjadikan kedua ayat di atas sebagai landasan dari pendapatnya yang melarang kaum mu'minin menikah dengan perempuan musyrik. Ahli kitab bagi golongan ini termasuk orang musyrik, dengan alasan bahwa orang Yahudi mempertuhan Uzair dan orang-orang Nasrani mempertuhan Al-Masih Isa bin Maryam. Al-Qur'an mensifati mereka sebagai orang yang berbuat syirik, dimana dosa syirik tidak dapat diampuni jika mereka tidak bertobat kepada Allah sebelum meninggal dunia. 18 Adapun Keputudan Majelis Ulama Indonesia tersebut diatas lebih mempertegas keharaman pernikahan antara muslim dan non muslim, baik terhadap laki-laki maupun perempuan, seperti yang telah ditetapkan dalam Munas MUI ke II tahun 1980 di Jakarta, yang menegaskan Seorang lakilaki muslim diharamkan mengawini wanita yang bukan muslim. 29

2.4.2 Konsepsi Pernikahan Beda Agama Dan Implikasinya Menurut Pandangan Katolik Kanon (pasal) dalam KHK (Kitab Hukum Kanonik) 1983 tentang pernikahan atau perkawinan, dimulai dengan kanon 1055 1 yang berbunyi: Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. Pandangan Gereja Katolik yang mengatakan bahwa pernikahan adalah sakramen, seperti ditegaskan dalam frase berikutnya ( oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen ) didasari pandangan ini. Yang semakin ditegaskan dalam kanon 1055 2 yang mengatakan, Karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak pernikahan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. Hal ini berarti bahwa pernikahan antara seorang yang dibaptis secara Katolik atau diterima di dalamnya dengan seorang dari Gereja Kristen juga menjadi sakramen. Bahwa yang disebut sakramen hanya antara dua orang dibaptis tentu terkait dengan pendasaran teologis bahwa Kristus adalah sakramen keselamatan dunia dan murid-murid Kristus dipanggil untuk mewartakan kasih Allah yang menjelma dalam diri Kristus. 2.4.3 Konflik Yang muncul dalam pernikahan beda agama Beberapa konflik muncul dalam pernikahan beda agama antara seorang Islam dan seorang Katolik Paramitha (2002) : 30

1. Ijin dari orang tua menjadi salah satu kendala pasangan beda agama untuk melakukan pernikahan beda agama. Latar belakang yang berbeda, cara ibadah yang berbeda membuat orang tua untuk berpikir beruang kali memberikan ijin anaknya untuk melakukan pernikahan. 2. Tata cara pernikahan, dalam pernikahan beda agama seorang islam hanya dapat menikah secara sah apabila ia menikah secara islam. Padahal menurut hukum gereja katolik, seorang katolik pun hanya dapat menikah secara sah apabia ia menikah secara katolik. Kedua agama juga juga menolak bahwa pernikahan campur antara seorang islam dan katolik diteguhkan dua kali, secara islam dan katolik. Akibatnya, pernikahan campuran antara seorang islam dan seorang katolik tidak dapat memuaskan kedua belah pihak. Pernikahan secara sipil pun bukan pemecahan yang memuaskan, sebab pernikahan sipil tidak diakui sebagai perkawianan sah oleh kedua agama. 3. Hubungan lingkungan keluarga dan sosial, relasi dalam keluarga akan mempengarui karakter atau kepribadian dari seorang anak bahwa pondasi utama pendidikan keluarga. Pola komunikasi orang tua harus disiapkan dengan baik, komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anakanaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya. Hubungan sosial dengan lingkungan sosial sangat berpengaruh dalam membentuk karakter seseorang. Didalam lingkungan juga sangat diperlukan komunikasi untuk menghidari konflik. 31

4. Pemilihan agama pada anak, serta kebingungan anak akan agama yang akan dianut menjadi hal yang menimbulkan masalah pada pernikahan beda agama. Kerendahan hati suami memperbolehkan anak ikut agama istri dan begitu sebaliknya, dengan berdiskusi serta secara terbuka dan adanya keterampilan komunikasi menurut Scannel ( 2010:18) bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi individu saling memahami serta meresolusi adanya konflik. 5. Memaksa agama anak menurut Amsal bakhtiar (2007) bahwa tidak diperbolehkan melakukan pemaksaan dalam agama. Manusia bisa memilih mana yang terbaik buat dirinya tetntang kebebesan. Itulah hal pokok yang menjadi konflik bagi mereka yang melakukan Pernikahan beda agama 2.5 KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian Pratiwi, Dillah tentang komunikasi antarpersona pernikahan beda agama ( studi kasus strategi pemeliharaan hubungan pernikahan antar pasangan suami istri beda agama ) hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa strategi pemeliharaan hubungan yang digunakan oleh pasangan pernikahan beda agama. Strategi tersebut antara lain adalah dengan membuat kesepakatan bersama mengenai keluarga yang diingin dibentuk keluarga, saling meningatkan mengingatkan kewajiban ibadah, keterbukaan dalam berkomunikasi, serta berusaha untuk mengenal agama pasangan yang berbeda Penelitian Nur laili oktafiani tentang majemen konflik pada pasangan suami istri yang menjalani pernikahan campuran ( studi fenomenologi pada pasangan perkawinan campuran antara wanita jawa dengan pria eropa ) manajemen konflik 32

pasangan wanita jawa dan pria Belanda gaya kompetitif (competition), dimana mereka berusaha untuk beradu argumen secara verbal dengan cara yang agresif danter dapat unsure persaingan untuk memenangkan perdebatan tanpa ada pihak yang mau mengalah, kemudian menghindar (avoiding ), dengan meninggalkan tempat terjadinya konflik, yang selanjutnya mereka akan berkompromi (compromise) untuk membicarakan permasalahan yang baru saja dihadapi. Penelitian afny hanindya,istar yuliadi, nugraha arif karyanta tentang studi kasus konflik beragama pada anak yang berasal dari keluarga beda agama ( A case studi about religious conflict within children in multiregion family ) konflik beragama pada anak dari keluarga beda agama disebabkan oleh adanya dua ajaran berbeda yang ditanamkan kedua orang tua tersebut dalam penyelesaian digunakan strategi collaboration dan avidance. Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan pada penelitian diatas dengan penelitian ini. Peneliti berfokus pada manajemen konflik pernikahan beda agama islam dan agama katolik untuk menggali lebih dalam konflik sebelum pernikahan serta konflik setelah pernikahan. 33

2.6 KERANGKA BERPIKIR KONFLIK SEBELUM PERNIKAHAN (Ijin Orang Tua, tata cara pernikahan) SESUDAH PERNIKAHAN (Penentuan agama anak, hubungan relasi keluarga dan lingkungan) CARA MANAJEMEN KONFLIK Kerjasama, Kompromi, Menarik Diri, Akomondasi, Negosiasi Menyerah, Menarik Diri, Tidak Membela Diri Gambar 1. Kerangka berpikir Berdasarkan keterangan bagan mengenai manajemen konflik diatas dalam penyelesaian yang menyangkut perbedaan agama, diharapkan subyek pernikahan beda agama islam dan katolik mengkomunikasikan kepada pasangan dan berunding untuk menyelesaikan konflik yang terjadi sehingga Mampu berkerja sama dalam mencari manajemen konflik yang tepat pada permasalahan tersebut. 34