7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menurut Shadiq (2014), sesungguhnya ada perbedaan antara soal dan masalah. Soal adalah segala sesuatu yang menuntut jawaban. Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan soal (pertanyaan) yang harus dijawab atau direspon. Namun mereka menyatakan juga bahwa tidak semua soal atau pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu soal akan menjadi masalah hanya jika soal itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, seperti yang dinyatakan Cooney,dkk. (1975:242) berikut: for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student. Artinya, agar suatu soal menjadi suatu masalah, maka soal tersebut harus menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui para siswa. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu soal yang menunjukan suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui siswa. Karena adanya masalah, mendorong seseorang untuk berusaha mencari solusi untuk menyelesaikannya. Wena (2009) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah melakukan operasi procedural urutan tindakan, tahap demi tahap 7
8 secara sistematis, sebagai seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Solso (2008) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi / jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Menurut Widjajanti (2009) pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Polya (1973) mengungkapkan Pemecahan masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Sedangkan J.R. Anderson pernah menulis Problem solving is defined as any goal-directed sequence of cognitive operations (Anderson,1980,p.257). Artinya Pemecahan masalah didefinisikan sebagai beberapa urutan tujuan langsung pada operasi kognitif. Definisi ini tidak dapat membedakan antara urutan tindakan bahwa seorang mengetahui akan pencapaian suatu tujuan dan urutan tindakan tindakan seorang dalam mengerjakan ketika seorang tidak dapat dengan seketika tahu bagaimana cara mencapai suatu tujuan (Robertson,2001). Arthur (2005) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses membuat sesuatu kedalam apa yang kamu inginkan. Bahwa ketika kamu memecahkan sebuah masalah, kamu mengubah menjadi apa ke dalam akan menjadi apa. Mengingat jenis permasalahan yang akan diajarkan terdiri dari berbagai macam permasalahan, maka terdapat juga berbagai macam strategi pemecahan masalah. Polya (1973) menguraikan secara rinci empat langkah dalam menyelesaikan masalah, yang di sajikan secara terurut, yakni :
9 a. Understanding the problem (memahami masalah atau soal) Pada langkah ini, siswa harus dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah atau soal yang diberikan. Hal ini harus dilakukan sebelum siswa menyusun rencana penyelesaian dan melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika salah dalam mengenai apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal maka akan mengalami kesalahan dalam menyusun rencana penyelesaian. b. Devising a plan (merencanakan penyelesaian masalah/soal) Setelah memahami soal yang diberikan, selanjutnya siswa menyususn rencana penyelesaian soal yang diberikan, dengan mempertimbangkan berbagai hal misalnya : 1) Diagram, tabel, Gambar atau data lainnya dalam soal. 2) Korelasi antara keterangan yang ada dalam soal dengan unsur yang ditanyakan. 3) Prosedur rutin atau rumus-rumus yang dapat digunakan. 4) Kemungkinan cara lain yang dapat digunakan. Pada langkah ini siswa dituntut untuk dapat mengaitkan masalah dengan materi yang telah diperoleh siswa, sehingga dapat ditentukan rencana penyelesaian masalah yang tepat untuk menyelesaikannya. c. Carrying out the plan (melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah/soal) Pada tahap ini adalah tahap yang terpenting dari pemecahan suatu masalah dan tahap pelaksanaan dari penyelesaian masalah yang direncanakan. Dengan
