BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memperluas pangsa pasarnya. Baik dengan memperluas jangkauan pasarnya serta

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan. mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara pemilik perusahaan (principal)

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2013) tujuan laporan keuangan. pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan yang

BAB I PENDAHULUAN. transaksi saham yang fair. Transaksi saham yang fair sulit tercapai karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate

BAB I PENDAHULUAN. keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Dalam penyusunan laporan

ISNI WIYATMI B

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB I PENDAHULUAN. suatu pencerminan dari suatu kondisi perusahaan, karena di dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. hanya mendapatkan profit tetapi untuk untuk memaksimalkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru

BAB 1 PENDAHULUAN. (Ujiyantho dan Pramuka, 2007) dalam Putri dan Yuyetta (2013). Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan selama periode tertentu yang memuat informasi-informasi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mencurahkan perhatian terhadap CG. Skandal-skandal korporasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengungkapan informasi secara terbuka mengenai perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Corporate governance telah menjadi topik bahasan utama dalam. bisnis global seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem).

BAB I PENDAHULUAN. Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi disebut juga aktivitas jasa yang mempunyai fungsi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan menerangkan hubungan antara pemegang saham dengan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri barang dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No.1 (2012) laporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan laporan keuangan untuk pihak pihak yang berkepentingan seperti

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemegang saham.good Corporate Governance (GCG) membantu menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi di pasar bursa indonesia sampai pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1,

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, untuk penilaian (judgement) dan pengambilan keputusan oleh pemakai

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi nilai perusahaan dianggap semakin sejahtera pula pemiliknya.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi atas hasil yang diperoleh dari seluruh aktivitas perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara. kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik.

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas suatu entitas bisnis dan laporan keuangan berfungsi sebagai bentuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa

BAB I PENDAHULUAN. Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Pearce and Robinson,2013 : 38). Teori keagenan mengansumsikan bahwa

SKRIPSI. Oleh : HARTAWAN HARI MAYASTO B

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan perusahaan (Yustini dan Cholis, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen

BAB I PENDAHULUAN. kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana

BAB I PENDAHULUAN. (manajer). Proksi Discretionary Accrual (DA) merupakan salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing guna mempertahankan efisiensi dan kelangsungan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan menyusun dan menerbitkan laporan keuangan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya laporan keuangan diungkapkan Belkoui (1993) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Peranan bank yang utama yaitu memobilisasi dana dari masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan arus informasi di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tidak. Bagi perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi tersebut berisikan mengenai

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor atau pemegang saham dengan pihak yang menerima wewenang (agency) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerjasama. Pemilik memberi perintah kepada agen untuk melakukan suatu jasa atas nama pemilik dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik (Belkoui, 2001). Asumsi keorganisasian mengasumsikan adanya asymetry information antara agent dan principal. Sehingga principal membutuhkan sumber informasi yang dapat dipercaya dan dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Semetara tujuan dari teori agensi adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Dengan demikian teori keagenan dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai hubungan kontraktual antara agen dan prinsipal, yang dalam hal ini agen bertindak sebagai seorang manajer, dan prinsipal adalah para pemilik modal dalam perusahaan. Agen mempunyai tanggung jawab

secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik. Namun, tanpa dipungkiri bahwa terkadang hak pengendalian yang dimiliki oleh agen selaku manajer sangat dimungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor untuk memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Manajer memiliki kewenangan untuk mengelola perusahaan dan demikian manajerpun memiliki hak dalam mengelola dana investor (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Peran teori keagenan dalam penelitian ini adalah untuk memahami konsep dari strategi diversifikasi perusahaan baik secara geografis maupun operasi dan struktur kepemilikan. 2. Signalling Theory Signalling Theory merupakan indikator dari informasi laporan keuangan yang memberikan sinyal kepada para pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut dapat memberikan sinyal baik (good news) maupun sinyal buruk (bad news). Kedua sinyal tersebut dapat dilihat melalui total return tahunan pada suatu perusahaan karena return tahunan merupakan indikator yang diberikan oleh perusahaan kepada para investor. Berkualitas atau tidaknya keputusan dari investor dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor, terutama karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Informasi yang didapatkan akan

digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Manajer dapat memberi sinyal atas informasi yang lebih banyak mengenai prospek dan kinerja perusahaan kepada investor dengan mencatat akrual diskresioner. Apabila kinerja dan prospek perusahaan adalah baik, manajemen dapat memberi sinyal dengan mencatat akrual diskresioner positif untuk menunjukan bahwa laba periode kini serta yang akan datang lebih baik dari pada yang diimplikasikan oleh laba nondiskresioner periode kini. Namun sebaliknya, apabila kinerja dan prospek perusahaan buruk, manajemen memberikan sinyal dengan mencatat akrual diskresioner negatif. 3. Manajemen Laba Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya yang disengaja oleh manajer untuk mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan perwujudan perilaku oportunistik manajemen. Manajer dapat memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain mengenai informasi perusahaan dan menyebabkan keputusan yang diambil oleh pemakai laporan keuangan menjadi tidak tepat. Ada perbedaan yang mendasar antara praktisi dan akademisi dalam memandang manajemen laba. Secara umum para praktisi, yaitu seperti investor, pemerintah, asosiasi profesi, dan pelaku ekonomi lainnya

menganggap manajemen laba sebagai kecurangan manajerial. Alasannya, aktivitas rekayasa manajerial ini dilakukan untuk menyesatkan dan merugikan pihak lain yang menggunakan laporan keuangan sebagai sumber informasi untuk mengetahui segala sesuatu mengenai perusahaan. Sementara akademisi, termasuk para peneliti, menilai manajemen laba bukan sebagai kecurangan, sebab aktivitas rekayasa manajerial ini pada dasarnya merupakan dampak dari luasnya prinsip akuntansi yang berterima umum. 4. Diversifikasi Geografis Segmen geografis (diversifikasi geografis) adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan produk atau jasa pada lingkungan (wilayah) ekonomi tertentu dan komponen itu memiliki risiko dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan pada komponen yang beroperasi pada lingkungan (wilayah) ekonomi lain (IAI, 2001). Diversifikasi geografis dapat menjadi strategi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan perusahaan dalam pasar yang berkembang. Perusahaan mencoba untuk memasarkan produknya dan memperluas operasinya tidak hanya pada satu negara. Di jaman sekarang ini banyak perusahaan Indonesia yang sudah menerbangkan sayapnya di ranah internasional untuk tetap bertahan dan bersaing dengan perusahaan lainnya. Walaupun hal demikian tidak mudah dalam menjalankannya akan tetapi sudah banyak perusahaan yang mampu mengambil risiko yang tidak kecil yang

mungkin dapat dialami ketika perusahaan mampu menerapkan strategi diversifikasi geografis. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mengidentifikasi segmen geografis, mencakup kondisi ekonomi dan politik, hubungan antar-operasi dalam wilayah geografis, kedekatan geografis operasi, dan risiko mata uang. 5. Diversifikasi Operasi Diversifikasi operasi adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan produk atau jasa (baik produk atau jasa individual maupun kelompok produk atau jasa terkait) dan komponen itu memiliki risiko dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan segmen lain (IAI, 2009). Dalam kondisi pasar saat ini, perusahaan berusaha untuk mendapat pangsa pasar yang baru dan memperluas pangsa pasar yang ada dengan memberikan peluang-peluang yang lebih baik sehingga perusahaan tetap memiliki keunggulan bersaing dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Salah satunya dengan melakukan diversifikasi operasi. Bagi perusahaan yang melakukan diversifikasi operasi (multioperasional), pelaporan masing-masing segmen operasinya tercantum dalam segment reporting (Indraswari, 2010). Produk atau jasa yang memiliki karakteristik risiko dan imbalan yang berbeda secara signifikan tidak boleh dikelompokkan ke dalam segmen usaha yang sama. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan

apakah produk termasuk dalam segmen usaha yang sama atau tidak yaitu meliputi karakteristik produk, karakteristik proses produksi, golongan pelanggan, metode pendistribusian produk, dan karakteristik iklim regulasi. 6. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri serta institusi lainnya pada akhir tahun. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Menurut Barnae dan Rubin (2005), bahwa investor institusional dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Semakin besar persentase kepemilikan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan untuk mengawasi manajemen. 7. Komite Audit Dewan komisaris membentuk komite audit untuk melakukan pemerikasaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan.

Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor (Surya dan Yustiavandana, 2008). Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Amggota komite audit dapat berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pegalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisarais, Hasnati (2003) dalam Surya dan Yustiavandana (2008). Pentingnya komite audit dalam suatu perushaan terbuka dikuatkan dengan ketentuan Surat Edaran Bapepam No.SE-03/OM/2000 dalam Surya dan Yutiavandana (2008) tentang Komite Audit. Alam ketentuan tersebut mewajibkan setiap perusahaan public atau emiten untuk memiliki komite audit. Ketentuan ini menyebutkan bahwa komite audit bertugas membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perushaan.

