SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN ROTAN Oleh: Jasni, Krisdianto, Titi Kalima, Abdurachman dan Gustan Pari

dokumen-dokumen yang mirip
Rotan. Sifat Dasar dan Kegunaan. Seri Paket Iptek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jenis, sifat dan kegunaan rotan

II. PENJELASAN ISI RISALAH

Industri Kreatif berbasis Rotan

Abdurachman & Jasni. meanwhile those as the least prospective similarly comprised Korthalsia zeppelii Burret, Plectocomiopsis

*) Diterima : 16 April 2008; Disetujui : 13 Juni 2008

ISBN : Jasni Krisdianto Titi Kalima Abdurachman

KOMPOSISI KIMIA DAN KETAHANAN 12 JENIS ROTAN DARI PAPUA TERHADAP BUBUK KAYU KERING DAN RAYAP TANAH

o a t n Ind , a K yu hon Rot n d ne anat hineb salta

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

Identifikasi jenis-jenis rotan pada hutan rakyat di Katingan, Kalimantan Tengah dan upaya pengembangan

PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015

MORFOLOGI DAN TINGKAT KELIMPAHAN JENIS ROTAN DI HUTAN LINDUNG PAPALIA KABUPATEN KONAWE SELATAN

DAFTAR NAMA DAERAH YANG BELUM MELAPORKAN SK DAN SOP (DATA DUKUNG PEMBENTUKAN PPID) KE KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2016 (UPDATED 12 APRIL 2016)

STUDI SIFAT FISIK DAN MEKANIK ROTAN MANAU (Calamus manan Miq) AZHAR NIM

PEMANFAATAN ROTAN NON KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL DITINJAU DARI SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PENGOLAHAN ROTAN OLEH Dra. Jasni, M.Si Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014

Abdurachman, Jasni, Rohmah Pari, & Esti Rini Satiti

PENGOLAHAN ROTAN untuk BAHAN BAKU MEBEL DAN KERAJINAN

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

IDENTIFIKASI JENIS ROTAN DI KECAMATAN SELIMBAU KAWASAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMK TAHUN 2012

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) SERENTAK Tingkat provinsi (7 daerah) Tingkat kabupaten / kota. Aceh (Kota, 4 daerah dan Kabupaten, 16 daerah)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN

TEKNOLOGI PROSES PELENGKUNGAN ROTAN SECARA KIMIA UNTUK BAHAN BAKU MEBEL

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

TEKNIK PEMBENGKOKAN ROTAN MANAU (Calamus manau) MENGGUNAKAN STEAMER Rattan Manau (Calamus manau) Bending Method by Using Steamer

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 517 K/81/MEM/2003 TANGGAL : 14 April 2003

DAERAH PENGHASIL DAN RENCANA PENERIMAAN SEKTOR PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2003

Nomor Propinsi/Kabupaten/Kota Jumlah T-15 T-17 T-19 Jumlah biaya

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610, Telp. (0251) , Fax (0251)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

Daftar Daerah Tertinggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR KAB/ KOTA REKRUI TMEN SAKTI PEKSOS

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

KEANEKARAGAMAN JENIS ROTAN DALAM KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. BHATARA ALAM LESTARI KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2 Perkembangan dan Proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Tertinggal KODE KABUPATEN

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat

DAFTAR NAMA DAERAH PESERTA KEGIATAN PEMANTAPAN DUKUNGAN PENGGUNAAN TI DALAM PROSES PENCALONAN PILKADA 2017 GELOMBANG I JUMAT, 29 JULI 2016

Katalog Plasma Nutfah Tanaman Pangan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

M E M O R A N D U M NO. 072 /Dt.2.3.M/05/2017

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

DAERAH JUMLAH PROPINSI (A)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAYA TAHAN 25 JENIS ROTAN TERHADAP RAYAP TANAH. (The Resistance of 25 rattan Species Against Subterranean Termites) Oleh / By. Jasni & Han Roliadi

DAFTAR NAMA DAERAH YANG BELUM MELAPORKAN SK DAN SOP (DATA DUKUNG PEMBENTUKAN PPID) KE KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2016 (UPDATED 5 FEBRUARI 2016)

Code Propinsi/Kabupaten/Kota (Province/Regency/Municipality) Code Propinsi/Kabupaten/Kota (Province/Regency/Municipality)

SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP,

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TINJAUAN PUSTAKA. Rotan

Kladistik Beberapa Jenis Rotan Calamus spp. asal Sulawesi Tengah berdasarkan Karakter Fisik dan Mekanik Batang

DAFTAR DAERAH DAN JUMLAH PIUTANG AWAL DANA PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

DAYA TAHAN 25 JENIS ROTAN TERHADAP RAYAP TANAH

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

DAFTAR USULAN VERTIKALISASI TAHUN 2016

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Februari 2016 s/d 01 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

DAFTAR GAMBAR Halaman

KOMPONEN KIMIA DAN KETAHANAN EMPAT JENIS ROTAN ( Chemical Compound and Resistance of Four Kinds of Rattan) Oleh/ By : Ina Winarni & Jasni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb.

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

Oleh: Merryana Kiding Allo

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 414/K/81/MEM/2002 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PERHITUNGAN BAGIAN

PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLAAN HUTAN

Transkripsi:

SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN ROTAN Oleh: Jasni, Krisdianto, Titi Kalima, Abdurachman dan Gustan Pari ABSTRAK Pusat pertumbuhan rotan paling banyak ditemui di Asia Selatan. Di wilayah ini terdapat sekitari 614 jenis rotan, yang berasal dari 8 genera. Di Indonesia tercatat 8 genera dengan 314 spesies rotan. Dari jumlah tersebut sekitar 51 sudah dikenal dalam perdagangan (komersial), sedangkan yang lain belum dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya rotan dari jenis-jenis rotan yang belum digunakan. Sasaran kegiatan ini adalah memperoleh data dan informasi sifat-sifat rotan sebagai dasar pemanfaatannya. Dalam penelitian ini adalah sifat dasar rotan, anatomi, kimia, fisis-mekanis, ketahanan dan pelngkungan. Jenis rotan yang dipelajari 4 jenis rotan, rotan calamus sp2 (Calamus rugosus Beccari), calamus 5 (Calamus spectatissimus Furtado), calamus 1 (Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart) dan calamus sp (Daemonorops longipes (Griff.) Mart). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat jenis rotan calamus sp2, calamus 5, calamus1 dan calamus sp baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan komponen mebel, keranjang dan anyaman. Kata kunci: rotan, sifat dasar, kegunaan, mebel 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan lebih dari 614 jenis rotan terdapat di Asia Selatan yang berasal dari 8 genera, yaitu untuk genus Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis, Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia 1 jenis dan Ceratolobus 6 jenis (Dransfield 1974, Dransfield dan Manokaran, 1996. Menon, 1979. Alrasjid, 1989. Mogea, 1990). Dari 8 genera tersebut dua genera rotan yang bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops. Indonesia memiliki kurang lebih 314 jenis rotan, tetapi baru 51 jenis yang merupakan jenis komersial atau laku diperdagangkan karena sifatnya sudah dikenal, namun beberapa jenis komersial potensinya sudah menurun dan mulai langka, seperti manau, pulut merah, sega, irit, batang dan tohiti. Sementara itu, dari jenis-jenis lain yang non komersial (belum dikenal) mungkin ada yang memiliki sifat baik dan jumlahnya cukup tersedia di hutan. Disamping itu ada saran yang diberikan oleh peserta pada Seminar Nasional Rotan bulan Juli 2010 di Jakarta, untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap beberapa jenis rotan yang belum komersial agar mempunyai nilai tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian dan pengembangan bagi rotan yang belum dikenal, sehingga dapat dimanfaatkan. Di samping itu, pengusaha diharapkan memiliki kemauan untuk mencoba memanfaatkan hasil penelitian terhadap rotan yang belum dikenal tersebut menjadi produk komersial (Jasni dan Rachman, 2000), dengan demikian diharapkan kebutuhan akan rotan tercapai dan kelestarian jenis terjamin. Untuk merangsang pemanfaatan jenis-jenis rotan yang selama ini belum dimanfaatkan (lesser used species), maka perlu dilakukan penelitian yang komprehensif dan holistic. Karena penelitian akan mencakup penyebaran botani, sifat dasar (anatomi, fisis mekanis, kimia dan keawetan), pengolahan (pengerjaan, pengeringan, pelengkungan) rotan, sehingga dapat diketahui penyebaran jenis, peruntukkan dan kualitas secara lebih tepat untuk setiap jenis rotan. 2

B. Tujuan dan Sasaran Tujuan: Menyediakan informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 4 jenis rotan sebagai dasar diversifikasi penggunaan bahan baku untuk berbagai tujuan. Sasaran: Tersedianya informasi ilmiah mengenai sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 4 jenis rotan. C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 4 jenis rotan 2. Contoh produk 3. Draf karya tulis D. Hasil yang Telah Dicapai pada Penelitian Sebelumnya Tahun 2010 1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis, yaitu rotan boga (Calamus kooedeniensianus Becc.) diameter batang 17-25 mm, rotan cakre (Ceratolobus subangulatus (Miquel) Becc) diameter batang 5-7 mm, rotan cincin (Calamus polystachys Becc.) diameter batang 3-5mm dan rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz) J.Dransf.) diameter batang 27-43 mm, 2. Rotan boga (Calamus kooedeniensianus Becc.) sangat baik digunakan sebagai komponen bahan baku pembuat mebel yang membutukan kelengkungan yang kecil, rotan ini cukup baik digunakan sebagai pengganti rotan manau. 3. Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus (Miquel) Becc), dapat digunakan dalam bentuk belahan atau tidak dibelah untuk komponen pengikat antara komponen mebel, keranjang dan anyaman, rotan ini dapat penganti rotan sega. 4. Rotan cincin (Calamus polystachys Becc.) rotan ini baik dijadikan untuk perakitan mebel dan digunakan untuk anyaman, sandaran pada kursi, alas untuk meja dan keranjang rotan irit. 3

5. Rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz) J. Dransf), rotan ini mudah patah dibentuk, hanya dapat disarankan digunakan untuk bentukan yang lurus seperti tangkai sapu. Tahun 2011 1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yang diteliti, rotan Papua 1( Calamus warburgii K.Schum) diameter batang 13-18mm, rotan Papua 2( Calamus auriensis Becc.) diameter batang 15-22 mm, rotan Papua 3 (Calamus pachypus Bl.) diameter batang 13-16 mm dan rotan Papua 4 (Korthalsia zippelii Bl) diameter batang 19-28 mm. 2. Pelengkungan 4 jenis rotan yang dipelajari ( C. pachypus Bl dan C. auriensis Becc) termasuk dalam kelompok sangat baik dilengkungkan, sedangkan rotan Korthalsia zippelii kurang baik dilengkungkan. 3. Produk dari ketiga jenis (C. auriensis Becc, C. warbugii K.Schum dan C. pachypus Bl) termasuk mudah dikerjakan dan dapat disetarakan dengan rotan manau (Calamus manan) dan batang (Calamus zolingerii Becc.). 4. Produk mebel yang dihasilkan dari salah satu jenis yang dipelajari atau digabungkan dengan rotan yang sudah ada di pasaran juga dapat menarik pembeli. Tahun 2012 1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yaitu rotan endow (Calamus zibertinus Becc) diameter batang 13-22 mm, rotan itoko (Calamus hollungii Becc.) diameter batang 21-39 mm, rotan B (Calamus humboldtianus Becc.) diameter batang 6-13 mm dan rotan davone (Korthalsia brassii Burret.) 2. Rotan endaw, itoko, rotan B dan davone memiliki sifat dasar mendekati atau mirip dengan rotan komersial, keempat jenis rotan kecuali rotan davone dapat disetarakan dengan rotan manau, batang, lambang dan sega, karena mudah dikerjakan. 3. Rotan endaw, itoko dan rotan B memiliki sifat pelengkungan sangat baik (kelas I), sehingga memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan mebel dan telah dilakukan uji pembuatan mebel berupa kursi bulat, tempat koran dan meja. 4

