BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan bertutur manis bukan karena biologis ia berkelamin perempuan, melainkan karena norma-norma masyarakat dan budaya yang dikondisikan untuk berlaku demikian (Budianta, 2002:205). Hal ini yang menyebabkan adanya peran dan posisi atau kedudukan yang berbeda. Peran dan posisi pada dasarnya merupakan konsep-konsep yang berkaitan. Status sosial sering disebut sebagai kedudukan, posisi atau peringkat seseorang dalam kelompok masyarakat. Menurut Soekanto (dalam Budhisantoso 1988: 5-6) kedudukan adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial atau juga berarti tempat seseorang dalam pola tertentu. Aspek dinamis dari kedudukan adalah peranan, dan saling terkait satu sama lain, karena pada kedudukan terdapat sejumlah hak dan kewajiban yang harus dilakukan. Tindakan yang harus dilakukan inilah yang diartikan sebagai peranan, karena tidak ada kedudukan tanpa peranan atau peranan tanpa kedudukan (Soekanto, 2000: 243). Di dalam pandangan stereotipe, laki-laki dan perempuan dibedakan dalam peran, sifat dan status dalam kehidupannya. Peran dan posisi seorang perempuan terwujud dalam kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil sampai kelompok yang besar dan meluas. Kelompok yang kecil adalah keluarga.
Fung Yulan (dalam Sagala, 2015: 01) menyatakan peran perempuan terbatas pada tugas domestik atau kerumahtanggaan (mencuci, memasak, dan melayani suami) dan tugas publik atau pencari nafkah untuk laki-laki. Kaum perempuan juga kaum yang tertinggal dibandingkan laki-laki. Ketertinggalan kaum perempuan antara lain dalam segihal politik, ekonomi, maupun pendidikan. Interaksi sosial bagi kaum perempuan dengan masyarakat luas hampir menjadi suatu hal yang mustahil, karena perempuan terpenjara di antara dinding-dinding rumah. Hal ini terlihat dalam budaya masyarakat Cina tradisional yang menganut tradisi patriarki atau pemerintahan ayah. Seorang ayah dalam sebuah keluarga merupakan pusat kekuasaan yang bertugas mengawasi dan mengontrol kekayaan keluarga serta mengatur perkawinan anak-anaknya. Ada sebuah kesadaran bahwa dalam masyarakat patriarki, perempuan seolah-olah bukan bagian dari masyarakat sehingga kehadiran, pengalaman, pikiran, tubuh, dan keterlibatannya kurang diakui (Heroepoetri dan Valentina, 2004: 6). Dalam ajaran Konfusius hubungan suami istri haruslah didasarkan pada sifat-sifat baik dan terpuji. Seorang suami harus dapat menghormati istrinya, dan sebaliknya seorang istri harus dapat menghormati suaminya, dan istri yang tidak baik adalah istri yang selalu melanggar perintah suaminya. Bersikap tunduk dianggap sebagai kebajikan tertinggi kaum wanita. Menjadi ibu yang bijaksana dan istri yang baik merupakan tujuan utama dalam kehidupan perempuan. Sesuai dengan ajaran Konfusius dalam kitab puisi 诗经 (Shījīng) yang berkaitan dengan peranan kaum perempuan Cina tentang kebajikan wanita yang telah menjadi
norma masyarakat Cina berabad-abad. Sebagai seorang anak, perempuan harus patuh kepada ayahnya, sebagai seorang perempuan yang sudah menikah ia harus tunduk kepada suaminya, dan sebagai seorang perempuan yang ditinggal meninggal oleh suaminya, ia harus patuh kepada anak laki-lakinya. Dengan demikian seorang perempuan tidak pernah mandiri karena harus selalu ada lakilaki yang dipatuhinya. Di satu pihak masyarakat menganggap perempuan sebagai sosok yang penting, tetapi di pihak yang lain perempuan secara terus-menerus dikesampingkan. Permasalahan perempuan juga tergambar dalam karya sastra. Menurut Semi (1988: 8) karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Segala fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat tergambar di karya sastra. Keberadaan karya sastra terkait sebagai produk sosial budaya yang bersifat universal, maka isi seputar perempuan merupakan salah satu persoalan yang diangkat didalamnya. Bagian terpenting dalam sastra, bagaimana sosok perempuan digambarkan dalam sebuah teks sastra. Salah satu novelis populer yang membuat karya sastra yang bertemakan perempuan Cina dan penulis pertama di Cina. Ia adalah Zhang Henshui lahir 18 Mei 1895 di Nanchang, provinsi Jiangxi dan meninggal, 15 Februari 1967 di Beijing. Selama hidupnya Henshui telah menerbitkan lebih dari 100 novel fiksi. Karya-karya Henshui banyak menekankan dialog yang realistis sangat populer di kalangan masyarakat pada tahun 1920-1940. Pada tahun 1954, Henshui