B. Penurunan Hipotesis 1. Diversifikasi Geografis dan Manajemen Laba Dengan kekompleksan yang dimiliki, kesempatan untuk melakukan manajemen laba di dalam perusahaan terdiversifikasi juga lebih besar, karena terdapat kemungkinan dimana pemegang saham tidak memiliki insentif, sumber daya dan akses informasi yang cukup untuk memantau tindakan manajer (Warfield et al, 1995). Karena tentu saja akan memerlukan lebih banyak sumber daya dan keahlian untuk memeriksa pendapatan yang berasal dari berbagai divisi bisnis dan negara. Terkait dengan diversifikasi perusahaan secara geografis, Chin et al. (2009) meneliti manajemen laba di Taiwan dan menemukan bahwa internasionalisasi perusahaan yang lebih tinggi berhubungan dengan manajemen laba yang lebih agresif. Dengan peningkatan penyebaran geografis perusahaan, akan meningkatkan kompleksitas organisasi, dan kemudian meningkatkan asimetri informasi antara manajer dan investor (Indraswari 2010). Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H1a: Diversifikasi geografis berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Indonesia. H1b: Diversifikasi geografis berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Australia.

H1c: Diversifikasi geografis berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Singapura. 2. Diversifikasi Operasi dan Manajemen Laba Perusahaan yang terdiversifikasi akan mengalami asimetri informasi yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang terfokus. Hal ini dikarenakan perusahaan yang terdiversifikasi kurang transparan bila dibandingkan perusahaan yang terfokus (Rodriguez-Perez dan Van Hemmen, 2010). Thomas (2002) menyatakan sebuah hipotesis, yaitu hipotesis transparansi yang mengaitkan antara diversifikasi dengan manajemen laba. Dia menyatakan bahwa perusahaan yang terdiversifikasi memiliki tingkat asimetri informasi yang lebih tinggi dan kurang transparan jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak terdiversifikasi, karena mereka memiliki struktur yang lebih kompleks. Sependapat dengan El Mehdi dan Seboui (2011) yang menyebutkan bahwa diversifikasi dapat memperkuat asimetri informasi, menyebabkan keragaman budaya dan mendorong misalokasi investasi. Hal ini menyebabkan manajer dapat mengeksploitasi asimetri informasi dengan melakukan manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian Indraswari (2010) yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan dengan segmen bisnis yang beragam terbukti melakukan manajemen laba dengan arah menaikkan laba. Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut:

H2a: Diversifikasi operasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Indonesia. H2b: Diversifikasi operasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Australia. H2c: Diversifikasi operasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba di perusahaan Singapura 3. Kepemilikan Institusional dan Manajemen Laba Menurut Shiller dan Pound (1989) dalam Wedari (2004) menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan analisis investasi dan memiliki akses informasi yang lebih baik dibandingkan dengan investor individual. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya dalam memonitor manajemen karena semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic manajer yang dapat mengurangi agency cost (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengawasi tindakan manajemen dibandingkan dengan investor individual. Selain itu, kepemilikan institusional juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan

pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen melakukan manipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba. Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H3a: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Indonesia. H3b: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Australia. H3c: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Singapura. 4. Komite Audit dan Manajemen Laba Komite audit adalah komite yang dibentuk leh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris degan pihak manajemen dalaam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001 dalam Nasution dan Setiawan (2007), keanggotaan komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut meruoakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua.

Komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris terutama yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (FCGI, 2008). Xie et al. (2001) dan Lin et al. (2009) menemukan bahwa jumlah pertemuan komite audit berhubungan negatif dengan manajemen laba. Lin et al. (2009) menyatakan bahwa komite audit perlu secara aktif melakukan pekerjaan dengan mengambil bagian dalam pertemuan komite audit. Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H4a: Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Indonesia. H4b: Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Australia. H4c: Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba di perusahaan Singapura. 5. Praktik Manajemen Laba di Indonesia, Australia dan Singapura Dalam kontrak antara agent dan principal, seringkali terjadi penyelewengan pelaporan oleh manajemen dikarenakan adanya asimetri informasi, hal ini dapat terjadi ketika agent mengetahui informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan cepat dibandingkan principal. Dengan adanya asimetri ini dapat memberi peluang kepada manajer untuk memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan

kekayaan pribadi, salah satu upaya yang ditempuh manajemen dalam penyelewengan kekuasaan yaitu dengan melakukan manajemen laba. Di Indonesia sendiri, tingkat manajemen laba emiten masih relatif tinggi. Leuz et al. (2003) menghitung skor agregat manajemen laba ( the aggregate earnings management score) dari 31 negara dengan tahun pengamatan 1990-1999. Semakin besar skor yang dimiliki menandakan semakin besar tingkat manajemen laba. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat manajemen laba yang paling besar bila dibandingkan negara-negara di Asia, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Perbedaan status antara Indonesia, Australia dan Singapura terhadap praktik manajemen laba menujukan adanya perbedaan tingkat manajemen laba antara Indonesia, Australia dan Singapura. Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H5a : Terdapat perbedaan praktik manajemen laba antara Indonesia dan Australia. H5b : Terdapat perbedaan praktik manajemen laba antara Indonesia dan Singapura.. H5c : Terdapat perbedaan praktik manajemen laba antara Australia dan Singapura. 6. Diversifikasi Geografis, Diversifikasi Operasi dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Indonesia, Australia dan Singapura Strategi diversifikasi menjadi strategi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan perusahaan dalam pasar yang berkembang. Perusahaan mencoba untuk memasarkan produknya dan memperluas operasinya tidak