Tahun 2013 1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yaitu rotan hoa (Calamus mindoriensis Becc) diameter batang 16-30 mm, rotan ue tuu (Calamus robinsonianusi Becc.) diameter batang 11-27 mm, rotan jaramasin (Calamus leiocaulis Becc.) diameter batang 7-14 mm dan rotan tambailulu (Korthasia scleracantus Beccari ex Heyne.) diameter batang 9-19 cm. 2. Sifat dasar keempat jenis rotan yang dipelajari mirip dengan rotan komersial. 3. Ketahanan rotan terhadap rayap tanah, rotan jaramasin, tambailulu kelas III, rotan hoa kelas II dan ue tuu termasuk kelas I. Dalam pemakaiannya rotan yang kelas III perlu diawetkan. 4. Pelengkungan 3 jenis rotan yang diteliti ( rotan hoa, ue tuu dan tambailulu termasuk dalam kelompok sangat baik dilengkungkan termasuk kelas I. Sedangkan rotan jarmasin mudah dikerjakan atau dibelah sebagai anyaman. 5. Produk dari keempat (rotan hoa, ue tuu, jaramasin dan tambailulu) termasuk mudah dikerjakan dan dapat disetarakan dengan rotan batang (C. zolingerii Becc.), tohiti, (Calamus inops Becc. Ex.Heyne.) lambang (C. ornatus var celebicus Becc.) dan sega (C. caesius Bl.). Irit ( Calamus tracycoleus Becc.). E. Ruang Lingkup Kegiatan utama penelitian ini meliputi survey lapangan pengambilan sampel jenis rotan kurang dikenal untuk meneliti sifat dasar (anatomi, fisis dan mekanis, ketahanan terhadap serangga, kandungan kimia dan pelengkungan) dan pembuatan produk di Industri. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Rotan secara umum tumbuh baik di daerah hutan hujan tropika. Di dunia, rotan tumbuh menyebar mulai dari Kepulauan Fiji dibagian Timur sampai ke Afrika di Barat, dari Cina Selatan di Utara sampai ke Australia Utara dibagian Selatan. Wilayah Asia Tenggara terutama di Indonesia dijumpai paling banyak jenis rotan, dengan jumlah jenis dan volume produksi rotan paling besar. Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, Laos PDR, Vietnam, India dan Nigeria juga memiliki jumlah jenis dan produksi yang tinggi, tetapi jumlahnya jauh di bawah Indonesia. Apabila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara paling kaya akan sumberdaya rotan diperkirakan 314 jenis. Sedangkan Filipina 70 jenis, Semenanjung Malaysia 146 jenis, Thailand 71 jenis, Brunei 150 jenis dan Lao PDR 37 jenis (Dransfield, 1974; Dransfield dan Manokaran. 1996; Vongkaluang,1984; Salita, 1984: Sumarna, 1986; Mogea, 1990; Nangkat et.al, 1977; Evans et.al, 2001, Rachman dan Jasni, 2013). Rotan sebagai bahan baku industri mebel, barang kerajinan, ayaman keranjang. Indonesia sebagai penghasil rotan terbesar didunia, diperkirakan 85 % bahan baku di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, adapun sisanya dihasilkan oleh negara lain Filipina, Vietnam dan negara Asia lainya ( Retraubun, 2013). Selanjutnya dikatakan bahwa total nilai ekspor produk rotan sepanjang tahun 2012 mencapai USD 206,67 juta yang terdiri dari rotan furnitur semilai USD 151,64 juta dan rotan kerajinan/anyaman sebesar 51,03 juta. Sedangkan pasar luar negeri atas produk asal rotan asal Indonesia untuk HS 46012 (Basketwoork, Wickerwork&Other Article Made Directly to Shape From Rattan) pada tahun 2012 adalah Belanda USD 11,6 juta (27,02%), Amerika Serikat senilai USD 6,6 juta (15,39%), Korea Selatan senilai USD 4,2 juta (9,76%), Jerman senilai USD 3,6 juta (8,43%) dan Belgia senilai USD 2,4 juta (5,6%) dan beberapa negara lainnya meliputi Inggeris, Jepang, Swedia, Perancis dan Australia (Warta Ekspor, 2013). Rotan tersebar di Indonesia, penyebaran pertumbuhan rotan secara geografis di Indonesia ditampilkan dalam Tabel 1. 6

Tabel 1. Penyebaran pertumbuhan rotan secara geografis di Indonesia No. Propinsi Lokasi areal hutan 1. Aceh Aceh Utara, Aceh Tengah, Piddie, Aceh Timur, Pulau Simeuleu (Sinabang) Aceh Selatan, Aceh Tenggara. 2. Sumatera Utara Asahan, Labuhan Ratu, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Pulau Nias 3. Sumatera Barat Pasaman, Sawah Lunto/Sijunjung, Solok Selatan, P. Mentawai, Pantai Selatan. 4. Riau Tembilahan (Inderagiri Hilir), Rengat (Inderagiri Hulu), Bangkinang (Kampar), Pasir Pangiraian. 5. Jambi Batanghari, Muaro Bungo, Sarolangun, Bangko, Kuala Tungkal. 6. Bengkulu Bengkulu Utara (Muko-Muko),Bengkulu Selatan (Bintuhan), Rejang Lebong (Kapahiang). 7. Sumatera Selatan Ogan Komering, Lematang Ulu, Musi Banyuasin 8. Lampung Lampung Barat (Krui). Lampung Tengah (Sukadana),Kabupaten Tanggamus (Kota Agung). 9. Kalimantan Barat Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang, Sanggau. 10. Kalimantan Tengah Kotim (Sampit), Kobar (Pangkalan Bun), Kuala Kapuas, Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu. 11. Kalimantan Selatan Marabahan, P. Laut (Kota Baru), Hulu Suangai Utara 12. Kalimantan Timur Pasir, Mahakam Ulu, Mahakam Tengah, Berau, Damai, Balungan Selatan, Bentian. 13. Sulawesi Selatan Mamuju, Luwu (Palopo), Sidrap, Enrekang, Maros, Polmas. 14. Sulawesi Tengah Poso, Donggala, Luwuk, Banggai, Buol, Toli-toli. 15. Sulawesi Utara Minahasa Tosawang, Tompaso, Bolaang Mongondow (Dominanga, Lanuan Uki), Gorontalo, Sangihe Talaud. 16. Sulawesi Kendari Selatan, Kolaka, P. Muna, P. Buton. Tenggara 17. Nusa Tenggara Barat Sumbawa (Klongkang, Dado, Batalente), Bima (Taffoperado) 18. Nusa Tenggara P. Flores, (Manggarai,Angada,Sika), Sumba Barat Timur 19. Maluku Pulau Halmahera, Pulau Obi, Pulau Bacan. Pulau Morotai, Pulau Mangole, Pulau Taliabu, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Tanimbar, Pulau Kai. 20. Irian Jaya Sorong, Fak-fak, Manokwari, Paniai, Jayapura (Demta,Arso), Marauke, Serui, Yapen Waropen Sumber : Anonim, 1988 Seperti telah disebutkan sebelumnya, di Indonesia dijumpai kurang lebih 314 jenis rotan. Dari jumlah tersebut, 51 jenis di antaranya adalah jenis rotan komersial, sedangkan 265 jenis adalah jenis non-komersial. Di antara 51 jenis komersial tersebut, hanya sekitar 20-30 jenis saja yang sangat 7