10 demikian, siswa telah siap melakukan langkah penyelesaian dengan data yang dikumpulkan dari tahap sebelumnya. d. Looking back (memeriksa kembali proses dan hasil) Hasil yang diperoleh dari melaksanakan rencana, siswa harus memeriksa kembali atau mengecek jawaban yang didapatkan. Salah satu cara yang bisa digunakan yaitu dengan cara mensubstitusikan hasil tersebut ke dalam soal semula sehingga dapat diketahui kebenarannya. Berikut ini diuraikan indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan pemecahan masalah oleh Polya. Tabel 1.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Tahap Pemecahan Masalah Oleh Polya Tahap Pemecahan Masalah Oleh Polya Memahami Masalah Merencanakan Rencana Pemecahan Melakukan Rencana Pemecahan Memeriksa Kembali Pemecahan Indikator Siswa dapat menyebutkan informasiinformasi yang diberikan dari pertanyaan yang diajukan. Siswa memiliki rencana pemecahan masalah yang ia gunakan serta alasan penggunaannya. Siswa dapat memecahkan masalah yang ia gunakan dengan hasil yang benar. Siswa memeriksa kembali langkah pemecahan yang ia gunakan. Berikut contoh soal kemampuan pemecahan masalah matematis materi operasi bentuk aljabar dan penerapannya :
11 Pak Idris mempunyai kebun apel berbentuk persegi dan Pak Halim mempunyai kebun semangka berbentuk persegi panjang. Ukuran panjang kebun semangka Pak Halim 10 m lebihnya dari panjang sisi kebun apel Pak Idris. Sedangkan lebarnya, 3 lebihnya dari panjang sisi kebun apel Pak Idris. Jika diketahui luas kebun Pak Halim adalah 450 m 2. Tentukan luas kebun apel Pak Idris? Jawab : Langkah 1 (Memahami Soal) Dik : Kebun Pak Idris = Persegi Kebun Pak Halim = Persegi Panjang Oleh karena itu, ukuran panjang dan lebar kebun Pak Halim dapat ditulis sebagai : Panjang = x + 10 dan Lebar = x + 3 Dit : Luas Kebun Pak Idris? Jawab : Langkah 2 (Menyusun Rencana Penyelesaian) Luas Kebun Pak Halim = Panjang x Lebar Luas Kebun Pak Idris = Panjang sisi x Panjang sisi Langkah 3 (Melaksanakan Rencana Untuk Menyelesaikan Soal) Luas kebun Pak Halim = Panjang x Lebar 450 = ( x + 10 ). ( x + 3 ) 450 = x 2 + 13x + 30 x 2 +13x+30 450 = 0 x 2 +13x 420 = 0
12 Dengan cara pemfaktoran : x 2 +13x 420 = 0 ( x + 28 )( x 15 ) = 0 x + 28 = 0 atau x 15 = 0 x = - 28 x = 15 Dapat dilihat bahwa nilai x yang memenuhi adalah 15 Dengan demikian, luas kebun Pak Idris adalah 225 m 2 Langkah 4 (Memeriksa Kembali) Dengan nilai x = 15 Panjang kebun Pak Halim = ( x + 10 ) = 15 + 10 = 25 Lebar kebun Pak Halim = ( x + 3 ) = 15 + 3 = 18 Luas Kebun Pak Halim = 25 x 18 = 450 (benar) Dengan demikian, luas kebun Pak Idris adalah 225 m 2 Ada beberapa cara atau langkah yang sering digunakan menurut Polya (1973) pada proses pemecahan masalah diantaranya adalah :
13 1. Mencoba coba. Strategi ini biasanya digunakan dengan mencobakan suatu nilai tertentu kepada yang diketahui. Jika nilai tersebut memenuhi syarat maka ia menjadi salah satu penyelesaiannya. 2. Membuat diagram. Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau Gambar untuk mempermudah adik-adik memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan Gambaran umum penyelesaiannya. 3. Membuat tabel. Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas. 4. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana. Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga Gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan. 5. Menemukan pola. Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan keteraturan. Dengan keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan adik-adik untuk menemukan penyelesaian masalahnya. 6. Memecah tujuan. Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak kita capai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian.
