BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan yang biologis (karena human waste tidak termasuk di dalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1997 dalam Nur Hidayati, dkk, 2010). Dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pengertian sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota, sampah umumnya berasal dari perumahan, pasar, restoran dan pabrik. Tingginya jumlah penduduk berpengaruh juga terhadap volume sampah yang dihasilkan (Kurniawan, 2008). Dewasa ini pertumbuhan penduduk perkotaan berjalan dengan pesat, sekitar 36% penduduk nasional terdapat diperkotaan dan pada Tahun 2020 diperkirakan jumlahnya meningkat lagi menjadi 52% (Kusbiantoro, 1993 dalam Djuwendah, 2000). Gambar 1.1 Perbandingan Pembentukan Sampah Antara Kota Besar di Indonesia Sumber: Anonim, (2007), Menangani Sampah Kota Bandung: Artikel Harian Sindo Sampah atau waste adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. 1
Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair dan gas. Volume tumpukan sampah sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Output jenis sampah sendiri sangat tergantung pada jenis material yang dikonsumsi. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap volume sampah beserta komposisinya (Penebar Swadaya, 2008). Teknik operasional sampah merupakan bagian dari prasarana dan sarana sanitasi. Prasarana dan sarana persampahan tersebut meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir yang dilakukan secara terpadu. Pengolahan sampah dilakukan dengan metode yang ramah lingkungan, terpadu, dengan mempertimbangkan karakteristik sampah, keselamatan kerja dan kondisi sosial masyarakat setempat (Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 14 ayat 2). Elemen sistem pengelolaan sampah secara umum terdiri dari timbulan sampah, penyimpanan dan pengolahan pada sumbernya, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan dan pemulihan, serta pembuangan akhir (Tchobanoglous,1977 dalam Hanafiah, 2008). Gambar 1.2 Diagram Elemen Sistem Pengelolaan Persampahan Sumber : Tchobanoglous, 1977 dalam Hanafiah, 2008 Tempat Pemrosesan Akhir Sampah akhir adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah). Tempat Pembuangan Akhir merupakan tempat yang 2
mengindikasikan kondisi pengelolaan sampah dan jumlah sampah serta perilaku penduduk dalam membuang/mengelola limbah dalam suatu wilayah. Kondisi TPA juga dapat dijadikan indikasi perkembangan penduduk mulai dari jumlah penduduk, tingkat ekonomi penduduk, dan tingkat konsumsi penduduk. Beragamnya jenis sampah di perkotaan merupakan ciri dari kebudayaan yang semakin maju dan modern (Sa'id, 1987). Seiring berjalannya waktu dan zaman tidak dipungkiri pasti jumlah penduduk, tingkat ekonomi, dan tingkat konsumsi penduduk akan meningkat apalagi di wilayah yang perkembanganya pesat seperti Kabupaten Bandung. Persoalan sampah di Kota Bandung seakan tidak pernah berhenti. Gambar 1.3 Sistem Pengelolaan Sampah Kota Bandung Sumber: Anonim, (2007), Menangani Sampah Kota Bandung: Artikel Harian Sindo 3
Upaya pemerintah di tingkat provinsi,kota, dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut. Beragam program untuk membersihkan nama Bandung dari sebutan kota sampah terus dilakukan. Dari data menunjukan bahwa Kota Metropolitan Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 18.646 m3 setiap harinya dan hanya bisa terlayani sekitar 53% dan sisa tidak dapat diolah. Sebagai salah satu kota yang mengalami peningkatan penduduk secara cepat, Kota Bandung juga menghadapi persoalan dengan meningkatnya volume sampah. Jumlah penduduk Kota Bandung saat ini 2,5 juta jiwa, sehingga prediksi timbulan sampah di Kota Bandung adalah sebesar 7.500 M3/hari. Tabel 1.1. Produksi sampah metropolitan Bandung No Wilayah 1 Kota Bandung 2 Kabupaten