menerbitkan novel yang bertemakan perempuan Cina yaitu, novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai. Sehubungan untuk mengetahui wujud peran dan posisi serta perjuangan perempuan dalam karya sastra. Kata perjuangan yang dimaksud dalam novel ini adalah perjuangan tokoh utama perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai. Adapun alasan dipilihnya novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai yaitu karena novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai yang bergenre fiksi percintaan. Namun meskipun begitu, sang pengarang terlihat ada menyelipkan kisah mengenai perjuangan perempuan dalam novel tersebut dan juga merupakan belum adanya judul sastra yang menggunakan pengkajian teori feminisme sastra di jurusan sastra cina,. Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang anak perempuan Cina pada abad ke-4 yang dialami tokoh utamanya yaitu Zhu Yingtai yang berjuang untuk mendobrak tradisi patriarki dan mendapatkan hak yang sama dengan kaum lakilaki. Walaupun harus menentang ayah dan ibunya demi mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Hak yang diperjuangkan yaitu untuk mendapatkan pendidikan diluar rumah dan hak memilih pasangan sendiri, mesti harus menyamar sebagai laki-laki selama tiga tahun dalam menjalankan pendidikan. Kehidupan perempuan Cina yang digambarkan pada saat itu bahwa kaum perempuan tidak diperbolehkan bersekolah di luar rumah. Novel ini juga menggambarkan tokoh perempuan lainnya yang menjalankan peran dan posisinya masing-masing diantaranya peran istri sekaligus berperan sebagai ibu, peran anak
yang terdapat pada tokoh utama Zhu Yingtai dan juga terdapat peran pembantu atau pelayan. Berdasarkan uraian diatas penulis menemukan permasalahan yang membuat penulis tertarik untuk meneliti novel ini, khususnya tentang peran dan posisi perempuan yaitu hanya peran istri, peran ibu, peran anak, dan pembantu serta perjuangan tokoh anak perempuan yang diwakili oleh Zhu Yingtai sebagai tokoh utama perempuan yang menentang tradisi patriarki untuk mendapatkan hak yang setara dengan kaum laki-laki. Oleh karena itulah penulis mengambil judul Peran dan Posisi Serta Perjuangan Perempuan Pada Novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai Karya Zhang Henshui. 1.2 Batasan Masalah Agar penelitian dapat berjalan sistematis, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan masalah. Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yaitu pada pemaparan masalah hanya mengenai peran dan posisi perempuan sebagai istri, ibu, anak dan pembantu serta perjuangan tokoh anak perempuan yang diwakili Zhu Yingtai sebagai tokoh utama pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui.
1.3 Rumusan Masalah Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan, penulis novel hatinya tergerak untuk menciptakan sebuah cerita. Seperti dalam novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai yang merupakan wujud kepekaan salah satu penulisnya, Zhang Henshui. Atas kemasyarakatan dan berbudaya dalam kehidupan masyarakat Cina, khususnya terhadap kaum perempuan. Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran dan posisi perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui? 2. Bagaimana perjuangan tokoh anak perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang sudah dipaparkan, penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan peran dan posisi perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui. 2. Mendeskripsikan perjuangan tokoh anak perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis disebut juga sebagai manfaat akademis. Yakni manfaat yang dapat membantu untuk lebih memahami sesuatu konsep atau teori dalam suatu disiplin ilmu. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan: 1. Untuk menambah kajian sastra, khususnya kajian feminisme sastra. 2. Dapat dijadikan sumber acuan bagi para peneliti sastra feminisme berikutnya. 1.5.2 Manfaat Praktis Selain manfaat teoritis, manfaat lain yang diperoleh dari menganalisis peran dan posisi serta perjuangan perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui dengan diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya: 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat mengembangkan pemahaman dan pengalaman dalam menganalisis novel, khususnya dalam novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui. 2. Bagi pembaca, meningkatkan kemampuan dalam memahami karya sastra dan menambah bahan referensi untuk pengkajian dalam penelitian, khususnya mahasiswa Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya,.