disukai dan banyak dieksploitasi. Dari jumlah tersebut, terdapat rotan yang tergolong elit/favorit, yaitu manau, sega/taman, irit, tohiti dan batang. Jenis non komersial umumnya masih banyak tumbuh di hutan alam, belum dimanfaatkan karena informasi pemanfaatannya belum banyak diketahui. Pada umumnya pembeli hanya memesan jenis rotan yang sudah jelas penggunaannya dan laku diperdagangkan (Jasni dan Rachman, 2000; Rachman dan Jasni, 2013). Untuk dapat memanfaatkan rotan, perlu diketahui sifat-sifatnya terutama sifat dasar rotan antara lain sifat anatomi. Struktur anatomi batang rotan yang erat hubungannya dengan keawetan dan kekuatan rotan antara lain ukuran/diameter pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan (Rachman, 1996). Bhat dan Thulasidas (1993) melaporkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan, dinding yang tebal membuat rotan menjadi lebih keras dan lebih berat dari pada rotan yang berdinding tipis. Sel-sel serabut yang berdinding tebal menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis (Jasni dan Rachman, 2000). Sifat fisis dan mekanis merupakan sifat yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pemakaian rotan, terutama yang berhubungan dengan kekuatan menahan beban. Beberapa jenis rotan berdiameter besar yang termasuk rotan kuat dan biasa dijadikan kerangka mebel adalah manau, batang, tohiti, mandola, semambu, tarumpu dan sampang. Sedangkan rotan berdiameter kecil yang dimanfaatkan bagian kulitnya disyaratkan memiliki kekuatan tarik yang tinggi, sehingga pemakaiannya dalam bentuk anyaman kursi mampu menahan beban (Rachman dan Jasni, 2013). Rotan sebagai bahan berlignoselulosa, memiliki kandungan kimia yang mirip dengan kayu. Secara umum komposisi kimia rotan terdiri atas holoselulosa (71 76%), selulosa (39 58%), lignin (18 27%) dan pati (18 25%). Selulosa yaitu molekul gula linear berantai panjang, termasuk ke dalam holoselulosa. Selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang, karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi. Lignin merupakan suatu 8

polimer komplek dengan bobot molekul tinggi. Lignin juga berfungsi memberikan kekuatan pada batang. Makin tinggi kadar lignin, kekuatan rotan makin tinggi, karena ikatan antar serat makin kuat. Sedangkan pati adalah cadangan karbohidrat yang utama pada tumbuhan tingkat tinggi. Pati berbentuk granula yang larut dalam air. Dalam kayu dan batang rotan, pati merupakan makanan utama serangga atau bubuk perusak. Dalam hal ini, makin tinggi kandungan pati, maka rotan makin rentan terhadap serangan bubuk (Jasni dan Rachman. 2000; Rachman dan Jasni, 2013). Sifat keawetan rotan, keawetan rotan adalah daya tahan suatu jenis rotan terhadap berbagai faktor perusak biologis. Untuk menghindari kerusakan non-biologis dalam pemakaian dan pengolahan perlu dilakukan tindakan kultur teknis terhadap faktor perusak tersebut. Sifat keawetan rotan terhadap perusak biologis bergantung pada jenis organisme perusak mana yang dimaksudkan, karena sesuatu jenis rotan yang tahan terhadap serangan jamur misalnya belum tentu akan tahan juga terhadap serangga atau organisme perusak lainnya. Keawetan rotan juga dipengaruhi terutama oleh pati (Jasni dan Rachman. 2000) Sifat pelengkungan rotan atau disebut radius lengkung, bentuk lengkung merupakan proses penting dalam industri mebel rotan, hampir semua potongan rotan besar perlu dilengkungkan dalam proses pembuatan barang jadi, baik untuk keperluan fungsional maupun estetika (Krisdianto dan Jasni, 2006). 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Bahan baku rotan untuk penelitian ini dikumpulkan dari lapangan Kota Batam (Propinsi Kepulauan Riau) dan Kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Penelitian identifikasi, pengujian dan pengolahan dilaksanakan di Lab. Puskonser, Lab. Pustekolah, dan Industri rotan. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 4 jenis rotan, yaitu rotan Calamus sp2, calamus 5, calamus 1, calamus sp, minyak tanah, solar, dan beberapa jenis bahan kimia, seperti PEG, hidrogen peroksida, alkohol, karboxylol dan toluen. Sedangkan alat yang digunakan mesin Amslar, mesin polis dan mesin belah. C. Prosedur Kerja 1. Lapangan a. Pemilihan rotan yang masak tebang dengan ciri-ciri dari kejauhan terlihat dauan sudah rotok dan bewarna kuning kering, dari jenis-jenis rotan yang belum digunakan dengan metode eksploratif. b. Pengambilan contoh sesuai perlakuan 2. Laboratorium Rotan yang sudah dipanen kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian a. Untuk mengetahui nama ilmiah dari jenis-jenis rotan yang ditemukan dilapangan digunakan metode komparatif dengan spesimen herbarium. Nama ilmiah jenis-jenis rotan mengacu pada spesimen tipe. Hasil deskripsi dari tiap-tiap jenis kemudian dibandingkan satu sama lain untuk mengetahui ciri-ciri yang berbeda b. Sifat dasar meliputi 1). Sifat anatomi Ciri anatomi ditetapkan berdasarkan hasil pengamatandan pengukuran secara mikroskopis yang meliputi dimensi ikatan pembuluh seperti ikatan 10

serabut, pembuluh metasilim dan protosilim. Metode yang digunakan Teroso (1989) dan Sass (1961). 2). Sifat fisis-mekanis Pengujian sifat fisis meliputi kadar air kering udara dan BJ. Pengujian sifat mekanis meliputi keteguhan lentur statis, keteguhan tarik, tekan sejajar. Pengujian tersebut dilakukan pada contoh rotan kering udara. Pengujian tersebut dilakukan pada contoh dalam keadaan kering udara dengan menggunakan mesin penguji UTM berkapasitas 2 ton. Ukuran contoh uji dan pengujian sifat fisis dan mekanis seperti pada kayu sesuai dengan ASTM D 143-95 (Anonim, 1995). 3). Sifat kimia Kadar selulosa menurut standar Norman dan Jenkins (Wise, 1944). Kadar lignin menggunakan standar SNI 14-0492-1989 Kadar pati menggunakan standar SII 0070 79 4). Sifat ketahanan Pengujian ketahanan dilakukan secara laboratorium. Pengujian dilakukan terhadap serangga perusak rotan mengacu metode SNI 01-7207- 2006. Klasifikasi ketahanan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) mengacu pada klasifikasi ketahanan yang disusun Jasni dan Roliadi (2010). 5). Sifat pelengkungan Rotan dilengkungkan dengan meletakkan rotan dalam acuan lengkung yang sudah disiapkan. Kemampuan lengkung rotan diamati berdasarkan radius lengkung yang mampu dicapai oleh contoh uji. Rotan yang sudah mencapai radius lengkung terkecil diikat dengan tali untuk mencegah spring back lalu dilepaskan dari acuan. Nilai kemampuan lengkung suatu jenis rotan ditetapkan apabila contoh uji yang dilengkungkan mengalami kerusakan 10 % dari jumlah contoh uji yang dilengkungkan pada suatu radius tertentu (Kollman dab Cote, 1968). 11