14 7. Memperhitungkan setiap kemungkinan. Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh adik-adik selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu pun alternative yang terabaikan. 8. Menyusun model matematikanya. Jika diagram atau tabel lebih mengacu pada bentuk Gambar, maka model matematika lebih mengacu kepada model aljabar atau model berhitungnya. 9. Berpikir logis. Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada. 10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin. Dari berbagai alternative yang ada, alternative yang sudah jelas-jelas tidak mungkin agar dicoret/diabaikan sehingga perhatian adik-adik dapat tercurah sepenuhnya kepada hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja. Menurut Departemen Pendidikan Vermont (2007:3) tingkat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah adalah : Level One a) Tidak mengerjakan, atau b) Tidak sebagianpun solusi yang diberikan benar, atau c) Beberapa pekerjaan ada, tetapi pekerjaan tidak mendukung jawaban. Level Two a) Sebagian benar hanya untuk sebagian masalah dan disana ada pekerjaan untuk mendukung kebenaran sebagian jawaban tersebut,
15 b) Solusi mengandung kesalahan perhitungan, yang menyebabkan tidak lengkap atau tidak benar jawaban. Level Three a) Jawaban benar dan semua pekerjaan yang dilakukan untuk memecahkan masalah mendukung jawaban. Adapun indikator kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang digunakan dalam menganalisis data sebagai berikut : Table 1.2 Indikator Tingkat Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Jenis Kelamin Laki-Laki dan Perempuan Tingkat 1 2 3 Indikator a. Siswa tidak mengerjakan soal atau b. Siswa tidak dapat memahami soal yang ditunjukkan dengan tidak dapat menjelaskan yang diketahui, yang ditanyakan. c. Siswa tidak menggunakan strategi atau cara yang benar dalam menyelesaikan soal. d. Siswa tidak memeriksa kembali jawabannya. a. Siswa dapat memahami soal yang ditunjukan dengan dapat menjelaskan yang diketahui dan yang ditanyakan. b. Siswa menggunakan strategi atau cara yang benar dalam menyelesaikan soal. c. Siswa mengerjakan dan terdapat sebagaian perhitungan yang salah. d. Siswa tidak memeriksa kembali jawabannya. a. Siswa dapat memahami soal cerita yang ditunjukan dengan dapat menjelaskan yang diketahui dan yang ditanyakan. b. Siswa menggunakan strategi atau cara yang tepat dalam menyelesaikan soal. c. Siswa melaksanakan strategi atau cara yang benar dalam menyelesaikan soal. d. Siswa memeriksa kembali jawabannya dengan benar.
16 Keterangan : Tingkat 1 2 3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Rendah Sedang Tinggi C. Kemampuan Matematika Laki-Laki dan Perempuan John W.S. (2004: 198) menyatakan bahwa ada temuan yang beragam dalam penelitian soal kemampuan matematika. Dalam beberapa analisis, anak laki-laki lebih bagus dalam matematika dan ini telah lama menjadi perhatian (Eisenberg, Martin, & Fabes,1996). Namun secara keseluruhan, perbedaan gender dalam soal keahlian matematika ini cenderung kecil. Pernyataan seperti pria lebih unggul dibanding wanita dalam bidang matematika seharusnya tidak dipahami sebagai klaim bahwa semua laki-laki lebih unggul di atas wanita dalam bidang matematika. Pernyataan itu sebaiknya dipahami sebagai pernyataan rata-rata (Hyde & Plant,1995). Juga, tidak semua studi menunjukan adanya perbedaan kemampuan ini. Misalnya, sebuah studi nasional, tidak ada perbedaan antara kemampuan matematika anak lelaki dan perempuan di grade empat, delapan, dan dua belas (Coley,2001). Selain itu, jika ada perbedaan gender dalam kemampuan matematika, perbedaan itu tidak sama dalam semua konteks. Anak laki-laki lebih bagus dalam perhitungan pengukuran, sains, dan olahraga ; anak perempuan lebih bagus dalam perhitungan yang berhubungan dengan tugas-tugas tradisional wanita, seperti memasak dan menjahit (Linn & Hyde,1989). Salah satu area