Bandung 3 Kota Cimahi 4 Kabupaten Sumedang Luas (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Timbulan Kapasitas Sampah Pelayanan Kota Pemda (m3/hari) 167,30 2.141.837 8.418 65% 3.114,75 4.146.997 8.210 43% 40,36 442.167 1.208 45% 1.518,33 322.497 810 26% Total Metropolitan 4.840,74 7.053.948 18.646 Bandung 5 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota, 2010 53% Pengelolaan sampah di Kota Bandung juga mengalami permasalahan terkait dengan sarana dan prasarana yang masih minim, pembiayaan yang belum memadai, kemampuan operasional pelayanan yang masih rendah, kemampuan dan kualitas SDM yang masih rendah, minimnya peran serta masyarakat, penerapan Perda K3 yang belum optimal dan belum tersedianya tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang memadai (PERDA Kota Bandung No 9 tahun 2011) TPA di Bandung sendiri ada dua yaitu TPA Leuwigajah dan TPA Sarimukti. Leuwigajah Landfill di Kota Cimahi Jawa Barat mempunyai luas 25,1 Ha pernah digunakan sebagai TPA oleh Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Kegiatan di TPA Leuwigajah dimulai tahun 1982 dengan pembebasan tanah dan 4
konstruksi diatas lahan 12 Ha dengan pembiayaan dari Pemda Kota Bandung. Pada tanggal 13 Januari 1987 tempat ini resmi beroperasi. Sejak terjadi longsor tahun 2005, pembuangan sampah dialihkan ke TPA Sarimukti. Penyebab longsornya TPA Leuwigajah, diantaranya karena proses pembuangan berupa Open Dumping, sarana yang tidak memadai, kondisi alam yang tidak mendukung, dan terjadinya banjir. TPA Sarimukti mulai dioperasikan akhir bulan Mei 2006 yang melayani buangan sampah dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang. Dalam operasinya dapat menampung sampah sekitar 1.8002.200 m3/hari. Daerah ini merupakan kawasan hutan di bawah pengawasan Perhutani yang terletak di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung. Luas area ini adalah 21.2 Ha dimana luas lahan yang dipergunakan seluas 7 Ha. TPA Sarimukti bisa digunakan sampai tahun 2015 (BPLHD, 2008). Table 1.2 Sampah masuk ke TPA Leuwigajah tahun 2004 Volume (M3/hari) Berat (Ton/Hari) No Wilayah 1 Kota Bandung 3.277 1.474 2 Kab. Bandung 725 325 3 Kab. Cimahi 257 116 Sumber: http://jujubandung.wordpress.com/2012/05/31/leuwigajah-landfill/ Pada umumnya, sumber sampah dihubungkan dengan penggunaan lahan, atau dapat dikatakan sumber sampah berhubungan dengan aktivitas manusia sehingga wajar jika terdapat berbagai macam klasifikasi yang dapat dikembangkan. Sumber sampah diklasifikasikan berasal dari permukiman, tempat-tempat umum dan perdagangan, sarana pelayanan masyarakat, industri, dan pertanian (Salvato, 1972 dalam Aswadi, 2011). Berdasarkan fakta tersebut didapatkan pemikiran dasar bahwa manajemen TPA tidak hanya memandang teknis pengelolaan sampah di TPA, tetapi juga harus memperhatikan kondisi alam (eksternal dan internal) misalnya curah hujan dan letak geografis dalam memilih dan menetapkan suatu area menjadi tempat pembuangan sampah akhir. Pemilihan lokasi atau site selection TPA perlu memperhatikan aspek 5
fisik lahan serta aspek estetika lingkungan agar lokasi yang dijadikan TPA dalam jangka waktu lama tidak menimbulkan bumerang kerusakan lingkungan bahkan bencana yang merugikan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Analisa geografis merupakan cara yang efektif untuk mengkaji pemilihan lokasi TPA terutama TPA yang ditimbun (Sanitary Landfill) karena lebih dapat diterapkan untuk mendekatan ke aspek lingkungan fisik dibantu dengan berbagai teknologi pengolah data dan pendekatan terhadap aspek estetika juga dapat dimodelkan dengan baik. Pemilihan TPA yang ditimbun dikarenakan penimbunan sampah pada TPA ini banyak diaplikasikan di negara berkembang. Metode penginderaan jauh (remote sensing) yang dipadukan dengan sistem informasi geografis (SIG), merupakan ilmu dan metode yang tepat digunakan untuk mengkaji setiap parameter penentu lokasi TPA Sanitary Landfill yang baik dan strategis. Dengan kedua metode tersebut aspek kewilayahan fisik dan pemodelannya dapat tercakup dengan baik. Pembuatan rekomendasi lokasi TPA model Sanitary Landfill di Kabupaten Bandung yang terletak di Jawa Barat dirasa sangat diperlukan karena berdasarkan fakta yang terjadi salah satu TPA disana yaitu TPA Sarimukti sudah mengalami overload di tahun 2015, dan juga letak geografisnya yang kurang mendukung. Selain hal tersebut, perkembangan morfologi kekotaan di Kabupaten Bandung juga lebih berkembang dibanding dengan kota lain di Jawa Barat bagian Selatan, seperti Kabupaten Sukabumi dan Garut. Dengan perkembangan fisik kota yang semakin meluas, kemungkinan besar pertambahan jumlah penduduk akan semakin besar dan diiringi pula dengan produksi limbah rumah tangga atau sampah yang juga akan semakin besar. Rekomendasi lokasi TPA model Sanitary Landfill yang lebih memperhatikan lingkungan fisik dan tidak meninggalkan estetika diharapkan dapat menunjang pengeloaan sampah di TPA menjadi lebih baik dan rekomendasi TPA model Sanitary Landfill tersebut tidak merugikan masyarakat dengan pencemaran lingkungan atau bencana dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan teknik penginderaan jauh dalam penentuan lokasi TPA juga harus diimbangi dengan penggunaan teknologi pemrosesan dan analisa keruangan yang cepat dan tepat yaitu dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan, 6
pengelolaan atau manajemen data, manipulasi dan analisis, serta keluaran (Aronoff, 1989). SIG digunakan untuk memperoleh, menyimpan,memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi yaitu berupa karakteristik lahan. Dengan menggunakan SIG dapat dilakukan pemodelan untuk mengolah dan mendapatkan informasi karakteristik lahan secara spasial untuk digunakan dalam penentuan TPA sampah. 1.2 Rumusan Masalah Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki permasalahan terhadap sampah. Dengan terbitnya peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung, yang salah satu isinya membahas tentang peningkatan sarana persampahan yang dikelola pemerintah daerah, maka penting dilakukan kajian mengenai lokasi TPA di Kabupaten Bandung yang merupakan fasilitas persampahan sub pelayanan Kabupaten. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka muncul pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan citra penginderaan jauh dalam perolehan data faktorfaktor yang digunakan untuk penentuan lokasi rekomendasi tempat pembuangan akhir sampah? 2. Dimana sajakah lokasi rekomendasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di kabupaten Bandung yang diperoleh dari hasil pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)? Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menentukan lokasi tempat pembuangan akhir sampah dengan teknik pengindaeraan jauh dan teknologi sistem informasi geografi dengan judul : Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Di Kabupaten Bandung Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. 7
1.3 Tujuan 1. Menguji seberapa efektif dan akurat penggunaan penginderaan jauh dalam menyadap informasi kondisi fisik lahan. 2. Melakukan analisis dan pemodelan menggunakan SIG untuk menentukan lokasi rekomendasi TPA berdasarkan pendekatan aspek fisik lahan dan aspek estetika lingkungan dengan memanfaatkan penginderaan jauh dan SIG. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Merekomendasikan lokasi TPA yang sesuai dengan kondisi fisik lahan dan estetika lingkungan di Kabupaten Bandung. 2. Membantu menentukan lokasi TPA yang baik untuk mengatasi permasalahan TPA eksisting (TPA Leuwigajah dan TPA Sarimukti yang sudah mengalami limbah yang berlebihan). 8