Data hasil pelengkungan ditentukan mutunya yang mengacu pada mutu rotan lengkung yang disusun Rachman (2000). Klasifikasi mutu rotan berdasarkan radius lengkung seperti Tabel 2 Tabel 2. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan radius lengkung No Radius lengkung (cm) Mutu Kelas Sebutan 1 < 10 I Sangat baik 2 10,5-20 II Baik 3 20,5-30 III Sedang 4 30,5-40 IV Kurang 5 40 V Sangat kurang Proses pembuatan produk a). Rotan dimasukkan ke dalam tabung steam (pengukusan), di steam selama lebih kurang 15 menit setelah air panas mencapai 100 0 C dalam tabung steam tersebut b). Rotan yang sudah di-steam, dikeluarkan dan dilengkungkan dengan mal yang sudah dibuat. c). Hasil lengkungan kemudian dibuat komponen produk sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat dan dirakit menjadi produk dan disesuaikan dengan sarana dan prasarana industri. D. Analisis Data Analisis data dilakukan secara metode deskriptif untuk menjelaskan sifat-sifat rotan yang diteliti, baik sifat dasar maupun pengolahannya sebagai komponen barang jadi. 12

A. Deskripsi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Calamus sp2 Nama Botani: Calamus rugosus Beccari Jenis rotan tunggal, batang langsing memnajat mencapai 10 m. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 6 mm, ruas agak pendek 8 cm) panjangnya, batang dengan pelepah daun berdiameter 13 mm. Pelepah daun dan rakis bila kering berwarna coklat pudar. Pelepah daun hijau terang dengan duri pendek bentuk segitiga, warna coklat pudar kemerah-merahan. Lutut jelas ada. Flagela panjang mencapai 1,5 m. Daun ecirrate, panjangnya 90 cm termasuk tangkai 20 cm. Helaian anak daun berjumlah 40 pada tiap sisi rakis, tersusun teratur, berukuran 27 cm x 12 cm, pada tulang daun bagian permukaan bawah berambut warna hitam. Perbungaan panjang 1,2 m dengan 4-5 bagian perbungaan. Buah bentuk panjang dengan ditutupi 15-17 sisik vertikal berwarna kecoklatan. Habitat : jenis ini tumbuh di hutan dataran rendah dipterokarpa. Gambar 1. Bantuk pelepah daun dan batang basah calamus sp2 2. Rotan calamus 5 Nama Botani: Calamus spectatissimus Furtado Jenis rotan berumpun, memanjat mencapai 25 m. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 13 mm dengan panjang ruas 35 cm, warna batang hijau kekuningan, batang dengan pelepah daun berdiameter 19 mm. Pelepah daun hijau pudar, berduri rapat dengan tonjolan bagian dasar duri warna hijau 13

pudar dengan ukuran bervariasi, panjang mencapai 1,5 cm, adanya bekas horizontal. Lutut jelas ada. Okrea kelihatan suram. Flagela panjangnya mencapai 1,5 m. Daun eciret panjangnya mencapai 1,3 m termasuk panjang tangkai mencapai 29 cm dengan bekas-bekas duri di bagian bawah tangkai. Helaian anak daun berjumlah 40 pada tiap sisi rakis, tersusun menyirip teratur, berukuran 35 cm x 1,5 cm, permukaan atas helaian anak daun tidak berbulu dan bagian bawah berambut pendek, warna helaian anak daun hijau. Tidak ditemukan bunga dan buah. Habitat : jenis ini tumbuh di lereng bagian bawah pada hutan dataran rendah dipterokarpa. Gambar 2. Bantuk pelepah daun dan batang basah calamus 5 3. Calamus 1 Nama Botani: Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart. Jenis rotan tunggal, batang lebih kecil dan jarang tingginya 15 m, kadang-kadang merambat. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 20 mm, ruas agak pendek (12 cm) panjangnya, warna batang kuning kehijauan, batang dengan pelepah daun berdiameter 30 mm. Pelepah daun hijau terang dengan kolar berpasangan, diantara pasangan kolar terdapat rambut pendek hitam menyerupai rambut kuda, dan membentuk sarang semut, dan kolar tunggal beduri panjang 2 cm. Pada pelepah daun yang muda terdapat indumentum berwarna coklat. berduri lebat dengan tonjolan bagian pangkal duri berukuran 10 mm x 5 mm, warna hiaju keabu-abuan dengan garis horizontal. Lutut jelas ada, hampir semuanya tidak jelas dengan duri pada pelepah daun. Daun panjangnya 3 m dengan tangkai 40 cm dan sirus 1 m. Helaian anak daun tersusun teratur, jumlah anak daun 45-60 pada tiap-tiap sisi rakis, berukuran 40 cm x 3 cm, pada tulang daun utama bagian 14

permukaan bawah berambut. Perbungaan jantan dan betina hampir sama tetapi bunga jantan percabangannya lebih tinggi, dan lebih rapat, bunga betina lebih besar. Buah bulat dan tangkai pendek, ukuran buah masak 15 mm diameternya, ditutupi oleh 15 sisik vertikal berwarna merah kecoklatan, dengan garis tepi coklat pudar. Biji bulat. Habitat : jenis ini tumbuh di lembah bukit. Gambar 3. Bentuk tanamandilapangan, pelepah daun dan buah calamus 1 4. Calamus sp Nama Botani: Daemonorops longipes (Griff.) Mart. Jenis rotan berumpun, dengan batang kuat, jarang memanjat tinggi, biasanya berbentuk semak belukar. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 30 mm dengan panjang ruas 5 cm, batang dengan pelepah daun berdiameter 50 mm. Pelepah daun hijau terang, berduri hitam dan terdapat bekas-bekas duri, tersusun mengelompok horizontal, ukuran duri 4 cm x 6 mm, kadang-kadang diantara duri terdapat indumentum coklat. Okrea 6 mm ditutupi duri hitam. Lutut tidak ada. Daun panjangnya mencapai 4,5 m, dengan tangkai 50 cm dan sirus mencapai 1,30 cm. Helaian anak daun berjumlah 50 pada tiap sisi rakis, tersusun menyirip teratur di bagian bawah dan tidak teratur di bagian atas, berukuran 50 cm x 3 cm. Perbungaan panjang 75 cm. Buah berukura 15-18 mm x 10-15 mm, ditutupi 15 sisik vertikal berwarna coklat pudar. Habitat : jenis ini tumbuh di lereng bagian bawah pada hutan dataran rendah dipterokarpa. 15

