BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah bercocok tanam. Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan oleh wilayah daratan Indonesia yang subur serta sumber air yang cukup melimpah. Namun sekarang ini pertanian di Indonesia semakin mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada dan juga diakibatkan oleh belum optimalnya pengelolaan jaringan irigasi. Ini terlihat dari banyaknya bangunan irigasi yang mengalami kerusakan akibat kurangnya pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali. Bali juga terkenal dengan sistem pengelolaan jaringan irigasinya yang disebut dengan Subak. Subak memiliki aktivitas pengelolaan usaha tani di lahan sawah, dimana pola pengaturan airnya bersumber dari aliran permukaan (sungai) untuk keperluan sistem irigasi. Berdasarkan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan, baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi untuk seluruh sistem irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) secara demokratis. Untuk sistem irigasi yang belum mampu dikelola oleh perkumpulan petani pemakai air, pengelolaannya dilakukan secara kerjasama dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah hingga dapat dikelola sepenuhnya oleh perkumpulan petani pemakai air. Pemerintah melakukan monitoring, evaluasi, audit teknis, audit pembiayaan, audit kelembagaan dan fasilitasi seperti memberikan bantuan teknis, dan 1
2 bantuan pembiayaan untuk hal- hal yang tidak dapat ditanggulangi oleh petani walaupun suatu sistem irigasi sudah diserahkan. Peraturan Menteri Nomor 12/MRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi merupakan implementasi Undang Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Irigasi. Peraturan ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan seluruh komponen kegiatan yang berkaitan dengan keirigasian. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka tujuan peningkatan pendapatan petani serta peningkatan produksi pertanian dalam rangka program ketahanan pangan dapat tercapai. Untuk peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi, pada dasarnya dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi, namun upaya tersebut memerlukan waktu yang panjang. Dalam jangka pendek pilihan yang layak untuk meningkatkan produktivitas usaha tani adalah melalui intensifikasi dengan meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang dapat dilakukan salah satunya melalui alokasi air irigasi secara efektif dan efisien dan faktor penentu keberhasilan usahatani padi di lahan sawah adalah adanya jaringan irigasi yang efisien dan efektif (Saptana, 2001). Perlunya alokasi sumberdaya air (irigasi) pada lahan sawah terkait dengan kinerja/performance pengelolaan air irigasi pada level usaha tani yang masih jauh dari optimal, bahkan cenderung masih boros, sementara itu kehilangan air yang terjadi di saluran irigasi juga sulit ditekan. Permasalahan yang ada pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga yaitu keterbatasan kemampuan dalam penyediaan air irigasi yang diakibatkan oleh penurunan fungsi jaringan irigasi dan keterbatasan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi baru dan juga akibat banyaknya kerusakan yang terjadi pada bangunan irigasi dan kebocoran yang terjadi pada jaringan irigasi khususnya pada jaringan tersier yang sebagian besar masih berupa saluran tanah yang belum tertangani sehingga tidak
3 optimal menyalurkan dan membagi air dengan baik menuju petak sawah, disamping itu juga kurangnya peran serta atau rasa memiliki dari masyarakat petani terhadap bangunan dan jaringan irigasi tersebut. Selain kerusakan pada saluran irigasi, kondisi pintu air juga banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi berupa kondisi pintu air yang berkarat sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pemeliharaan yang dilakukan oleh petugas lapangan. Kerusakan kerusakan yang terjadi tersebut, tentunya akan berdampak pada kuantitas air yang semakin berkurang untuk mengairi area persawahan baik yang ada di Daerah Irigasi Gianyar maupun di Daerah Irigasi Serongga. Sehingga hal ini akan berimbas pada hasil produksi padi nantinya. Seiring dengan Pembaharuan kebijakan Pengelolaan Irigasi (INPRES No. 3 Tahun 1999), subak/p3a sebagai pemanfaat air irigasi ditingkatkan peranannya sebagai pengelola irigasi sesuai hakekat pembangunan, dari,oleh dan untuk masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut tahapan yang saat ini dilaksanakan adalah dengan mengikutsertakan subak /P3A disetiap kegiatan operasi jaringan irigasi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14/MRT/M/2015 mengatur tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi, yang mana dalam Permen tersebut menjelaskan tentang wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Daerah Irigasi (DI) dengan luas diatas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Daerah Irigasi antara 1000 ha 3000 ha kewenangan Pemerintah Provinsi dan Daerah Irigasi lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. Apabila Daerah Irigasi berada pada lintas kabupaten maka menjadi tanggung jawab
4 Pemerintah Provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya merupakan tanggung jawab organisasi petani (P3A) dalam hal ini adalah masyarakat petani (Subak). Pembagian kewenangan ini pada dasarnya merupakan upaya untuk mendelegasikan otoritas dengan tidak mengingkari konsep manajemen pengelolaan air pada wadah Daerah Aliran Sungai (DAS) atau sub-wilayah Sungai (WS), sehingga konflik-konflik dalam pemenuhan air irigasi dapat diminimalisir. Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga merupakan daerah irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten sesuai dengan Peraturan Menteri PU&PR RI No. 14/MRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi yaitu dengan luas wilayah Daerah Irigasi kurang dari 1000 Ha. Oleh karena itu, jaringan primer dan sekunder yang terdapat pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga merupakan tanggungjawab pemerintah Kabupaten, terutama untuk eksploitasi dan pemeliharaan pada jaringan irigasi primer dan sekunder, sedangkan untuk jaringan irigasi tersier dan seterusnya menjadi tanggungjawab organisasi P3A/subak. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perlu dikaji tingkat efektivitas pengelolaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier pada Daerah Aliran Sungai Cangkir, khususnya pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga yang dilakukan oleh subak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana efektivitas pengelolaan jaringan irigasi yang dikelola oleh Subak di jaringan tersier pada Daerah Irigasi di aliran Sungai Cangkir khususnya pada DI. Gianyar dan DI. Serongga.
5 b. Apakah kelembagaan Subak sudah berjalan efektif dalam mengelola pembagian air irigasi yang ada di Sungai Cangkir, khususnya pada DI Gianyar dan DI Serongga? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk : a. Mengkaji efektifitas pengelolaan jaringan irigasi tersier yang dikelola oleh subak pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga. b. Menganalisis efektivitas pengelolaan pembagian air irigasi pada jaringan irigasi tersier yang dikelola oleh lembaga Subak, dalam memenuhi kebutuhan air pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga. 1.4 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : Pengambilan responden hanya berdasarkan wilayah daerah aliran Sungai Cangkir sesuai dengan daerah irigasi yang ditinjau (studi kasus), yaitu pada Daerah Irigasi Gianyar dan Daerah Irigasi Serongga yang secara langsung memanfaatkan air Sungai Cangkir untuk kepentingan air irigasi. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Memberikan informasi kondisi pengelolaan jaringan irigasi dalam memenuhi kebutuhan air irigasi. b. Mengetahui efektivitas kelembagaan Subak dalam pembagian air irigasi.
6 c. Sebagai referensi bagi instansi terkait yang menangani pengelolaan sumber daya air dan pengembangan irigasi di Kabupaten Gianyar.