17 matematika yang diteliti kemungkinan perbedaan gendernya adalah keahlian visuospasial, yang mencakup kemampuan untuk memutar objek secara mental dan mengetahui seperti apa objek itu di putar. Tipe keahlian ini sangat penting dalam pelajaran bidang dan geometri. Menurut Jensen (2008:149) bahwa kecenderungan perbedaan kecakapan keterampilan pada masing-masing gender dapat diuraikan sebagai berikut : Perempuan biasanya lebih unggul daripada laki-laki dalam keterampilan tugas-tugas sebagai berikut : 1. Keterampilan motoric yang baik mampu menggerakan jari-jemari dengan cepat dalam kesatuan. 2. Ujian perhitungan. 3. Mampu bekerja dalam berbagai tugas dalam satu waktu. 4. Mengingat posisi objek dalam satu susunan. 5. Mengeja. 6. Fasih dalam mengolah kata-kata. 7. Hal-hal yang menuntut sensitivitas terhadap stimuli eksternal (kecuali stimuli visual) 8. Mengingat petunjuk di sepanjang rute perjalanan. 9. Menggunakan memori verbal. 10. Apresiasi terhadap kedalaman dan kecepatan perseptual. 11. Membaca ekspresi bahasa tubuh/mimic wajah. Laki-laki biasanya lebih unggul daripada perempuan dalam keterampilanketerampilan atau tugas-tugas sebagai berikut :
18 1. Terampil dalam menentukan target. 2. Mengolah perbendaharaan kata. 3. Konsentrasi dan fokus yang lebih luas. 4. Kemampuan matematis dan penyelesaian masalah. 5. Navigasi bentuk-bentuk geometris ruang. 6. Intelgensia verbal. 7. Formasi dan pemeliharaan kebiasaan. 8. Berbagi tugas spasial. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan penguasaan matematika dan pemecahan masalah antara siswa laki-laki dan perempuan berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap proses berpikir mereka. D. Aljabar dan Penerapannya Aljabar merupakan salah satu pokok bahasan yang diberikan pada kelas VIII semester ganjil. Ada 3 sub pokok bahasan yang diuraikan dalam pokok bahasan aljabar dikelas VIII SMP yaitu sub pokok bahasan bentuk aljabar, pemfaktoran bentuk aljabar, dan operasi pecahan pada bentuk aljabar. a) Pengertian Faktorisasi Faktorisasi aljabar adalah mengubah penjumlahan aljabar menjadi perkalian faktor-faktornya. Contoh : Karena 6 = 2 x 3 atau 6 = 1 x 6, maka 1, 2, 3, dan 6 adalah faktor-faktor dari 6.
19 b) Bentuk Distributif ab + ac = a(b + c) ab ac = a(b c), dengan a adalah faktor suku aljabar yang sama. Contoh : 12m 2 + 9m = 3m(4m + 3) c) Bentuk Selisih Kuadrat Rumus : a 2 b 2 = (a + b)(a b) Contoh : 25y 2 9 = (5y + 3)(5y 3) d) Bentuk Kuadrat Sempurna Rumus: a 2 + 2ab + b 2 = (a + b) 2 a 2 2ab + b 2 = (a b) 2 Contoh : m 2 + 14m + 49 = (m + 7) 2 e) Bentuk ax 2 + bx + c, dengan a = 1 Rumus : x 2 + bx + c = (x + p)(x +q) dengan syarat : pq = c dan p + q=b Contoh : x 2 + 8x + 12 = (x + 2)(x + 6) f) Bentuk ax 2 + bx + c, dengan a 1 2 ax p ax q Rumus : ax bx c a Dengan syarat : pq =ac dan p + q = b