. Gambar 4. Bentuk tanaman dilapangan dan pelepah daun calamus sp B. Sifat Dasar 1. Struktur anatomi batang a. Ciri umum batang rotan Batang rotan umumnya silendris terdiri dari ruas-ruas yang panjang, diameter batang, pada ruas ditemukan buku yang relatif rendah, dan warna batang, hasil dari 4 jenis rotan yang diteliti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ciri umum 4 jenis batang rotan No Nama lokal ǿ batang Panjang Tinggi buku Warna batang (mm) ruas (cm) (mm) 1 Calamus sp2 7-14 10-18 0,5-1,18 Kuning kemerahan 2 Calamus 5 7-13 12-20 0,6-1,5 Hitam kemerahan 3 Calamus 1 13-24 10-14 0,5-2,0 kemerahan 4 Calamus sp 6-12 12-25 0,9-2,0 kemerahan Berdasarkan Tabel 3, diameter ke empat jenis rotan berkisar 6 24 mm, dan panjang ruas berkisar 8 25 cm. Tinggi buku berkisar 0,5 2,0 mm, keempat rotan ini mempunyai tinggi buku yang rendah, tinggi buku pada rotan ini hampir seragam sesuai pendapat Rachman dan Jasni (2013), bahwa buku rotan relatif rendah dan kalau ada yang tinggi hanya ditunjukan perbedaan diameter antar ruas yang bersebelahan. Menurut Uhl dan Dranfield (1987), buku yang rendah terdapat pada jenis rotan Calamus, yang agak tinggi pada jenis Daemonorops dan tinggi pada jenis Korthalsia. 16

Calamus sp2 Calamus 5 Calamus 1 Calamus sp b. Ciri anatomi Gambar 5. Bentuk batang rotan kering Berdasarkan pengamatan 4 jenis rotan terhadap ciri anatomi secara mikro dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ciri anatomi 4 jenis rotan No Nama lokal Panjang serabut (µm) Tebal dinding serat (µm) ǿ metasilim (µm) ǿ protosilim (µm) 1 Calamus sp2 1048 3,7 213 69 2 Calamus 5 1281 3,6 230 60 3 Calamus 1 1335 4,2 206 69 4 Calamus sp 1574 3,9 197 58 Berdasarkan hasil penelitian 4 jenis rotan (Tabel 4), mempunyai ukuran panjang sel serabut, dan tebal dinding serabut yang berbeda. Bhat dan Thulasidas (1993) melaporkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan Pl parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan sifat fisik rotan. Dinding yang lebih tebal membuat rotan menjadi keras dan lebih berat. Ternyata dari ke empat jenis rotan yang diteliti tebal dinding sel serabut terendah 3,6 μm (Rotan calamus 5) dan tertinggi rotan calamus 1(4,2 μm), kemudian rotan calamus sp (3,9 µm) dan calamus sp2(3,7 µm). Berdasarkan Pl Pr hal tersebut diatas keempat jenis rotan ini mempunyai kekuatan yang baik karena tebal dinding > 2 μm. Dilihat tebal dinding rotan calamus 1 dapat disetarakan dengan rotan komersial balubuk (Calamus burkianus Becc.) rotan dengan tebal dinding 4,41 µm, rotan calamus sp 2, rotan calamus 5 dan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro.) dengan tebal dinding serat 3,75 µm (Rachman dan Jasni, 2013). Pr 17

P Pr M M M Gambar 6. Struktur anatomi batang rotan calamus sp2 (kiri) dan calamus 5 (kanan) Keterangan: M: Pembuluh metaxylem; Pr: Pembuluh protoxylem; Pl: Pembuluh phloem M Pl M Pr Pr Pl M Gambar 7. Struktur anatomi batang rotan calamus 1(kiri) calamus sp (kanan) Keterangan: M: Pembuluh metaxylem; Pr: Pembuluh protoxylem; Pl: Pembuluh phloem 18

2. Sifat fisis dan mekanis rotan Sifat fisis-mekanis ke tempat jenis rotan seperti Tabel 5. Tabel 5. Sifat fisis mekanis 4 jenis rotan No Nama Lokal KA (%) BJ MOE (Kg/cm 2 ) MOR (Kg/cm 2 ) Tekan// serat 1 Calamus sp2 12 0,72 26.871 798.62-2 Calamus 5 12 0,57 19.669 632,44-3 Calamus 1 13 0,54 25.209 538.63-4 Calamus sp 13 0,68 22.155 730.12 - Keterangan: - Rotan tidak dilakukan pengujian MOE, MOR karena diameternya kecil hanya dilakukan Tekan sejajar serat dan rotan diameter kecil tidak dilakukan uji MOE dan MOR. Berdasarkan sifat fisis mekanis rotan (Tabel 5), dari empat jenis rotan yang diteliti, berat jenis (BJ), yang tertinggi pada rotan calamus sp2 (0,72), rotan calamus sp (0,68), rotan calamus 5 (0,57) dan rotan calamus 1 (0,54). Rotan yang BJ terlalu tinggi atau terlalu rendah kurang disenangi karena terlalu kaku atau terlalu lunak. Rotan yang disenangi adalah BJ yang sedang, yaitu berkisar 0,46 0,60 karena BJ adalah salah satu sifat fisik yang penting karena akan sangat mempengaruhi sifat kekuatan, kembang susut, sifat menyerap bahan kimia dan finishing serta sifat-sfat dalam pengolahan dan penggunaan (Rachman dan Jasni, 2013). Dari keempat jenis rotan yang diteliti calamus 1 dan calamus 5 dapat disetarakan dengan rotan manau (Calamus manan Miquel.) dan rotan tohiti (Calamus inops Becc. Ex.Heyne) dengan BJ (0,56-0,59) sebagai produk membutuhkan BJ sedang, namun untuk rotan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan komersial rotan wullo/umbulu (Calamus simpysipus Becc.) dengan BJ 0,68 (Rachman dan Jasni, 2013) 3. Sifat kimia rotan Untuk sifat atau kandungan kimia ke 4 jenis rotan yang diteliti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat kimia 4 jenis rotan No Nama Lokal Pati (%) Selulosa (%) Lignin (%) 1 Calamus sp2 18,32 46,51 27,15 2 Calamus 5 18,32 49,54 23,78 3 Calamus 1 18,56 50,59 25,31 4 Calamus sp 20,17 54,66 25,81 19