hanya pada satu negara. Di jaman sekarang ini banyak perusahaan Indonesia yang sudah menerbangkan sayapnya di ranah internasional untuk tetap bertahan dan bersaing dengan perusahaan lainnya. Walaupun hal demikian tidak mudah dalam menjalankannya akan tetapi sudah banyak perusahaan yang mampu mengambil risiko yang tidak kecil yang mungkin dapat dialami ketika perusahaan mampu menerapkan strategi diversifikasi seperti terjadinya asimetris informasi antara manajemen dengan pemegang saham yang dapat muncul karena adanya kompleksitas organisasi yang dialami oleh perusahaan yang terdiversifikasi. Corporate governance menurut Nuswandari (2009) merupakan mekanisme pengendali (diciplinary forces) yang efektif menyelaraskan kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajemen. Setiap keputusan manajemen yang diambil didasarkan pada kepentingan pemegang saham dan resources yang ada digunakan semata-mata untuk kepentingan pertumbuhan dan peningkatkan nilai perusahaan. Dalam corporate governance manajer diharapkan bekerja secara efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan biaya modal dan mampu meminimalkan risiko sehingga akan menghasilkan presentase laba yang tinggi. El Mehdi dan Seboui (2011) meneliti pengaruh diversifikasi terhadap manajemen laba di perusahaaan yang terdapat di Amerika Serikat selama periode 1998-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversifikasi

secara geografis meningkatkan manajemen laba, namun diversifikasi secara industri mengurangi manajemen laba. Johnson dkk. (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Dalam hal ini corporate governance memberi ruang bagi prinsipal untuk memantau kerja manager sehingga masalah keagenan yang muncul antara pemegang saham dan manajer dapat dikendalikan sehingga manajemen laba pun dapat diatasi. Dalam praktiknya corporate governance berbeda disetiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip-prinsip corporate governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan (Arifin, 2005). Hal ini dikarenakan ada perbedaan karakteristik pasar dan peraturan disclosure antar negara sehingga informasi yang disediakan berbeda. Penelitian Saudagaran dkk. (1997) tentang karakteristik dan isu-isu kebijakan pelaporan keuangan antar berbagai pasar modal dinegara maju dan berkembang menemukan hasil bahwa perbedaan tersebut didasari atas tiga kriteria yaitu availability of information, reliability dan comparability. Dengan adanya perbedaan tersebut, diasumsikan bahwa corporate governance mampu menterjemahkan indikator tentang perbedaan manajemen laba antara perusahaan manufaktur di Indonesia, Australia dan

Singapura. Berdasarkan alur berfikir tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H6a : Terdapat perbedaan pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di Indonesia dan Australia. H6b : Terdapat perbedaan pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di Indonesia dan Singapura. H6c : Terdapat perbedaan pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di Australia dan Singapura. C. Model Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, model penelitian ini memiliki empat variabel bebas (X) yaitu diversifikasi geografis, diversifikasi operasi, kepemilikan institusional dan komite audit serta memiliki satu variabel tergantung (Y) yaitu mnajemen laba. Penelitian ini menggunakan model penelitian lima tahap yang dapat dirumuskan model penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. 1 Kerangka Model Penelitian Diversifikasi Geografis (+) Diversifikasi Operasi (+) Kepemilikan Institusional Manajemen Laba (-) Komite Audit (-) Gambar 1. 2 Perbedaan Praktik Manajemen Laba di Indonesia dan Australia Manajemen Laba di Indonesia Manajemen Laba di Australia Gambar 1.3 Perbedaan Praktik Manajemen Laba di Indonesia dan Singapura Manajemen Laba di Indonesia Manajemen Laba di Singapura Gambar 1.4 Perbedaan Praktik Manajemen Laba di Australia dan Singapura Manajemen Laba di Australia Manajemen Laba di Singapura

Gambar 1.5 Perbedaan Pengaruh Diversifikasi Geografis, Diversifikasi Operasi dan Mekanisme Corporate Governance di Indonesia, Australia dan Singapura Pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance di Indonesia Pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance di Australia Pengaruh diversifikasi geografis, diversifikasi operasi dan mekanisme corporate governance di Singapura