20 g) Menyederhanakan Pecahan Aljabar Contoh : 6x 2 9x 3 x 2 x 3 2x 3 3x 3x Petunjuk : Bentuk aljabar mula-mula difaktorkan, kemudian faktor yang sama dihilangkan. E. Penelitian-Penelitian yang Relevan 1) Hasil penelitian Wardani (2014) menunjukan bahwa 1) profil kemampuan pemecahan masalah SPLDV pada siswa laki-laki dalam memahami masalah 1 dan 2 memiliki kemampuan yang tinggi, dalam menyusun rencana pada masalah 1 yaitu sedang, pada masalah 2 yaitu rendah, dalam tahap melaksanakan rencana masalah 1 dan 2 memiliki kemampuan rendah dan dalam memeriksa kembali pada masalah 1 dan 2 memiliki kemampuan rendah. 2) Profil kemampuan pemecahan masalah SPLDV pada siswa perempuan dalam memahami masalah 1 dan 2 memiliki kemampuan yang tinggi, dalam menyusun rencana pada masalah 1 yaitu sedang, pada masalah 2 yaitu rendah, dalam tahap melaksanakan rencana masalah 1 yaitu sedang, pada masalah 2 yaitu tinggi, dalam memeriksa kembali pada masalah 1 dan 2 memiliki kemampuan sedang. 3) Profil kemampuan pemecahan masalah SPLDV ditinjau dari perbedaan jenis kelamin yaitu terletak pada tahap melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Siswa laki-laki tidak mampu melaksanakan rencana dan memeriksa kembali meskipun kurang lengkap.
21 2) Hasil penelitian Usodo (2012) menyatakan bahwa 1) Dalam memahami masalah matematika; subjek laki-laki berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, yaitu langsung dipahami dari teks soal, subjek perempuan berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah dalam memahami masalah matematika tidak menggunakan intuisi. 2) Dalam membuat rencana penyelesaian; subjek laki-laki berkemampuan matematika tinggi, sedang menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global, yaitu subjek menggunakan rumus barisan yang diperolehnya dari pemahaman teks soal secara langsung dan subjek tidak dapat menjelaskan secara rinci mengapa menggunakan rumus barisan, subjek laki-laki berkemampuan matematika rendah. Subjek perempuan berkemampuan matematika tinggi menggunakan antisipatori yang bersifat global dan subjek perempuan berkemampuan matematika rendah tidak menggunakan intuisi dalam membuat rencana penyelesaian. 3) Dalam melaksanakan rencana penyelesaian : semua subjek penelitian tidak menggunakan intuisi. 4) Dalam memeriksa jawaban masalah : subjek berkemampuan matematika tinggi dan sedang baik laki-laki dan perempuan tidak menggunakan intuisi, subjek laki-laki berkemampuan matematika rendah dalam memeriksa jawaban menggunakan intuisi antisipatori yang mempunyai karakteristik bertentangan dengan dugaan pada umumnya dan berupa pemikiran induktif. Berdasarkan beberapa penelitian relevan di atas, adanya kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menganalisis kemampuan
22 pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari jenis kelamin dan materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah operasi bentuk aljabar dan penerapannya. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Al-Islam Cipari. F. Kerangka Pikir Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku. Karenanya, penyelesaian suatu masalah memerlakukan usaha yang lebih giat, tekun, dan ulet jika dibandingkan dengan ketika siswa mengerjakan soal rutin biasa. Pentingnya siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah secara matematis karena dapat membantu siswa untuk meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka saat menerapkannya pada bermacam-macam situasi di luar matematika. Selain itu dengan siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah, memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam hidupnya. Ada 4 langkah proses pemecahan masalah, yaitu : (1) memahami masalah, (2) merancang cara penyelesaiannya, (3) melaksanakan rencana, dan (4) menafsirkan hasilnya. Selain dilihat dari aspek kemampuan memecahkan masalah matematis diperhatikan juga aspek perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin sudah menjadi sorotan sejak jaman dahulu. Perbedaan jenis kelamin tidak lagi hanya berkaitan dengan masalah biologis saja tetapi kemudian berkembang menjadi perbedaan kemampuan antara laki-laki dan perempuan.