Berdasarkan komponen kimia dari 4 jenis rotan yang diteliti (Tabel 6), kandungan selulosa rotan calamus sp2 (46,51%), rotan calamus 5 (49,54 %), calamus 1 (50,59%) dan rotan calamus sp (54,66%). Selulosa mempunyai sifat mudah teroksidasi, dan selulosa juga berpengaruh terhadap kelenturan rotan, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi karena ada ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan unit gula penyusun selulosa (Rachman, 1996). Rachman dan Jasni (2013) melaporkan, dari ke empat jenis rotan yang diteliti, dilihat dari kandungan selulosa, rotan calamus sp2 dapat disetarakan dengan rotan cacing (Calamus heteroideus Bl.) selulosa (46,7%), rotan calamus 5 dapat disetarakan dengan rotan pelah (Daemonorops rubra (Rein.ex Bl.) Bl) selulosa (50,04%), rotan calamus 1 dengan rotan batang susu (Daemonorops robusta Warb.) selulosa (50,9). Rotan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan cincin (Calamus polystachis Becc.) kandungan selulosa 55%. Lignin adalah merupakan suatu polimer yang komplek dengan berat molekul yang tinggi. Lignin berfunsi sebagai bahan pengikat antara satu dan lain sel dalam bahan rotan. Ibarat semen dengan batu bata, dengan demikian lignin memberi kekuatan kepada rotan (Rachman, 1996). Hasil penelitian 4 jenis rotan (Tabel 6) kandungan lignin terdapat dalam rotan calamus sp2 (27,15%), rotan calamus 5 (23,78 %), calamus 1 (25,31%) dan rotan calamus sp (25,81%). Untuk kandungan lignin, rotan sp2 dapat disetarakan dengan rotan seel (Calamus melanochaetes Bl.) lignin (27,2%) rotan calamus 5 dengan rotan sampang (Korthalsia tysmanii Miq.) lignin (23.47%) rotan calamus 1 dan calamus sp dengan rotan teretes (Daemonorops didymophilla Becc.) lignin (25,2%), Dari ke empat jenis rotan yang diteliti (Tabel 6), ternyata komponen kimia lain adalah pati, pati tertinggi terdapat pada rotan calamus sp (20,17%), kemudian calamus 1 (18,56%), rotan calamus sp2 dan calamus 5 (18,32). Pati adalah cadangan karbohidrat yang merupakan makanan utama bagi serangga perusak kayu maupun rotan. Semakin tinggi kandungan pati dalam kayu atau rotan maka semakin rentan rotan terhadap bubuk. Bubuk betina tidak akan meletakkan telurnya dan tidak akan memilih jenis kayu yang kandungan patinya rendah dari 3 % ( Anonimus, 1961), karena pati merupakan makanan utama bagi bubuk tersebut (Sumarni dan Jasni, 1988). 20

Dilihat dari kandungan pati, rotan calamus sp2, calamus 5 dan calamus1 dapat disetarakan dengan rotan komersial rotan manau (Calamus manan Miquel.) dan tohiti (Calamus inops Becc. Ex Heyne) patinya (18,5-18,6%), sedangkan rotan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan susu (Daemonorops macroptera Becc.) dengan kandungan patinya 20,08% (Rachman dan Jasni (2013). 4. Sifat ketahanan rotan Untuk sifat ketahanan 4 jenis rotan terhadap rayap tanah yang diteliti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat ketahanan 4 jenis rotan No Nama Lokal Pengurangan berat (%) Kelas Ketahanan 1 Calamus sp2 17,84 II Tahan 2 Calamus 5 19,60 II Tahan 3 Calamus 1 14,62 I Sangat Tahan 4 Calamus sp 14,93 I Sangat tahan Untuk ketahanan rayap tanah (Tabel 7), rotan calamus 1 dan calamus sp termasuk kelas I, sedangkan calamus sp 2 dan calamus 5 termasuk kelas II. Berdasarkan demikian rotan yang mempunyai kelas ketahanan I dan II tidak perlu diawetkan untuk memperpanjang umur pakai bahan baku rotan untuk tujuan penggunaanya tersebut. Berdasarkan kelas ketahanan terhadap rayap rotan sp 2 dan calamus 5 adalah kelas (II) dapat disetarakan dengan rotan komersial rotan tohiti (Calamus inops Becc. Ex.Heyne) dan rotan seuti (Calamus ornatus Bl.) termasuk kelas ketahan II. Sedangkan rotan calamus 1 dan calamus sp adalah kelas (I) dapat disetarakan dengan rotan komersial manau (Calamus manan Miquel.) dan semambu (Calamus scipionum Loureiro.) termasuk kelas ketahanan I (Rachman dan Jasni, 2013) 5. Sifat pelengkungan dan pembuatan komponen produk Dari empat jenis rotan yang dipelajari, empat jenis (calamus sp2, calamus 5, calamus 1 dan calamus sp) memiliki sifat pelengkungan yang baik karena dapat dilengkungkan dengan radius lengkung 7,0 9,50 cm, dan hasil pelengkungan secara lengkap disajikan pada Tabel 8. 21

Tabel 8. Hasil pelengkungan rotan yang diteliti No Jenis rotan Radius lengkung (cm) Keterangan 9,50 7,0 1 Calamus sp2 2 Calamus 5 3 Calamus 1 4 Calamus sp = Dapat dilengkungkan tanpa cacat = Dapat dilengkungkan tanpa cacat = Dapat dilengkungkan tanpa cacat = Dapat dilengkungkan tanpa cacat Berdasarkan proses pengolahan pelengkungan, calamus sp2, calamus 5 dan calamus1 dapat dilengkungkan dengan pelengkungan menghasilkan radius lengkung yang berkisar 7,00 9,50 cm. Berdasarkan kelas mutu pelengkungan ditetapkan oleh Rachman (2000), ketiga jenis rotan tersebut termasuk dalam kategori sangat baik (kelas 1) karena radias lengkung >10 cm. Ketiga jensi rotan ini dapat disetarakan dengan rotan dengan rotan tohiti (Calamus inops Becc. Ex.Heyne) dan rotan lambang (Calamus ornatus var celebicus Becc.), jernang (Daemonorops draco (Willd.) Bl.), seel (Daemonorops malanochaetes Bl.), rotan batang susu (Calamus macroptera Becc.) rotan manau (Calamus manan Miq.) dengan radius lengkung <10 cm ( Rachman dan Jasni, 2013; Jasni,et.al, 2007, 2010). Disamping itu untuk rotan calamus sp2, calamus 5, calamus 1 dan rotan calamus sp dapat juga dibelah menjadi rotan hati, fitrit dan kulit. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin di industri rotan Cirebon pada saat pembuatan produk, kempat rotan (calamus sp2, calamus5, calamus 1) mudah dikerjakan dan radius lengkung berkisar 7,00 9,50 cm. Pada pembuatan contoh produk, keempat jenis rotan ini dapat disetarakan dengan rotan komersial. Produk mebel yang dihasilkan dari salah satu jenis yang dipelajari atau digabungkan dengan rotan yang sudah ada dipasaran, juga dapat menarik pembeli.hal ini menggambarkan bahwa keempat jenis rotan yang dipelajari dapat pengganti rotan komersial. Beberapa contoh hasil produk dtampilkan pada gambar 8. 22

Gambar 8. Contoh produk rotan 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Sifat-sifat dasar keempat jenis rotan yang dipelajari mirip dengan rotan komersial, ditinjau dari sifat anatomi, kimia fisis mekanis, keawetan dan pelengkungan. 2. Ketahanan rotan terhadap rayap tanah, Calamus rugosus Becc. dan Calamus spectatissimus Furtado termasuk kelas ketahanan II, Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart. dan Daemonorops longipes (Griff.) Mart. termasuk kelas ketahanan I. 3. Pelengkungan 4 jenis rotan yang diteliti termasuk dalam kelompok sangat baik dilengkungkan dengan radius lengkung dibawan 10 cm dan termasuk kelas I. 4. Produk dari keempat jenis rotan termasuk mudah dikerjakan dan dapat disetarakan dengan rotan tohiti (Calmus inops Becc. Ex.Heyne), lambang (Camus ornatus var celebicus Becc.), seel (Daemonorops malanochaetes Becc.), batang batang susu (Daemonorops macroptera Becc.), manau (Calamus manan Miq.) dan jernang (Darmonorops draco Bl.). B. Saran Jenis rotan ini dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman, dapat disosialisasikan kepada pengguna karena sifat-sifat ini mirip rotan komersial, sehingga jenis rotan ini dapat digunakan pengganti rotan komersial yang sudah langka dilapangan, seperti manau, batang, lambang, tohiti dan sega. 24

DAFTAR PUSTAKA Alrasjid, H. 1989. Teknik penanaman rotan. Informasi teknis Penelitian dan Pengembangan Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Anonim. 1961. Lyctid Problem. Technical Release. 19: 2-7 Anonim. 1979. Mutu dan cara uji tepung gaplek. Standar Industri Indonesia SII). Departemen Perindustrian Repuplik Indonesia. SII-070-1979. Anonim. 1988. A strudy on the prospects on the rattans industry and market. PT. Capricorn Indonesia Consult. Inc. Jakarta. Tidak diterbitkan. ASTM (American Society for Testing and Material). 1995. Annual Look of ASTM Standards. Volume 04.10 Wood. Section 4 Philadelphia. BSN (Badan Standarisasi Indonesia).1989. Cara uji kadar lignin dan Pulp (Metode Klason). 14-0492-1989. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Indonesia BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2006. Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7207-2006). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta Bhat, K.M.N and P.K. Thulasidas. 1993. Anatomy and indentification of south Indian rattan (Calamus sp). IAWA Journal, 14(1): 63-76. Dransfield, J. 1974. A Shot guide to rattan Biotrop/TF/74/128 Bogor, Indonesia 69 pp. Dransfield,J dan N. Manokaran. 1996. Rotan. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6. Prosea Indonesia. Gajah Mada Unversitas Press. Yogyakarta Evans,T.D. K.Sengdata., O.V. Viengkham and B. Tammavong. 2001. A Field Gude Rattans of Lao PDR. Royal Botanic Garden, Kew. Great Britain. Kollman,F.F.P dan W.A,Cote Jr. 1968. Principles of Wood Science and Technology. Vol I. Berlin: Springer-Verlag. Krisdianto dan Jasni. 2006. Pelengkungan dalam industri pengolahan rotan. INFO hasil hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. 12(1):39-48. Jasni dan O. Rachman. 2000.Pemanfaatan rotan. Laporan Kegiatan Working Group. Research and Development For Forest Product in Indonesia (ASOF). Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Jasni. R.Damayanti dan T. Kalima. 2007. Atlas Rotan Indonesia. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. 25

Jasni. dan H.Roliadi. 2010. Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor. Vol. 28(1): 55-65. Menon, K.D. 1979. Rattan. A Report of Workshop Held in Singapore, IDRC, Ottawa, Canada. 57 pp. Mogea, J. P. 1990. Potensi dan penyebaran jenis jenis rotan di Indonesia khususnya di Sulawesi. Makalah Diskusi Hasil Penelitian Rotan. Departemen. Kehutanan IDRC, Jakarta. Nangkat, N., H.H. Morni, J. H.H.A. Ahmad dan A.Kalat. 1997. The Rattans of Brunei Darusalam. Forestry Departmen, Brunei Darussalam and Royal Botanic Gardens, Kew, UK. Ministry of Industry and Primary Resources Brunei Darussalam. Rachman.O.1996. Peranan sifat anatomi, kimia dan fisis terhadap mutu rekayasa rotan. Disertasi Doktor. Program Pasca sarjana IPB. Bogor. Rachman.O. 2000. Protokol pengujian pelengkungan rotan utuh. Laboratorium pengerjaan kayu. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan. Rachman dan Jasni. 2013. Rotan. Sumberdaya, Sifat dan Pengolahannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Buku. Retraubun,A.SW. 2013. Hilirisasi Industri Rotan Menjadi Komitmen Utama Kemetrian Perindustrian. Furnicraf Today. Membangun Pertumbuhan Indutry yang Terbesar di Kawasan Regional. Media informasi Industri Mebel dan Kerajinan Nasional. Hal. 32-33. Salita, A. A. 1985. Rattan industry of the Philippines. In : proc. Rattan Seminar, Kualalumpur. The RIC ( 1985 ) : 95 116. Sass, J.E. 1958. Botanical Microtechnique. Third Edition. The IOWA State University Press. Ames, IOWA Sumarna, Y. 1986. Pengenalan umum tentang rotan di Indonesia. Himpunan Diktat Kursus Penguji Rotan, Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sumarni,G. dan Jasni. 1988. Daya Hidup Dan Intensitas Serangan Bubuk Kayu Kering Heterobostrychus aequalis Wat Pada Kayu Pulai (Alstonia Scholaris R.Br.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian Dan pengembangan Hasil Hutan. Vol: 5( 5):287-28. Tesoro, F.O. 1989. Methodology for Project 8 on Corypha and Livistona. FIRDI, College, Laguna 4031. Philipines 26

Uhl,N.W. dan Dransfield,J. 1987. Genera Palmarhum. Allen Press, Lawrence, Kansas. Vongkaluang,I. 1984. Rattan in Thailand. Proc. Rattan Seminar, Kualalumpur. The RIC ( 1985 ) : 125 _ 129. Warta Ekspor. 2013. Identikasi Rotan. Pengembangan Produk Mebel Rotan Indonesia. Rotan. Hal 7-9 Wise, L.E. 1944. Wood Chemistry. Reinhold Publisher Corporation, New York. 27